Articles
64 Documents
Implikasi Hukum Pemasangan CCTV di Tempat Umum secara Tersembunyi terhadap Perlindungan Data Pribadi
Nadia Carolina Weley;
Hari Sutra Disemadi
Amnesti Jurnal Hukum Vol. 4 No. 2 (2022)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purworejo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.37729/amnesti.v4i2.2151
Alat pemroses atau pengolah data visual merupakan salah satu bentuk kemajuan teknologi yang menjadi bagian dari masyarakat Indonesia, kehadiran APDV salah satunya CCTV menunjukkan bahwa Indonesia telah berpartisipasi dan ikut andil dalam kehadiran instalasi yang akan menjadi bagian dari masa depan. Kehadiran CCTV menimbulkan dampak positif dan negatif bagi pengguna berikut individu yang hanya sekadar menghampiri area yang dilengkapi dengan alat tersebut, sehingga menimbulkan beberapa kecanggungan dalam hal perlindungan data pribadi, yang menyangkut kewarganegaraan, nama lengkap, informasi genetik dan informasi yang bersifat khusus dan diatur oleh UU. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian doctrinal diikuti pendekatan secara kualitatif yang memanfaatkan bahan-bahan tertulis seperti UU, dokumen-dokumen dan bahan tertulis lainnya. Pengaturan mengenai pemasangan APDV di tempat tersembunyi belum secara resmi diatur di dalam UU yang telah diterbitkan, melainkan diatur pada RUU PDP yang sedang menjadi pertimbangan perangkat pemerintahan, pengaturannya tersendiri diatur pada pasal 22 yang terdiri atas 3 ayat, pasal 52, dan 53, serta Pasal 62, dan pasal 63 yang mengatur mengenai sanksi dari pelanggar yang melanggar terkait pemasangan APDV secara tersembunyi. Maka dari itu, pengesahan RUU PDP sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemasangan APDV secara tersembunyi ini, untuk menciptakan lingkungan hukum yang aman dan perlindungan yang cukup bagi masyarakat Indonesia.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Wartawan di Provinsi Riau
Puti Mayang Seruni
Amnesti Jurnal Hukum Vol. 4 No. 2 (2022)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purworejo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.37729/amnesti.v4i2.2155
Salah satu hak wartawan sebagai pekerja yakni untuk mendapatkan pelindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja. Terutama karena wartawan dalam menjalankan tugas sering kali berada pada posisi dan lokasi kerja yang mengancam keselamatan dan kesehatan pribadi mereka. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengidentifikasi mengenai bagaimana Hukum Ketenagakerjaan Indonesia mengatur mengenai hak pelindungan atas K3 bagi para Wartawan, bagaimana penerapannya serta hambatannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif empiris. Data primer diperoleh dari wawancara responden dan observasi serta data sekunder diperoleh melalui studi dokumen. Hasil penelitian menunjukan bahwa Regulasi khusus mengenai K3 untuk wartawan belum ada hingga saat ini. Namun sebagai salah satu hak yang harus diterima oleh wartawan sebagai pekerja maka hak ini tidak bisa dihapuskan. Penerapan K3 bagi wartawan yang unik dan situasional menjadikan acuan dalam pelaksanaan K3 adalah peraturan dan pedoman yang dikeluarkan oleh organisasi wartawan PWI dan Dewan Pers. Penerapan akan hak ini salah satunya diperoleh melalui pendaftaran wartawan kepada program BPJS. Upaya prefentif terkait K3 dilakukan dengan diberikannya sederet pelatihan-pelatihan terkait keselamatan kerja bagi wartawan. Upaya pro-aktif dilakukan dengan hanya mengirim wartawan yang telah berpengalaman pada lokasi-lokasi yang dirasa berbahaya. Kemudian upaya represif digantungkan pada pemberian sanksi terhadap pelanggaran K3 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Hambatan terhadap pelaksanaan K3 didasari karena beberapa hal, diantaranya adalah kesadaran wartawan itu sendiri dan kondisi perusahaan yang meliputi kemauan, kondisi ekonomi dan pengelolaan yang baik.
