cover
Contact Name
Sutikno Wijaya
Contact Email
sutiknowijaya777@gmail.com
Phone
+628985035222
Journal Mail Official
sutiknowijaya777@gmail.com
Editorial Address
Jl. Aer Terang No.4, Lingkungan VI, Malalayang Satu Timur, Kec. Malalayang, Kota Manado, Sulawesi Utara
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
TELEIOS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen
ISSN : 27981797     EISSN : 27980642     DOI : https://doi.org/10.53674/teleios
Core Subject : Religion, Education,
TELEIOS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen, merupakan wadah publikasi ilmiah dari hasil penelitian Teologi dan Pendidikan Agama Kristen, yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Teologi Transfromasi Indonesia dengan nomor ISSN 2798-0642 (Online) 2798-1797 (Print), serta telah memiliki DOI 10.53674, dan diperuntukkan bagi semua dosen maupun para peneliti di kalangan STT Transformasi dan Institusi lainnya. Jurnal Teleios terbit dua kali dalam setahun (Juni dan Desember). Jurnal Teleios menggunakan sistem double-blind review. Adapun yang menjadi Fokus dan Ruang Lingkup dalam Jurnal Teleios adalah: 1. Teologi Biblika 2. Teologi Historika 3. Teologi Sistematika 4. Teologi Praktika 5. Teologi Kharismatik 6. Pendidikan Agama Kristen
Articles 75 Documents
Pernikahan Kristen: Persetujuan Orang Tua atau Keputusan Pribadi menurut Alkitab Agus Setiawan; Yanto Paulus Hermanto
TELEIOS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol 3, No 2 (2023): Teologi dan Pendidikan Kristiani
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Transformasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53674/teleios.v3i2.69

Abstract

Abstract: Marriage is an important decision in life, especially in the Christian faith, and both parties must be fully involved in the decision-making process. However, parental consent is not always given, which can cause tension and conflict within the family due to differences in culture, religion, social status, or other factors. This research focuses on the issue of parental approval versus personal decisions in Christian marriage based on Biblical views. The purpose of this study is to identify factors that shape attitudes toward parental consent versus personal decisions in marriage and to explore how the Bible views this issue. The research methodology used is a library research method, which includes collecting and analyzing data from books, journals, and official websites related to Christian marriage, parental consent in marriage, and personal decisions to marry. Although the Bible does not explicitly require parental consent for marriage, it recognizes the importance of family, community, and civil authority as structures that support marriage. The novelty of this research lies in its exploration of the complex and multifaceted nature of Christian marriage, parental consent, and the personal decision to marry, as well as its contribution to the ongoing discussion of this important issue.Abstrak: Pernikahan adalah keputusan penting dalam hidup, khususnya dalam iman Kristen, dan kedua belah pihak harus terlibat penuh dalam proses pengambilan keputusan. Namun persetujuan orang tua tidak selalu diberikan sehingga dapat menimbulkan ketegangan dan konflik dalam keluarga karena perbedaan budaya, agama, status sosial, atau faktor lainnya. Penelitian ini berfokus pada persoalan persetujuan orang tua versus keputusan pribadi dalam pernikahan Kristen berdasarkan pandangan Alkitab. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang membentuk sikap terhadap persetujuan orang tua versus keputusan pribadi dalam pernikahan dan untuk mengeksplorasi bagaimana Alkitab memandang masalah ini. Metodologi penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan, yang meliputi pengumpulan dan analisis data dari buku, jurnal, dan website resmi terkait pernikahan Kristen, persetujuan orang tua dalam pernikahan, dan keputusan pribadi untuk menikah. Meskipun Alkitab tidak secara eksplisit mewajibkan izin orang tua untuk menikah, Alkitab mengakui pentingnya keluarga, komunitas, dan otoritas sipil sebagai struktur yang mendukung pernikahan. Kebaruan penelitian ini terletak pada eksplorasinya terhadap sifat pernikahan Kristen yang kompleks dan beragam, izin orang tua, dan keputusan pribadi untuk menikah, serta kontribusinya terhadap diskusi berkelanjutan mengenai isu penting ini.
Narasi Kepemimpinan Perempuan: Studi Naratif Kisah Debora dan Yael dalam Hakim-hakim 4:1-24 Raka Saden Priya L Paembongan
TELEIOS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol 3, No 2 (2023): Teologi dan Pendidikan Kristiani
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Transformasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53674/teleios.v3i2.80

