cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
E-Jurnal Gloria Yuris Prodi Ilmu Hukum (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Berisi Jurnal-Jurnal Mahasiswa S1 Prodi Ilmu Hukum UNTAN (Bagian Hukum Keperdataan, Bagian Hukum Pidana, Bagian Hukum Tata Negara, Bagian Hukum Ekonomi, dan Bagian Hukum Internasional)
Arjuna Subject : -
Articles 1,226 Documents
FUNGSI OTOPSI TERHADAP PENEMUAN MAYAT SEBAGAI ILMU BANTU DALAM MENGUNGKAPKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DI KABUPATEN SANGGAU - A01107006, EDDY MARGANDA SIMAMORA
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 1, No 3 (2013): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Otopsi terhadap penemuan mayat yang mati secara tidak wajar merupakan suatu hal yang sangat penting guna mengungkapkan sebab - akibat kematian korban yang diduga akibat dari suatu tindak pidana pembunuhan. Dalam kurun waktu dari tahun 2007 sampai dengan 2011 terdapat 49 kasus penemuan mayat yang kematiannya secara tidak wajar. Namun kurang lebih hanya 7 kali dilakukannya pengotopsian huna mengetahui sebab - sebab kematiannya.  Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kurangnya dukungan dari masyarakat khususnya pihak keluarga korban. Begitu juga faktor kurangnya fasilitas serta tenaga ahli dalam menyikapi kasus ini.   Pelaksanaan otopsi terhadap mayat terlaksana efektif bila adanya kesadaran hukum yang tinggi dari masyarakat guna membantu petugas dalam mengungkapkan suatu tindak pidana.Selain itu juga tentunya ketegasan dalam profesionalisme petugas serta didukung sarana dan prasarana yang memadai untuk melakukan otopsi.   Sejauh ini warga masyarakat khususnya keluarga korban masih terikat pada norma adat istiadat mereka, begitu pula pada norma agama yang mereka anut masih terlalu fanatik. Sehingga pemikiran mereka akan otopsi masih terpatok pada hal - hal tersebut diatas membuat mereka kurang memahami arti penting dari otopsi itu sendiri. Begitu pula kurangnya profesionalisme petugas yakni tidak adanya tenaga ahli untuk menangani otopsi, fasilitas yang minim ikut andil pula dalam menghambat pelaksanaan otopsi ini.   Terlepas dari faktor penghambat pelaksanaan otopai tersebut, namun yang jelasnya upaya preventif pemerintahan dalam hal ini pihak yang terkait akan masalah otopsi ini dirasakan belum mampu menyadarkan masyarakat dan meningkatkan profesionalisme petugas serta fasilitas - fasilitas dalam upaya membantu mengungkap kasus kematian yang tidak wajar ini.   Pelaksanaan otopsi atau bedah mayat terhadap penemuan mayat yang mati secara tidak wajar belum berfungsi secara efektif, maka wajar saja pihak kepolisian mengalami kesulitan dalam mengungkapkan suatu tindak pidana pembunuhan terhadap diri korban tersebut.  Keyword : FungsiOtopsi, Ilmu Bantu, Pengungkapan Tindak Pembunuhan Tidak Wajar
WANPRESTASI PEMBELI PASIR DALAM PERJANJIAN JUAL-BELI PADA PENGUSAHA PT. CIPTA KARYA DI KECAMATAN SUNGAI AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA - A1011131133, ESTHER AURORA HANDOYO
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 5, No 3 (2017): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

PT. Cipta Karya merupakan perusahaan tambang pasir yang menyediakan pasir bagi perusahaan maupun untuk perorangan. yang berdiri pada tanggal 25 Februari 2013 dengan Akta Pendirian Perseroan Terbatas Nomor : 22 / Tanggal 11 Maret 2009. Dengan Surat Keputusan Bupati Kubu Raya Nomor : 65 / BUNHUTTAMB / 2013  tentang persetujuan peningkatan izin usaha pertambangan eksplorasi menjadi izin usaha pertambangan operasi produksi. Perjanjian antara pihak PT. Cipta Karya dengan pihak pembeli dilakukan dalam bentuk perjanjian lisan. Pihak pembeli berkewajiban membayar harga pasir yang telah disepakati sesuai perjanjian, dan berhak mendapatkan pasir sesuai dengan pesanan sebelumnya. Sedangkan PT. Cipta Karya berkewajiban menyerahkan pasir sesuai dengan pesanan pembeli dan berhak menerima pembayaran harga pasir yang diserahkan yaitu selama 3 bulan setelah membayar DP (uang muka) sebesar 50% dari harga pasir yang sudah dipesan. Rumusan masalah : Faktor Apa Yang Menyebabkan Pembeli Pasir Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual Beli Pada Pengusaha PT. Cipta Karya di Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya?” Metode penelitian : Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode empiris dengan pendekatan deskriptif analisis, yaitu dengan menggambarkan keadaan sebagaimana yang telah terjadi pada saat penelitian di laksanakan atau dengan mengungkapkan segala permasalahan berdasarkan fakta-fakta yang terjadi. Tujuan penelitian : Untuk lebih menjamin kepastian hukum perjanjian jual beli pasir di Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya harus dibuat secara tertulis dan kalau perlu selain ditandatangani oleh PT. Cipta Karya dengan pembeli, juga harus ditandatangani oleh dua orang saksi dan sebaiknya disahkan oleh pejabat yang berwenang dan agar pelaksanaan jual beli pasir berjalan dengan lancar dan masing-masing pihak tidak mengalami kerugian, maka bagi pihak yang wanprestasi di beri sanksi yang tegas Hasil penelitian : 1) Bahwa pelaksanaan perjanjian antara pihak PT. Cipta Karya dengan pihak Pembeli Pasir, dalam bentuk perjanjian lisan dan pihak pembeli sepakat dalam sistem pembayaran jual beli pasir dapat dilakukan cara, yang mana pihak Pembeli memberikan uang muka (DP) yang besarnya adalah setengah dari total harga, namun dalam pelaksanaan sisa pembayaran pembelian tersebut, pihak Pembeli tidak melakukan pembayaran sampai janhgka waktu yang telah disepakati. 2) Bahwa faktor penyebab pihak Pembeli wanprestasi terhadap pihak PT. Cipta Karya dalam perjanjian jual beli pasir dikarenakan usaha pembeli mengalami kemacetan dan keterlambatan masalah anggaran perusahaan. 3) Bahwa akibat hukum terhadap pihak Pembeli yang wanprestasi,  pihak PT. Cipta Karya tetap memberikan sanksi dengan meminta ganti rugi agar pembayaran jual beli pasir segera dilunaskan oleh pihak Pembeli. 4) Bahwa upaya yang dilakukan pihak PT. Cipta pada pihak Pembeli yang wanprestasi adalah menegur dan memberi peringatan agar segera melunasi sisa pembayaran.   Keyword : Perjanjian Jual-Beli, Pasir, Wanprestasi, Kerugian
TUGAS DAN FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA BERDASARKAN PASAL 55 UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 - A01112334, GANDI FRANSISKUS
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 5, No 1 (2016): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pelaksanaan fungsi BPD merupakan ukuran dalam menilai kinerja organisasi tersebut meskipun dinilai baik, namun terlepas dari penilaian masyarakat tersebut ternyata masih ditemukan sejumlah fakta yang apabila dikaitkan dengan indikator-indikator kinerja organisasi menunjukkan bahwa ada beberapa indikator kinerja yang belum terpenuhi dalam struktur keanggotaan BPD masih adanya sejumlah elemen masyarakat yang belum terwakili dalam struktur keanggotaan lembaga tersebut. Fungsi pengawasan dari BPD dinilai sebagai fungsi yang paling gencar dilaksanakan dibandingkan pelaksanaan fungsi-fungsi yang lain yaitu menetapkan peraturan desa dan fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, dimana merupakan fungsi yang paling minim dalam hal penerapan dan pelaksanaannya. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah kinerja Badan Permusyawaratan di Kecamatan Sekadau Hulu Kabupaten Sekadau sudah berjalan sesuai dengan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014. Pengumpulan data menggunakan observasi dan wawancara. Hasil dari penelitian ini adalah kinerja BPD belum maksimal dimana pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yaitu untuk pelaksanaan fungsi menetapkan peraturan desa belum sepenuhnya terlaksana dengan baik karena terdapat adanya hambatan dalam pelaksanaannya yaitu minimnya sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan fungsi. Untuk pelaksanaan fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat belum terlaksana dengan baik disebabkan karena masyarakat belum sepenuhnya memahami fungsi-fungsi yang diemban oleh BPD, dimana sering terjadi kesalahpahaman atau perbedaan antara masyarakat dengan pengurus BPD dalam menampung, dan menindak lanjuti aspirasi, dan untuk pelaksanaan fungsi pengawasan sudah terlaksana dengan baik karena didorong oleh koordinasi dan kerjasama yang baik antar lembaga yang ada di desa.   Kata Kunci : Fungsi, Tugas Dan Kinerja BPD
