cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
E-Jurnal Gloria Yuris Prodi Ilmu Hukum (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Berisi Jurnal-Jurnal Mahasiswa S1 Prodi Ilmu Hukum UNTAN (Bagian Hukum Keperdataan, Bagian Hukum Pidana, Bagian Hukum Tata Negara, Bagian Hukum Ekonomi, dan Bagian Hukum Internasional)
Arjuna Subject : -
Articles 1,226 Documents
WANPRESTASI DEBITUR DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN PEMBELIAN MOBIL PADA PT. BCA FINANCE DI KOTA PONTIANAK - A11111163, DINI NOVITA SARI
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 4, No 2 (2016): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Adapun skripsi ini berjudul : “Wanprestasi Debitur Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Pembelian Mobil Pada PT. BCA Finance Di Kota Pontianak“. Dengan rumusan masalah sebagai berikut : “Faktor Apa Yang Menyebabkan Debitur Wanprestasi Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Atas Pembelian Mobil Pada PT. BCA Finance Di Kota Pontianak ?”. Skripsi ini menggunakan metode penelitian empiris dengan pendekatan deskriptif analisis dan teknik analisis data yakni dengan teknik analisis kualitatif. PT. BCA Finance Kota Pontianak sebagai lembaga yang membiayai konsumen untuk mempermudah memiliki mobil tersebut, yang merupakan perjanjian pembiayaan konsumen. Dalam melakukan pembayaran dapat diangsur sesuai perjanjian, mulai dari 12x angsuran hingga 48x angsuran. ada yang menggunakan uang muka. Bagi pembelian mobil menggunakan uang muka dengan harga paling rendah Rp. 20.000.000,- , maka uang muka yang harus dibayar 10% dengan jumlah angsuran tertentu, misalnya pengambilan jenis mobil Daihatsu Xenia, Toyota Agya, dll.  Apabila debitur telat membayar angsuran, PT. BCA Finance Kota Pontianak menggunakan aturan Perjanjian Pembayaran Angsuran (PPA) di mana adapun denda dalam setiap tunggakan pembayaran sebesar 4% perhari dikalikan sebesar jumlah angsuran perbulan. Dari hasil pengamatan penulis di lapangan, penulis menemukan masalah terhadap para debitur PT. BCA Finance Kota Pontianak yang melakukan wanprestasi dalam perjanjian pembiayaan konsumen pembelian mobil yang telah disepakati, baik dalam keterlambatan dan melunasinya. Namun dalam kenyataannya, masih ada debitur yang menunda pembayaran angsuran perbulannya dengan alasan banyaknya keperluan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mengenai faktor penyebab adanya debitur yang wanprestasi dalam perjanjian pembiayaan konsumen pembelian mobil yakni meningkatnya kebutuhan hidup dan uang digunakan untuk membayar hutang pada pihak lain. Mengenai akibat hukum yang ditimbulkan kepada debitur yang wanprestasi adalah diberi peringatan dengan pemberian Surat Peringatan berturut-turut sebanyak 2 kali serta dikenakan eksekusi Jaminan Fidusia berupa BPKB Kendaraan. Mengenai akibat hukum bagi debitur yang melakukan wanprestasi tertera dalam Pasal 10 ayat 1 point b surat pembiayaan konsumen yakni “debitur lalai melaksanakan kewajiban pembayaran utang baik pokok, bunga serta biaya-biaya yang timbul dari perjanjian ini atau perjanjian lain yang dibuat dan ditandatangani antara kreditur dan debitur”. Upaya yang dilakukan oleh PT. BCA Finance Kota Pontianak terhadap debitur wanprestasi dalam perjanjian pembiayaan konsumen pembelian mobil dengan jaminan fidusia adalah diberikan surat peringatan pertama, kedua dan ketiga serta tahap akhir dilakukannya penarikan mobil.   Key word : Perjanjian Pembiayaan Konsumen, Wanprestasi
PROSTITUSI SEBAGAI KEJAHATAN TERORGANISIR (ORGANIZED CRIME) DI PONTIANAK DI TINJAU DARI SUDUT KRIMINOLOGI - A01110020, SUZY ZAYA KUSUMA
