cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
E-Jurnal Gloria Yuris Prodi Ilmu Hukum (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Berisi Jurnal-Jurnal Mahasiswa S1 Prodi Ilmu Hukum UNTAN (Bagian Hukum Keperdataan, Bagian Hukum Pidana, Bagian Hukum Tata Negara, Bagian Hukum Ekonomi, dan Bagian Hukum Internasional)
Arjuna Subject : -
Articles 1,226 Documents
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN TERHADAP PENGGUNAAN KENDARAAN UNTUK ANGKUTAN KOTA BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NO. KM 71 TAHUN 1993,TENTANG PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR - A11109113, SUWITONO
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 1, No 3 (2013): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat bidang pelayanan , pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk menarik retribusi daerah, Objek retribusi adalah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh pemerintah Daerah. Dan tidak semua jasa yang diberfikan oleh Pemerintah Daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis-jenis tertentu yang menurut pertimbangan ekonomi layak dijadikan sebagai obyek retribusi, dimana jasa tersebut dikelompokan ke dalam tiga golongan, yaitu Jasa Umum, Jasa Usaha dan Jasa perizinan tertentu. Salah satu retribusi yang bisa ditarik diantaranya adalah mengeluarkan izin usaha yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Dalam proses pembuatan peraturan Daerah (Perda), masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan peraturan daerah, yang berpdoman kepada peraturan perundang-undangan. Hal yang demikian karena muatan atau materi peraturan daerah dapat memuat ketentuan tentang pembenanan biaya paksaan penegakan hukum seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar sesuai dengan peraturtan perundangan. Peraturan daerah tentang pungutan retribusi ini dimana daerah tetap memberikan kewajiban pelayanan yang diperlukan dalam rangka pengawasan dan pengendaliannya. Dalam Usaha angkutan umum, selama ini diberbagai daerah terjadi peningkatan, hal ini ditandai dengan arus kendaraan yang melintas dijalan raya baik itu berupa angkutan umum untuk angkutan orang maupun angkutan umum untuk barang yang merupakan kewenangan bagi pemerintah daerah dalam pengaturannya dan sekaligus menjadi sumber pendapatan daerah untuk memberikan pelayanan melalui pungutan retribusi perizinan, oleh karena itu diperlukan pengendalian dan pengawasan , agar supaya kenyamanan, ketertiban, dan kemanan dijalan raya dapat dikendalikan. Kota Pontianak, selain menjadi pusat kendali perekonomian di Kalimantan Barat, disisi lain juga menjadi contoh bagi pemerintah kabupaten lain dalam penanganan dan pengendalian dalam bidang angkutan umum , sehingga diperlukan kendaraan angkutan umum baik angkutan umum untuk orang maupun angkutan umum untuk barang. Yang dapat difungsikan dan memberikan rasa aman, nyaman di jalan raya. Melalui Peraturan daerah Kota Pontianak. Nomor. 5 Tahun 2006, tentang Retribusi Izin Usaha Dan Izin trayek Angkutan Umum, disini diatur mengenai pengendalian dan pengawasan terhadap izin usaha dan izin trayek angkutan umum, Sebagai daerah otonom, pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota, berwenang untuk membuat peraturan daerah dan peraturan kepala daerah, guna menyelenggarakan urusan otonomi daerah dan tugas pembantuan . Peraturan Daerah (Perda) ditetapkan oleh kepala daerah, setelah mendapat persetujuan bersama Dewan perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Substansi atau muatan materi Perda adalah penjabaran dari peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih tinggi, dengan memperhatikan cirri khas masing-masing daerah, dan substansi materi tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Berkaitan dengan Pengendalian dan Pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah daerah pada dasarnya adalah Pengawasan dilakukan sebagai media control . Pengawasan dilaksanakan sebagai suatu usaha prefentif atau juga untuk memperbaikinya apabila terjadi kekeliruan, sebagai tindakan represif, pengawasan merupakan tindakan yang dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan terjadinya penyimpangan tugas pemerintahan sebagaimana dasar-dasarnya diatur dalam konstitusi dan jabarannya diatur dalam Undang-Undang Kata kunci : TENTANG PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENGENDARA SEPEDA MOTOR YANG TIDAK MEMILIKI SURAT IZIN MENGEMUDI MENURUT PASAL 281 UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 DI KOTA SINTANG - A01111233, COKRO ADITIA PRANOWO
