Articles
54 Documents
Ligitime Portie dalam Pewarisan Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata dan Kompilasi Hukum Islam
Vira Firdausy
UNISKA LAW REVIEW Vol 3 No 1 (2022): Uniska Law Review
Publisher : Faculty of Law, Kadiri Islamic University (UNISKA) Kediri
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32503/ulr.v3i1.2508
Penelitian ini mengkaji tentang ligitime portie dalam pewarisan menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata dan Kompilasi Hukum Islam. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa konsep Ligitime Portie menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kompilasi Hukum Islam serta mengkaji secara mendalam pengaturan Ligitime Portie dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kompilasi Hukum Islam. Metode penelitian ini menggunakan penelitian hukum Normatif. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa konsep legitime portie menentukan bahwa ahli waris memiliki bagian mutlak dari peninggalan pewaris yang tidak dapat dikurangi sekalipun melalui surat wasiat pewaris di atur baik dalam KUHPerdata ataupun menurut Kompilasi Hukum Islam. Bagian mutlak atas hibah wasiat dalam Kompilsai Hukum Islam ini mempunyai persamaannya dengan KUH Perdata, yang pada dasarnya memberi perlindungan kepada ahliwaris yang mempunyai hubungan darah, akan tetapi dalam konsep yang berbeda. Menurut KUHPerdata yang berasal dari Belanda lebih di dasarkan pada sifat individualistis sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam yang didasarkan pada Al Quran dan Hadist lebih mendasarkan pada kemaslahatan. Menurut KUH Perdata, pada dasarnya setiap orang mempunyai kebebasan untuk mengatur mengenai apa yang akan terjadi dengan harta kekayannya setelah meninggal dunia. Akan tetapi untuk beberapa ahli waris ab intestato oleh Undang-undang diadakan bagian tertentu yang harus diterima mereka yang bagiannya dilindungi oleh hukum. Ahli waris ini dinamakan legitimaris, sedangkan bagiannya disebut legitime portie. Kompilasi hukum Islam membatasi pemberian hibah ditentukan tidak melebihi 1/3 dari harta pemberi hibah atas dasar mendahulukan kepentingan ahli waris dan jangan sampai meninggalkan ahli waris dalam keadaan miskin sedangkan menurut KUHPerdata perhitungannnya tergantung dari golongan berapa yang ditinggalkan oleh pewaris.
Konsekuensi Yuridis Agunan yang Diambil Alih Terhadap Hapusnya Perikatan
Finda Rudiana
UNISKA LAW REVIEW Vol 3 No 1 (2022): Uniska Law Review
Publisher : Faculty of Law, Kadiri Islamic University (UNISKA) Kediri
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32503/ulr.v3i1.2509
Penelitian ini mengkaji tentang konsekuensi yuridis agunan yang di ambil alih terhadap hapusnya perikatan. Tujuan penelitian ini untuk menganalisa konsekuensi yuridis agunan yang diambil alih terhadap hapusnya perikatan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum Normatif. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa Pada prinsipnya objek Hak Tanggungan yang telah didaftarkan di Badan Pertanahan Nasional tidak dapat dimiliki oleh kreditur, termasuk bank, sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 UU Hak Tanggungan menjelaskan bahwa untuk melindungi prinsip ini maka Pasal 12A UU Perbankan menentukan bahwa agunan yang dibeli oleh bank wajib dijual kembali secepatnya untuk melunasi hutang nasabah/debitur. Hal tersebut disebabkan karena bank tidak diperbolehkan untuk memiliki agunan yang telah dibeli. Hal ini merupakan bentuk konsekuensi yuridis objek Hak Tanggungan yang dikuasai oleh bank/kreditur dalam pelaksanaan AYDA lebih dari 1 (satu) tahun. Konsekuensi yuridis dalam peraturan ini untuk mempertahankan prinsip bahwa jaminan bukan untuk memiliki barangnya, tetapi digunakan untuk menjamin bahwa debitur akan melaksanakan kewajibannya hingga lunas atau apabila macet, agunan agar secepatnya untuk dijual dan hasil dari uang penjualannya tersebut kemudian digunakan untuk melunasi hutang nasabah/debitur. Dengan cara tersebut maka konsekuensi yuridis perikatan yang terjadi antara kreditur dan debitur dalam pelaksanaan agunan yang di ambil alih tersebut hapus.