KAJIAN YURIDIS TERHADAP DESENTRALISASI DI BIDANG KEHUTANAN DALAM UPAYA HAK PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN BERDASARKAN PASAL 17 UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH - A11109194, IKSAN LAHARDI
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 1, No 2 (2013): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam sejarah peraturan perundangan sektor kehutanan di Indonesia yang diawali dengan Situasi sector kehutanan berada pada struktur sentralistik, dokumen resmi yang berakitan dengan Program kehutanan Nasional adalah Undang-Undang pokok Kehutanan tahun 1967, Dengan Undang-Undang Pokok Kehutanan Nomor : 5 tahun 1967, undang-undang ini pada hakekatnya adalah undang-undang dan sekaligus kebijakan. Sehingga dengan pengalaman pengelolaan hutan selama kurang lebih tiga puluh tahun, undang-undang ini diganti dengan Undang-Undang Nomor: 41 tahun 1999. Dengan diberlakukannya Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah, yaitu UU Nomor 32 tahun 2004, terdapat sebahagian kewenagan dan tanggung jawab pengelolaan Sumber daya alam dan sumber daya lainnya,seperti yang dituangkan dalam Pasal 17 Dengan kewenangan ini pemerintah daerah mempunyai harapan besar untuk bias meningkatkan penghasilannya, namun demikian pemerintah daerah harus mempersiapkan dirinya untuk bisa mengelola hutan secara ilmiah/benar bila mereka ingin mendapatkan manfaat potensial dari sumber daya alam yang berharga ini. Desentralisasi dibidang kehutanan menyangkut tiga aspek pokok, Produksi hutan, baik dari kawasan hutan Negara maupun dari tanah milik, Pelayanan masyarakat dalam kegiatan bisnis/pengolahan yang terkait dengan produksi dan Perlindungan hutan yang diarahkan untuk konservasi dan perlindungan ekosistem dan luas kawasan hutan. Pembatasan kewenangan dan tanggungjawab antar tingkatan pemerintah biasanya dikaitkan dengan pengusaan, pengurusan dan pengelolaan hutan serta meliputi aspek-aspek yang relepan dengan penebangan dan pembalakan, distribusi dan perdagangan hasil hutan, supervisi dan pemantauan kegiatan kehutanan, dan kehutanan masyarakat.Seperti yang tertuang dalam pasal 17 UU No: 32 Tahun 2004, mengamanatkan dan menekankan kepada pemerintah daerah dalam penetapan dan pengelolaa kawasan hutan yang merupakan bagian dari Sumber Daya Alam , hal tersebut diimplementasikan dalam Undang-Undang Nomor : 26 tahun 2007 tentang penataan ruang yang dalam hal, ini memberikan petunjuk mengenai penataan ruang dimana pemerintah daerah diberikan tanggungjawab untuk perencanaan dan implementasi masalah tata ruang. Termasuk didalamnya perencanaan dan penetapan kawasan hutan. Dalam Undang-Undang Nomor : 41 tahun 1999, tentang Kehutanan, meskipun telah mengatur desentralisasi kehutanan melalui Pasal 66 Terdapat persepsi yang berbeda dan keliru dikalanagn stakeholder mengenai asfek-asfek desentralisasi baik secara politis, administrative dan kelembagaan. Kesalahan dalam intresprestasi ini sebagian berkaitan dengan adanya harapan-harapan yang berlebihan I tidak realistic, batasan-batasan dari otonomi dan desentralisasi, sifat dan perlunya hirarcki dan hubungan koordinasi, mekanisme pengendalian dan penyeimbangan dalam pelaksanaan desentralisasi, serta hubungan antar pemerintahdaerah. Kesalahan inilah justru menimbulkan konflik dan perpecahan, termasuk pada sektor kehutanan. Pemahaman yang keliru tentang pentingnya kehutanan dalam penatagunaan tanah, tujuan dan sasaran pengelolaan hutan yang lestari, kehutanan dalam ketahanan pangan dan ketahanan lingkungan, peran partisipasi masyarakat, penentuan pemanfaatan hutan, perlunya melakukan konservasi flora dan fauna, penatagunaan hutan "Permasalahan persepsi yang menyangkut peran dan pentingnya kehutanan, serta kerusakan hutan yang terjadi selama ini, selalu dikaitkan baik langsung maupun tidak langsung dengan berkurannya kawasan hutan, pengelolaan hutan, industri kehutanan, kontrol dan superpisi di sektor kehutanan, dimana kesemuanya belum terdapat kejelasan dan ketegasan mengenai tangungjawab dan akuntabilatasnya. Keywords : Desentralisasi Dibidang Kehutanan, Hak Pengelolaan Kaawsan Hutan
TANGGUNG JAWAB PENGUSAHA GROSIR TERHADAP PEMBELI ATAS ADANYA KERUSAKAN PAKAIAN DI KECAMATAN PONTIANAK KOTA - A01111201, PUTRI NIRMALA SARI
