cover
Contact Name
Rina Melati Sitompul
Contact Email
law_jurnal@dharmawangsa.ac.id
Phone
+6285274285223
Journal Mail Official
rina_sitompul@dharmawangsa.com
Editorial Address
Jl. K. L. Yos Sudarso No. 224 Medan Tel. 061 6635682 - 6613783 Fax. 061 6615190
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
Law_Jurnal
ISSN : 27463966     EISSN : 27464571     DOI : https://doi.org/10.46576/lj.v1i1
Core Subject : Social,
LAW_JURNAL adalah Jurnal Ilmiah bidang Hukum yang diterbitkan Fakultas Hukum Universitas Dharmawanga, yang diterbitkan dua kali setahun. Jurnal bermuatan hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah terpilih meliputi berbagai cabang ilmu hukum (Sosiologi Hukum, Sejarah Hukum, Perbandingan Hukum, Konsep Hukum, dll) serta dalam Jurnal Hukum juga berisi tentang bidang kajian berkaitan dengan Hukum dalam arti luas.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol 5, No 1 (2024)" : 9 Documents clear
PENGARUH DIGITALISASI PROSES HUKUM ACARA PIDANA: STUDI KOMPARATIF HUKUM INDONESIA DAN THAILAND (CRIMINAL PROCEDURE CODE) Ritonga, Abid Fatur Rahman; Faisal, Faisal
Law Jurnal Vol 5, No 1 (2024)
Publisher : Universitas Dharmawangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46576/lj.v5i1.5772

Abstract

Digitalisasi proses hukum acara pidana telah menjadi fenomena global yang memengaruhi sistem peradilan di berbagai negara, termasuk Indonesia dan Thailand. Latar belakang penelitian ini berfokus pada bagaimana transformasi digital memberikan efisiensi, transparansi, dan aksesibilitas, namun juga menimbulkan tantangan seperti perlindungan data, kesiapan infrastruktur, dan kesenjangan digital. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh digitalisasi terhadap sistem hukum acara pidana di kedua negara, dengan pendekatan studi komparatif untuk mengidentifikasi persamaan, perbedaan, dan dampaknya. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan perbandingan hukum (comparative legal approach), dengan analisis data sekunder berupa peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, serta literatur terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia dan Thailand menghadapi tantangan serupa dalam penerapan teknologi, seperti kesenjangan digital antara wilayah perkotaan dan pedesaan, serta kebutuhan harmonisasi regulasi. Namun, Thailand lebih maju dalam penerapan pengadilan elektronik, sementara Indonesia masih dalam tahap pengembangan. Kesimpulannya, digitalisasi memberikan pengaruh positif terhadap efisiensi dan transparansi, tetapi memerlukan pendekatan holistik yang mencakup regulasi yang adaptif, pelatihan sumber daya manusia, dan penguatan keamanan siber. Studi ini memberikan rekomendasi strategis bagi pengembangan hukum acara pidana berbasis digital yang inklusif dan berkelanjutan di kedua negara.
THE IMPLEMENTATION OF THE DEATH PENALTY AGAINST NARCOTICS TRAFFICKERS FROM THE PERSPECTIVE OF CRIMINAL LAW IN INDONESIA AND THAILAND Nazli, Muhammad Qardhawi; Lubis, Mhd. Teguh Syuhada
Law Jurnal Vol 5, No 1 (2024)
Publisher : Universitas Dharmawangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46576/lj.v5i1.5749

Abstract

Drug trafficking is a global threat that damages social order and public health, including in Indonesia and Thailand. The enforcement of criminal procedural law is the main instrument in combating drug traffickers, but it often clashes with human rights principles. This study aims to evaluate the effectiveness of the application of the death penalty against drug traffickers in both countries from a criminal law perspective. This research uses a qualitative method with a comparative approach, analyzing legal regulations, enforcement policies, and their impact on human rights in Indonesia and Thailand. The results show that although both countries have strict laws to deal with drug traffickers, their implementation faces serious challenges, such as violations of legal procedures, torture practices, and the imposition of the death penalty that triggered international criticism. In Indonesia, despite legal reform efforts, implementation of human rights remains weak, while Thailand adopts a repressive approach that often ignores the principles of justice. In conclusion, the effectiveness of criminal procedure law enforcement against drug traffickers in both countries still needs to be improved to align with human rights principles. This research recommends human rights-based legal reform and strengthening oversight mechanisms in the criminal justice process.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KEBEBASAN BERAGAMA BAGI MASYARAKAT MINORITAS (Studi Komparatif: Hukum Nasional Dan Hukum Thailand) Sitompul, Reza Kurnia Prathama; Riza, Faisal
Law Jurnal Vol 5, No 1 (2024)
Publisher : Universitas Dharmawangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46576/lj.v5i1.5802