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 4, No 2 (2016): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Meningkatnya jumlah kendaraan sepeda motor di Kabupaten Sintang khususnya Kota Sintang mengakibatkan makin banyaknya pelanggaran lalu lintas yang terjadi. Pelanggaran lalu lintas yang sering terjadi adalah pengendara sepeda motor tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), pelanggaran tidak memiliki SIM ini tidak hanya dilakukan oleh anak-anak atau para remaja akan tetapi dilakukan oleh orang dewasa. Banyaknya pelanggaran lalu lintas pengendara sepeda motor yang tidak memiliki SIM dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas baik luka, ringan, berat hingga kematian, hal ini karena adanya toleransi yang diberikan oleh kepolisian satuan lalu lintas Polres Sintang kepada pelanggar pengendara sepeda motor yang tidak memiliki SIM. Permasalahan penelitian ini adalah mengapa penegakan hukum terhadap pengendara sepeda motor yang tidak memiliki SIM menurut pasal 281 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 di Kota Sintang tidak diberikan sanksi sebagaimana mestinya. Penulis menggunakan metode Yuridis Empiris dengan pendekatan bersifat Deskriptif analisis, Dalam metode ini, pengumpulan data dan informasi menggunakan teknik pengumpulan melalui wawancara dan menggunakan angket penelitian. Adapun yang dijadikan populasi disini adalah Kepolisian Satuan Lalu Lintas Polres Sintang dan pelanggar sepeda motor yang tidak memiliki SIM. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan bahwa penegakan hukum terhadap pengendara sepeda motor yang tidak memiliki SIM menurut pasal 281 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 di Kota Sintang tidak diberikan Sanksi sebagaimana mestinya karena usia pelanggar masih dibawah umur (pelajar) atau usia yang sudah terlalu tua, karena membawa orang sakit, karena membawa anak bayi atau kecil, karena ada kenalan atau teman.     Kata Kunci : Penegakan Hukum, Surat izin Mengemudi, Kepolisian Satuan Lalu Lintas  
PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PERDAGANGAN HEWAN DI POS PEMERIKSAAN LINTAS BATAS (PPLB) ARUK KABUPATEN SAMBAS DENGAN BIAWAK SERAWAK MALAYSIA TIMUR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN DAN TUMB - A11109154, ZULKARNAEN
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 3, No 3 (2015): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pada umumnya aktivitas perdagangan berupa kebutuhan rumah tangga, seperti sayur-sayuran, beras, gula, barang-barang kelontong, dan beberapa dagangan khususnya yang bersumber dari hewan. Untuk mengatur lalu lintas perdagangan tersebut, di Kecamatan Sajingan sudah ada Pos Pemeriksaan Lintas Batas dan Balai Karantina, yang diharapkan dapat mengatur keluar masuknya orang/barang dan perdagangan  yang melibat kedua negara (Indonesia-Malaysia).  Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis yang bermaksud untuk memecahkan serta menganalisis  suatu  masalah  berdasarkan  fakta-fakta  yang  terkumpul dan tampak pada saat penelitian dilaksanakan, sedangkan untuk mendapatkan data dan informasi digunakan teknik komunikasi langsung melalui wawancara Kapolsek Sajingan, Petugas Balai Karantina  Aruk -Sajingan, Kepala Pos Pemeriksaan Lintas Batas Aruk, dan petugas Bea dan Cukai sedangkan teknik komunikasi tidak langsung melalui penyebaran angket kepada 10 (sepuluh) pedagang yang memperoleh  ayam potong dari asal Serawak Malaysia Timur.  Dari hasil penelitian diperoleh fakta-fakta  bahwa perdagangan hewan dan tumbuhan dari  Serawak-Malaysia ke Indonesia melalui PPLB Aruk  tahun 2012 terdiri dari ayam potong sebanyak 1.600 ekor dan daging ayam potong yang sebagian dikemas dalam bentuk kotak dan fiber glass sebanyak 1.417 kg, telur ayam sebanyak 122.445 box, daging sapi sebanyak  500 kg, daging babi sebanyak 117 kg. Kemudian pada tahun 2013 ayam potong sebanyak 2.112 ekor dan daging ayam potong yang  sebagian  dikemas  dalam  bentuk  kotak dan fiber glass sebanyak 715 kg, telur ayam sebanyak 143.014 box, daging sapi sebanyak 515 kg, daging babi sebanyak 211 kg.  