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 3, No 2 (2015): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pekerjaan menjadi wanita seks komersial adalah penyimpangan asusila dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Jika pekerjaan menjadi pekerja seks komersial semakin berkembang maka bangsa ini akan rusak dengan penerus bangsa yang memiliki moral rendah. Selain itu bekerja sebagai pekerja seks komersial rentan terjangkit penyakit HIV/AIDS karena melakukan seks bebas atau gonta-ganti pasangan saat melakukan hubungan intim. Tidak adanya peraturan khusus yang mengatur para pelacur atau pekerja seks komersial ini menyebabkan prostitusi terus ada, hal ini terbukti dengan adanya prostitusi yang terorganisasi. Faktor penyebab munculnya prostitusi adalah faktor ekonomi. Tidak meratanya kesempatan kerja bagi wanita, menyebabkan wanita melakukan pekerjaan menjadi pekerja seks komersial. Hal tersebut dapat dilihat kurangnya pendidikan yang di dapat. Dari kondisi lingkungan juga dapat membawa wanita menjadi pekerja seks komersial. Upaya penaggulangan yang dilakukan oleh Penyidik Polresta Pontianak Kota adalah melakukan sosialisasi tentang moral dan bahayanya melakukan seks bebas serta penertiban para pekerja seks komersial melalui razia yang dilakukan oleh Penyidik Polresta Pontianak Kota adalah melakukan sosialisasi tentang moral dan bahayanya melakukan seks bebas serta penertiban para pekerja seks komersial melalui razia yang dilakukan oleh Poleresta Pontianak Kota. Upaya lainnya yang harus dilakukan adalah pemerataan lapangan pekerjaan bagi wanita sehingga dapat menjalani hidup yang layak tanpa adanya pelanggaran asusila.  Keyword :Tindakan Asusila, Prostitusi, Kriminologi
TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN PT. SRIWIJAYA AIR TERHADAP KERUSAKAN BARANG MILIK PENUMPANG DALAM PERJANJIAN PENGANGKUTAN UDARA RUTE JAKARTA-PONTIANAK - A01110100, MEIGY CHRISANTY TAMBUNAN
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 2, No 3 (2014): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitan yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab perusahaan penerbangan terhadap kerusakan barang bawaan milik penumpang dan upaya hukum apakah yang dapat dilakukan oleh penumpang terhadap kerusakan barang bawaan. Hal ini dilatar belakangi oleh berkembang pesatnya industri penerbangan di Indonesia, namun tidak disertai dengan adanya hak-hak dari penumpang. Objek dari penelitian ini adalah tanggung jawab untuk memberikan ganti rugi terhadap penumpang atas kerusakan barang bawaan miliknya. Sedangkan subjek dari penelitian ini adalah Sriwijaya Air sebagai perusahaan penerbangan. Penelitian ini menggunakan metode Empiris dengan pendekatan Deskritif Analisis, yakni meneliti dan menganalisis data berdasarkan keadaan dan fakta yang sebenarnya pada saat penelitian dilakukan. Bahwa dasar dari suatu pengangkutan adalah adanya suatu perjanjian, dengan kata lain jika tidak ada perjanjian pengangkutan, maka tidak akan terjadi suatu pengangkutan. Oleh karena itu, sebagai salah satu bentuk perjanjian maka perjanjian pengangkutan juga harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata. Dalam perjanjian pengangkutan antara perusahaan penerbangan dengan penumpang berlandaskan pada hukum perjanjian dan hukum pengangkutan. Syarat-syarat perjanjian pengangkutan tertulis di dalam tiket penumpang yang disebut perjanjian baku. Dengan demikian jelas bahwa perjanjian pengangkutan dapat dikatakan  sebagai perjanjian sepihak artinya perjanjian menganut asas baku. Berdasarkan hasil penelitian, kenyataannya diperoleh kesimpulan bahwa Sriwijaya Air menggunakan hukum kebiasaan pertanggung jawaban yang dapat diberikan oleh Sriwijaya adalah mengganti sebagian dari kerusakan barang bawaan milim penumpang dengan cara musyawarah. Faktor penyebabnya adalah karena faktor kurang kehati-hatian petugas maskapai dan adanya faktor ketidaktahuan penumpang tentang syarat dan ketentuan pemyimpanan barang. Adapun upaya hukum yang dapat dilakukan oleh penumpang atas kerusakan barang bawaan yang disimpan di dalam bagasi pesawat yaitu meminta ganti rugi yang diderita oleh penumpang. Namun dalam prakteknya pertanggung jawaban tersebut belum sepenuhnya dilaksanakan dengan benar, sehingga hak dari penumpang tidak dapat dipenuhi sebagaimana mestinya. Sedangkan upaya hukum penyelesaian yang biasa ditempuh adalah dengan musyawarah langsung secara kekeluargaan, dan penumpang menerima segala tindakan yang diberikan ileh pihak perusahaan penerbangan. Keyword : Wanprestasi, Hukum Perjanjian Pengangkutan