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 4, No 1 (2015): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Rumusan Masalah faktor apa yang menyebabkan pengusaha pakaian grosir belum memenuhi tanggungjawab atas kerusakan terhadap barang yang dibeli oleh pembeli sesuai perjanjian, sedangkan tujuan penelitian ini adalah pertama untuk mendapatkan data dan informasi lentang pelaksanaan tanggungjawab Grosir pakaian atas kerusakan  pakaian yang dibeli oleh pengecer selaku pembeli pakaian, kedua untuk mengungkapkan faktor yang menyebabkan pihak Grosir pakaian tidak bertanggungjawab atas kerusakan pakaian yang dibeli oleh pihak  pembeli, ketiga untuk mengungkapkan akibat hukum terhadap pihak Grosir pakaian yang tidak bertanggungjawab atas kerusakan pakaian yang dibeli pihak pengecer (pembeli) pakaian, dan keempat untuk mengungkapkan upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak pembeli pakaian atas tidak bertanggungjawabnya pihak Grosir pakaian atas kerusakan pakaian yang dibeli pihak pengecer. Hipotesis tersebut adalah:  “Bahwa Faktor Yang menyebabkan Pengusaha Pakaian Grosir Belum Memenuhi Tanggungjawab Atas Kerusakan Terhadap Barang Yang Dibeli Oleh Pembeli Sesuai Perjanjian, Karena Lalai Dan Kurang Teliti Dalam Memeriksa Barang Yang Diperjualbelikan”. penelitian ini penulis menggunakan metode empiris dengan pendekatan Deskriptif Analisis, yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan cara menggambarkan keadaan yang sebenarnya sebagaimana yang terjadi pada saat penelitian ini dilakukan. Adapun hasil penelitian, mengungkapkan bahwa pertama pihak pihak pengusaha grosir pakaian di Pasar tengah Kota Pontianak tidak mau bertanggung jawab atas kerusakan pakaian yang dijual terhadap pihak pembeli, kedua faktor yang menyebabkan pihak pengusaha grosir pakaian di Pasar tengah Kota Pontianak tidak mau bertanggung jawab atas kerusakan pakaian adalah kerusakan tersebut bukan karena kesalahan dari pihak pengusaha grosir pakaian di Pasar tengah Kota Pontianak melainkan karena pengiriman, dan juga karena karena lalai dan kurang teliti dalam memeriksa barang yang diperjualbelikan, ketiga akibat hukum akibat hukum pihak pengusaha grosir pakaian di Pasar tengah Kota Pontianak tidak mau bertanggung jawab atas kerusakan pakaian yang dijualnya pada pihak pembeli adalah pembayaran ganti kerugian, ada juga yang pembatalan perjanjian, pengembalian uang telah dibayarkan pihak pembeli secara keseluruhan, keempat upaya yang dilakukan pihak pembeli pakaian terhadap pengusaha grosir pakaian di Pasar tengah Kota Pontianak tidak mau bertanggung jawab atas kerusakan pakaian yang dijualnya adalah upaya penyelesaian secara damai dan kekeluargaan, meminta pembayaran ganti rugi, dan ada juga yang melakukan upaya mengembalikan pakaian yang dibeli serta meminta pengembalian uang yang telah dibayarkan secara keseluruhan, dan tidak ada satu pembeli yang melakukan upaya hukum dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan.   Keyword : Perjanjian Jual Beli Pakaian Secara Pesanan.
PELAKSANAAN PEMBAYARAN GAJI TENAGA HONORER DI BALAI PENGAMATAN ANTARIKSA DAN ATMOSFER LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL PONTIANAK - A11112103, ARIEF SETIAWAN
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 5, No 1 (2016): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Balai Pengamatan Antariksa dan Atmosfer (BPAA) LAPAN Pontianak  memperkerjakan beberapa karyawan honorer yang terdiri dari tenaga honorer Teknisi, Satpam, Pengemudi, Pramubakti dan Petugas Kebersihan yang tugasnya berdasarkan Surat Perjanjian Kerja dan Surat Keputusan Kepala Balai Tentang Penugasan Pegawai Negeri Sipil dan Honorer. Tenaga honorer mendapatkan gaji dari anggaran (DIPA) yang besarnya berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 65/PMK.02/2015, tentang, “Standar Biaya Masukan (SBM) Tahun Anggaran 2016”. Hak gaji, hak-hak lainnya, dan syarat-syarat administrasi terkait dengan tenaga honorer harus sesuai peraturan pertundang-undangan sebagaimana ditetapkan pada UU No. 43 Tahun 1999, tentang; Pokok-Pokok Kepagawaian, UU No. 13 Tahun 2003, tentang; Ketenagakerjaan, dan UU No.5 Tahun 2014, tentang; Aparatur Sipil Negara yang bertujuan untuk memberikan kehidupan yang layak, ketertiban dan perlindungan pada