Sedangkan perdagangan hewan dari Indonesia ke Serawak Malaysia yang diperiksa melalui PPLB Aruk pada tahun 2012, terdiri dari ikan laut sebanyak 14 ton terdiri dari berbagai jenis ikan. Untuk ikan air tawar sebanyak 4 ton. Kemudian pada tahun 2013 (Oktober), ikan laut yang masuk ke wilayah Malaysia  melalui PPLB Aruk sebanyak 23 ton dan ikan air tawar sebanyak 2 ton.   Bahwa faktor-faktor penyebab belum diterapkannya sanksi pidana terhadap pelaku perdagangan hewan pada Pos Pemeriksaan Lintas Batas Aruk Kecamatan Sajingan Kabupaten Sambas dikarenakan petugas, sarana dan prasarana Balai Karantina, sebagai penentu layak tidaknya hewan diperdagangkan dan kualifikasi tindak pidana berdasarkan kejadian masih sangat terbatas. Hal ini terbukti dari belum adanya Instalasi Karantina Hewan (IKH) adalah tempat untuk melakukan tindakan karantina terhadap hewan atau produk hewan sebelum dinyatakan dapat dibebaskan atau ditolak untuk dimasukkan dan diedarkan. Di samping itu juga kesadaran pedagang hewan masih rendah.   Bahwa upaya yang dilakukan Balai Karantina dalam menanggulangi tindakan karantina  terhadap perdagangan  hewan di wilayah perbatasan Indonesia – Malaysia masih belum optimal, dikarenakan petugas, sarana dan prasarana kelengkapan karantina masih pada tahap pengusulan kepada Pemerintah Pusat melalui Pemerintah Kabupaten Sambas. Kawasan perbatasan antar negara memiliki potensi strategis bagi berkembangnya kegiatan perdagangan internasional yang saling menguntungkan. Kawasan ini juga berpotensi besar menjadi pusat pertumbuhan wilayah, terutama dalam hal pengembangan industri, perdagangan dan pariwisata.  Di Indonesia terdapat empat provinsi yang wilayah daratnya berbatasan langsung dengan negara lain, yaitu Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur,  Papua,  dan  Nusa Tenggara Timur.  Dari  keempat daerah tersebut hanya Provinsi Kalimantan Barat yang berbatasan dengan Sarawak (Malaysia) yang telah menetapkan pos lintas batas resmi, yaitu Entikong – Tebedu (Kabupaten Sanggau)  kemudian disusul  Nanga Badau –Lubuk Antu (Kabupaten Kapuas Hulu) dan Aruk Kabupaten Sambas – Biawak Serawak Malaysia.  Kawasan perbatasan khususnya di Kabupaten Sambas yang terletak di sebelah utara Propinsi Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan Sarawak (Malaysia), sebagaimana kawasan perbatasan lainnya di Kalimantan memiliki potensi yang cukup besar dan belum dimanfaatkan secara optimal. Selain memang adanya keterbatasan baik fisik maupun sosial ekonomi di daerah ini, juga dikarenakan kurangnya perhatian dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Akibatnya antara lain adalah munculnya banyak permasalahan di kawasan ini, seperti kesenjangan ekonomi, ketertinggalan pembangunan, dan keterisolasian kawasan.  Selama ini yang menjadi penggerak ekonomi warga di perbatasan RI-Malaysia – Aruk Kabupaten Sambas adalah adanya pedagang tradisional yang memanfaatkan minimnya infrastruktur di perbatasan. Mereka berdagang dengan cara membelinya di wilayah Malaysia membawanya dengan cara memikulnya ke wilayah Indonesia. Belakangan ini juga diramaikan oleh alat angkut Ojek. Sehingga adalah sesuatu yang biasa bila melihat adanya Iring-iringan pengojek gula melewati jalan berlubang dan belum beraspal dari Biawak, Serawak, Malaysia Timur.  Mereka tidak peduli barang yang mereka bawa itu legal atau tidak, selama ini  mereka mulus memasuki kawasan perbatasan Aruk Kabupaten Sambas Kalimantan Barat.  Kenyataan ini telah mendorong Pemerintah Kabupaten Sambas untuk memprioritaskan pengembangan kawasan perbatasan dan daerah tertinggal. Salah satunya adalah dengan pembangunan Pos Lintas Batas (PLB) Aruk-Biawak Kabupaten Sambas pada tanggal 18 Oktober 2009 diresmikan oleh Bapak Menteri Dalam Negeri. Mengingat arus lalu lintas orang maupun perdagangan mengalami perkembangan yang cukup pesat, maka pada tanggal 1 Januari 2011, PLB Aruk-Biawak statusnya ditingkatkan menjadi Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB).  Dengan  peningkatan status border ini, maka aktivitas perdagangan internasional diharapkan akan tumbuh pesat di daerah ini.  Dengan diresmikannya Pos Lintas Batas (PLB) CIQS (Custom-Immigration-Quarantine-Security) Aruk-Biawak, maka masyarakat harus melintas menggunakan paspor. Dengan beroperasinya border tersebut diharapkan dapat meningkatkan kegiatan perdagangan internasional atau ekspor impor skala besar di masa yang akan datang.  