Pengaturan Hak Pekerja Perempuan di Indonesia dalam Perspektif Convention on The Elimination of All Forms Discrimination Againts Women (CEDAW)
Icha Febriana Anggita Putri;
Siciliya Mardian Yoel
UNISKA LAW REVIEW Vol 3 No 1 (2022): Uniska Law Review
Publisher : Faculty of Law, Kadiri Islamic University (UNISKA) Kediri
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32503/ulr.v3i1.2505
Penelitian ini mengkaji tentang pengaturan hak pekerja perempuanyang diatur dalam Convention On The Elimination Of All Forms Discrimination Againts Women (CEDAW) dan Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan beserta peraturan perundang-undangan pelaksananya. Dikarenakan pekerja perempuan rentan akan kasus diskrimanasi di tempat kerja Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana kesesuaian antara Convention On The Elimination Of All Forms Discrimination Againts Women (CEDAW) dengan Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam mengatur hak pekerja perempuan, serta apa urgensi penyesuaiannya diantara keduanaya.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana kesesuaian antara Convention On The Elimination Of All Forms Discrimination Againts Women (CEDAW) dengan Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam mengatur hak pekerja perempuan, serta untuk mengetahui urgensi penyesuaian antara keduanya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu yuridis normatif, yang menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus yang telah berkekuatan hukum tetap. Adapun hasil penelitian ini bahwa Dari segi penggolongan hak pekerja perempuan dinilai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah sesuai dengan Convention on the Elimination of All Forms Discrimination Againts Women (CEDAW) dalam mengatur hak pekerja perempuan di Indonesia.
Batasan Tindak Pidana Penodaan Agama
Sartika Dewi
UNISKA LAW REVIEW Vol 3 No 1 (2022): Uniska Law Review
Publisher : Faculty of Law, Kadiri Islamic University (UNISKA) Kediri
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32503/ulr.v3i1.2506
Studi ini mengkaji tentang batasan tindak pidana penodaan agama dengan studi perbandingan Putusan Nomor: 1612/Pid.B/2018/ PN Mdn dengan Putusan Nomor: 55/Pid.B/2012/PN END. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji secara mendalam terkait batasan penodaan agama menurut pertimbangan hakim. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif. Hasil pembahasan dalam penelitian ini adalah bahwa batasan terkait penodaan agama menurut pertimbangan hakim adalah berdasarkan pada fakta-fakta yang ditemukan dalam persidangan juga keterangan saksi dan keterangang ahli masing-masing agama dalam memberikan definisi dan batasan terkait penodaan agama juga pengetahuan yang dimiliki hakim. Selain itu antara kedua putusan dengan Pasal 156a huruf a KUHP dinilai sudah sesuai, hal ini dibuktikan dengan terpenuhinya unsur-unsur dalam pasal 156a huruf a KUHP berdasarkan pertimbangan hakim.
Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat dalam Penanggulangan Terorisme
Johan Rahmatulloh;
Lanang Sakti;
Lalu Muhammad Dul Rifa’i
UNISKA LAW REVIEW Vol 3 No 1 (2022): Uniska Law Review
Publisher : Faculty of Law, Kadiri Islamic University (UNISKA) Kediri
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32503/ulr.v3i1.2507
Tulisan ini membahas tentang Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat dalam Penanggulangan Terorisme sebagaimana disebutkan Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Tujuan penelitian ini untuk menganalisa pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat dalam penanggulangan terorisme yang diatur dalam UU No 5 Tahun 2018 serta untuk mengkaji rancangan bentuk dan fungsi tim pengawas penanggulangan terorisme yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum Normatif. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa pelaksanaan fungsi pengawasan DPR sebagaimana diamanahkan oleh Undang-Undang belum ditetapkan peraturan lebih teknis untuk melaksanakan fungsi pengawasanya tersebut, melainkan baru hanya berupa rancangan draft peraturan. Kedua, dalam rancangan Tim Pengawas Penanggulangan Terorisme tersebut hanya diisi oleh unsure anggota dewan saja, tidak ada pelibatan aktif masyarakat di luar unsur wakil rakyat.
Form of Criminal Liability for Persons of Mayantara Criminal Actions
Imam Makhali
UNISKA LAW REVIEW Vol 3 No 2 (2022): Uniska Law Review
Publisher : Faculty of Law, Kadiri Islamic University (UNISKA) Kediri
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32503/ulr.v3i2.3460
Indonesia is a country involved in the use and utilization of information technology, which is proven by a large number of internet users, along with advances in information technology in communication media that have changed people's behavior in global civilization. This technology causes world relations to become closer without borders and boundaries. Along with the development of technology, the form and mode of crime also developed. In Indonesian Criminal Law, for perpetrators of cyber crimes or usually called “mayantara” crimes, they are burdened with criminal responsibility like criminal acts regulated in the Criminal Code. accountability criminal for criminals. The form of criminal responsibility for perpetrators in criminal law, especially cybercrime which has been adopted by Law Number 19 of 2016 concerning amendments to Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions is regulated in 9 articles, from article 27 to is doctrine of identification. This can be proven by the acceptance of forms of criminal liability including corporations ( corporate criminal liability ) as cyber crime preperators.
