cover
Contact Name
Apriana Vinasyiam
Contact Email
akuakultur.indonesia@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
akuakultur.indonesia@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota bogor,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Akuakultur Indonesia
ISSN : 14125269     EISSN : 23546700     DOI : -
Core Subject : Agriculture,
Jurnal Akuakultur Indonesia (JAI) merupakan salah satu sarana penyebarluasan informasi hasil-hasil penelitian serta kemajuan iptek dalam bidang akuakultur yang dikelola oleh Departemen Budidaya Perairan, FPIK–IPB. Sejak tahun 2005 penerbitan jurnal dilakukan 2 kali per tahun setiap bulan Januari dan Juli. Jumlah naskah yang diterbitkan per tahun relatif konsisten yaitu 23–30 naskah per tahun atau minimal 200 halaman.
Arjuna Subject : -
Articles 569 Documents
Utilization of MS 222 in Transport of Catfish (Pangasius sutchi) Seed Arfah, Harton; Supriyono, Eddy
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 1 No. 3 (2002): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (118.028 KB) | DOI: 10.19027/jai.1.119-122

Abstract

ABSTRACTProblems faced in supplying seed out of Java especially Bogor to Sumatera, for instance, are it only contains few seed (100 seeds/l) and it has a high mortality rate because of stress during transport.  This experiment was conducted to know the effect of MS 222 in keeping fish metabolism activity down while taking note of its survival rate and change of water quality. The experimental design used here was factorial design 3x5 with 3 repetitions.  Dosages of MS–222 were 0, 25 and 50 ppm and the fish densities were 100, 300, 400, 500 and 600 per liter.  As container was plastic bag (volume 10 l).  After putting the fish into the plastic bag, it was filled up with oxygen, which the volume was 3 times than water volume, than the plastic bag was closed by tying it.  After 18 hours of treatment the survival rate and water quality were checked.  Based on evaluation of survival rate, it was concluded that the combination between 25 ppm of MS 222 and fish density, which was 500 per liter, gave an optimum result.Keywords: Catfish, Pangasius sutchi, live transport, stress, MS–222, survival rate ABSTRAKKendala yang dihadapi dalam pemasokan benih ikan patin dari pulau Jawa terutama Bogor, keluar pulau Jawa terutama Sumatera adalah jumlah ikan yang terangkut masih sedikit (± 100 ekor/l) dan tingkat kematian yang cukup tinggi, karena stres selama perjalanan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan MS–222 dalam menekan aktivitas metabolisme ikan dengan memperhatikan tingkat kelangsungan ikan dan perubahan kualitas air. Penelitian ini menggunakan rancangan faktorial 3x5 dengan 3 ulangan. Dosis MS–222 yang digunakan: 0,25 dan 50 ppm dan kepadatan ikan: 100, 300, 400, 500 dan 600 ekor/l. Wadah pengangkutan berupa kantong plastik (volume 10 l). Ikan yang diangkut dimasukkan ke dalam kantong plastik, kemudian dipompakan oksigen sebanyak 3 kali volume air, selanjutnya dilakukan pengikatan. Setelah 18 jam perlakuan dilakukan perhitungan terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan dan perubahan kualitas air media. Hasil penelitian ini menunjukkan kombinasi penggunaan MS–222 25 ppm dan kepadatan ikan 500 ekor/l memberikan tingkat kelangsungan hidup yang optimal.Kata kunci: Ikan patin, Pangasius sutchi, pengangkutan hidup, stres, MS–222, tingkat kelangsungan hidup.
Parasites Inventory on Ornamental Fish Transported in Soekarno-Hatta Airport, Cengkareng, Jakarta Alifuddin, M.; Priyono, A.; Nurfatimah, A.
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 1 No. 3 (2002): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (130.345 KB) | DOI: 10.19027/jai.1.123-128