Abstract

Penelitian ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum terhadap kebebasan beragama bagi masyarakat minoritas di Indonesia dan Thailand Selatan masih menghadapi berbagai tantangan yang kompleks. Meskipun kedua negara memiliki landasan hukum yang menjamin kebebasan beragama, implementasinya sering kali tidak efektif, terutama bagi kelompok minoritas yang menghadapi diskriminasi sistematis dan hambatan struktural.Di Indonesia, meskipun UUD 1945 dan berbagai peraturan lainnya menjamin kebebasan beragama, regulasi sering digunakan untuk membatasi hak-hak minoritas. Hambatan ini diperburuk oleh lemahnya penegakan hukum, tekanan sosial dari kelompok mayoritas, serta kurangnya pendidikan multikultural yang menanamkan nilai toleransi. Hal ini mengakibatkan diskriminasi terhadap kelompok minoritas seperti Ahmadiyah, Syiah, dan Kristen.Di Thailand Selatan, masyarakat Melayu-Muslim menghadapi tantangan yang berbeda, yaitu diskriminasi struktural, kebijakan represif yang bersifat militeristik, dan minimnya representasi politik. Kebijakan pemerintah pusat yang lebih berfokus pada stabilitas keamanan dibandingkan perlindungan hak asasi manusia telah memperburuk situasi kebebasan beragama di wilayah tersebut.Efektivitas perlindungan hukum di kedua negara sangat dipengaruhi oleh kemampuan pemerintah untuk menciptakan regulasi yang inklusif, memperkuat penegakan hukum yang netral, dan mengatasi tekanan dari kelompok mayoritas atau kelompok dominan. Selain itu, upaya untuk meningkatkan pendidikan multikultural dan memperkuat representasi politik masyarakat minoritas merupakan langkah penting untuk menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan harmonis.
REFORMASI BIROKRASI DALAM PENGELOLAAN PERTANAHAN NASIONAL (Analisis terhadap Implementasi Peraturan Presiden No. 177 Tahun 2024 dalam Meningkatkan Efektivitas dan Keadilan Sosial di Indonesia) Lubis, Duma Indah Sari; Lubis, Andi Hakim; Adawiyah, Rodiatun
Law Jurnal Vol 5, No 1 (2024)
Publisher : Universitas Dharmawangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46576/lj.v5i1.5514

Abstract

Masalah pengelolaan pertanahan di Indonesia sering kali diwarnai oleh birokrasi yang kompleks, sengketa tanah, dan ketimpangan akses layanan, yang membutuhkan reformasi mendalam. Penelitian ini menganalisis implementasi Peraturan Presiden Nomor 177 Tahun 2024 sebagai upaya memperbaiki tata kelola pertanahan melalui restrukturisasi organisasi, digitalisasi layanan, dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM). Tujuan utama penelitian adalah mengevaluasi dampak kebijakan ini terhadap efisiensi pengelolaan tanah, koordinasi antar lembaga, serta penyelesaian sengketa tanah yang adil. Metodologi yang digunakan adalah penelitian normatif dengan pendekatan bahan hukum sekunder, termasuk analisis dokumen peraturan, literatur akademik, dan data empiris yang relevan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi Perpres ini memberikan perubahan signifikan pada struktur organisasi Badan Pertanahan Nasional (BPN), termasuk pembagian wewenang yang lebih jelas dan koordinasi yang lebih efektif dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR). Digitalisasi layanan pertanahan terbukti meningkatkan efisiensi administrasi, mengurangi potensi manipulasi data, dan mempercepat penyelesaian sengketa tanah melalui verifikasi informasi yang lebih akurat. Selain itu, peningkatan kapasitas SDM melalui pelatihan teknis dan non-teknis mendorong profesionalisme dalam pelayanan dan mediasi konflik tanah. Namun, penelitian juga menemukan tantangan dalam implementasi kebijakan, seperti resistensi internal, kesenjangan teknologi di daerah terpencil, dan kurangnya infrastruktur pendukung.Sebagai kesimpulan, digitalisasi dan penguatan SDM merupakan pilar utama reformasi pertanahan yang mampu mendukung penyelesaian sengketa tanah secara adil dan memastikan akses yang merata terhadap layanan. Untuk keberlanjutan kebijakan, rekomendasi mencakup penguatan infrastruktur teknologi, evaluasi berkala, dan pelibatan masyarakat dalam proses pengelolaan tanah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi penting bagi pengembangan tata kelola pertanahan yang lebih inklusif di Indonesia
INDEPENDENCE AND TRANSPARENCY OF JUDGES IN ADJUDICATING CASES IN INDONESIA AND THAILAND: A COMPARATIVE ANALYSIS OF JUDICIAL PRACTICE Yushar, Mhd Faiz; Harisman, Harisman
Law Jurnal Vol 5, No 1 (2024)
Publisher : Universitas Dharmawangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46576/lj.v5i1.5750