Problems in the Arrangement of Household Abandonment Crimes in the PKDRT Law And Its Relevance in Court Decisions
Laili Nur Anisah;
Anin Dita
UNISKA LAW REVIEW Vol 3 No 2 (2022): Uniska Law Review
Publisher : Faculty of Law, Kadiri Islamic University (UNISKA) Kediri
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32503/ulr.v3i2.3425
Domestic neglect is a form of domestic violence that is often encountered in the community, but statistics show this violence is the least violent compared to other forms of violence stipulated in Law number 23 of 2004 on the Elimination of Domestic Violence. The number of household neglects both recorded in the data of women's comnas and in the police is very small, the real number is never known. It can go unreported because it is not considered a form of domestic violence. This research will explore the problem of regulating the regulation of economic neglect violence in Law No. 23 of 2004 on the Elimination of Domestic Violence and what impact the arrangement has on the execution of court decisions. The method used in this study is normative research, using literature studies with primary legal materials of Law 23/2004 and comparing 3 district court rulings that break free cases of domestic neglect violence. The results of this study are known that the regulation of household neglect articles still causes differences in interpretation in its implementation, such as the absence of a deadline for household neglect and the definition of the phrase abandonment in the law.
Implementation Of The Law Of Evidence: Comparative Country Of Indonesia With The United States Of America
Vifi Swarianata;
Fatmawaty Thalib;
Fenty U. Puluhulawa;
Jufryanto Puluhulawa;
Apripari Apripari
UNISKA LAW REVIEW Vol 3 No 2 (2022): Uniska Law Review
Publisher : Faculty of Law, Kadiri Islamic University (UNISKA) Kediri
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32503/ulr.v3i2.3450
This research examines the Implementation of the Law of Evidence: Comparative of the State of Indonesia and the United States of America. This study aims to analyze the application of evidence in Indonesia and the United States. This study uses normative research methods. The results of this study explain that there is a comparison between the application of evidence before and during the process in trials between the two countries, but over time and Indonesian law has implemented several processes in evidence that were previously used by the United States. It is hoped that lawmakers in Indonesia will be able to quickly find a new law that will not hinder the process of proof, and will not complicate the judiciary.
Conception and Responsibility of Local Government on Mining in East Tulabolo Village
Dolot Alhasni Bakung;
Zainal Abdul Aziz Hadju;
Sri Nanang Meiske Kamba
UNISKA LAW REVIEW Vol 3 No 2 (2022): Uniska Law Review
Publisher : Faculty of Law, Kadiri Islamic University (UNISKA) Kediri
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32503/ulr.v3i2.3454
Utilizing Natural Resources is indeed an interesting phenomenon, and this activity can benefit the parties involve, from local people’s elements, companies, and government. However, in practice, the parties that carry out mining activities sometimes do not meet the applicable rules and do not get permission from the local government. This study aims to determine the conception of the regulation of the use of Natural Resources in the form of mining in the National Law and the extent of responsibility of local governments in regulating the mining of the people in the village of East Tulabolo. This study uses empirical juridical research methods. Using interview techniques and samples in this study amounted to 4 respondents. The results of this study indicate that the use of Natural Resources in the form of mining in the legal conception must obtain permission from the local government to be carried out based on Mining Permit (IUP), People’s Mining Permit (IPR or IUPK) and for the responsibility carried out by the local government has not been maximized because of the eight mining sites only 1 location in order by the local government.
Institutional Reconstruction of The Indonesian Ulama Council Within The Indonesian Government System
Yudi Widagdo Harimurti;
Safitri Safitri;
Ansori Asnori
UNISKA LAW REVIEW Vol 4 No 1 (2023): Uniska Law Review
Publisher : Faculty of Law, Kadiri Islamic University (UNISKA) Kediri
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32503/ulr.v4i1.3468
The Indonesian Ulama Council (MUI) is an institution that houses Muslim scholars and intellectuals throughout Indonesia. Whether it is requested or not, one of the functions of The Indonesian Ulama Council is to give a legal opinion (fatwa) towards Muslims and the government. MUI fatwas provide a significant role for society and the government, it is proven by the use of the MUI fatwa as a guideline for the community in responding to daily problems related to religion. Many fatwa materials are implemented in several laws and regulations including sharia issues, narcotics, banking, waqf, pornography, and others. However, MUI Fatwas do not have the binding force of law because of its MUI position as a social organization, not a state institution. Therefore, this research was conducted to explain further the existence of MUI in the constitutional system of the Republic of Indonesia and how MUI should be arranged in the constitutional system of the Republic of Indonesia. This research employed a normative research method. The approach used was the statute approach and the historical approach. The results of this study indicate that MUI has an important role in the constitutional system of the Republic of Indonesia. It is proven by the issuance MUI fatwa stated that MUI Fatwa becomes part of the legal basis for the state and becomes a referral source for the government in making decisions. Thus, a better arrangement of MUI in the constitutional system of the Republic of Indonesia must be carried out to maintain the legal force of the MUI Fatwa involvement in the constitutional system of the Republic of Indonesia.