ANALISIS YURIDIS TERHADAP PASAL 25 TENTANG ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAHTANGGA JO. PASAL 32 UNDANG – UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2011TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG- UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIKSTUDI KASUS PARTAIGOLONGAN KARYA (GOLKAR) - A01112148, KURNIATI
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 4, No 3 (2016): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Partai Golongan Karya adalah Partai yang terbuka atau inklusif bagi segenap golongan dan lapisan masyarakat tanpa membedakan latar belakang agama, suku, bahasa, dan status sosial ekonomi. Keterbukaan Golongan Karya di wujudkan secara sejati, baik dalam penerimaan anggota maupun dalam rekruitmen kader untuk kepengurusan dan penempatan posisi pilitik. Keterbukaan Golongan Karya merupakan manifestasi dari wawasan kebangsaan yang di junjungnya , yaitu suatu wawasan yang menolak segala bentuk primordialisme dan sektarianisme, baik yang nyata maupun terselubung. Seperti yang telah terjadi di Partai Golongan Karya yang terlibat dalam konflik tersebut di  tingkat nasional atau Dewan Pimpinan Pusat Golongan Karya.  Antara kubu Agung Laksono dan Kubu Abu Rizal Bakrie mempunyai argumen dan pemikiran yang berbeda-beda sehingga timbul pertarungan antara kelompok Agung Laksono dan Kelompok Abu Rizal Bakrie. Berdasarkan keputusan dari pengadilan, baik pengadilan Jakarta Barat maupun Jakarta Pusat serta Putusan  Mahkamah Partai serta pengadilan Pengadilan Tata Usaha Negara tidak memberikan keputusan di antara kedua Belah Kubu, yaitu kubu Abu Rizal Bakrie versi Musyawarah (MUNAS) Bali    (MUNAS) Ancol. Berdasarkan pasal 32 ayat 5 bahwa putusan Mahkamah Partai atau sebutan lain bersifat final dan mengikat secara internal dalam hal perselisihan dalam hal kepengurusan. Pasal  33 ayat 1  Undang-Undan  No. 2 tahun 2011 tentang perubahan Undang-Undang  No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik menyatakan; bahwa dalam hal perselisihan sebagaimana di maksud dalam pasal 32 tidak tercapai maka penyelasaian perselisihan  di maksud di lakukan melalui Pengadilan Negeri. Sedangkan untuk pasal 25 tentang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Musyawarah Nasional (MUNAS)  dalam mengambil keputusan harus berdasarkan Anggaran  Dasar dan Anggaran Rumah Tangga harus di hadiri oleh 18 oknum  yang tertera di AD ART Partai Golongan Karya di antaranya adalah : Peserta, Peninjau,, Undangan, Dewan Pimpinan Pusat, Unsur Dewan Pimpinan Daerah Provinsi, Unsur Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten atau Kota, Unsur Pimpinan Pusat yang didirikan dan juga peninjau yang terdiri dari Dewan Pimpinan Pusat dan unsur badan lembaga dan pokja dewan pimpinan pusat. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode Kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis yaitu suatu metode penelitian yang menggunakan pemecahan masalah dengan cara menguraikan objek penelitian berdasarkan fakta yang ada.     Kata Kunci : Konflik Internal, Golongan Karya
PENYELESAIAN SENGKETA BATAS TANAH MENURUT ADAT DAYAK LIMBAI DI DUSUN LENGKONG SANGSANG DESA SUNGAI SAMPUK KECAMATAN MENUKUNG KABUPATEN MELAWI - A01112056, ANDI PRAYOGA