Abstract

Abstract: Every organization has a leader, and leaders are trusted to lead their members to achieve certain goals. Sometimes leaders are still tainted by the social gap from a gender perspective, that men are superior to women. This fact can be seen from some churches and social organizations that prohibit women from becoming leaders, especially in the biblical narrative in both the Old and New Testaments in 1 Corinthians 14:34. Therefore, Judges 4:1-23 tries to see that there is equality in leadership carried out by women, especially Deborah, and also Jael in leading the Israelites to defeat the Canaanites. The research method is narrative criticism of the text of Judges 4:1-23, which looks at the flow of the narrative, including the character and setting of the text, and there is also a literature study from a feminist perspective. The results showed that Deborah succeeded in leading the Israelites to defeat the Canaanites from her religious side, which spread to her political and social side as a prophetess and then became the leader of the Israelites as a whole. God blessed Deborah and Jael in defeating the Canaanites, thus proving that women as leaders can succeed solely because of God's extension to them.Abstrak: Setiap organisasi mempunyai namanya seorang pemimpin, dan pemimpin dipercaya untuk memimpin anggotanya mencapai tujuan tertentu. Terkadang pemimpin masih dinodai dengan adanya kesenjangan sosial dari perspektif gender, bahwa laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Fakta tersebut bisa dilihat dari beberapa gereja maupun organisasi sosial yang melarang perempuan menjadi pemimpin, terutama dalam narasi Alkitab baik dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam 1 Korintus 14:34. Oleh karena itu, Hakim-Hakim 4:1-23 mencoba untuk melihat bahwa adanya kesetaraan dalam kepemimpinan yang dilakukan oleh perempuan terkhususnya Debora, dan juga Yael dalam memimpin bangsa Israel mengalahkan bangsa Kanaan. Metode penelitian yang dilakukan adalah kritik naratif teks Hakim-Hakim 4:1-23, yakni melihat alur narasi, termasuk karakter dan latar teks, dan juga ada studi pustaka dari perspektif feminis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Debora berhasil memimpin bangsa Israel mengalahkan bangsa Kanaan dari sisi religiusnya, yang menjalar kepada sisi politis dan sosialnya sebagai nabiah lalu menjadi pemimpin bangsa Israel seutuhnya. Allah memberkati Debora dan Yael dalam mengalahkan Kanaan, sehingga terbukti bahwa perempuan menjadi pemimpin bisa berhasil semata-mata karena perpanjangan tangan Allah kepadanya.
Mengulik Pemahaman tentang Gender menurut Kejadian 1:27 sebagai Refleksi Teologi Pentakosta Tradisional terhadap LGBT Catur Sigit Purnomo; Kosma Manurung
TELEIOS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol 3, No 2 (2023): Teologi dan Pendidikan Kristiani
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Transformasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53674/teleios.v3i2.65