Karena wilayah perbatasan merupakan beranda terdepan negara. Pembangunannya menggunakan konsep pendekatan kesejahteraan yang diimbangi konsep pendekatan keamanan. Kabupaten Sambas secara historis memiliki interaksi yang tinggi dengan negara Malaysia, dalam bidang perdagangan, tenaga kerja, hubungan sosial maupun kekerabatan. Sebagaimana diketahui  bahwa Kabupaten Sambas khususnya di Desa Aruk Kecamatan  Sajingan memiliki sumberdaya alam hayati berupa aneka ragam jenis hewan, ikan, dan tumbuhan merupakan modal dasar pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka peningkatan taraf hidup, kemakmuran serta kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, perlu dijaga dan dilindungi kelestariaannya.  Salah satu ancaman yang dapat merusak kelestariaan sumberdaya alam hayati tersebut adalah serangan hama dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan, serta organisme pengganggu tumbuhan. Kerusakan tersebut dapat merugikan bangsa dan negara karena akan menurunkan hasil produksi budidaya hewan, ikan dan tumbuhan, baik kuantitas maupun kualitas atau dapat mengakibatkan musnahnya jenis-jenis hewan, ikan atau tumbuhan tertentu yang bernilai ekonomis dan ilmiah tinggi. Bahkan beberapa penyakit hewan dan ikan tertentu dapat menimbulkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat. Berkaitan dengan masalah di atas,  maka Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Entikong Wilayah  Kerja Aruk sebagai institusi strategis pertahanan Negara dari ancaman Penyakit Hewan dan Tumbuhan dan berada di garda terdepan melindungi sumberdaya hayati dan petani di wilayah perbatasan Indonesia (Aruk) – Malaysia (Biawak), yang sudah aktif sejak diresmikannya Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Aruk, selalu memberikan pengarahan kepada pelintas PPLB Aruk dan masyarakat sekitar tentang fungsi dan arti penting karantina pertanian itu sendiri yang memang merupakan hal baru bagi para pelintas di PPLB Aruk. Keyword: PENERAPAN  SANKSI  PIDANA
PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN BAGI PRAJURIT DAN PEGAWAI NEGERI SIPIL TENTARA NASIONAL INDONESIA ANGKATAN DARAT BESERTA KELUARGANYA PADA RUMAH SAKIT KARTIKA HUSADA PONTIANAK BERDASARKAN PERATURAN KEPALA STAF ANGKATAN DARAT NOMOR PERKASAD/ 16/III/20 - A11109124, AGUS HARTONO
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 1, No 2 (2013): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Skripsi ini berjudul: Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Bagi Prajurit Dan Pegawai Negeri Sipil Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat Beserta Keluarganya Pada Rumah Sakit Kartika Husada Pontianak Berdasarkan Peraturan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor Perkasad/16/III/2008 Tentang Organisasi Dan Tugas Detasement Kesehatan Wilayah, masalah yang diteliti adalah mengapa Pelayanan Kesehatan Bagi Prajurit dan Pegawai Negeri Sipil Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat Beserta Keluarganya pada Rumah Sakit Kartika Husada Pontianak belum sepenuhnya sesuai dengan Peraturan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor Perkasad/16/III/2008 Tentang Organisasi Dan Tugas Detasement Kesehatan Wilayah. Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis, yaitu meneliti dan menganalisis dengan menggambarkan keadaan atau fakta-fakta yang didapat secara nyata saat penelitian dilakukan. Dalam menjalankan tugas pokoknya terutama dalam memberikan pelayan kesehatan, Rumah Sakit Kartika Husada Pontianak memiliki berbagai keterbatasan, sehingga berbagai ketentuan dalam Peraturan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor Perkasad/16/III/2008 tidak terpenuhi. Berbagai permasalahan dalam pemberian pelayan kesehatan terhadap prajurit/PNS TNI-AD beserta keluarganya di Rumah Sakit Kartika Husada Pontianak, antara lain: Kurangnya sumber daya manusia baik secara kuantitas maupun kualitas, Pelayanan kesehatan di luar Instalasi Kesad dan Pengelolaan Restitusi yang kurang optimal, dan keterbatasan dokter spesialis serta sarana yang belum memadai di Rumah Sakit Kartika Husada Pontianak. Faktor-faktor yang menyebabkan pemberian Pelayanan Kesehatan Bagi Prajurit dan Pegawai Negeri Sipil Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat Beserta Keluarganya pada Rumah Sakit Kartika Husada Pontianak belum sepenuhnya sesuai dengan Peraturan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor Perkasad/16/III/2008 Tentang Organisasi Dan Tugas Detasement Kesehatan Wilayah antara