Abstract

The independence and transparency of judges are fundamental principles of a fair justice system. However, in some countries, their practice is often affected by various external factors, which can undermine the integrity of the judicial process. This study analyzes a comparison of the practice of independence and transparency of judges in adjudicating cases in Indonesia and Thailand. The purpose of this study is to identify the factors that influence the independence of judges and the level of transparency in decision-making in both countries, as well as evaluate how the legal systems of each country address these issues. The method used was a comparative study with a qualitative approach through document analysis. The results show that although both countries have adopted the principle of judge independence in their constitutions, factors such as political pressure, economic intervention, and local legal culture still affect judge independence and transparency. In Indonesia, although there are adequate mechanisms to guarantee judges' independence, the practice is often hampered by outside influences and a lack of transparency in the judicial selection process. Meanwhile, Thailand faces similar challenges, but with a more open approach to the publication of judicial decisions.
TRANSFORMASI PENEGAKAN PRINSIP TABELLIONIS OFFICIUM FIDELITER EXERCEBO BAGI JABATAN NOTARIS DARI MESIR KUNO HINGGA SISTEM HUKUM INDONESIA Lubis, Ikhsan; Siregar, Taufik; Lubis, Duma Indah Sari; Lubis, Andi Hakim
Law Jurnal Vol 5, No 1 (2024)
Publisher : Universitas Dharmawangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46576/lj.v5i1.5494

Abstract

Profesi notaris telah mengalami transformasi sejak era Mesir Kuno hingga era modern, di mana digitalisasi dan globalisasi menambah kompleksitas tugas yang dijalankan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis evolusi profesi notaris, pengaruh konsep hukum Romawi seperti tabelliones dan tabularii terhadap sistem hukum Indonesia, serta strategi profesi ini dalam menghadapi tantangan digitalisasi tanpa mengabaikan prinsip hukum tradisional. Penelitian menggunakan metode yuridis normatif dengan bahan hukum primer dan sekunder, termasuk Undang-Undang Jabatan Notaris, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif untuk mengevaluasi relevansi prinsip Tabellionis Officium Fideliter Exercebo dalam konteks modern. Hasil penelitian menunjukkan bahwa profesi notaris di Indonesia sangat dipengaruhi oleh tradisi hukum Romawi dan Eropa Kontinental, yang menekankan otentisitas dokumen dan kehadiran fisik. Digitalisasi memberikan peluang melalui konsep cyber notary, tetapi tetap memerlukan regulasi yang menjaga keabsahan dokumen hukum. Tantangan globalisasi menuntut kompetensi notaris dalam transaksi lintas negara. Kesimpulannya, profesi notaris harus mempertahankan prinsip tradisional sambil beradaptasi dengan inovasi teknologi dan kebutuhan masyarakat modern. Rekomendasi penelitian mencakup revisi regulasi, peningkatan pelatihan teknologi hukum, dan penguatan kerja sama internasional untuk menjaga relevansi dan kepercayaan terhadap profesi notaris.
PENEGAKAN HUKUM PIDANA PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2023 TENTANG CIPTA KERJA UNTUK MEWUJUDKAN SUSTAINABLE DEVELOPMENT PADA USAHA PERKEBUNAN Pelawi, Jhon Tyson; Ismansyah, Ismansyah; Lubis, Muhammad Yamin; Marlina, Marlina
Law Jurnal Vol 5, No 1 (2024)
Publisher : Universitas Dharmawangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46576/lj.v5i1.5438

Abstract

Penelitian ini bertujuan menciptakan pembangunan berkelenjutan dalam bidang usaha pada sektor perkebunan dan menjadi perhatian yang sangat khusus dan strategis dalam mewujudkan perlindungan hak asasi manusia dan pembangunan ekonomi negara. Menurut teori keadilan yang dikemukakan L.A. Hart maka penegakan hukum yang adil seharusnya tidak memberikan penerapan diskriminatif terhadap subjek hukum tertentu. Metode penelitian ini menggunakan 274 putusan pengadilan sejak tahun 2015 - 2022 yang mengadili persoalan kepemilikan lahan Perkebunan antara Masyarakat dan Perusahaan. Hasil Analisa berdasarkan data putusan pengadilan memutuskan 274 putusan perkara penggunaan lahan perkebunan dijatuhkan sanksi pidana kepada Masyarakat dan tidak ada putusan yang menjatuhkan sanksi pidana terhadap korporasi. Terdapatnya inkonsistensi penegakan hukum pidana terhadap pelaku usaha perkebunan di dasarkan pada terjadinya disharmoni atas Pasal 14 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 Pasa 107 tentang sanksi pidana dan administrasi atas pelanggaran terhadap lahan perkebunan. Kesimpulan dari penelitian ini terdapatnya inkonsistensi yang menimbulkan diskriminasi penerapan sanksi terhadap korporasi dengan masyarakat pelaku usaha perkebunan yang melakukan tindak pidana Pasal 107 Undang-Undang Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan.
PERTANGGUNG JAWABAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM PEMBUATAN AKTA JUAL BELI DENGAN MENGGUNAKAN BLANGKO KOSONG (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2082 K/PDT/2017) Fahreza, Redy Farhan; Purba, Hasim; Sutiarnoto, Sutiarnoto
Law Jurnal Vol 5, No 1 (2024)
Publisher : Universitas Dharmawangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46576/lj.v5i1.5766

Abstract

Population growth and economic development in Indonesia have encouraged an increase in land sale and purchase transactions, accompanied by the need for legal certainty. In this context, the Land Deed Official (PPAT) plays an important role in the preparation of authentic deeds relating to the transfer of land rights. However, in the field, there are several problems, one of which is the use of blank forms, which became the subject of a case in Supreme Court Decision Number 2082 K/PDT/2017.This research aims to analyze the authority of PPAT regarding the use of blank forms, as well as their responsibility for errors that occur based on the decision. In addition, this research also explores legal protection for the injured party. The method used is normative juridical with an analytical descriptive approach. In this study, researchers collected primary legal materials in the form of laws and regulations and Supreme Court Decision No. 2082 K/PDT/2017, as well as secondary legal materials in the form of legal literature and tertiary legal materials as support. Data collection is carried out through literature study, which is then analyzed qualitatively to answer problems related to the authority and responsibility of PPAT.The results showed that the PPAT's action in signing the sale and purchase deed with a blank form is against the law and is not in accordance with the applicable regulations in Indonesia. This action can result in a change in the status of the deed from an authentic deed to a deed under the hand. Offending PPATs may be subject to sanctions of dishonorable dismissal and are required to pay compensation to the injured party. Although PPATs have the responsibility to prepare the blanks, they are still required to follow established procedures, including reading out the contents of the deed in the presence of all parties, to ensure that they understand and agree to the contents of the deed.
PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL (Studi Komparatif: Hukum Nasional Dan Hukum Thailand) Rambe, Mhd Sayyid Ihsan; Rahmi, Atikah
Law Jurnal Vol 5, No 1 (2024)
Publisher : Universitas Dharmawangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46576/lj.v5i1.5396

Abstract

Kekerasan seksual adalah masalah umum di banyak negara, terutama Indonesia dan Thailand. Kekerasan terhadap anak terus meningkat. Kekerasan terhadap anak adalah masalah yang sangat penting di kedua negara tersebut. Tujuan dari penelitian komparatif ini adalah untuk melihat bagaimana undang-undang di Indonesia dan Thailand melindungi anak dari kekerasan seksual terhadap anak. Penelitian ini memberikan penekanan khusus pada undang-undang yang berlaku di kedua negara tersebut. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif untuk memahami bagaimana kedua negara menangani banyak kasus kekerasan terhadap anak. Metode ini mempelajari standar hukum yang berkaitan dengan analisis kode hukum kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia dan Thailand. Meskipun ada undang-undang seperti undang-undang nasional dan undang-undang perlindungan anak di Indonesia, masalah implementasi dan kesadaran publik yang rendah membuatnya tidak efektif. Hukum perlindungan anak Thailand lebih terperinci dengan bantuan program sosial dan lembaga khusus. Penelitian ini membandingkan hukum di kedua negara dan menemukan faktor internal dan eksternal yang berkontribusi pada kasus kekerasan seksual pada anak. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa, meskipun ada kesamaan dalam perlindungan hukum, dukungan sosial dan efisiensi berbeda. Indonesia dan Thailand berusaha meningkatkan perlindungan anak dari kekerasan seksual dengan membuat peraturan, penguatan hukum, dan pelaksanaan yang lebih baik. Thailand, berbeda dengan Indonesia, mengambil pendekatan yang lebih menyeluruh dengan kerangka hukum dan program sosial yang kuat; namun, mereka menghadapi kesulitan dalam menerapkannya, jadi kesadaran publik perlu ditingkatkan. Diharapkan penelitian ini akan memberikan informasi tentang upaya untuk meningkatkan regulasi dan perlindungan hukum.

Page 1 of 1 | Total Record : 9