Abstract

ABSTRACTStudy of parasites inventory on ornamental fish transported in Soekarno-Hatta Airport, Cengkareng, Jakarta was done.  Parasites were identified from coral platy fish (Xiphophorus maculatus), guppy cobra fish (Poecilia reticulata), red nose tetra fish (Hemigrammus rhodostomus) and serpe minor fish (Hyphessobrycon serpae).  Parasites found from coral platy fish were identified as Dactylogyrus  and Argulus japonicus; Trichodina heterodentata and Lerneae infected guppy cobra fish;  red nose tetra fish was infected by Gyrodactylus, whilst Ichthyoph-thirius multifiliis were found in serpe minor fish only. All of the parasites were known as ectoparasites and excluded from the List of Pest and Parasite Fish Quarantine. From this study, there was a correlation between present of parasites with length of fish.Key words : Ornamental fish, fish parasites, fish quarantine ABSTRAKPenelitian inventarisi parasit pada ikan hias yang dilalulintaskan melalui Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta telah dilakukan.  Inventarisasi parasit dilakukan terhadap ikan platis koral (Xyphophorus maculatus), ikan gupi kobra (Poecilia reticulata), ikan red nose tetra (Hemgrammus rhodostomus) dan ikan serpe minor (Hyphessobrycon serpae).  Pada ikan platis koral ditemukan parasit Dactylogyrus  dan Argulus japonicus; pada ikan gupi kobra ditemukan parasit  Trichodina heterodentata dan Lerneae; pada ikan red nose tetra hanya ditemukan parasit Gyrodactylus  dan pada ikan serpe minor hanya ditemukan parasit Ichthyophthirius multifiliis. Semua parasit yang ditemukan tergolong ektoparasit dan tidak tergolong sebagai patogen karantina.  Dari penelitian ini terlihat adanya hubungan keberadaan parasit dengan ukuran panjang ikan.Kata kunci : Ikan hias, parasit ikan, karantina ikan.
The Role of Calyx and Fruit Extract of Mangrove Sonneratia caseolaris (L) on Infection by Bacteria Vibrio harveyi in Shrimp (Penaeus monodon Fab.) Maryani, .; Dana, D.; Sukenda, .
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 1 No. 3 (2002): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (196.937 KB) | DOI: 10.19027/jai.1.129-138

Abstract

ABSTRACTBacteriological disease that caused by bacteria V. Harveyi often lead to any damage in shrimp cultivation. The study of the role of calyx and fruit extract of mangrove S. Caseolaaaris (L) for preventation and healing on infection by bacteria V. Harveyi to shrimp (P.monodon Fab) have conducted. Dosage level that applied in  this study, both preventation and healing is 100 ppm and 200 ppm, respectively, obtained in the result of the preventation and healing experiment. For hemocyt, percent of granulosit increased and decrease for percent of hialin, contrastly if compared with  control. Application of mangrove extract can  also increase the resistence of shrimp after infectedby bacteria V. harveyi and decreasing of bacteria level in the body of shrimp. By histological observation, appearing normality of digestion system with the rich of food in digestion tract after application of mangrove S. caseolaris (L) can  applicated for preventation and healing to infection of bacteria V. harveyi to shrimp.Key words :  Bacterial infection, Vibrio harveyi, Sonneratia caseolaris, tiger shrimp. ABSTRAKPenyakit bakterial yang disebabkan oleh bakteri Vibrio sering menimbulkan masalah pada budidaya udang. Penelitian untuk mengetahui peranan ekstrak kelopak dan buah mangrove Sonneratia caseolaris (L), untuk pencegahan dan pengobatan terhadap infeksi bakteri Vibrio harveyi pada udang windu (Penaeus monodon Fab.) telah dilakukan.  Dosis yang digunakan pada percobaan ini adalah 100 ppm untuk  pencegahan dan 200 ppm untuk pengobatan.  Didapatkan hasil pada percobaan pencegahan dan pengobatan untuk jenis hemosit terjadi kenaikan persentase granulosit dan penurunan persentase hialin dan bila dibandingkan  dengan kontrol hal ini terjadi sebaliknya.  Pemberian ekstrak mangrove juga meningkatkan ketahanan hidup udang windu setelah diinfeksi dengan bakteri V. harveyi dan penurunan jumlah bakteri yang terdapat pada tubuh udang.  Gambaran pengamatan histologis memperlihatkan terjadinya kenormalan pada organ pencernaan dengan penuhnya saluran pencernaan oleh pakan setelah pemberian ekstrak mangrove.  Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak kelopak dan buah mangrove (S. caseolaris) dapat dipergunakan untuk pencegahan dan pengobatan terhadap infeksi bakteri V. harveyi  pada udang windu.Kata kunci :  Infeksi bakteri, Vibrio harveyi, Sonneratia caseolaris, udang windu.
Program for Fish Germ Plasm Conservation in Inland Waters Maskur, .
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 1 No. 3 (2002): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (82.184 KB) | DOI: 10.19027/jai.1.139-143