lain karena kurangnya sumber daya manusia baik secara kuantitas maupun kualitas, minimnya sarana dan prasarana, serta pelayanan kesehatan di luar Instalasi Kesad dan Pengelolaan Restitusi yang kurang optimal. Upaya yang dilakukan dalam meningkatkan Pelayanan Kesehatan Bagi Prajurit dan Pegawai Negeri Sipil Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat Beserta Keluarganya pada Rumah Sakit Kartika Husada Pontianak sesuai dengan Peraturan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor Perkasad/16/III/2008 Tentang Organisasi Dan Tugas Detasement Kesehatan Wilayah antara lain mengusulkan penambahan sumber daya manusia seperti dokter (terutama dokter spesialis), mendatangkan dokter tamu, meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana (fasilitas) untuk pelayanan kesehatan, dan memberikan rujukan kepada pasien untuk berobat di rumah sakit lain yang telah ditentukan. Rekomendasi yang dapat diberikan adalah bahwa Rumkit Kartika Husada Pontianak harus menekankan/mengingatkan kepada seluruh jajarannya/personil rumah sakit untuk selalu meningkatkan pelayanan kesehatan terutama pemenuhan terhadap hak-hak pasien sebagaimana diamanatkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Pejabat yang berwenang harus meningkatkan jumlah dokter (terutama dokter spesialis), tenaga medis, serta sarana dan prasarana dalam pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Kartika Husada, dan Pihak Rumah Sakit Kartika Husada khususnya pihak yang mengelola restitusi harus memenuhi hak-hak pasien atau Prajurit dan Pegawai Negeri Sipil Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat Beserta Keluarganya yang berobat di luar Rumah Sakit Kartika Husada sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Keyword : Tugas Detasemen Kesehatan
TANGGUNG JAWAB PENGUSAHA PT. WAWASAN KEBUN NUSANTARA PADA PEKERJA YANG MENGALAMI KECELAKAAN KERJA DI KECAMATAN SELUAS KABUPATEN BENGKAYANG - A01111057, KUSUWA
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 5, No 1 (2016): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tenaga  kerja  dan  perusahaan  merupakan  dua  faktor  yang  tidak  dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Dengan terjadinya sinergi kedua faktor itu baru perusahaan akan berjalan dengan baik. Untuk memberikan perlidungan bagi tenaga kerja di dalam melakukan hubungan kerja pemerintah mengeluarkan undang-undang republik  Indonesia  Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Jaminan Sosial tenaga kerja adalah suatu bentuk perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil bersalin, hari tua dan meninggal dunia Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah pengusaha PT. Wawasan Kebun Nusantara bertanggung jawab pada pekerja yang mengalami kecelakaan kerja Di Kecematan Seluas Kabupaten Bengkayang. Pengumpulan data menggunakan data primer diperoleh informasi  yang penulis melalui  wawancara  dengan  pihak  yang  berwenang,  dalam  hal ini karyawan dan PT. Wawasan Kebun Nusantara. Sampel dalam penelitian ini adalah karyawan PT. Wawasan Kebun Nusantara. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian hukum secara sosiologis atau empiris. Hasil penelitian ini adalah bahwa pada hakikatnya secara sosiologis atau empiris setiap pekerja/buruh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan berhak untuk mendapat perlindungan hukum yakni Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Bagi pengusaha yang tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan pemberian jaminan kecelakaan kerja bagi pekerja/buruh dikenakan sanksi baik pidana dan sanksi administrative. Sanksi pidana dapat berupa pidana penjara dan denda. Sedangkan sanksi administrative dapat berupa Pencabutan izin usaha, Pengenaan Denda Administratif dan Pengenaan uang paksa. Konsep Dasar Pemberian Jaminan Sosial terhadap tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja yakni memberikan suatu perlindungan bagi tenaga kerja yang memiliki kaitan erat dengan Negara kesejahteraan yang Negara atau pemerintah tidak semata-mata sebagai penjaga keamanan atau ketertiban masyarakat, tetapi mempunyai tanggung jawab mewujudkan keadilan sosial, kesejahteraan umum dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Jaminan sosial merupakan pelaksanaan dari tujuan dan amanat dari Undang-Undang Dasar 1945.   Kata Kunci : Kecelakaan Kerja dan Tanggung Jawab Pengusaha