Abstract

Abstract: In this post-modern era, the issue of gender has become increasingly complex. Within Christianity itself, there is a debate about whether the gender issue can be tolerated and accepted within a religious context or not. Churches also tend to differ in their implementation of policies related to this issue, ranging from rejection, indifference, to acceptance. From this dilemma, it is interesting to understand how Pentecostals, in particular, view this matter. This article seeks to examine how the Bible, especially Genesis 1:27, perceives the concept of gender and how this perspective can be applied to LGBT individuals from a Pentecostal standpoint. Through textual analysis and careful literature review, this article investigates the Bible's viewpoint on the LGBT community and offers an interpretation in the form of a divine gender concept according to the Bible. The Pentecostal reflection found includes an emphasis on gender, sexual organs in relation to the divine reproductive system, the holiness of a believer's life, and the need for a divine community to provide support in implementing the divine gender concept in a holistic manner.Abstrak: Pada zaman post-modern ini, isu mengenai gender menjadi semakin rumit. Dalam Kekristenan sendiri, terdapat pertentangan apakah isu mengenai gender ini dapat ditoleransi dan diterima dalam konteks keagamaan atau tidak. Gereja pun cenderung berbeda dalam menerapkan kebijakan terkait isu ini, mulai dari yang menolak, mengabaikan hingga menerima. Dari dilema ini, maka menarik untuk memahami bagaimana kaum Pentakostal, menilik hal ini. Artikel ini berupaya mengkaji bagaimana Alkitab, terutama kitab Kejadian 1:27, memandang konsep gender dan bagaimana pandangan ini dapat diterapkan pada orang-orang LGBT dari sudut pandang kaum Pentakostal. Menerapkan analisis teks serta menggunakan kajian literatur secara seksama, artikel ini menyelidiki cara pandang Alkitab terhadap komunitas LGBT dan membuat interpretasi berupa konsep gender yang ilahi menurut Alkitab. Refleksi Pentakostal yang ditemukan mencakup penekanan pada gender, organ seksual dalam hubungannya dengan sistem reproduksi ilahi, kesucian hidup orang percaya, serta perlunya komunitas yang ilahi untuk memberikan dukungan dalam rangka menerapkan konsep gender yang Ilahi secara holistik.
Pengaruh Mentoring terhadap Identitas Diri Remaja Peserta Program Future Center Yayasan PESAT Cluster Kalimantan Barat Irna Ireni Tasuab; Santosa Santosa; Ahmad Tabrani
TELEIOS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol 3, No 2 (2023): Teologi dan Pendidikan Kristiani
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Transformasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53674/teleios.v3i2.66

Abstract

Abstract: Mentoring is a process of trusting relationships in which the process of guidance, emotional support, goal achievement support, training, and teaching are included. This study aims to describe: adolescent self-identity, the mentoring process, and how strong the influence of mentoring on the development of adolescent self-identity. The study was conducted on 52 adolescents in the category of junior high school students participating in the Future Center program of the PESAT Foundation in the West Kalimantan cluster. The research method used is the quantitative research method. Data collection using questionnaires. The results of the first hypothesis research obtained a Lower Bound Interval confidence value of 58.32 and an Upper Bound Interval confidence value of 63.38, or the influence of mentoring in the strong category. The results of the second hypothesis test obtained a Lower Bound Interval confidence value of 40.27 and an Upper Bound Interval confidence value of 43.38, or it can be concluded that the self-identity of adolescents in the category is sufficient. The third hypothesis test obtained an r-value of 0.664 or in the strong category. Based on the results of the correlation coefficient, mentoring has a strong effect on adolescent self-identity. In the Model Summary table for R square (R²) of 0.441, which is then in percentage to 44.1%. This means that the percentage of the contribution of mentoring influence on the self-identity of adolescents participating in the Future Center program of the PESAT Foundation West Kalimantan cluster in the category of junior high school students is 44.1% and 55.9% is influenced by other variables. Mentoring has an important role in building adolescent identity. Therefore, it is necessary to equip mentors with knowledge and skills to assist youth participants in the Future Center program in West Kalimantan.Abstrak: Mentoring merupakan proses hubungan saling percaya yang di dalamnya termuat proses pembimbingan, pemberian dukungan emosional, dukungan pencapaian tujuan, pelatihan dan pengajaran. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan: identitas diri remaja, proses mentoring dan seberapa kuat pengaruh mentoring terhadap perkembangan identitas diri remaja. Penelitian dilakukan pada 52 remaja kategori pelajar SMP peserta program Future Center Yayasan PESAT di cluster Kalimantan Barat. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Hasil penelitian hipotesis pertama diperoleh nilai convidedance Interval Lower Bound sebesar 58,32 dan nilai convidedance Interval Upper Bound sebesar 63,38, atau pengaruh mentoring pada kategori kuat. Hasil uji hipotesis kedua, diperoleh nilai convidedance Interval Lower Bound sebesar 40,27 dan nilai convidedance Interval Upper Bound sebesar 43,38, atau dapat disimpulkan bahwa identitas diri remaja pada kategori cukup. Uji hipotesis ketiga diperoleh nilai r sebesar 0,664, atau pada kategori kuat. Berdasarkan hasil koefisien korelasi maka mentoring berpengaruh kuat terhadap identitas diri remaja. Sedangkan pada tabel Model Summary untuk R square (R²) sebesar 0,441, yang kemudian di presentase menjadi 44,1%. Artinya bahwa presentase sumbangan pengaruh mentoring terhadap identitas diri remaja peserta program Future Center Yayasan PESAT cluster Kalimantan Barat kategori pelajar SMP sebesar 44,1% dan 55,9% dipengaruhi oleh variabel lain. Mentoring memiliki peran penting dalam membangun identas remaja. Oleh sebab itu, perlu memperlengkapi para mentor dengan pengetahuan dan keterampilan dalam mendampingi remaja peserta prgram Future Center di Kalimantan Barat
Revitalisasi Pendidikan Kristen di Anticipating Era: Studi Eksposisi Efesus 5:15-16 Rezeki Putra Gulo; Tony Salurante
TELEIOS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol 3, No 2 (2023): Teologi dan Pendidikan Kristiani
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Transformasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53674/teleios.v3i2.74