honorer. Dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi tentang pelaksanaan pembayaran gaji tenaga honorer dan faktor-faktor hukum terhadap pelaksanaan pembayaran gaji dan hak-hak lainnya di BPAA LAPAN Pontianak serta menganalisa untuk mengungkap langkah hukum terhadap pelaksanaan pembayaran hak tersebut sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Bentuk penelitian ini adalah yang sedang terjadi memakai metode penelitian lapangan atau penelitian hukum empiris yang bersifat Deskriptif Analisis utuk menggambarkan hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan penggajian dan hak-hak lain tenaga honorer di BPAA LAPAN Pontianak. Pelaksanaan pembayaran gaji dan hak-hak lain tenaga honorer di BPAA LAPAN Pontianak belum sepenuhnya sesuai peraturan pertundang-undangan yang  disebabkan oleh beberapa hal seperti masih ada honorer yang belum memenuhi syarat pendidikan minimal, keterbatasan tersedianya anggaran, dan kurangnya pemahaman pihak Pejabat BPAA LAPAN Pontianak tentang peraturan pertundang-undangan yang terkait dengan gaji dan hak-hak tenaga honorer. Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan menunjukkan bahwa belum sepenuhnya pelaksanaan penggajian tenaga honorer di BPAA LAPAN Pontianak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku berdasarkan SBM Tahun Anggaran 2016 dan UMP Kalbar Tahun 2016 melalui SK Gubernur Kalimantan Barat Nomor 827/Disnakertrans/2015. Ada beberapa kekurangan yang perlu perbaikkan dan ditindaklanjuti oleh pihak BPAA LAPAN Pontianak dalam rangka penertiban dan peningkatan kesejateraan tenaga honorer diantaranya yaitu dengan mengusulkan honorer yang memenuhi persyaratan menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPKK) dan untuk anggota SATPAM, Pengemudi, Petugas Pramubakti dan Petugas Kebersihan dialihkan status menjadi honorer tenaga alih daya (outsourcing) melalui kontrak dengan pihak ke-3, sebagai upaya pencegahan pelanggaran hukum.     Kata kunci  :           Gaji, Hak tenaga honorer, SBM dan UMP.    
KEWAJIBAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KOTA PONTIANAK DALAM KELANCARAN PENDISTRIBUSIAN AIR BERSIH BAGI MASYARAKAT DI KECAMATAN PONTIANAK TIMUR - A11109220, JHONIKO
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 3, No 3 (2015): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pemenuhan kebutuhan konsumen akan air bersih di Indonesia diwujudkan  pelayanan  publik  yang  dilaksanakan  atau  dikelola  oleh Perusahaan  Daerah  Air  Minum  (PDAM).  Pasal  1  ayat  (1)  Undang-Undang  Negara  Republik  Indonesia  Nomor  25  Tahun  2009  Tentang Pelayanan Publik menyebutkan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga Negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan  oleh  penyelenggara  pelayanan  publik.  Faktor  penyebab ketidaklancarnya pendisribusian air bersih bagi masyarakat Kecamatan Pontianak  Timur  oleh  PDAM  Kota  Pontianak  adalah  kebocoran  pipa pendistribusian  karena  kurangnya  perawatan  berkelanjutan.  Secara umum upaya memberikan pelayanan kepada pelanggan harus mengacu terhadap  isi  Undang-Undang  Perlindungan  Konsumen  dimana  pihak PDAM Kota Pontianak juga harus memberikan pelayanan yang terbaik terhadap  semua  pelanggan    khususnya,  maka  dari  itu  haruslah  ada pemeriksaan  kualitas  air  yang  layak  dikonsumsi  pelanggan  setiap tahunnya agar pelanggan merasakan pelayanan yang memuaskan demi kelancaran air ledeng tersebut.      Permasalahan pokok dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut  :  ”Apakah  Pelanggan  di  Kecamatan  Pontianak  Timur  sudah mendapatkan pendistribusian air bersih dari PDAM Kota Pontianak  ?”  Dengan  tujuan  dalam  penelitian  ini  adalah  untuk  mengetahui pendistribusian  air  bersih  dan  hambatan  dari  PDAM  Kota  Pontianak bagi  pelanggan  di  Kecamatan  Pontianak  Timur  dan  mengungkapkan tanggung  jawab  PDAM  dalam  mendistribusikan  air  bersih  bagi pelanggan.  Penelitian  ini  dilakukan  dengan  menggunakan  metode penelitian  hukum  Normatif  penelitian  ini  hanya  ditujukan  pada peraturan-peraturan  tertulis  sehingga  penelitian  ini  sangat  erat hubungannya  pada  perpustakaan  dsn  membutuhkan  data-data  yang bersifat  sekunder.  