Abstract

-
Effect of Exposure Time of Triiodothyronine (T3) Hormone Solution on Development, Growth and Survival Rate of Giant Gouramy (Osphronemus gouramy Lac.) Sakdiah, M.; Junior, M. Zairin; Carman, O.
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 2 No. 1 (2003): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (238.502 KB) | DOI: 10.19027/jai.2.1-6

Abstract

ABSTRACTThe objectives of this research were carried out to determine exposure time of giant gouramy larvae in triiodothyronine (T3) hormone solution on development, growth and survival rate. One-day old larvae were immersed in 0,1 ppm T3 hormone solution for 0, 2, 4, 6, 8, 16, and 24 hours. Results showed that treated larvae developed faster than control larvae. At first, second, fifth, sixth and seventh week, larvae that immersed in T3 hormon solution had total length longer than that of control. Treated larvae had average body weight heavier than that of control until seven weeks of experiment. Immersion of larvae for 16 hours gave the best result in term of length and average body weight. The best survival rate of larvae were obtained from 8 hours treatment.Key words :  Giant gouramy larvae, triiodothyronine, exposure time, growth and survival rate.    ABSTRAKPenelitian ini dilakukan untuk menentukan lama perendaman di dalam larutan hormon triiodotironin (T3) terhadap perkembangan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan gurame. Larva ikan yang berumur satu hari direndam dalam larutan hormon triiodotironin 0,1 ppm dengan lama perendaman  0, 2, 4, 6, 8, 16, dan 24 jam. Perkembangan larva yang diberi perlakuan T3 lebih cepat daripada perkembangan larva kontrol. Larva yang direndam dalam larutan hormon T3 lebih panjang daripada kontrol pada minggu ke-5, 6 dan 7. Bobot rata-rata larva perlakuan lebih besar daripada bobot rata-rata kontrol dari minggu awal sampai minggu ke-7. Perendaman larva selama 16 jam memberikan hasil terbaik dari segi panjang total dan bobot rata-rata. Nilai kelangsungan hidup terbaik di akhir penelitian diperoleh pada perendaman selama 8 jam. Kata kunci: Larva gurame, triiodotironin, lama perendaman, pertumbuhan dan kelangsungan hidup.
The Effect of Enriched Daphnia sp. with Different Source of Oil on the Survival Rate and the Growth of Oreochromis niloticus Larvae Mokoginta, I.; Jusadi, Dedi; Pelawi, T.L.
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 2 No. 1 (2003): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (121.769 KB) | DOI: 10.19027/jai.2.7-11

Abstract

ABSTRACTThis experiment was conducted to evaluate best source of oil to enriched Daphnia sp. before fed it to Oreochromis niloticus larvae. Four treatments were used in this experiment; first, Daphnia sp. without encrichment, second Daphnia sp. enriched with fish oil, third Daphnia sp. enriched with corn oil and the fourth Daphnia sp. enriched with coconut oil. Three days old larvae fed on Daphnia sp. with size of £ 0,5 mm at the first week and 0,6 – 1,0 mm as the second week of this experiment. Larvae fed on Daphnia sp. 5 times daily, ad libitum, for 14 days. Larvae was reared in the small cages (2,25 l), and all cages was placed in the aquarium. Larvae density was 48 larvae/l. This experiment showed that the lipid level in Daphnia sp. enriched with oil was higher than that of no enrichment Daphnia sp. The highest n3- fatty acid level was found in Daphnia sp. enriched with fish oil, and the highest n6- fatty acid level was found in Daphnia sp. enriched with corn oil. Larvae fed on Daphnia sp. enriched with oil have a higher relative growth rate than that fed on Daphnia sp. without enrichment. The highest survival rate of larvae was found by feeding them with Daphnia sp. enriched with corn oil (p < 0,05).Key words : Daphnia sp., enrichment, larvae, Oreochromis niloticus ABSTRAKPenelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi sumber minyak yang terbaik bagi pengkayaan Daphnia sp. sebelum diberikan ke larva ikan nila, Oreochromis niloticus. Ada 4 perlakuan dalam penelitian ini yaitu Daphnia sp. yang tidak diperkaya minyak; Daphnia sp. yang diperkaya minyak ikan; Daphnia sp. yang diperkaya minyak jagung; dan Daphnia sp. yang diperkaya minyak kelapa. Larva ikan nila, Oreochromis niloticus berumur 3 hari ditebar dalam hapa kecil (volume 2,25 l) sebanyak 48 ekor/l, dan seluruh hapa diletakkan dalam akuarium berukuran 100x50x40 cm. Daphnia sp. diperkaya terlebih dahulu dengan minyak sesuai perlakuan sebelum diberikan ke larva. Pada minggu pertama pemeliharaan larva, ukuran Daphnia sp. yang digunakan adalah £ 0,5 mm dan pada minggu ke dua 0.6 – 1.0 mm. Daphnia sp. diberikan sebanyak 5 kali dalam sehari secara ad libitum dan pemberian pakan dilakukan selama 14 hari. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa kadar lemak Daphnia sp. yang diperkaya minyak lebih tinggi dari Daphnia sp. yang tidak diperkaya, dan hal ini berpengaruh pula pada kadar lemak tubuh larva. Kadar asam lemak –n3 tertinggi terdapat pada Daphnia sp. yang diperkaya minyak ikan dan kadar asam lemak –n6 tertinggi terdapat pada Daphnia sp. yang diperkaya minyak jagung. Larva yang diberi Daphnia sp. yang diperkaya dengan minyak mempunyai pertambahan bobot relatif dan tingkat kelangsungan hidup yang lebih tinggi dari larva yang diberi Daphnia sp. yang tidak diperkaya; dan tingkat kelangsungan hidup larva yang tertinggi dihasilkan oleh perlakuan pemberian Daphnia sp. yang diperkaya minyak jagung (P < 0,05), walaupun pertumbuhan bobot relatifnya sama dengan perlakuan lainnya (p > 0,05).Kata kunci : Daphnia sp., pengkayaan, larva, Oreochromis niloticus
PERKEMBANGAN ENZIM PENCERNAAN LARVA IKAN PATIN, Pangasius hypophthalmus sp. Effendi, Irzal; Widanarni, .; Augustine, D.
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 2 No. 1 (2003): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (336.744 KB) | DOI: 10.19027/jai.2.13-20