Abstract

Abstract: This study uses a qualitative method; Conduct literature reviews on various literature such as the Bible, articles, books and other references. This article presents ideas about the urgency of revitalizing Christian education in the anticipating era as an offer of thought for church members and students in using digital technology. Seeing the current digital space which is full of challenges and crucial problems such as misuse of technology, God's people are expected to have a deep, contextual and biblical perspective and biblical principles. By exposing the narrative of Ephesians 5:15-16, this research produces several theological principles that can be used as a guide in revitalizing Christian education in the anticipating era, namely: Be thorough and critical, be wise, and use your time well. These three principles contain deep theological meaning and are relevant if used as a thinking paradigm by church members and students in harmonizing Christian religious values in the anticipating era.Abstrak: Penelitian ini menggunakan metode kualitatif; Melakukan kajian pustaka diberbagai literatur seperti Alkitab, artikel, buku, dan referensi lainnya. Artikel ini menyajikan gagasan tentang urgensi revitalisasi pendidikan Kristen di era anticipating sebagai sebuah tawaran pemikiran bagi warga gereja dan peserta didik dalam menggunakan teknologi digital. Melihat ruang digital saat ini yang penuh dengan tantangan dan masalah krusial seperti penyalahgunaan teknologi, umat Allah diharapkan memiliki cara pandang serta prinsip alkitabiah yang mendalam, kontekstual, dan biblikal. Dengan mengeksposisi narasi Efesus 5:15-16, penelitian ini menghasilkan beberapa prinsip teologis yang bisa dijadikan sebagai panduan dalam merevitalisasi pendidikan Kristen di era anticipating, yakni: Teliti dan kritis, bijaksana, dan menggunakan waktu dengan baik. Ketiga prinsip ini mengandung makna teologi yang mendalam serta relevan apabila dijadikan sebagai paradigma berpikir oleh warga gereja dan peserta didik dalam menyelaraskan nilai-nilai agama Kristen di era anticipating.
Menilik Makna Rohani dalam Budaya Makan Bersama dengan Pola Kunu di Suku Lani ditinjau dari Markus 6:39-40 Verawati Dosmaria Samosir; Alfred Melkianus Toh
TELEIOS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol 4, No 1 (2024): Teologi dan Pendidikan Kristiani
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Transformasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53674/teleios.v4i1.88