Penulis  juga  mengunakan  pendekatan  diskriptif analisis.      Kesimpulan dalam skripsi ini adalah bahwa tanggung jawab PDAM Kota Pontianak atas kelancaran dalam pendistribusian air bersih kepada  pelanggan  yakni  melakukan  pengecekan  langsung  dilapangan terkait  pengaduan  yang  diajukan  oleh  pelanggan  dan  memberikan potongan  biaya  dalam  pembayaran  rekening  air  apabila  terjadi kesalahan  dalam  pendistribusian  air.  Hambatan  dalam  pendistribusian air  bersih  dari  PDAM  yakni  tekanan  air  yang  tidak  merata,  musim kemarau mengakibatkan tidak ada sumber air dan pipa yang sudah tua sehingga  tidak  optimalnya  pendistribusian  air  ke  pelanggan.  Upaya hukum yang dilakukan oleh pelanggan terhadap PDAM Kota Pontianak dalam  kelancaran  penyaluran  air  bersih  adalah  melakukan  pengaduan tertuju  pada  Direksi  PDAM  dan  menuntut  kompensasi  ganti  rugi pembayaran  rekening  air  akibat  tidak  ada  pendistribusian  air  ke pelanggan.Keyword : Pelanggan, Pendistribusian air bersih,, Tanggung Jawab
PUTUSAN NIET ONTVANKELIJK VERKLAARD (N.O) DALAM PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI PONTIANAK (STUDI KASUS PERKARA PERDATA NOMOR 40/PDT.G/2012/PN.PTK) - A01109158, TARI ELZA CUTRIYAH
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 1, No 2 (2013): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Putusan hakim yang memenuhi konsep dan dasar hukum yang kuat adalah putusan N.O Nomor 40/Pdt.G/2012/PN.Ptk antara Penggugat I, II dan III berhadapan/ berlawanan dengan Tergugat. Sengketa ini menyangkut satu hamparan tanah yang terdiri dari tiga bidang tanah. Bahwa saat Penggugat I, II dan III bermaksud untuk memproses hak kepemilikan tanah, dalam prosesnya terjadi klaim dari tergugat bahwa tanah tersebut milik dari kelompok tani, maka timbul perselisihan hak. Dalam perkara ini, hakim menyatakan gugatan para penggugat tidak dapat diterima dimana dalam eksepsi error in persona. Oleh karena itu penulis mengambil judul PUTUSAN NIET ONTVANKELIJK VERKLAARD (N.O) DALAM PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI PONTIANAK (STUDI KASUS PERKARA PERDATA NOMOR 40/PDT.G/2012/PN.PTK) Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah Faktor Apakah Yang Menyebabkan Lahirnya Putusan Niet Ontvankelijk Verklaard (N.O) Dalam Perkara Perdata No. 40 Tahun 2012 di Pengadilan Negeri Pontianak ?. Dan tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi tentang Putusan Niet Ontvankelijk Verklaard di Pengadilan Negeri Pontianak, mengungkapkan faktor- faktor penyebab lahirnya putusan Niet Ontvankelijk Verklaard di Pengadilan Negeri Pontianak, mengungkapkan akibat hukum dari putusan Niet Ontvankelijk Verklaard (N.O) dan untuk mengungkapkan upaya- upaya hukum yang dilakukan oleh pihak Penggugat setelah dijatuhkannya putusan Niet Ontvankelijk Verklaard (N.O). Metode penelitian yang dilakukan Penulis menggunakan Metode Deskriptif Analisis. Pengumpulan data dilakukan dengan tehnik komunikasi langsung, penulis langsung berhubungan dengan sumber data dengan wawancara dan menggunakan total sampling dalam pengambilan sampel penelitian. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa faktor penyebab gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard/N.O) dalam perkara perdata Nomor 40/Pdt.G/2012/PN.Ptk) dikarenakan kurang pihak (pihak tergugat) dimana ada pihak lain yang tidak ikut digugat (kelompok tani) dan gugatan mengandung cacat error in persona dalam bentuk plurium litis consortium dalam arti gugatan yang diajukan tidak lengkap dan kurang pihak yang ditarik sebagai Tergugat. Guna kepentingan para pihak yang merasa dirugikan atas putusan N.O dapat dilakukan upaya hukum yaitu banding dan memperbaiki gugatan dengan menarik pihak- pihak yang belum diikutsertakan sebagai tergugat. Dalam mengajukan gugatan haruslah memenuhi syarat formil menurut ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan sistematika yang lazim dan standar dalam praktek peradilan. Selanjutnya juga lebih berhati- hati dalam menempatkan dan menarik pihak-pihak yang diikutsertakan dalam surat gugatan yang diajukan sehingga memenuhi persyaratan formil dalam mengajukan surat gugatan sehingga pada akhirnya tidak menimbulkan putusan N.O. Kata kunci : Putusan N.O, error in persona.