FAKTOR-FAKTOR TERDAKWA YANG DIPUTUS BEBAS TIDAK MEENGAJUKAN GANTI KERUGIAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI PONTIANAK - A01106138, AL AMINUDDIN
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 2, No 4 (2014): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perlindungan hak asasi manusia terhadap tersangka/terdakwa adalah hal yang penting yang terdapat dalam KUHAP, karena pemberian hak-hak tersebut kepada tersangka/terdakwa sebagai pelanggar hukum, tetapi sebagai manusia yang mempunyai hak dan kewajiban. Manusia sebagai obyek dan subyek anggota masyarakat. Jika tersangka/terdakwa yang diperiksa karena kebenaran materiil adalah pelaku suatu kejahatan, maka itu merupakan resiko perbuatannya sendiri yang melanggar  hukum itu. Tapi sebaliknya, jika seorang tersangka/terdakwa yang telah menjalani proses hukum dari mulai sejak penyidikan sampai penuntutan dipengadilan tapi tidak terbukti bersalah dan dibebaskan oleh hakim, maka negara telah menjamin haknya untuk menuntut ganti kerugian. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 95 KUHAP. Ini artinya negara telah melindungi hak-hak warganya dalam hukum. Namun ternyata masih banyak warga negara khususnya para mantan terdakwa diwilayah hukum Pengadilan Negeri Pontianak tidak menggunakan haknya untuk menuntut ganti kerugian, padahal  mereka adalah pihak yang dirugikan karena selama menjalani proses hukum tersebut, mereka telah banyak mengorbankan waktu, tenaga dan fikiran bahkan uang, serta kebebasan mereka harus dibatasi ketika menjalani penahanan dan bahkan nama mereka sudah tercoreng dihadapan masyarakat. Ini artinya, ada faktor penyebab, mengapa para mantan terdakwa tersebut tidak menggunakan haknya yang telah dijamin oleh negara. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian tentang hal tersebut yang dituangkan dalam skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor Terdakwa yang Diputus Bebas Tidak Mengajukan Ganti Kerugian Diwilayah Hukum Pengadilan Negeri Pontianak”. Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan deskriptif empiris, selanjutnya dari hasil penelitian ini dianalisis dengan mempergunakan cara analisis kuantitatif, sehingga diharapkan akan memperoleh gambaran yang menyeluruh tentang faktor-faktor terdakwa yang diputus bebas tidak mengajukan ganti kerugian diwilayah hukum Pengadilan Negeri Pontianak. Titik berat penelitian adalah studi lapangan, sehingga data primer atau data yang bersumber dari penelitian lapangan lebih diutamakan dari pada data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para terdakwa yang diputus bebas tersebut tidak mengajukan tuntutan ganti kerugian dikarenakan masih rendahnya kesadaran hukum terdakwa. Rendahnya kesadaran hukum tersebut disebabkan oleh  rendahnya pendidikan terdakwa sehingga berpengaruh terhadap pengetahuan terdakwa mengenai hukum. Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah kurangnya peran penegak hukum dalam hal ini hakim dan pengacara terdakwa dalam memberitahukan hak terdakwa, serta belum pernah diadakannya penyuluhan hukum mengenai adanya hak untuk menuntut ganti kerugian bagi terdakwa yang diputus bebas tersebut. Keywords : Faktor-faktor terdakwa, putus bebas, ganti kerugian
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP UPAH PEKERJA SUPERMARKET GARUDA MITRA PONTIANAK - A11109043, EKA SETIAWATI
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 1, No 2 (2013): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pihak pengusaha tidak melaksanakan kewajiban dalam pembayaran upah yang layak sesuai UMK dikarenakan pihak pengusaha beralasan pada nilai keuntungan supermarket atau alasan pihak pekerja baru bekerja selama 5 bulan, artinya masih dalam tahap penyesuaian upah dan penilaian kerja yang kemudian bisa dikemondasikan mendapat kenaikan upah jika dimungkinkan. Alasan keuntungan usaha yang tidak memenuhi target tersebut juga tidak dibuktikan secara rinci oleh pihak pengusaha kepada para pekerja, hal ini merupakan hak pengusaha itu sendiri. Akan tetapi kewajiban membayar upah yang tidak sesuai dengan hasil kesepakatan dapat berakibat hukum. Pihak pekerja tidak ada kemampuan untuk menyelesaikan perselisihan tuntutan pembayaran upah yang layakdengan alas an yang beragam sperti takut dipecat, tidak tahu caranya dan lain-lain sebagainya. Untuk itu, sesuai dengan upaya penyelesaian secara kekeluargaan, masalah upah dapat diselesaikan sesuai itikad baik. Keywords:PerlindunganUpahPekerja Supermarket
IMPLEMENTASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PEDESAAN BERDASARKAN PERPRES NO. 13 TAHUN 2009 TENTANG KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN STUDI PADA KEGIATAN SIMPAN PINJAM UNTUK KELOMPOK PEREMPUAN DI DESA HARAPAN DAN DESA PENJ - A01111041, AWANG AL RIZKY
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 3, No 3 (2015): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Program  Nasional  Pemberdayaan  Masyarakat Mandiri Pedesaan  adalah  program  yang  dibuat  oleh pemerintah untuk  mengatasi  kemiskinan  melalui pemberdayaan masyarakat  baik  melalui  penguatan  modal maupun kelembagaan dengan melibatkan unsur masyarakat mulai  dari tahap  perencanaan,  pelaksanaan,  hingga pemantauan dan evaluasi. Dengan sasaran utamanya adalah rumah  tangga  miskin  (RTM)  untuk  diberikan  pemodalan didalam membuka usaha skala mikro. Dalam penelitian ini membahas  tentang  bagaimana  implementasi  Program Nasional  Pemberdayaan  Masyarakat  Mandiri  Perdesaan (PNPM Mandiri), khususnya pada Kegiatan Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode  empiris  dan  pendekantan  deskriptif  analisis, deskriptif analisis adalah suatu metode pemecahan masalah yang  pengungkapanya  di  dasarkan  pada  fakta-fakta  yang terkumpul  dan  tampak  sebagaimana  adanya  pada  saat penelitian ini di lakukan Hasil  penelitian  ini  menunjukkan  Kegiatan  Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP) di Desa Harapan dan  Desa  Penjajab  Kecamatan  Pemangkat    Kabupaten Sambas  belum  memiliki  struktur  organisasi  yang  jelas. Sebagian besar kelompok SPP ini belum memiliki AD/ART atau  Standar  Operasional  Pelaksanaan  yang  jelas  dan terarah.  Sumber  daya  manusia  perlu  ditingkatkan.  Terkait dengan  dana  pinjaman  juga  perlu  dimanfaatkan  dengan baik.  Implementasi  Program  Nasional  Pemberdayaan Masyarakat    Mandiri  Pedesaan  khususnya  pada  Kegiatan Simpan  Pinjam  untuk  Kelompok  Perempuan  di  Desa Harapan  dan  Desa  Penjajab  Kecamatan  Pemangkat Kabupaten  Sambas  berjalan  kurang  tepat  dan  perlunya sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan kegiatan ini.  Dalam  penelitian  ini  juga  terdapat  hambatan-hambatan  dan  upaya-upaya  yang  dilakukan  oleh  pelaku-pelaku PNPM Mandiri Kecamatan Pemangkat dalam rangka meningkatkan  kegiatan  yang  ada  pada  Program  Nasional Pemberdayaan  Masyarakat  Mandiri  Pedesaan  (PNPM Mandiri).Keyword : Implementasi PNPM Mandiri Pedesaan
IMPLEMENTASI PASAL 2A PP NOMOR 58 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN PP NOMOR 27 TAHUN 1983 TENTANG PELAKSANAAN KUHAP DI SATRESKRIM POLRESTA - A11109102, ANDY RUSWANDI
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 1, No 2 (2013): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Seluruh komponen sistem peradilan pidana, termasuk pengadilan dan lembaga pemasyarakatan, ikut bertanggung jawab untuk melaksanakan tugas menanggulangi kejahatan atau mengendalikan terjadinya kejahatan. Meski demikian, menilik tugas dan wewenangnya masing-masing, tugas pencegahan kejahatan secara spesifik lebih terkait dengan subsistem Kepolisian. Adapun tugas menyelesaikan kejahatan yang terjadi sangat terkait dengan tugas dua komponen sistem, yaitu Polisi dan Jaksa (pada tahap prajudisial) dan Pengadilan (pada tahap judisial). Hubungan Polisi dan Jaksa sendiri terutama berkaitan dengan tugas penyidikan suatu tindak pidana. Dalam KUHAP telah diatur secara tegas, tugas dan wewenang Kepolisian selaku Penyelidik dan Penyidik serta Jaksa selaku Penuntut Umum. Mengenai tugas dan wewenang Kepolisian selaku penyelidik dan penyidik diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 12 KUHAP. Sedangkan tugas dan kewenangan Jaksa selaku Penuntut Umum diatur dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 15 KUHAP. Untuk memfasilitasi Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana maka pemerintah membentuk Peraturan pemerintah Nomor 27 tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP untuk mempermudah kinerja para aparat penegak hokum, namun seiring terjadinya beberapa perubahan diantaranya berpisahnya Polriu dari ABRI dengan disahkannya UU RI No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian republic Indonesia maka dari itu dibuatlah beberapa perubahan dengan