Abstract

Development of digestive enzymes; protease, lipase and amylase were observed in patin catfish, Pangasius hypophthalmus, larvae.  The 1 day old larvae (day after hatching), with 3,37-3,97 mm length and 0,62-0,79 mg weight, were reared in aquarium 60x50x40 cm with stocking  density of 20 fish/l.  Larvae were fed  Artemia dan tubificid worms 2-8 dan 7-15 days after hatching (dAH),  respectively (schedule I);  2-6 and  5-15 dAH (schedule II); and 2-4 and 5-15 dAH (schedule III).  Chlorella was ready to eat by larvae at the entirely rearing.  For enzyme assay, larvae were sampled from each aquarium at stages of 1, 2, 3, 5, 7, 10 and 15 dAH.    Protease and lipase activity were detected in digestive tract of  1 dAH larvae.   Digestive enzymes development have a similar pattern in larvae for all feeding schedules.  Protease activity  decreased with the increasing of age until 3 dAH, then increased  until the larvae reached 7 dAH, and sharply decreased until 10 dAH and then slowly decreased thereafter. Lipase activity tended to increase slowly with age up to 3 dAH, and increased sharply until 5 dAH, and then decreased sharply until 7 dAH  before decreased again up to the end of rearing.  Amylase activity in larvae increased slowly with the increasing of age up to 5 dAH, then increased sharply until 7 dAH, and decreased thereafter.  In dimly lighted larvae, amylase activity decreased before increased up to 12 d AH, then decreased thereafter.  The amount of food organisms in larval gut, body weight and length, and survival rate of larvae were also measured and discussed.Key Words:  Digestive enzymes, development, larvae, patin catfish, Pangasius hypophthalmus ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan enzim protease, lipase dan amilase saluran pencernaan larva ikan patin akibat perubahan skedul pemberian pakan.  Larva ikan patin (panjang 3,77–3,97 mm dan bobot 0,62-0,79 mg) berumur 1 hari dipelihara di akuarium 60x50x40 cm dengan kepadatan 20 ekor/l.  Larva diberi pakan dengan tiga skedul pemberian; skedul I, Artemia dan cacing diberikan ketika larva ikan patin berumur masing-masing 2-8 dan 7-15 hari; skedul II, Artemia 2-6 hari dan cacing 5-15 hari; skedul III, Artemia 2-4 hari dan cacing 5-15 hari. Chlorella diberikan sepanjang pemeliharaan larva. Contoh larva umur 1, 2, 3, 5, 7, 10 dan 15 hari diambil sebanyak 0,5 g setelah dipuasakan selama 4 jam.  Asai protease, lipase dan amilase terhadap homogenate larva  dilakukan dengan menggunakan masing-masing substrat kasein 1%,  minyak kelapa sawit dan pati 1%.  Anatomi, isi saluran pencernaan, pertumbuhan bobot dan kelangsungan hidup larva juga diamati.  Tidak terdapat perbedaan pertumbuhan larva yang diberi pakan dengan skedul berbeda, namun larva yang diberi Artemia lebih lama (skedul I) memiliki kelangsungan hidup lebih baik.  Larva ikan patin umur 1 hari setelah menetas ternyata sudah mengandung enzim protease dan lipase di saluran pencernaannya.  Perkembangan enzim pencernaan memiliki pola yang hampir sama pada setiap skedul pemberian pakan.  Aktivitas protease menurun pada larva umur 3 hari, selanjutnya meningkat tajam hingga larva umur 7 hari, kemudian menurun tajam hingga larva umur 10 hari dan akhirnya menurun landai.  Aktivitas lipase meningkat lambat hingga larva umur 3 hari, kemudian meningkat tajam hingga larva umur 5 hari, selanjutnya menurun tajam hingga larva umur 7 hari dan akhirnya menurun landai.  Aktivitas amilase semakin meningkat lambat dengan bertambahnya umur larva hingga 5 hari, selanjutnya meningkat tajam hingga larva berumur 7 hari dan kemudian menurun.  Perkembangan enzim pencernaan larva ikan patin ini sejalan dengan perkembangan (diferensiasi) anatomi saluran pencernaan.  Saluran pencernaan larva berisi Artemia, cacing dan plankton dengan jumlah yang semakin meningkat dengan bertambahnya umur larva.  Kata kunci:  Enzim pencernaan, perkembangan, larva, ikan patin, Pangasius hypophthalmus
Effect of Kind and Dosage of Enrichment Materials on the Nutritional Quality of Rotifers Especially n3-HUFA Suprayudi, Muhammad Agus
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 2 No. 1 (2003): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (193.659 KB) | DOI: 10.19027/jai.2.21-25