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 4, No 3 (2016): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tanah merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat sedangkan persedian tanah relatif tetap dan terbatas keperluan akan tanah oleh masyarakat semakin hari semakin meningkat sehingga fungsi tanah menimbulkan permasalahan dalam masyarakat penyelesaian Sengketa Batas Tanah Di Dusun Lengkong Sangsang Desa Sungai Sampuk Kecamatan Menukung Kabupaten Melawi, diselesaikan dengan cara damai, musyawarah dan kekeluargaan yang didasarkan pada Hukum Adat Dayak Limbai yang telah berlaku dalam kehidupan sehari-hari masyarakat adat yang ada diwilayah Dusun Lengkong Sangsang Desa Sungai Sampuk Kecamatan Menukung Kabupaten Melawi. Penelitian ini mengunakan metode empiris dengan jenis pendekatan Deskriptif Analisis yaitu mengambarkan keadaan sebagaimana adanya pada waktu penelitian, dan kemudian menganalisisnya hingga menarik kesimpulan akhir. Teknik dan alat pengumpulan data mengunakan teknik komunikasi langsung dengan cara wawancara, dan komunikasi tidak langsung dilakukankan dengan angket. Bahwa Penyelesaian Sengketa Batas Tanah Pada Masyarakat Adat Dayak Limbai Di Dusun Lengkong Sangsang Desa Sungai Sampuk Kecamatan Menukung Kabupaten Melawi Di Lakukan Melalui kepala Adat Dayak Limbai Di Dusun Lengkong Sangsang Desa Sungai Sampuk Kematan Menukung Kabupaten Melawi. Faktor penyebab atau alasan menyelesaikan melalui lembaga Adat, kerena mematuhi peraturan dan mengembalikan pada pihak yang berhak bahwa akibat Hukum bagi salah satu pihak yang Bersengketa Batas Tanah Di Dusun Lengkong Sangsang Desa Sungai Sampuk Kecamatan Menukung Kabupaten Melawi. adalah menganti kerugian dengan membayar Denda Adat. Upaya yang dapat dilakukan Fungsionaris Adat Dayak Limbai Di Dusun Lengkong Sangsang Desa Sungai Sampuk Kecamatan Menukung Kabupaten Melawi, adalah dengan memberikan sanksi yang setimpal agar pelanggar merasa jera dan tidak mengulangi perbuatan yang sama. Keyword :-
TINJAUAN YURIDIS HAK WARIS PEMOHON EUTHANASIA BERDASARKAN HUKUM WARIS KITAB UNDANG - UNDANG HUKUM PERDATA - A01111027, OLIVIA PUTRI
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 3, No 3 (2015): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh praktek euthanasia yang menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat, di satu sisi mempersamakan euthanasia dengan pembunuhan, dan di sisi lain menganggap euthanasia merupakan alternatif terakhir untuk mengakhiri penderitaan seorang pasien. Dalam hal euthanasia yang umumnya dilakukan berdasarkan permohonan ahli waris, maka timbul suatu masalah, apakah ahli waris berhak mewarisi harta pewaris ataukah tidak. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti dan membahasnya dalam suatu karya ilmiah berbentuk skripsi yang berjudul “TINJAUAN YURIDIS HAK WARIS PEMOHON EUTHANASIA BERDASARKAN HUKUM WARIS KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA”. Rumusan masalah yang akan dibahas yaitu bagaimana hak waris pemohon euthanasia berdasarkan Hukum Waris Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Tujuan penulisan ini yang pertama adalah untuk mendapatkan data dan informasi mengenai gambaran kedudukan serta hak mewarisi bagi ahli waris yang memohon euthanasia terhadap pewaris berdasarkan Hukum Waris KUHPerdata. Kedua, untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum bagi hak waris pemohon euthanasia terhadap pewaris berdasarkan Hukum Waris KUHPerdata. Ketiga, untuk mengetahui dan menganalisis langkah yang dapat ditempuh oleh ahli waris apabila timbul sengketa atas hak waris pemohon euthanasia di kemudian hari. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif terhadap asas-asas hukum dan doktrin hukum, sedangkan pendekatan yang digunakan ialah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan analisis konsep hukum (analitical & conceptual approach). Hasil dari penelitian ini adalah : Pertama, ahli waris yang mengajukan permohonan euthanasia aktif dinyatakan onwaardig sehingga tidak berhak atas segala hak dan kewajiban yang timbul dari pewarisan itu. Sebaliknya, ahli waris yang mengajukan euthanasia pasif kedudukannya sama dengan ahli waris pada umumnya, kecuali jika ia melakukan perbuatan lain yang menyebabkan ahli waris dinyatakan onwaardig. Kedua, akibat hukum bagi hak waris pemohon euthanasia aktif ialah ia tidak dapat tampil sebagai ahli waris karena tidak patut, sehingga harus mengembalikan apa yang telah ia terima dari warisan beserta semua hasil dan pendapatan yang telah dinikmatinya semenjak warisan terbuka kepada ahli waris lain atau orang lain yang berhak. Sedangkan bagi ahli waris pemohon euthanasia pasif, akibat hukumnya ialah tetap dapat memperoleh segala hak dan kewajiban yang dialihkan oleh pewaris kepadanya selayaknya pewarisan pada umumnya. Dan terakhir, langkah yang dapat ditempuh oleh ahli waris apabila timbul sengketa atas hak waris pemohon euthanasia ialah dapat mengadakan musyawarah dan membuat kesepakatan dengan ahli waris lainnya yang menyetujui dilakukannya euthanasia aktif untuk melindungi hak warisnya. Keyword : Ahli Waris, Pemohon Euthanasia, Hukum Waris
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA SEBAGAI ALASAN PENGAJUAN GUGATAN CERAAI DI PENGADILAN NEGERI PONTIANAK - A11110116, JARMAWATI PUTRI PAMUNGKAS
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 2, No 4 (2014): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perceraian ada karena adanya perkawinan, tidak ada perkawinan tentu tidak ada perceraian. Perkawinan dapat putus dengan berbagai alasan sesuai dengan pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, salah satu dasar dalam mengajukan gugatan perceraian di Pengadilan Negeri adalah salah satu pihak (Suami/istri) melakukan kekejaman/ penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain, yang identik dengan Kekerasan dalam rumah tangga (Pasal 19d Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 dan Undang-undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga). Dalam konteks ini pihak suami lebih dominan menjadi pelaku kekerasan sedangkan istri menjadi sasaran bahkan tidak menutup kemungkinan anak-anak dan orang-orang yang tinggal didalam rumah tersebut menjadi korbannya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan Metode Empiris dengan pendekatan Deskriptif Analisis, karena bermaksud memecahkan masalah berdasarkan data dan fakta yang terkumpul sebagaimana adanya pada saat penelitian ini dilakukan. Data diperoleh dari penelitian lapangan dan kepustakaan. Sumber data langsung diperoleh dari wawancara dengan Hakim yang menangani kasus perceraian dengan alasan kekerasan dalam rumah tangga, sedangkan sumber data tidak langsung diperoleh dengan tehnik pembagian angket kepada pasangan suami istri yang melakukan perceraian dengan alasan kekerasan dalam rumah tangga di Pengadilan Negeri Pontianak. Adapun faktor yang menyebabkan suami melakukan tindakan kekerasan dalam rumah tangga karena faktor intern seperti : istri sering marah dan curiga Suami selingkuh dengan perempuan lain, Istri tidak pengertian dengan kekurangan Suami, Memikirkan biaya hidup sementara Istri selalu menuntut, dan faktor esktern seperti adanya gangguan/ godaan dari pihak ketiga (WIL). Walaupun sebagian besar pelaku telah mengetahui adanya undang-undang yang mengatur tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Undang-undang No. 23 Tahun 2004),namun tidak sertamerta membuat kekerasan dalam rumah tangga itu sirna, masih saja ada kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di dalam masyarakat kota Pontianak dan ada beberapa dari mereka bahkan mengajukan perceraian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di wilayah Hukum Pengadilan Negeri Pontianak masih ada gugatan cerai yang dilakukan istri terhadap suami karena adanya tindakan kekerasan dalam rumah tangga. Keyword : Kekerasan, Rumah tangga, Gugatan Cerai.