dibentukna Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2010 tentang perubahan Peraturan pemerintah Nomor 27 tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP demi menyesuaikan bebrapa hal dalam tubuh Polri.yang menjadi problema Apakah pelaksanaan Pasal 2A PP Nomor 58 Tahun 2010 Tentang Perubahan PP Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan KUHAP Di Satreskrim Polresta Pontianak Kota Sudah Maksimal Dilaksanakan?Hal inilah yang terjadi di Polresta Pontianak Kota dimana anggota Reskrim Polresta Pontianak yang ditunjuk sebagai penyidik ataupun penyidik pembantu tidak sesuai dengan yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 Tentang Perubahan PP Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan KUHAP. Diketahui dari 90 orang Penyidik/Penyidik Pembantu Di Sat Reskrim Polresta Pontianak Kota, hanya 25 orang yang berlatar belakang pendidikan Strata 1. Bahwa pelaksanaan Pasal 2A Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 Tentang Perubahan PP Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan KUHAP Di Satreskrim Polresta Pontianak Kota Belum Maksimal Dilaksanakan karena faktor Sumber daya Manusia Penegak Hukum yang masih kurang. Keyword : Peraturan Pemerintah, Penyidik, Polri
PERJANJIAN PINJAM-MEMINJAM UANG ANTARA PETANI JERUK TERHADAP PENGUMPUL DENGAN JAMINAN HASIL PANEN JERUK DI KECAMATAN JAWAI KABUPATEN SAMBAS - A01108022, ASMUJI
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 2, No 1 (2013): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perjanjian pinjam meminjam merupakan salah satuperjanjian yang di atur dalam Kitab Undang-UndangHukum Perdata sebagaimana yang di atur dalam pasal 1754yaitu: Pinjam-meminjam ialah perjanjian dengan manapihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatujumlah tertentu barang-barang yang menghabis karenapemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan iniakan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dankeadaan yang sama pula. Perjanjian pinjam meminjam uang antara petanijeruk (peminjam) dengan pengumpul (pemberi pinjaman) diKecamatan Jawai dilakukan secara lisan dengan jaminanhasil panen jeruk dan masing-masing memperoleh hak dankewajiban secara timbal balik. Suatu perjanjian dianggapsah apabila telah memenuhi syarat-syarat sebagimana diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata, yaitu: sepakat merekayang mengikatkan diri, kecakapan untuk membuat suatuperikatan, suatu hal tertentu, suatu sebab yang halal.Kegiatan seperti ini telah sering kita jumpai di manapetani menjual hasil panennya kepada pengumpul, adanyakegiatan seperti yang dilakukan antara petani denganpengumpul, maka terjadilah suatu perjanjian pinjammeminjam uang dengan jaminan hasil panen jeruk antarapetani jeruk dengan pengumpul.Pada dasarnya undang-undang memberi kebebasankepada para pihak untuk membuat perjanjian sebagaimanayang tercantum dalam Kitab Undang-Undang HukumPerdata atau yang lebih dikenal dengan asas kebebasanberkontrak. Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdatadalam pasal 1338, yaitu: semua perjanjian yang di buatsecara sah berlaku sebagai undang-undang bagi merekayang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarikkembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, ataukarena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakancukup untuk itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakandengan itikad baik. Dalam penelitian ini metode yang di gunakan adalahmetode empiris dengan pendekatan deskriptif analisis.Dalam pelaksanaan perjanjian, petani jeruk telahmelaksanakan kewajiban sebagaimana yang disepakatisebelumnya.Sehubungan dengan perjanjian pinjam-meminjamuang dengan jaminan hasil panen jeruk di Kecamatan Jawai,dalam pelaksanaannya terjadi wanprestasi yang dilakukanoleh peminjam (petani jeruk) terhadap pemberi pinjaman(pengumpul) karena hasil panen jeruk yang menurun sertahasil panen jeruk yang dibelikan ke pupuk. Akibat hukum yang di ambil oleh pengumpul jerukkepada petani jeruk yang wanprestasi adalah memberikanteguran dan melakukan penagihan, akibatnya petani jeruktidak dapat melakukan pinjaman berikutnya. Dalam hal terjadinya perselisihan atau masalah yangtimbul dalam pelaksanaan perjanjian di selesaikan dengancara musyawarah dan kekeluargaan demi menjagahubungan baik yang telah terjadi selama ini.Kata Kunci: Wanprestasi Perjanjian Pinjam MeminjamUang Dengan Jaminan Jeruk