Keadilan Restorative Justice sebagai Upaya Mewujudkan Peradilan yang Humanis
Rizki Maulana Ahzar
Amnesti Jurnal Hukum Vol. 4 No. 2 (2022)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purworejo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.37729/amnesti.v4i2.2192
Adanya rasa ketidakpuasan atas bekerjanya sistem peradilan pidana yang kurang humanis dalam upaya penyelesaian perkara yang ada saat ini mendorong untuk dioptimalisasikan dan digencarkan lagi model pendekatan keadilan restorative justice. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana legal standing penerapan keadilan restorative justice pada setiap tahap baik proses penyidikan dan atau proses penuntutan dan melihat dari aspek hak asasi manusia sebagai sub pembahasan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan statute approach menggunakan peraturan hukum berupa data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang disesuaikan dengan pokok pembahasan. Hasil Penelitian ini menunjukan bahwa adanya Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 08 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif dan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif menunjukan keseriusan bagi penegak hukum tersebut untuk mewujudkan peradilan yang humanis. Adanya payung hukum tersebut memungkinkan bagi penegak hukum untuk menghentikan proses penangan tindak pidana dan mendorong proses pemulihan korban serta mendorong para pelaku untuk mengambil tanggung jawab sehingga keadilan kembali seperti saat sebelum terjadinya tindak kejahatan, namun tetap berpegang teguh dengan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia agar tidak ada pihak yang merasa dilanggar hak-haknya terutama paska terjadinya suatu tindak pidana. Maka dengan adanya payung hukum tersebut sudah semestinya penegak hukum selalu mengedepankan dan menjadi solusi pertama kali yang ditawarkan kepada para pihak khususnya tindak pidana yang dimungkinkan untuk melalui restorative justice serta dibuatkan sebuah aturan yang lebih sustainable tentunya dengan tetap mempertahankan konsep keadilan restorative justice.
Chemical Weapons Violations in Syria's Civil War: an International Law Perspective
Yordan Gunawan;
Mhd. Ervizal Rizqy Pane;
Muhammad Reza Athallah
Amnesti Jurnal Hukum Vol. 5 No. 1 (2023)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purworejo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.37729/amnesti.v5i1.2288
The use of chemical weapons in the Syrian civil war is a grave violation of international law, as it violates the prohibition on using chemical weapons under customary international law. The war has erupted since Syrian President Bashar Al-Assad responded violently to the peaceful opposition toward the regime. The Organization for the Prohibition of Chemical Weapons (OPCW) has confirmed two occasions of using chemical weapons in Syria in 2015 and 2016. However, until recently, there were no necessary measures to protect civilians in Syria from using chemical weapons and prevent any future use of Syria's stockpile of chemical weapons. The study aims to analyze the use of chemical weapons in the Syrian civil war, the violation of the CWC in the Syrian civil war, and the legal protection of Syrian civilians. The study used a normative legal research methodology. The data sources in the study were secondary data obtained from the statutory, analytical, legal, conceptual, and fact approaches. The study's result showed that the Syrian government violated the Chemical Weapons Convention of 1993 (CWC) and should respond with the action, categorized as an infringement of the international legal norm.
Paradoks Kewenangan dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Terhadap Perusahaan Asuransi
Raju Moh Hazmi;
Zuhdi Arman;
Ahmad Arif Zulfikar;
Ragil Surya Perkasa
Amnesti Jurnal Hukum Vol. 5 No. 1 (2023)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purworejo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.37729/amnesti.v5i1.2486
Regulasi membatasi hanya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang berwenang untuk mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap perusahaan asuransi. Namun, Putusan Nomor 389/Pdt.Sus-PKPU/2020 (PKPU 389) justru mengabulkan permohonan PKPU yang diajukan oleh nasabah pemegang polis. Dengan menggunakan metode normatif terhadap data sekunder, yang dianalisis secara deskriptif kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: (1) justifikasi kewenangan atribusi mengajukan permohonan PKPU terhadap perusahaan asuransi hanya diletakan kepada OJK serta (2) untuk menemukan alasan majelis hakim mengonstruksikan kreditur berwenang untuk mengajukan permohonan PKPU terhadap perusahan asuransi di dalam PKPU 389. Riset ini menemukan PKPU 389 kontradiktif dengan UU Nomor 37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, UU Nomor 21/2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dan UU Nomor 40/2014 tentang Perasuransian. Tafsir original intens meletakan kewenangan ini hanya kepada OJK sebagai entitas tunggal untuk mengajukan permohonan PKPU terhadap perusahaan asuransi. Implikasi diferensiasi fungsional melalui model unified supervisory, penerapan paradigma national economic walfare state, dan kebutuhan lembaga penyeimbang untuk melindungi disparitas kepentingan adalah causa prima diletakannya monopoli kewenangan pengajuan PKPU terhadap perusahaaan asuransi kepada OJK. Kewenangan ini merupakan atribusi yang diberikan oleh original legislator hanya kepada OJK, sehingga tidak ada subjek yang dapat mengajukan PKPU diluar OJK.