Abstract

The Lani Tribe (Aap Lani) is one of the tribes inhabiting Lanny Jaya Regency in the Papua Highlands province. The Lani Tribe still strongly holds onto its traditions and culture, even though they are scattered across several regencies and even provinces on the island of Papua. They continue to uphold important values in their culture. One of the most notable aspects of the Aap Lani's heritage is the communal eating culture known as Kunu, where they gather to eat in groups consisting of men, women (mothers), children, as well as groups of young men and women. These groups can also include individuals from various backgrounds, such as government officials, servants of God, and other community leaders.The Kunu pattern in the Lani Tribe's culture emphasizes positive spiritual values, highlighting togetherness, the meaning of justice and mutual respect, the significance of simplicity, and the meaning of peace after conflict. In an increasingly modern era where people tend to live egocentric lives, lacking time for communal interactions, maintaining the tradition of communal eating through the Kunu pattern is expected to lead the modern generation to live within the cultural heritage. Surprisingly, the Kunu pattern is a practice that Jesus used when feeding 5000 people, as mentioned in the Gospel of Mark 6:39-40. Jesus blessed 5 loaves and 2 fish to feed 5000 people who were seated in groups of one hundred and fifty. Reflecting on the spiritual meaning of the pattern used by Jesus teaches the concept of togetherness, simplicity in service, and for the servants of God serving in the Lani Tribe, this is still highly relevant. Based on this research, communal eating through the Kunu pattern is a local wisdom of the Papua Pegunungan that needs to be preserved and maintained in community life, especially among the Aap Lani (Lani people). Thus, the positive values it contains can be passed down through generations.AbstrakSuku Lani (Aap Lani) adalah salah satu suku yang mendiami Kabupaten Lanny Jaya di provinsi Papua Pegunungan. Suku Lani merupakan suku yang masih memegang kuat tradisi dan budayanya, meskipun mereka tersebar di beberapa Kabupaten bahkan Provinsi yang ada di Pulau Papua. Mereka masih menerapkan nilai-nilai penting dalam budaya mereka. Salah satu hal terbaik dari warisan nenek moyang Aap Lani  adalah budaya makan bersama dalam pola Kunu yaitu, makan bersama dengan pola duduk berkelompok-kelompok yang terdiri dari kelompok para pria, para wanita (mama-mama), anak-anak dan juga kelompok para pemuda dan pemudi. Dalam kelompok bisa juga terdiri dari berbagai kalangan baik dari kalangan para aparat pemerintah, kalangan hamba-hamba Tuhan, maupun para tokoh masyarakat lainnya. Pola Kunu  dalam budaya suku Lani menekankan nilai-nilai positif yang bermakna rohani yaitu menekankan kebersamaan, makna keadilan dan saling menghargai, makna kesederhanaan dan makna perdamaian selesai perang. Di era yang semakin modern kecenderungan manusia hidup dalam egosentris (berpusat pada diri sendiri), tidak memiliki banyak waktu kebersamaan dengan orang lain, dengan masih menerapkan makan bersama dalam pola kunu tentu akan membawa generasi moderen untuk hidup dalam warisan budaya. Makan bersama dengan pola Kunu ternyata adalah pola yang dilakukan oleh Tuhan Yesus ketika memberi makan 5000 orang dalam Injil Markus 6:39-40. Tuhan Yesus memberkati 5 roti dan 2 ikan memberi makan 5000 orang yang duduk dalam kelompok seratus dan limapuluh. Dengan menilik makna rohani dari pola yang dipakai Tuhan Yesus mengajarkan konsep kebersamaan, kesederhanaan dalam melayani dan bagi hamba-hamba Tuhan yang melayani di Suku Lani hal ini masih sangat relevan untuk diterapkan. Berdasarkan penelitian ini makan bersama dengan pola kunu  merupakan suatu kearifan lokal dari Papua Pegunungan yang harus dijaga dan dilestarikan dalam kehidupan bermasyarakat khususnya di kalangan Aap Lani (orang Lani). Dengan demikian nilai-nilai positif yang terkandung didalamnya dapat diwariskan secara turun-temurun.
PGPI dan Society 5.0: Persekutuan Gereja-gereja Pentakosta Indonesia Menjawab Tantangan Era Society 5.0 Jason J. Balompapueng; Ferry Sumual
TELEIOS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol 2, No 2 (2022): Teologi dan Pendidikan Kristiani (Desember 2022)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Transformasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53674/teleios.v2i2.123