PELAKSANAAN PASAL 55 UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMILIHAN ANGGOTA DPR,DPD,DAN DPRD BERKAITAN DENGAN KUOTA 30% UNTUK CALON LEGISLATIF PEREMPUAN (Studi DPRD Kota Pontianak) - A01111205, WINDI ARDHITA
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 3, No 4 (2015): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk memenuhi bagaimana pemenuhan dalam daftar calon anggota dan daftar calon terpilih DPRD Kota Pontianak dan bagaimana implikasi hukum pelaksanaan ketentuan kuota 30% keterwakilan perempuan baik dalam daftar calon anggota DPRD maupun daftar calon terpilih DPRD Kota Pontianak. Pemilihan Umum merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, dalam rangka memberikan kesempatan kepada Warga negara Indonesia untuk melaksanakan apa yang menjadi haknya, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang- Undang Dasar 1945. Pada pelaksanaan Pemilu Legislatif 2014 di Kota Pontianak presentasi keterwakilan perempuan mencapai 32,28% dari 12 partai yang ikut berpartisipasi. Pelaksanaan pemilu terdapat tahapan tahapan pemilu yang harus dilaksanakan, salah satunya adalah tahapan pencalonan Anggota Legislatif. Dalam tahapan pencalonan para Anggota Legislatif baik yang perempuan maupun yang Laki-laki diberikan Hak untuk mencalonkan diri dan mendapat dukungan dari rakyat pemilih. Dalam pelaksanaan tahapan pencalonan di Kota Pontianak sudah mencapai Ketentuan kuota 30% keterwakilan perempuan sebagaimana tercantum di dalam Pasal 55 Undang- Undang No. 8 tahun 2012. Berdasarkan laporan dari KPU Kota Pontianak, dalam tahapan pencalonan ada tiga tahap yang harus dilalui, keterwakilan Perempuan yang ikut berpartisipasi dalam pemilu legislatif dilihat dari tahapan-tahapan berikut berikut ini antara lain : tahapan pendaftaran : 32,04% , tahapan perbaikan : 32,22% , tahapan hasil perbaikan akhir : 32,28%. Jadi pada penyelenggaraan Pemilu 2014 di Kota Pontianak dengan melihat keterwakilan Perempuan yang bergabung menjadi Daftar Calon  Anggota Legislatif sudah mencapai 32,28% dari jumlah ketentuan kuota 30% yang diwajibkan bagi seluruh Partai Politik peserta Pemilu. Setelah pelaksanaan Pemilu berlangsung keterwakilan Perempuan dalam Daftar calon Terpilih  di DPRD Kota Pontianak menjadi 3,15% dari seluruh calon terpilih yang berjumlah 45 orang terdiri dari 38 Anggota Laki-laki dan 7 Anggota Perempuan. Teknik Pengumpulan data yang digunakan oleh penulis ada dua cara yaitu penelitian pustaka (library research) dan penelitian lapangan (field research). Data yang diperoleh oleh dianalisis berdasarkan rumusan masalah dan disajikan secara deskriptif.  Hasil penelitian kepustakaan menunjukan :  Pemenuhan Kuota 30% keterwakilan perempuan dalam daftar calon terpilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Pontianak belum terpenuhi secara komprehensif, banyak kendala yang timbul dalam pemenuhan kuota 30% ini terutama pada pengrekrutan calon Anggota Dewan Perempuan yang memiliki keparcayaan diri yang mampu untuk bersaing dengan laki-laki yang terdapat dari beberapa faktor, dan kurangnya SDM didalam keilmuwan perpolitikan khususnya di Kota PontianakKeyword :-
WANPRESTASI PENYEWA RUMAH MEMBAYAR SEWA DI KELURAHAN MARIANA KECAMATAN PONTIANAK KOTA - A01111037, SYARIF AHMAD FARIZ ALKADRI
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 3, No 3 (2015): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Skripsi dengan judul “PELAKSANAAN KEWAJIBAN PENYEWA RUMAH MEMBAYAR SEWA DIKELURAHAN MARIANA KECAMATAN PONTIANAK KOTA” Terjadinya hubungan sewa menyewa rumah didasari karena perjanjian lisan, artinya sewa menyewa rumah tersebut diadakan secara tidak tertulis. Perjanjian sewa menyewa demikian secara hukum tetap sah sepanjang dilakukan karena kesepakatan dan kedua belah pihak. Hubungan sewa menyewa rumah tersebut telah berlangsung cukup lama, umumnya telah berjalan Iebih dari sepuluh tahun, dengan sistem pembayaran di muka. Perjanjian sewa rnenyewa tersebut ditentukan masa berakhirnya selama 1 tahun kedepan. Perjanjian sendiri menurut Pasal 1313 KUH Perdata ialah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau Iebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih, Bila suatu perjanjian sewa menyewa telah ditentukan waktu berakhirnya, maka penyewa selaku yang menyewa rumah tersebut harus bertanggung jawab untuk membayar ulang bila ia ingin memperpanjang masa sewa rumah tersebut dan tidak boleh lewat dari tanggal jatuh tempo yang teiah ditetapkan pada awal dilakukannya perjanjian Berdasarkan hasil penelitian Penulis di lapangan ternyata pihak penyewa lalai dalam pembayaran uang sewa rumah untuk memperpanjang masa sewa rurnah dikarenakan penyewa tidak memiliki pekerjaan tetap dan uangnya dipergunakan untuk keperluan lain. Dalam perjanjian hanya kuitansi sebagai bukti pembayaran antara kedua belah pihak. Wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat mernenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian Upaya yang dilakukan pemilik rumah terhadap penyewa wanprestasi adalah meminta pemenuhan perjanjian berupa pemenuhan uang sewa. Maksudnya melunaskan pembayaran uang sewa rumah untuk jangka waktu 1 tahun kedepan.  