Effectiveness of Culinary Industry MSME Brand Protection in Batam City
Ade Borami Ju;
Hari Sutra Disemadi
Amnesti Jurnal Hukum Vol. 5 No. 1 (2023)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purworejo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.37729/amnesti.v5i1.2700
Intellectual Property (IP) is a right that originates from the creations of human thoughts, which are expressed in various forms and have economic or commercial value. One form of violation currently quite common in IP is counterfeiting or imitating marks. It is caused by developments in technology and transportation facilities which have caused activity in the trade sector, both goods, and services, to experience very rapid development. This study aimed to determine the effectiveness of brand protection for the MSME culinary industry in the city of Batam. This study uses non-doctrinal or empirical legal research methods with data collection techniques using primary and secondary data obtained through interviews and the results of literature studies. This study concludes that the legal protection of trademarks for MSME culinary industry business actors in Batam City is still ineffective. It cannot be applied to society as a whole, where based on culture, there are still quite a several business actors in the culinary industry in Batam City who still need to register their intellectual property. Many people still need to learn about Law Number 20 of 2016 concerning Marks as a law that all Indonesian people must obey as legal subjects.
Perlindungan Hukum atas Data Pribadi Pengguna SIM Card Telepon Seluler
Anggianti Nurhana;
Yana Indawati
Amnesti Jurnal Hukum Vol. 5 No. 1 (2023)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purworejo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.37729/amnesti.v5i1.2706
Era disrupsi digital telah mendorong penggunaan telepon seluler sebagai salah satu media komunikasi yang tidak terbatas jarak dan waktu. Guna menunjang efektivitas dari telepon seluler tersebut, dibutuhkan layanan dari penyelenggara jasa telekomunikasi yang mensyaratkan adanya aktivasi Subscriber Module Card (SIM card) menggunakan data pribadi. Data pribadi selanjutnya akan diproses oleh penyelenggara jasa telekomunikasi tepat setelah pengguna SIM card telepon seluler menyetujui privacy policy untuk menggunakan layanan dengan klik tombol accept. Ketentuan ini membuat urgensi perlindungan hukum atas data pribadi pengguna SIM card telepon seluler semakin tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan hukum privacy policy yang dibuat oleh penyelenggara jasa telekomunikasi bagi pengguna SIM card telepon seluler, serta perlindungan hukumnya. Metode pendekatan yang digunakan oleh penulis adalah pendekatan penelitian yuridis normatif dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder melalui literatur yang berkaitan dengan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa privacy policy yang ditawarkan oleh penyelenggara jasa telekomunikasi dengan diikuti penerimaan dari pengguna SIM card telepon seluler berkedudukan hukum sebagai kontrak baku yang mengikat para pihak. Keberadaan privacy policy di sisi lain juga dapat memberikan perlindungan hukum secara preventif agar pelanggaran data pribadi tidak terjadi. Adapun perlindungan hukum secara represif juga diperlukan apabila penyelenggara jasa telekomunikasi melakukan kelalaian yang menyebabkan kegagalan perlindungan data pribadi dengan alasan force majeure. Dalam hal terjadi kerugian, pengguna SIM card telepon seluler berhak menuntut dan penyelenggara jasa telekomunikasi juga wajib bertanggung jawab untuk mengganti kerugian.