Abstract

Abstract: Changing times will continue to occur, developments in technology and information, especially in the era of the Industrial Revolution 4.0 and entering the era of Society 5.0, have opened the eyes of the church in implementing the mission of the Great Commission of the Lord Jesus. The Fellowship of Indonesian Pentecostal Churches must try to answer the challenges of the church in carrying out its mission physically. The method used is qualitative with a literature study approach. The result of this research is that PGPI must continue to carry out its mission in the world or era of society by using technology responsibly, so that it can make a positive contribution. Even in this era, pastors must continue to have an impact, they must update their skills in the world of technologyAbstrak: Perubahan zaman akan terus terjadi, perkembangan teknologi dan informasi khususnya di era revolusi Industri 4.0 dan memasuki era Society 5.0 telah membuka mata gereja dalam mengimplementasikan misi Amanat Agung Tuhan Yesus. Persekutuan Gereja-gereja Aliran Pentakosta Indonesia harus berusaha menjawab tantangan gereja dalam menjalankan misinya secara fisik. Metode yang digunakan ialah kualitatif dengan pendekatan studi pustaka. Hasil dari penelitian ini ialah PGPI harus tetap menjalan misinya dalam dunia atau era society dengan menggunakan teknologi secara bertanggungjawab, sehingga mampu memberikan kontribusi yang positif. Para pendeta pun dalam era ini untuk bisa tetap berdampak, harus mengupdate skill dalam dunia teknologi
Faktor Keteladanan Paulus dan Implementasinya Bagi Orang Percaya: Studi Eksegesis Dalam Filipi 4:9 Aska Aprilano Pattinaja; Sifera Sampe Liling; Firdaus Rinto Harahap
TELEIOS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol 4, No 1 (2024): Teologi dan Pendidikan Kristiani
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Transformasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53674/teleios.v4i1.106

Abstract

Abstract: There are two controversial interpretations of Philippians 4:9: one is the discussion of strengthening the spiritual stability of the church, and the other is exemplification as the main factor of Paul's emphasis. If so, what exactly is Paul's main emphasis in this verse? The purpose of this study is to examine the meaning and context of this verse in order to provide a correct understanding based on the author's intention. For this reason, based on the descriptive qualitative method, with a hermeneutic approach to exegesis studies, this study found that Paul's main focus is to emphasize the importance of maintaining a living example and paying attention to the principles of exemplary, namely, first, exemplary begins with what is learned; second, exemplary is closely related to what is received, heard, and seen; third, exemplary speaks of application not knowledge; and fourth, exemplary is very involved with God's participation. This research will be a reference and input for every believer about Christian example, so that his life remains a blessing and not a stumbling block.Abstrak: Terdapat dua interpretasi yang menjadi perdebatan dalam membahas Filipi 4:9, yakni pertama, pembahasan mengenai penguatan kestabilan rohani jemaat dan kedua, mengenai faktor keteladanan. Jika demikian apakah sebenarnya penekanan utama dari Paulus mengenai ayat ini? Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji makna dan konteks ayat ini sehingga bisa memberikan pemahaman yang tepat berdasarkan maksud penulis. Untuk itulah berdasarkan metode kualitatif deskriptif, dengan pendekatan hermeneutik studi eksegesis, maka penelitian ini menemukan, bahwa fokus utama Paulus adalah menekankan pentingnya menjaga teladan hidup serta memperhatikan prinsip-prinsip keteladanan, yakni pertama keteladanan dimulai dengan apa yang dipelajari; kedua, keteladanan sangat berhubungan dengan apa yang diterima, didengar dan dilihat; ketiga keteladanan berbicara tentang penerapan bukan pengetahuan; dan keempat, keteladanan sangat berimplikasi kepada penyertaan Tuhan. Penelitian ini akan menjadi rujukan dan masukan bagi setiap orang percaya tentang keteladanan Kristen, agar kehidupannya tetap menjadi berkat dan bukan menjadi batu sandungan.
Peran Gembala Menghadapi Deviasi Alkitab terkait Kultur di Era Abad ke-21: Analisis teks 1 Timotius 1:3-5 Stefany Sabrina Tanani; Mawar Juwita Gultom; Sugiono Sugiono
TELEIOS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol 4, No 1 (2024): Teologi dan Pendidikan Kristiani
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Transformasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53674/teleios.v4i1.103