PELAKSANAAN PERJANJIAN PERALIHAN TANAH ADAT MENJADI HAK GUNA USAHA LAHAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT ANTARA PT. BUMI RAYA KHATULISTIWA DENGAN MASYARAKAT DESA SUNGAI ENAU KECAMATAN MANDOR B KABUPATEN KUBU RAYA - A11112147, ETINAWATI
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 4, No 3 (2016): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perikatan dapat lahir dari suatu undang-undang, dapat pula lahir dari suatu perjanjian. Perjanjian dapat dibuat dengan dua bentuk, yakni dapat dibuat secara tertulis dan tidak tertulis/lisan. Meskipun perjanjian dilakukan secara tidak tertulis, sebuah perjanjian tersebut tetap mengikat bagi para pihak yang membuatnya untuk melaksanakan prestasinya atas hak yang ada pada pihak lainnya. Salah satu perusahaan perkebunan yang ada di wilayah Kab. Kubu Raya adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Bumi Raya Khatulistiwa yang memiliki areal lahan HGU berada di Desa Sei Enau Kec. Kuala Mandor B, Kab. Kubu Raya. Salah satu syarat untuk memperoleh HGU yang diatas lahan tersebut dikuasai oleh masyarakat adat terlebih dahulu penguasaan hak tersebut harus dilepaskan dari pemilik asalnya dan dialihkan kepada pihak perusahaan untuk diproses oleh pemerintah atas HGU perkebunan tersebut. Atas dasar hal tersebut pihak perusahaan kemudian melakukan hubungan kerjasama dengan pihak masyarakat agar masyarakat mau melepaskan hak atas tanah yang dikuasainya, sehingga terbentuklah hubungan hukum keperdataan antara masyarakat dengan pihak perusahaan lewat sebuah perjanjian peralihan hak atas tanah adat menjadi HGU perkebunan kelapa sawit antara masyarakat Ds. Sei Enau, Kec. Kuala Mandor B, Kab. Kubu Raya dengan PT. Bumi Raya Khatulistiwa Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis dapat dijelaskan bahwa pelaksanaan perjanjian peralihan hak atas tanah adat menjadi HGU perkebunan kelapa sawit antra PT. Bumi Raya Khatulistiwa dan Masy. Ds. Sei Enau Kec. Kuala Mandor B dilakukan secara tertulis lewat Surat Pernyataan Pelepasan Hak, selain itu juga terdapat janji-janji yang dilakukan oleh perusahaan kepada masyarakat yang dibuat secara tidak tertulis dalam proses pelepasan hak tersebut. Perjanjian peralihan hak atas tanah adat menjadi HGU perkebunan kelapa sawit PT. Bumi Raya Khatulistiwa dengan masyarakat Ds. Sei Enau, Kec. Kuala Mandor B dilaksanakan dalam jangka waktu 30 tahun yang disesuaikan dengan masa HGU yang dimiliki oleh perusahaan Dalam pelaksanaan perjanjian peralihan hak  tanah adat menjadi HGU perkebunan kelapa sawit PT. BPK, pihak perusahaan tidak melaksanakan prestasinya berupa tidak membayar ganti rugi / kompensasi tali kasih pembebasan lahan sebagian masyarakat Ds. Sei Enau. Kec. Kuala Mandor B, Kab. Kubu Raya sebagaimana yang dijanjikan kepada masyarakat sehingga pihak perusahaan dapat dikatahan telah melakukan perbuatan wanprestasi, adapaun perbuatan wanprestasi yang dilakukan oleh pihak perusahaan adalah pihak perusahaan tidak melaksanakan prestasinya tepat pada waktu yang di janjikan kepada masyarakat. Akibat hukum yang timbul dari perbuatan wanprestasi perusahaan adalah pihak perusahaan di tuntut untuk tetap memenuhi prestasinya kepada masyarakat. Sedangkan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah dengan memberikan peringatan secara tertulis kepada pihak perusahaan / somasi untuk tetap memenuhi prestasinya kepada pihak masyarakat Ds. Sei Enau, Kec. Kuala Mandor B, Kab. Kubu Raya Salah satu perusahaan yang memiliki izin pengelolaan industri kelapa sawit di wilayah Kabupaten Kubu Raya adalah PT. Bumi Raya Khatulistiwa (PT.BPK), pola pengembangan sektor perkebunan kelapa sawit yang ada di Kab. Kubu Raya dilaksanakan dengan dua pola yakni Hak Guna Usaha (HGU) dan Pola Inti Rakayat (PIR) atau kebun plasma. Pola perkebunan dengan konsep PIR adalah lahan milik perusahaan berperan sebagai lahan “inti”, sedangkan perkebunan rakyat berada disekitarnya yang disebut dengan plasma, dengan masing-masing petani dialokasikan sebesar 2 hektar /kk dengan berbagai kewajiban dari pihak perusahaan kepada petani Selanjutnya pola pengembangan perkebunan kelapa sawit lainnya adalah HGU (Hak Guna Usaha) adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara, dalam jangka waktu tertentu, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan Tanah negara yang dapat diberikan HGU kepada pihak lain dalam hal ini badan hukum atau perseorangan adalah tanah yang memiliki luas minimal 5 Ha, namun jika luas tanah yang dimohonkan untuk HGU mencapai 25 Ha atau lebih maka pengguna HGU harus