Perlindungan Hukum Bagi Bidan yang Melakukan Tindakan Medis (Studi Kasus Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong)
Noor Rahmad;
Deni Setiyawan;
Septi Indrawati
Amnesti Jurnal Hukum Vol. 5 No. 1 (2023)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purworejo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.37729/amnesti.v5i1.2710
Perlindungan hukum dapat menjadi hak setiap individu, termasuk bidan. Saat ini, masih sedikit yang membahas mengenai perlindungan hukum bidan di rumah sakit PKU Muhammadiyah Gombong. Kajian ini bertujuan untuk membahas lebih dalam perlindungan hukum bagi bidan yang melakukan tindakan medis di rumah sakit PKU Muhammadiyah Gombong. Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut yaitu penelitian hukum normatif, dengan menggunakan sumber bahan hukum primer dan sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bidan memiliki kewenangan dalam melaksanakan tugasnya di rumah sakit. Kewenangan ini dievaluasi oleh organisasi profesi agar tidak melakukan tindakan di luar kewenangan yangberakibat pada konsekuensi hukum. Perlindungan hukum terhadap bidan dilakukan oleh Ikatan Bidan Indonesia (IBI). Apabila terjadi pelanggaran yang mengakibatkan bidan di bawah ke ranah pengadilan, maka dilakukan tinjauan oleh IBI melalui MPA IBI dan MPEB IBI. Jika bidan yang bersangkutan menjalankan standar profesi, standar pelayanan dan standar prosedur operasional, maka bantuan hukum akan diberikan oleh IBI dalam menghadapi tuntutan atau gugatan di pengadilan.
Pertanggungjawaban Pidana Peminjam Kendaraan yang Melanggar Lalu Lintas Electronic Traffic Law Enforcement (Studi Kasus Polresta Sidoarjo)
Zhafirah Nisa Almira;
Yana Indawati
Amnesti Jurnal Hukum Vol. 5 No. 1 (2023)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purworejo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.37729/amnesti.v5i1.2730
Pada era digital ini tilang menggunakan sistem Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) yang mendeteksi pelanggaran dengan kamera ETLE. Polresta Sidoarjo baru saja menerapkan sistem ETLE pada tahun 2022 dengan kategori melanggar marka atau rambu lalu lintas, muatan lebih dari satu, dan tidak memakai helm. Back Office akan mengirim surat konfirmasi ke alamat kendaraan yang terdeteksi pelanggaran. Permasalahan yang terjadi ketika kendaraan tersebut dipinjam orang lain dan melanggar lalu lintas. Maka pemilik akan tetap menerima surat konfirmasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui unsur pasal yang tepat dikenakan pada peminjam kendaraan bermotor yang melakukan pelanggaran ETLE berdasarkan UU LLAJ, dan bentuk pertanggungjawaban pidananya. Metode pendekatan penelitian yang digunakan Penulis adalah pendekatan penelitian yuridis normatif yaitu meneliti bahan pustaka atau data sekunder melalui literatur yang berkaitan dengan penelitian. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan merumuskan bahwa pelanggar adalah setiap orang yang mengendarai kendaraan bermotor. Pemilik kendaraan bermotor memang harus lebih memperhatikan dan bertanggungjawab atas kendaraan yang dipinjamkan. Sistem ETLE yang dioperasikan manusia hanya dapat menyorot nomor polisi kendaraan bukan klasifikasi dari pengemudi kendaraan. Pertanggungjawaban pidana bagi peminjam kendaraan bermotor yang melakukan pelanggaran lalu lintas dalam ETLE di Polresta Sidoarjo adalah dengan menggunakan pertanggungjawaban vicarious liability. Pemilik kendaraan bermotor memiliki tanggungjawab untuk membayar sanksi pelanggaran lalu lintas ETLE oleh orang lain yang meminjam kendaraannya. Penerapan vicarious liability harus memiliki hubungan baik hubungan orang yang dikenal maupun hubungan kerja.
Implementasi Prinsip Demokrasi dalam Pelaksanaan Pemilihan Umum
Fitri Ayuningtiyas;
Adelia Wahyuningtyas
Amnesti Jurnal Hukum Vol. 5 No. 1 (2023)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purworejo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.37729/amnesti.v5i1.2733
Pemilu dapat diartikan sebagai sarana atau fasilitas pelaksanaan dari kedaulatan rakyat yang telah dituangkan secara sah di lampiram UUD 1945. Pada Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 menguraikan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tinjauan yuridis prinsip demokrasi dalam pelakasanaan pemilihan umum. Untuk mecapai penelitian tersebut dilakukan melalui metode penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 merupakan konsep yang sesuai untuk merubah kedaulatan negara menjadi kedulatan rakyat. Kemudian, perihal pemilu dapat diuraikan bahwa pemilu yang dapat mencerminkan konsep kedaulatan rakyat yang memiliki sifat demokratis yakni pemilu yang terlaksana pertama kali pada tahun 1955.