Abstract

Abstract: Heresies are teachings that deviate from the Bible. This teaching has appeared since the first century until now. As time goes by and the church develops, the problem of Bible deviations related to culture in the 21st century era becomes increasingly complex. In fact, some of these deviations are already integrated into the cultural traditions of the congregation's neighborhood. The aim of this scientific work is to discover the role of the pastor in dealing with Biblical deviations related to culture according to Paul's teachings and apply it to shepherd in the 21st century era. This scientific work will be prepared by applying qualitative research methods with a hermeneutic and literary study approach. The results obtained in the research were the discovery of the right attitude in facing heretical teachings according to 1 Timothy 1:3-5, namely that a community must have one leader (verse 3), must have the courage to make apologetics with heretical teachers (verse 4), face it with love that arises. from a pure conscience and sincere faith (verse 5). Meanwhile, the recommended implication is that the pastor is able to guide the congregation so that it does not fall deeper into a deviant culture, is able to direct the congregation to a life style of salvation given by God in faith, and is able to collaborate with the congregation to develop a good culture. Abstrak: Ajaran sesat merupakan ajaran yang menyimpang dari Alkitab. Ajaran ini sudah muncul sejak abad pertama sampai sekarang ini. Seiring berjalannya masa dan berkembangnya gereja, masalah deviasi Alkitab terkait kultur di era abad ke-21menjadi semakin kompleks. Bahkan beberapa dari penyimpangan tersebut sudah ada yang menyatu dengan tradisi budaya di lingkungan tinggal jemaat. Tujuan dari  Penelitian ini ialah menemukan peran gembala dalam menghadapi deviasi Alkitab terkait dengan kultur menurut ajaran Paulus dan menerapkannya kepada gembala di era abad ke-21.  Penelitian ini akan disusun dengan menerapkan metode penelitian kualitatif dengan suatu pendekatan studi hermeneutik dan leteratur. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ialah ditemukanya sikap yang tepat dalam menghadapi ajaran sesat menurut 1 timotius 1:3-5 yakni satu komunitas harus memiliki satu pemimpin (ayat 3), harus berani berapologetika dengan pengajar sesat (ayat 4), menghadapi dengan kasih yang timbul dari hati nurani yang murnidan iman yang ikhlas (ayat 5). Sedangkan implikasi yang direkomendasikan ialah gembala mampu memandu jemaat agar tidak jatuh lebih dalam ke kultur yang menyimpang, mampu mengarahkan jemaat kepada tata hidup keselamatan yang diberikan Allah dalam iman, dan mampu berkolaborasi dengan jemaat untuk mengembangkan kultur yang baik.  
Hubungan Tabernakel dengan Liturgi Ibadah bagi Iman Orang Percaya Hano Abdinasti Palit; Hendy Senduk
TELEIOS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol 2, No 2 (2022): Teologi dan Pendidikan Kristiani (Desember 2022)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Transformasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53674/teleios.v2i2.124

Abstract

Abstract: The tabernacle is the tent of meeting or holy tabernacle that God commanded Moses to build as a place for God to dwell among His people, fellowship and communicate with His people. Today, believers become God's dwelling place so that the holy God is present among His people. The tabernacle refers to a pattern of worship determined by God and even a pattern for the growth of believers' faith. The method used is qualitative. The purpose of this research is to find out what is meant by the tabernacle in relation to the worship liturgy and its impact and growth of faith according to the spiritualized tabernacle. The results of the analysis and study show that worship patterned on the tabernacle will be realized by the Holy Spirit through the gifts of the Holy Spirit. The conclusion of this research is that: worship patterned in the tabernacle will motivate to increase the growth of the congregation's faith, the pastor will increasingly believe in his calling and there will still be manifestations of the Holy Spirit through the gifts of the Holy Spirit.Abstrak: Tabernakel adalah kemah pertemuan atau kemah suci yang diperintahkan Allah kepada Musa untuk dibangun menjadi tempat Tuhan berdiam di antara umat-Nya, bersekutu dan berkomunikasi dengan umat-Nya. Sekarang ini, orang percaya menjadi tempat kediaman Allah sehingga hadirat Tuhan yang kudus ada di antara umat-Nya. Tabernakel menunjuk pada pola ibadah yang ditentukan Tuhan bahkan menjadi pola pertumbuhan iman orang percaya. Metode yang digunakan ialah kualitatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan tabernakel dihubungkan dengan liturgi ibadah dan dampaknya serta pertumbuhan iman menurut tabernakel yang dirohanikan. Hasil analisis dan kajian menunjukkan bahwa ibadah yang berpola pada tabernakel akan adanya manifestasi Roh Kudus lewat karunia-karunia Roh Kudus. Kesimpulan penelitian ini, bahwa: ibadah berpola pada tabernakel akan memotivasi untuk meningkatkan pertumbuhan iman jemaat, gembala semakin percaya dengan panggilannya dan masih adanya manifestasi Roh Kudus lewat karunia-karunia Roh Kudus.