Abstract

This experiment was conducted to evaluate the quality of rotifer enriched with four  kinds of enrichement materials from the stand point of essensial fatty acids. Rotifer was enriched at 24 - 25oC for 18 hours at a density of 1000 ind/ml.  Rotifers were treated by four kinds of enrichment materials such as oleic acid (R-OA), two different density of Nannochloropsis oculata, (4x107 and 16x107 cell/ml; R-N18 and R-N42) two different levels of eicosapentaenoic acids (EPA) triglyceride type (EPA-TAG) (20 and 40 ml/ml; R-E20, R-E40) and two different level of EPA ethyl ester (EPA-EE) (R-EE25 and R-EE50%) respectively. Rotifers enriched with Nannochloropsis oculata and EPA-EE type have a similar profile of essensial fatty acid especially on n3-HUFA that dominated by EPA, while DHA was in a trace amount or not detected.  In addition Nannochloropsis oculata as an enrichment material showed the highest population density of rotifers during enrichment periods.  Rotifer enriched with EPA-TAG has a more complete of essential fatty acid profile compared to other enrichment materials due to their contained both of EPA and DHA. We conclude that rotifer enriched with EPA-TAG as enrichment material showed the best nutritional quality of rotifers from the stand point of essential fatty acid. Key words :  Rotifers, enrichment, eicosapentaenoic acid, docosaheksaenoic acid,  n3-HUFA   ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui profil asam lemak rotifera yang diperkaya dengan berbagai macam jenis dan dosis pengkaya. Rotifera dengan kepadatan 1000 ind./ml diperkaya dengan bebagai bahan pengkaya seperti asam oleat (R-OA); Nannochloropsis oculata dengan kepadatan 4x107 dan 16x107 sel/ml (R-N18 dan R-N42); eicosapentaenoic acid (EPA) tipe triglicerida (EPA-TAG)  dengan dosis 20 dan 40 μl (R-E20 dan R-E40) dan EPA tipe ethyl esther (EPA-EE)  dengan dosis 25 dan 50 μl per liter (R-EE25 and R-EE50%). Rotifera diperkaya selama 18 jam pada suhu 24-25oC. Rotifera yang diperkaya dengan Nannochloropsis oculata serta EPA-EE memiliki kesamaan profil asam lemak terutama pada incorporasi EPA, sedangkan DHA terkandung pada jumlah yang kecil atau tidak terdeteksi.  Adapun rotifera yang diperkaya dengan EPA-TAG memiliki profil asam lemak yang lebih lengkap terutama ditinjau dari kandunga EPA dan docosahexaenoic acid (DHA) nya.  Selanjutnya rotifera yang diperkaya dengan Nannochloropsis oculata memiliki populasi yang tertinggi dibanding perlakuan lainnya. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengkayaan dengan EPA-TAG memiliki kualitas rotifera yang terbaik ditinjau dari sisi kelengkapan kandungan asam lemaknya. Kata kunci :  Kualitas rotifera, pengkayaan, asam eikosapentaenoik, asam dokosaheksaenoik, n3-HUFA
Growth and Feed Efficiency of Red Tilapia (Oreochromis sp.) Reared in Different Salinities Setiawati, Mia; Suprayudi, M. Agus
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 2 No. 1 (2003): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (128.88 KB) | DOI: 10.19027/jai.2.27-30