menggunakan inventasi modal yang layak. Tanah yang dapat di berikan HGU oleh Negara adalah tanah yang lansung dikuasai oleh negara, langsung dikuasai oleh negara di sini dimaksudkan adalah tanah yang dimiliki oleh negara bukan merupakan kawasan hutan, namun apabila tanah yang dimohonkan HGU oleh badan hukum merupakann kawasan hutan, maka pemberian HGU oleh negara baru dapat dilaksanakan setelah status tanah tersebut dilepaskan dari status kawasan hutan Selain tanah milik negara juga terdapat tanah milik hak ulayat adat atau tanah milik masyarakat adat yang diberikan oleh negara kepada masyarakat untuk di garap dan dikelola. Penguasaan atas tanah-tanah masyarakat adat memiliki dasar hukum sendiri, baik dasar hukum positif maupun hukum adat masyarakat setempat Terkait tanah-tanah yang dimohonkan oleh badan hukum/perusahaan  untuk diberikan HGU (Hak Guna Usaha) dikuasai oleh masyaraat adat, maka pemberian HGU (Hak Guna Usaha) baru dapat dilakukan setelah tanah tersebut dilepaskan statusnya sebagai tanah masyarakat adat dan dikembalikan sebagai tanah milik negara dan negara melalui pejabat yang berwenang kemudian dapat memberikan HGU tersebut kepada badan hukum/perusahaan pemohon HGU (Hak Guna Usaha) Pelepasan hak atas tanah masyarakat adat untuk dimohonkan HGU oleh badan hukum atau perusahaan tentu tidak dapat dilakukan secara sepihak oleh Pemerintah atau pejabat negara yang berwenang, karena tanah masyarakat adat memiiki dasar hukum yang jelas mengatur hak atas tanah tersebut. pelepasan-pelepasan hak tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara.   Kata Kunci : Perjanjian, Wanprestasi  
WANPRESTASI PEMBELI DALAM PEMBAYARAN UANG MUKA KREDIT PERUMAHAN PADA DEVELOPER CV .TIRTA KHATULISTIWA - A01111244, M. ADITYA DARMAWAN
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 4, No 1 (2015): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam proses awal kepemilikan rumah, pembeli harus membayar uang muka sebagai syarat awal dalam pembelian rumah. Namun dalam kenyataanya tidak semua konsumen/pembeli dapat melaksanakan pembayaran secara tunai, dengan ini  memunculkan berbagai persoalan yang perlu mendapatkan solusi penyelesaiannya, khususnya masalah yang terjadi di kota Pontianak antara  developer CV. Tirta Khatulistiwa dan pembeli dalam perjanjian uang muka kredit perumahan. masalah yang timbul antara pembeli dan developer dikarenakan angsuran uang muka kredit tidak sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan, hal ini sangat mebuat rugi developer karena apa yang sudah diperjanjikan tidak sesuai dengan apa yang dilaksanakan. Skripsi ini memuat rumusanmasalah: “Apa Yang Menyebabkan Pembeli Melakukan Wanprestasi Dalam Perjanjian Uang Muka Kredit Perumahan Dengan Developer Cv. Tirta Khatulistiwa Di Kota Pontianak?”.Adapun metodepenelitianinipenulismenggunakanjenispenelitian metode penulisan hukum empirisdenganpendekatandeskriptifanalisis.Penelitianhukumempiris yaitupenelitian yang berasaldarikesenjanganantarateoridengankehidupannyata yang menggunakanhipotesis, landasanteoritis, kerangkakonsep, data sekunderdan data primer.Metodedeskriptifyaitusuatu proseduruntukmemecahkanmasalah yang dihadapidenganmenggambarkankeadaanpadasaatsekarang, berdasarkanfakta yang adasewaktupenelitian. Selanjutnya mengenai perjanjian antara developer CV. TirtaKhatulistiwadanpembelidalammelakukanperjanjianuangmukakreditperumahandenganmengaturhakdankewajibanmasing-masingpihak.masalah yang timbulantarapembelidan developer dikarenakanangsuranuangmukakredittidaksesuaidenganjangkawaktu yang ditentukan, halinisangatmebuatrugi developer karenaapa yang sudahdiperjanjikantidaksesuaidenganapa yang dilaksanakan.Faktor penyebab pembeli wanprestasi terhadap pembayaran uang muka rumah dikarenakan tingginya harga uang muka.Akibathukum yang ditimbulkanmenyatakandiberitegurandandiberitoleransiwaktuuntukpembayaranoleh developer.Karenatidakmemenuhikewajibansesuai yang diperjanjikanolehkeduabelahpihakdalamperjanjianjualbelirumah di KomplekGrahaAmperaPermai.Upayayang dilakukan developer kepadapembeliyaitu memberi teguransecaralisanuntukmelunasiuangmukarumah di komplekGrahaAmperaPermai, tapi apabila pembeli tidak melakukan kewajibannya yang sudah disepakati, maka developer akan mengembalikan uang muka dan mengambil 10% uang muka yang dikembalikan kepada pembeli. Dan sampai saat ini belumadapembatalanperjanjiandikarenakanuntukmenjagahubunganbaikdenganpembeli.       Key word : Perjanjian Jual Beli, Pembeli, Wanpresta
PELAKSANAAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH MENGENAI 0RGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DI KABUPATEN KUBU RAYA BERDASARKAN PASAL 13 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 72 TAHUN 2005 TENTANG DESA - A11110001, FIRMAN
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 2, No 3 (2014): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa dan untuk peningkatan pelayanan serta pemberdayaan masyarakat, maka peran organisasi dan tata kerja pemerintahan desa merupakan salah satu dasar dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, efektif dan partisifatif. Dalam rangka memberikan landasan hukum dalam penyusunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa, perlu dituangkan dalam Peraturan Daerah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Berdasarkan ketentuan ini berarti Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 mendelegasikan kewenangan kepada pemerintah kabupaten untuk membentuk peraturan daerah yang mengatur mengenai organisasi dan tata kerja pemerintahan desa. Dalam kenyataannya di Kabupaten Kubu Raya peraturan daerah mengenai pedoman penyusunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa belum terbentuk. Faktor-faktor yang menyebabkan pemerintah Kabupaten Kubu Raya belum membentuk peraturan daerah mengenai pedoman penyusunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa yaitu karena bukan merupakan skala prioritas, masih menggunakan peraturan daerah kabupaten induk, dan terbatasnya sumber daya manusia. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Kubu Raya dalam membentuk peraturan daerah mengenai organisasi dan tata kerja pemerintahan desa sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa adalah pada tahun 2013 membentuk Peraturan Daerah tentang Pedoman Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Pemerintahan Desa yang merupakan usul inisiatif DPRD Kabupaten Kubu Raya. Desa atau disebut nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yag memilki batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Pasal 1 butir 5 PP Nomor 72 Tahun 2005). Sedangkan Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 1 butir 6 PP Nomor 72 Tahun 2005). Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Desa atau yang disebut dengan nama lain selanjutnya disebut Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 mengakui adanya otonomi yang dimiliki oleh desa dan kepada desa dapat diberikan penugasan ataupun pendelegasian dari pemerintah ataupun pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu. Otonomi desa yang merupakan hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal usul dan nilai-nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat setempat diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan desa itu sendiri. Dengan demikian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa mencakup urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul Desa, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang diserahkan pengaturannya kepada Desa, tugas pembantuan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah, urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan yang diserahkan kepada Desa. Dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa dan untuk peningkatan pelayanan serta pemberdayaan masyarakat, maka peran organisasi dan tata kerja pemerintahan desa merupakan salah satu dasar dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, efektif dan partisifatif. Dalam rangka memberikan landasan hukum dalam penyusunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa, perlu dituangkan dalam Peraturan Daerah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa.Berdasarkan ketentuan ini berarti Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 mendelegasikan kewenangan kepada pemerintah kabupaten untuk membentuk peraturan daerah yang mengatur mengenai organisasi dan tata kerja pemerintahan desa. Dalam kenyataannya di Kabupaten Kubu Raya peraturan daerah mengenai organisasi dan tata kerja pemerintahan desa belum terbentuk. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas di tingkat pemerintahan desa, sehingga pemerintah desa belum secara maksimal melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. Uraian di atas menarik minta penulis untuk melakukan penelitian dalam bentuk penelitian skripsi dengan judul:Pelaksanaan Pembentukan Peraturan Daerah mengenai 0rganisasi dan tata kerja pemerintahan desa di Kabupaten Kubu Raya berdasarkan Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005tentang Desa Keyword : PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH