cover
Contact Name
Apriana Vinasyiam
Contact Email
akuakultur.indonesia@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
akuakultur.indonesia@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota bogor,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Akuakultur Indonesia
ISSN : 14125269     EISSN : 23546700     DOI : -
Core Subject : Agriculture,
Jurnal Akuakultur Indonesia (JAI) merupakan salah satu sarana penyebarluasan informasi hasil-hasil penelitian serta kemajuan iptek dalam bidang akuakultur yang dikelola oleh Departemen Budidaya Perairan, FPIK–IPB. Sejak tahun 2005 penerbitan jurnal dilakukan 2 kali per tahun setiap bulan Januari dan Juli. Jumlah naskah yang diterbitkan per tahun relatif konsisten yaitu 23–30 naskah per tahun atau minimal 200 halaman.
Arjuna Subject : -
Articles 569 Documents
The Role of Bakau Snail, Telescopium telescopium L., as Biofilter in Waste Water Management of Intensive Shrimp Culture Hamsiah, ,; Djokosetiyanto, Daniel; Adiwilaga, E. M.; Nirmala, Kukuh
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 1 No. 2 (2002): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (214.587 KB) | DOI: 10.19027/jai.1.57-64

Abstract

ABSTRACTThe objective the experiment is to know the role of bakau snail, Telescopium telescopium L., as biofilter for improving waste water quality in shrimp culture.  The experiment was carried out at laboratory scale.  The parameters that observed in this experiment are physical, chemical and biological of waste water.  Growth and survival rate of snail were also observed. Waste water quality measurement was carried out during a week, while the growth and survival rate were measured during two months.  The aquarium of 30x40x40 cm were filled with 30 l of waste water from intensive shrimp culture.  Bakau snail were stocked to the aquarium with density of 0 (control), 6, 9 and 12 snail/aquarium, and these treatment were replicated 3 times.  The result shown that total organic matter (TOM), total ammonia, dissolved oxygen (DO) of waste water, and growth and survival rate of snail were not different between treatment of stocking density, while the biological oxygen demand (BOD), total suspended solid (TSS), nitrite and nitrate were significantly different (pKey words :  Bakau snail, Telescopium telescopium L.,  biofilter, shrimp culture waste water. ABSTRAKPercobaan ini bertujuan untuk mengkaji peranan keong bakau, Telescopium telescopium L., sebagai biofilter terhadap perbaikan mutu air limbah budidaya tambak udang intesif.  Pertumbuhan dan kelangsungan hidup keong bakau juga dikaji.  Percobaan dilakukan dalam skala laboratorium.  Pengamatan kualitas air fisika, kimia dan biologi air limbah budidaya tambak dilakukan selama seminggu, sedangkan pertumbuhan keong dilakukan selama 2 bulan.  Wadah percobaan yang digunakan adalah akuarium ukuran 30x40x40 cm dan diisi air sebanyak 30 liter yang berasal dari buangan budidaya udang intensif di tambak.  Perlakuan percoban berupa padat tebar keong bakau dalam akuarium yaitu: 0 (tanpa keong), 6, 9 dan 13 ekor/akuarium, dan setiap perlakuan diulang 3 kali. Hasil percobaan menunjukkan bahwa respon peubah kadar bahan organik total (TOM), amoniak total, oksigen terlarut (DO) dalam air limbah, serta pertumbuhan dan kelangsungan hidup keong bakau tidak berbeda antar perlakuan kepadatan, sedangkan BOD5, padatan tersuspensi total (TSS), nitrit dan nitrat berbeda nyata (pKata kunci :  Keong bakau, Telescopium telescopium L., biofilter, air limbah budidaya udang.
Phenotype of the First Gynogenesis Generation of Koi Alimuddin, ,; Sumantadinata, K.; Hadiroseyani, Yani; Irawan, D.
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 1 No. 2 (2002): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (121.035 KB) | DOI: 10.19027/jai.1.65-68

Abstract

ABSTRACTThis experiment was conducted to study phenotype of F1 koi that obtained from gynogenesis at the Laboratory of Fish Genetic and Breeding, Department of Aquaculture, Faculty of Fisheries and Marine Sciences, Bogor Agricultural University (IPB). Females koi used for this experiment were kohaku (white-red), hi-utsuri (red-black), and shiro-bekko (white-black); whereas males used kohaku, hi-utsuri, and shiro-bekko. Analysis on body coloration of fish was carried out at three months old. Results showed that gynogenesis from kohaku produced three types of koi, those were white koi, red koi and kohaku, and hi-utsuri produced red koi, black koi and hi-utsuri. Meanwhile, shiro-bekko by gynogenetic technique produce seven types of koi; those were white, red, black, kohaku, shiro-bekko, hi-utsuri and sanke (white-red-black koi). Survival rate of gynogenetic koi was lower then normal might be due to inbreeding stress.Key words :  Gynogenesis, phenotype, koi fish (Cyprinus carpio). ABSTRAKStudi tentang fenotip keturunan pertama ikan koi hasil ginogenesis telah dilakukan di Laboratorium Pengembangbiakan dan Genetika Ikan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Ikan koi betina yang dipakai adalah kohaku (putih-merah), hi-utsuri (merah-hitam) dan shiro-bekko (putih-hitam), sedangkan jantannya adalah kohaku, hi-utsuri, dan shiro-bekko. Analisis warna pada ikan dilakukan setelah ikan berumur tiga bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ginogenesis pada ikan kohaku menghasilkan tiga jenis ikan koi, yaitu koi putih, koi merah dan kohaku; pada ikan hi-utsuri dihasilkan ikan koi merah, koi hitam dan hi-utsuri. Sementara itu, teknik ginogenesis untuk ikan koi putih-hitam dihasilkan tujuh macam jenis ikan koi, yaitu koi putih, koi merah, koi hitam, kohaku, hi-utsuri, siro-bekko dan sanke (putih-merah-hitam). Tingkat kelangsungan hidup ikan ginogenetik lebih rendah daripada kontrol normalnya.Kata kunci :  Ginogenesis, fenotip, ikan koi (Cyprinus carpio)
Sex Reversal on Congo Tetra Fish (Micraleptus intterruptus ) Larvae Arfah, Harton; Alimuddin, ,; Sumantadinata, K.; Ekasari, Julie
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 1 No. 2 (2002): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (121.65 KB) | DOI: 10.19027/jai.1.69-74

Abstract

ABSTRACTExperiment was performed to assess the effect of 17a-methyltestosterone (MT) treatment on Congo tetra fish larvae.  To evaluate the optimal pattern of MT treatment, three different treatments were administrated.  Three months old larvae were submerged in three different doses of MT; 1, 2 and 4 mg/l.  These studies showed that the highest percentage of male fish was obtained by 4 mg/l MT treatment, 87,17%.  The 2 mg/l and 1 mg/l MT treatments obtained 77,53% and 69,86% male respectively, two times higher than control, 38,96%.  On the other hand, the 4 mg/l MT treatment also resulted the highest percentage of hermaphrodite fishes, 17,58%.  The highest survival rate was shown by 1 mg/l MT treatment, 62,77% and the lowest was shown by the 4 mg/l MT treatment, 47,20%.  The highest rate of fish length and weight was shown by the 4 mg/l MT treatment, 4,4 cm and 1,65 gram respectively.  These findings suggest that MT treatment offers an advantage in growth of  tetra Congo larvae. Key word :  Sex reversal, methyltestosterone, Congo tetra fish, Micraleptus intterruptus. ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perendaman larva di dalam larutan hormon 17a-metiltestosteron pada dosis 1, 2 dan 4 mg/l larutan.  Persentase tertinggi ikan jantan dihasilkan  oleh perlakuan 4 mg/l, yaitu 87,17%.  Perlakuan 2 mg/l dan 1 mg/l masing-masing menghasilkan 77,53% dan 69,86% sedangkan kontrol menghasilkan 38,96% jantan.  Efek lain dari perlakuan MT ini adalah hermafroditisme.  Perlakuan 4 mg/l menghasilkan persentase hermafrodit tertinggi yaitu 17,58%, sedangkan pada kontrol kelangsungan hidup tertinggi diperoleh pada perlakuan 1 mg/l (62,77%) dan terendah pada perlakuan 4 mg/l (47,20%).  Hasil tersebut menunjukkan adanya pengaruh dosis hormon terhadap kelangsungan hidup ikan.  Pengukuran bobot dan panjang ikan pada setiap perlakuan menunjukkan nilai tertinggi dihasilkan oleh perlakuan 4 mg/l  yaitu 1,65 gram dan 4,40 cm.  Hal ini diduga bahwa hormon MT merangsang pula pertumbuhan ikan.Kata kunci :  Pergantian kelamin, metiltestosteron, ikan tetra Kongo, Micraleptus intterruptus.
The Effect of Dietary Vitamin E (-Tocopherol) Level on the Lipid, Essensial Fatty Acid Level and the Hatching Rate of Catfish, Clarias batrachus Linn. Mokoginta, I.; Syahrizal, ,; Jr., M. Zairin
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 1 No. 2 (2002): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (111.231 KB) | DOI: 10.19027/jai.1.75-80

Abstract

This experiment was conducted to evaluate the dietary level of vitamin E (a-tocopherol) on the lipid, essential fatty acid level and the hatching rate of catfish, Clarias batrachus Linn. Five experimental diets with isoenergy and isonitrogen, but different vitamin E (a-tocopherol) level were used in this experiment. Dietary vitamin E levels are 18, 114, 210, 308 and 416 mg/kg diet respectively.  Fish with body weight of 18,55 a 5,11 g per fish, fed on the experimental diets at satiation, for six months.  The vitamin E, the lipid and the n-6 and n-3 fatty acid level of egg increase as the dietary vitamin E level of broodstock diet increase. However, the ratio of n-6/n-3 fatty acid of egg produced  by treatment 210 mg vitamin E/kg diet was higher than that of other treatments, which finally produced the highest hatching rate of egg (p<0,05).Key words : Vitamin E (a-tocopherol), reproduction, catfish (Clarias batrachus Linn.)
Increasing Thai Catfish's Immunity (Pangasius hypophthalmus Fowler) Using Ascorbic Acid Ilmiah, ,; Dana, D.; Pasaribu, F. H.; Affandi, R.
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 1 No. 2 (2002): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (168.629 KB) | DOI: 10.19027/jai.1.81-86

Abstract

ABSTRACTAn experiment to determine Thai catfish's (Pangasius hypophthalmus Fowler) immunity was carried out using different levels of ascorbic acid (0, 1.000, 2.000 and 3.000 mg/kg feed).  Fish of 15-20 g in weight were kept in aquaria for 6 weeks with density of 15 fish/aquaria.  Feed was given at 5-10 % of total biomass with frequency of three times a day.  The blood sampling was taken every week and the challenge test with Aeromonas hydrophila (106cells/mm3) injection intramuscular was done on the 30th day.   The result of this experiment shown that feed with ascorbic acid of 2.000 mg/kg was elevated the cellular responses such as: leucocyte total (34.850 cels/mm3), differential of leucocyte (lymphocyte: 72,2%, monocyte: 8,0%, neutrophyl: 7,8%), phagocytic index (13%) and humoral response (titre antibody: 0.829 serum aglutination unit), which at the same time proves high level of survival rate against the artificial injection using A. hydrophila. Key words :  Ascorbic acid, fish immunity, Thai catfish, Pangasius hypophthalmus.   ABSTRAK Suatu penelitian telah dilakukan di laboratorium dengan menggunakan ikan jambal Siam (Pangasius hypophthalmus Fowler) untuk melihat tingkat kekebalan ikan dengan menambahkan vitamin C pada pakan (0, 1.000, 2.000 dan 3.000 mg/kg pakan).  Ikan jambal Siam ukuran 15-20 g dipelihara dalam aquarium selama 6 minggu dengan kepadatan 15 ekor/wadah.  Pemberian pakan dilakukan 3 kali sehari sebanyak 5-10% dari bobot biomasa, pengambilan contoh darah dilakukan setiap minggu dan uji tantang dilakukan pada hari ke-30 dengan bakteri Aeromonas hydrophila (106 sel/mm3) secara intramuskular.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan vitamin C sebanyak 2.000 mg/kg pakan menyebabkan meningkatnya respon seluler antara lain: total lekosit (34.850 sel/mm3), jenis lekosit (limfosit: 72,2%, monosit: 8,0%, netrofil: 7,7% dan trombosit: 17,6%) indeks fagositik 13% dan respon humoral (titer antibodi: 0,829 unit serum aglutinasi).  Kelangsungan hidup ikan jambal Siam dengan respon seluler demikian mencapai 100%. Kata kunci :  Vitamin C, imunitas ikan, ikan jambal Siam, Pangasius hypophthalmus.
Immunostimulan on Aquatic Organisms Alifuddin, M.
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 1 No. 2 (2002): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (108.049 KB) | DOI: 10.19027/jai.1.87-92

Abstract

-
Phenotype of the First Generation of Koi Hibridization Sumantadinata, K.; Hadiroseyani, Yani
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 1 No. 3 (2002): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (112.605 KB) | DOI: 10.19027/jai.1.93-96

Abstract

ABSTRACTThis experiment was conducted to study phenotype of F1 koi that were obtained from hybridization. Females koi that was used for this experiment were white-red koi, red-black koi, and white-black koi; whereas males used white-red koi, red-black koi, white-black koi and white-red-black. Spawning for hybridization was done using hormonal stimulation with 0.5 ml ovaprim/kg body weight, and fertilization were artificially performed. Analysis on body coloration was carried out at three months old fish. Normal F1 of white-red koi as well red-black koi produced three kind of koi, while white-black koi produced seven kind of koi, i.e. white koi, red koi, black koi, white-red koi, white-black koi, red-black koi and white-red-black koi. Hybridization of those koi produced seven kind of koi such as normal F1 of white-black koi.Key word :  Koi fish, phenotype, hybridization, first generation (F1) ABSTRAKStudi tentang genotipe keturunan pertama ikan koi hasil hibridisasi telah dilakukan di Laboratorium Pengembangbiakan dan Genetika Ikan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Ikan koi betina yang dipakai adalah ikan koi putih-merah, merah-hitam dan putih-hitam, sedangkan jantannya adalah putih-merah, merah-hitam, putih-hitam dan putih-merah-hitam. Ikan-ikan tersebut diperoleh dari teknik ginogenesis. Pemijahan untuk persilangan antar jenis ikan koi dilakukan dengan rangsangan hormonal ovaprim 0,5 ml/kg, dan pembuahan dilakukan secara buatan. Analisis warna pada ikan dilakukan setelah ikan berumur 3 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkawinan normal koi putih-merah maupun merah hitam masing-masing menghasilkan tiga tipe warna (dua warna polos dan satu warna kombinasi) sedangkan koi putih-hitam menghasilkan tujuh tipe warna. Perkawinan silang antara ketiga ikan tersebut menghasilkan tujuh warna yang sama dengan keturunan normal merah-hitam, yaitu putih, merah, hitam, putih-merah, putih-hitam, merah-hitam dan putih-merah-hitam.Kata kunci :  Ikan koi, fenotip, hibridisasi, turunan pertama (F1)
The Phenotype of Diploid and Triploid F1 of Female Kohaku and Sanke Koi with Males White and Red Koi Alimuddin, .; Sumantadinata, K.; Hadiroseyani, Yani
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 1 No. 3 (2002): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (86.578 KB) | DOI: 10.19027/jai.1.97-100

Abstract

ABSTRACTThis study was done to discover the effect of addition of chromosome number on phenotype F1 hybrid of females kohaku (white-red) and sanke (white-red-black) koi with males white and red koi. The white and red males koi were the F1 of gynogenesis. Spawning of koi was done by hormonal (ovaprim 0,5 ml/kg body weight) and fertilization was done artificially. Triploidization was done by heat shock at 40°C during 1,0-1,5 minutes after 2-3 minute from egg fertilization. Colour analysis was done on 4 months old fish. Triplodization was succeeding on 86,67%.  Addition of chromosome number on koi due to triploidization was suppressed the percentage of koi with combination color (kohaku, shiro-bekko, hi-utsuri, and sanke). It was seen on hybridization of sanke vs white koi as much as 5,55%, while on sanke vs red koi reached 45,02%. Hybridization of kohaku vs white koi as well as kohaku vs red koi produced higher percentages of kohaku compared to kohaku vs kohaku.Key words: Phenotype, diploid, triploid, koi fish, hybrid, chromosome AbstrakStudi ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan jumlah set kromosom terhadap fenotipe keturunan persilangan ikan koi kohaku (putih-merah) dan sanke (putih-merah-hitam) betina dengan jantan putih dan merah. Ikan koi jantan putih dan merah merupakan hasil ginogenesis generasi pertama. Pemijahan ikan koi dilakukan dengan rangsangan hormonal ovaprim 0,5 ml/kg induk dengan sistim pembuahan buatan. Triploidisasi dilakukan dengan memberikan kejutan panas 400C selama 1,0-1,5 menit pada saat 2,0-3,0 menit setelah pembuahan telur. Analisis warna dilakukan setelah ikan berumur 4 bulan. Tingkat keberhasilan triploidisasi yang diperoleh cukup tinggi, yaitu sebesar 86,67%. Penambahan jumlah set kromosom ikan koi akibat triploidisasi menurunkan persentase ikan koi yang berwarna kombinasi (putih-merah, putih-hitam, merah-hitam dan putih-merah-hitam) sebesar 5,55% untuk persilangan sanke vs putih, dan 45,02% untuk persilangan sanke vs merah. Tingginya penurunan koi warna kombinasi diduga disebabkan adanya dominansi warna tertentu, misalnya dominansi warna hitam yang persentasenya meningkat sebesar 31,7% pada persilangan sanke vs merah. Pada persilangan kohaku dengan koi putih dan dengan koi merah, persentase kohaku lebih besar daripada perkawinan normal kohaku yang diperoleh pada tahap pertama. Persentase kohaku dari perkawinan normal kohaku hanya sebesar 18,6%, sedangkan kohaku vs putih atau dengan merah adalah sekitar 27% untuk triploidisasi dan 33% untuk persilangan  normal. Tingkat kelangsungan hidup ikan normal lebih besar daripada ikan hasil triploidisasi, kecuali persilangan sanke vs putih.Kata kunci : Fenotipe, diploid, triploid, ikan koi, hibrid dan kromosom
Feeding of Marbled Goby, Oxyeleotris marmorata (Blkr.), Larvae in the Two Weeks of Their Early Life Effendi, Irzal; Sumawidjaja, K.
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 1 No. 3 (2002): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (149.147 KB) | DOI: 10.19027/jai.1.101-108

Abstract

ABSTRACTThe experiment was carried out at the Laboratory of Aquaculture System and Technology, Faculty of Fisheries, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Factorial arrangement in randomised block design was used in this experiment with two factors: kind of feed and feed density for sand goby, Oxyeleotris marmorata (Blkr.) larvae. There were 3 kinds of feed: rotifer, enriched-rotifer, and egg yolk-premix. Rotifer density of 20, 30, and 40 individuals/ml were maintained troughout the experiment. Egg yolk-premix were given per day in equivalent quantity as those rotifers in the treatment. Larvae of 40 individuals/l were kept in the 250 l plastic tanks, filled with 200 l of aerated ground water for 15 days indoor. Larvae fed rotifer showed better survival and growth rate than those fed egg yolk-premix. Increased rotifer density tended to increase survival and growth rate of larvae.Key words :  marbled goby, Oxyeleotris marmorata, larvae, feeding, rotifers ABSTRAKPercobaan ini dilakukan di Kolam Percobaan Babakan, Laboratorium Bogor, Bogor, dan dirancang berbentuk factorial dalam rancangan acak kelompok, dengan faktor: (1) jenis pakan dan (2) kepadatan pakan. Jenis pakan dibedakan menjadi: rotifera, rotifera-diperkaya, dan kuning telur-premiks, sedangkan kepadatan rotifera dibedakan menjadi : 20,30, dan 40 individu/ml, dipertahankan setiap hari. Kuning telur-premiks diberikan kepada larva ikan betutu, Oxyeleotris marmorata setiap hari yang setara dengan bobot rotifera setiap perlakuan, berdasarkan bobot kering keduanya. Larva sebanyak 40 ekor/l dipelihara dalam tangki plastik bervolume 250 l yang diisi air 200 l selama 15 hari dalam ruangan. Larva yang diberi rotifera cenderung memiliki kelangsungan hidup dan pertumbuhan lebih besar daripada kuning telur-premiks. Kepadatan rotifera yang semakin tinggi cenderung dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva.Kata kunci :  ikan betutu, Oxyeleotris marmorata, larva, pemberian pakan, rotifera
Feeding with Artificial Feed on Sand Goby, Oxyeleotris marmorata (Blkr.), Fry Sudrajat, Agus Oman; Effendi, Irzal
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 1 No. 3 (2002): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (152.916 KB) | DOI: 10.19027/jai.1.109-118

Abstract

ABSTRACTThe influence of feed shape and protein resource of artificial feed on the growth and survival rate of sand goby, Oxyeleotris marmorata (Blkr.), fry were evaluated in this experiment. This experiment purposed to determine growth rate, survival rate, feeding efficiency, protein retention, lypid retention and look for the suitable artificial feed for sand goby. This experiment was carried out at the Laboratory of Aquaculture System and Technology, Department of Aquaculture, Faculty of Fisheries and Marine Sciences, Bogor Agricultural University in Bogor. Factorial design was used in this experiment with two factors: feed shape and protein resource. There were two kinds of feed shape: dry pellet and moist pellet. Protein resource consisted: fish, squid, and shrimp. The sand goby juveniles were kept in aquarium 60x30x40 cm was filled 40 litre of aerated. The fish were fed of 7% (dry weight based) of body weight in three time of feeding (10:00, 14:00, 18:00 WIB), 30, 30, 40% total feed/day respectively. The amount of feed was adjusted every 7 days with sampling. The juveniles feeding with shrimp-moist showed better survival rate, growth rate, feeding efficiency, protein retention, lypid retention than those fed shrimp-dry, squid-dry, squid-moist, fish-dry, and fish-moist. Dry pellet and moist pellet can be used for sand goby feeding. The artificial feed for sand goby juvenile suggested contain attractant and had highly water stability. Shrimp and squid can be used as main protein resources in artificial feed for sand goby. Key Word :  Feeding, artificial feed, sand goby, Oxyeleotris  marmorata, fry. ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bentuk pakan dan sumber protein dari pakan buatan terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan betutu, Oxyeleotris marmorata (Blkr.). Rancangan faktorial dengan 2 faktor, bentuk pakan (pelet basah dan pelet kering) dan sumber protein (ikan, cumi dan udang) digunakan dalam penelitian ini. Ikan diberi pakan 7% bobot badan basah yang diberikan dalam 3 kali per hari. Ikan yang diberi pakan dengan kombinasi bentuk pelet basah dan sumber protein udang (pelet basah-udang) menunjukkan kelangsungan hidup, pertumbuhan, efisiensi pemberian pakan dan retensi protein terbaik dari perlakuan lainnya. Udang dan cumi dapat digunakan sebagai sumber protein utama dalam pakan buatan untuk ikan betutu. Pakan buatan untuk benih ikan betutu disarankan mengandung atraktan dan memiliki stabilitas dalam air yang tinggi.Kata kunci :  Pemberian pakan, pakan buatan, ikan betutu, Oxyeleotris marmorata, benih.

Page 2 of 57 | Total Record : 569


Filter by Year

2002 2025


Filter By Issues
All Issue Vol. 24 No. 2 (2025): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 24 No. 1 (2025): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 23 No. 2 (2024): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 23 No. 1 (2024): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 22 No. 2 (2023): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 22 No. 1 (2023): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 21 No. 2 (2022): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 21 No. 1 (2022): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 20 No. 2 (2021): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 20 No. 1 (2021): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 19 No. 2 (2020): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 19 No. 1 (2020): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 18 No. 2 (2019): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 18 No. 1 (2019): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 17 No. 2 (2018): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 17 No. 1 (2018): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 16 No. 2 (2017): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 16 No. 1 (2017): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 15 No. 2 (2016): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 15 No. 1 (2016): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 14 No. 2 (2015): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 14 No. 1 (2015): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 13 No. 2 (2014): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 13 No. 1 (2014): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 12 No. 2 (2013): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 12 No. 1 (2013): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 11 No. 2 (2012): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 11 No. 1 (2012): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 10 No. 2 (2011): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 10 No. 1 (2011): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 9 No. 2 (2010): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 9 No. 1 (2010): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 8 No. 2 (2009): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 8 No. 1 (2009): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 7 No. 2 (2008): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 7 No. 1 (2008): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 6 No. 2 (2007): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 6 No. 1 (2007): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 5 No. 2 (2006): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 5 No. 1 (2006): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 4 No. 2 (2005): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 4 No. 1 (2005): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 3 No. 3 (2004): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 3 No. 2 (2004): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 3 No. 1 (2004): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 2 No. 2 (2003): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 2 No. 1 (2003): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 1 No. 3 (2002): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 1 No. 2 (2002): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 1 No. 1 (2002): Jurnal Akuakultur Indonesia More Issue