Abstract

The objective of this research was to know the effect of salinity on the growth and utilized of feed energy by red tilapia, Oreochromis sp.  Four fishes with 4,15-4,42 g initial body weights were cultured in a 50x40x35 cm aquarium for 40 days.  Fish were fed on these diets three times a day at satiation. Dietary growth rate, feed efficiency, protein and lipid retention increased with increasing salinity (p
White Spot Disease in Black Tiger Shrimp (Penaeus Monodon Fab.) : Infection of White Spot Virus at 20, 100 and 200 uG/Ml by Dipping Method within 120 Minutes Exposure Time Alifuddin, M.; Dana, D.; Eidman, M.; Malole, M.B.; Pasaribu, F.H.
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 2 No. 1 (2003): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (164.31 KB) | DOI: 10.19027/jai.2.31-35

Abstract

An infection trial of white spot disease on tiger shrimp was conducted by water borne inoculation with the different of  viral concentration. The result showed that the viral concentration influenced the appearance of white spot specific lesion, occurrence and disease development. This study also indicated that white spot virus infect hepato-pancreatic tissue as well as gill, intestine and lymphoid tissues. Key word: White spot virus, infectious disease, tiger shrimp, Penaeus monodon Fab.   ABSTRAK Percobaan penularan penyakit white spot pada udang windu telah dilakukan  secara perendaman dengan berbagai konsentrasi virus.  Hasil percobaan ini memperlihatkan, bahwa konsentrasi virus mempengaruhi kemunculan lesi spesifik penyakit white spot, kejadian dan perkembangan penyakit.  Percobaan ini juga memperlihatkan, bahwa hepatopankrea terserang virus white spot disamping, insang, usus dan jaringan limfoid. Kata kunci: Virus white spot, penyakit infeksi, udang windu, Penaeus monodon Fab.

Page 3 of 57 | Total Record : 569


Filter by Year

2002 2025


Filter By Issues
All Issue Vol. 24 No. 2 (2025): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 24 No. 1 (2025): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 23 No. 2 (2024): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 23 No. 1 (2024): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 22 No. 2 (2023): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 22 No. 1 (2023): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 21 No. 2 (2022): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 21 No. 1 (2022): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 20 No. 2 (2021): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 20 No. 1 (2021): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 19 No. 2 (2020): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 19 No. 1 (2020): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 18 No. 2 (2019): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 18 No. 1 (2019): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 17 No. 2 (2018): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 17 No. 1 (2018): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 16 No. 2 (2017): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 16 No. 1 (2017): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 15 No. 2 (2016): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 15 No. 1 (2016): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 14 No. 2 (2015): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 14 No. 1 (2015): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 13 No. 2 (2014): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 13 No. 1 (2014): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 12 No. 2 (2013): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 12 No. 1 (2013): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 11 No. 2 (2012): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 11 No. 1 (2012): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 10 No. 2 (2011): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 10 No. 1 (2011): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 9 No. 2 (2010): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 9 No. 1 (2010): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 8 No. 2 (2009): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 8 No. 1 (2009): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 7 No. 2 (2008): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 7 No. 1 (2008): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 6 No. 2 (2007): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 6 No. 1 (2007): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 5 No. 2 (2006): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 5 No. 1 (2006): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 4 No. 2 (2005): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 4 No. 1 (2005): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 3 No. 3 (2004): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 3 No. 2 (2004): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 3 No. 1 (2004): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 2 No. 2 (2003): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 2 No. 1 (2003): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 1 No. 3 (2002): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 1 No. 2 (2002): Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 1 No. 1 (2002): Jurnal Akuakultur Indonesia More Issue