Manusia tidak mungkin dapat menyediakan sendiri segala kebutuhan  hidupnya, hal ini didasarkan pada sifat dasar dan manusia sebagai mahluk sosial, untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya yang beraneka ragam saling berhubungan satu dengan yang lainnya.  Hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan yang lain serta hak dan kewajiban masing-masing pihak yang timbul karena hubungan itu disebut hukum perjanjian. Perjanjian pada pokoknya mengatur hubungan di mana kedua belah pihak saling mernpunyai prestasi secara timbal balik, sehingga menimbulkan suatu hak dan kewajiban dan masing-masing pihak yang  mengadakan perjanjian tersebut.  Rumah sewa merupakan sebuah rumah yang keberadaannya sangat dibutuhkan saat ini. Apalagi bagi sebagian orang yang sulit untuk membeli sebuah rumah sebagai tempat tinggal. Hal inilah yang dimanfaatkan bagi pemilik rurnah yang memiliki rumah lebih dari satu untuk menyewakan rumahnya. Selain itu penyewaan rumah juga dapat menambah pendapatan pemilik rumah dari pekerjaan yang sehari-hari dilakukan. Ketidak punyaan sipenyewa itu dikarenakan kerja si penyewa adalah seorang buruh tukang dan pedagang  Di RT 002 / RW 002, RT 003 / RW 002, dan RT 002 / RW 005 Kelurahan Mariana KecamatanPontianak Kota pemilik rumah ada yang menyewakan untuk tempat tinggal, di mana pemilik rumah sewa menyewakan rumahnya dengan jangka waktu minimal 1 tahun. Harga yang ditawarkan pemilik kepada penyewa juga berbeda-beda tergantung dengan    kondisi rumah serta perabot rumah tersebut. Adapun harga sewa per unit rumah bervariasi antara Rp. 5.000.000,- sampai     Rp. 10.000.000,- sesuai dengan bentuk dan kondisi rumah tersebut. Pembayaran sewanya sendiri dilakukan di setiap awal penyewaan rumah dan dilakukan secara tunai selama jangka waktu 1 tahun. Tetapi pada tahun ke 2 sipenyewa tidak membayar uang sewa tepat waktu dikarenakan uang sewa tersebut dipakai untuk beberapa macam keperluan antara lain biaya sekolah anak, sakit dan juga ada kurangnya kesadaran Hukum si penyewa. Kesepakatan terjadi di mana penyewa rumah datang ke pemilik rumah menyampaikan niatnya ingin menyewa rumah tersehut maka terjadilah  kesepakatan bersama, baik mengenai harga, jangka waktu dan pembayaran.  Namun seiring berjalannya waktu, yang terjadi adalah penyewa lalai ketika ingin melakukan pembayaran ulang untuk memperpanjang masa penyewaan. Sewa-menyewa rumah dilakukan secara tidak tertulis. Dalam perjanjian di mana pemilik rumah berkewajiban untuk menyerahkan rumah sewa kepada penyewa sesuai dengan perjanjian, sebaliknya penyewa diwajibkan untuk membayar uang sewa rumah dan berkewajiban pula untuk memelihara dan memperbaiki rumah yang rusak sebagai bapak rumah yang baik. Dalam kenyataan pihak penyewa rumah masih ada yang lalai atau    wanprestasi dalam membayar sewa rumah sesuai dengan perjanjian, sehingga mengakibatkan kerugian bagi pemilik rumah sewa  Perjanjian sewa menyewa rumah sama halnya dengani perjanjian lain pada umuinnya, yakni bersifat konsensuil dalam anti perjanjian itu terjadi (ada) sejak saat tercapainya kata sepakat antara kedua belah pihak. Adanya perjanjian tersebut telah menimbulkan kesepakatan bagi para pihak untuk melaksanakan perjanjian tersebut dengan itikad baik, dan segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggungjawab para pihak. Di dalarn perjanjian sewa menyewa secara tertulis para pihak sepakat untuk melakukan hubungan timbal balik. Isi dan kesepakatan perjanjian sewa menyewa rumah ini biasanya menyangkut hal-hal pokok yang meliputi tentang hal rumah sewa itu sendiri, kewajiban para pihak terhadap rumah, besarnya uang sewa serta jangka waktu penyewaan; dan hal tersebut jelaslah ketentuan yang diatur merupakan kehendak yang mengikat para pihak artinya kewajiban dalam perjanjian sewa menyewa harus dilaksanakan dengan itikad baik. Apabila perjanjian tersebut tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya, maka ada pihak yang dirugikan dapat mengajukan tuntutan pada pihak yang merugikannya.   Kata kunci  :  PENYEWA RUMAH