cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
E-Jurnal Gloria Yuris Prodi Ilmu Hukum (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Berisi Jurnal-Jurnal Mahasiswa S1 Prodi Ilmu Hukum UNTAN (Bagian Hukum Keperdataan, Bagian Hukum Pidana, Bagian Hukum Tata Negara, Bagian Hukum Ekonomi, dan Bagian Hukum Internasional)
Arjuna Subject : -
Articles 1,226 Documents
PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU ANTARA PEKERJA KONTRAK DENGAN PT. BANK RAKYAT INDONESIA KANTOR CABANG BARITO TANJUNGPURA PONTIANAK - A01111142, TIARA AULIA
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 4, No 1 (2015): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perjanjian merupakan hubungan hukum yang mengikat bagi para pihak yang mengadakannya dalam bidang ketenagakerjaan terdapat hubungan hukum yakni pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu antara pekerja dan pihak perusahaan. Bank Rakyat Indonesia merupakan salah satu perusahaan milik negara yang bergerak di bidang keuangan. Dalam menjalankan operasionalnya sebagai perusahaan besar tentu tidak terlepas dari peran para pekerjanya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk perjanjian kerja waktu tertentu yang dilaksanakan oleh Bank Rakyat Indonesia Cabang Barito Tanjungpura Pontianak terhadap para pekerjanya telah sesuai dengan apa yang diperjanjikan atau tidak, serta telah sesuai atau belum dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang ketenagakerjaan yakni Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis dapat diambil kesimpulan bahwa pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu antara PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Barito Tanjungpura Pontianak dengan Pekerja Kontrak dilakukan dalam bentuk tertulis dengan jangka waktu selama 1 tahun, dalam pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu baik pihak PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Barito Tanjungpura Pontianak dan pihak Pekerja Kontrak telah melaksanakan kewajiban masing-masing, sehingga setiap hak dari pihak lain telah diterima. Namun masih terdapat diantara Pekerja Kontrak yang belum mendapatkan hak untuk diangkat menjadi pekerja tetap dikarenakan belum tercapainya target yang ditentukan oleh perusahaan sehingga hak tersebut belum diberikan. Adapun akibat hukum yang timbul dari perjanjian kerja waktu tertentu yang dilakukan oleh Bank Rakyat Indonesia dengan pihak Pekerja Kontrak apabila para pihak tidak melaksanakan prestasinya adalah dengan ganti kerugian disertai pembatalan perjanjian. Sedangkan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh masing-masing pihak dalam perjanjian kerja waktu tertentu apabila terdapat wanprestasi adalah secara kekeluargaan dan musyawarah dengan diselesaikan sesuai sistem dan mekanisme yang berlaku diperusahaan, apabila tidak juga memberikan solusi bagi masing-masing pihak dapat melakukan penuntutan ke Pengadilan Negeri.   Kata Kunci: Pekerja Kontrak, PKWT
PERANAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL TERKAIT PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAM RI NOMOR M.HH.01.AH.09.01 TAHUN 2011 PASAL 2 AYAT (2) HURUF C MENGENAI STATUS PENDIDIKAN PPNS DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KOTA PONTIANAK - A01109110, SADDAM MUSHAWWIR
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 1, No 3 (2013): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam mewujudkan tujuan nasional yang dirumuskan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, maka dilaksanakan pembangunan nasional yang meliputi segenap aspek kehidupan bangsa, dimana kesemuanya itu ditujukan demi terwujudnya masyarakat adil dan makmur seperti yang kita cita-citakan bersama. Dalam rangka pelaksanaan pembangunan pemerintah telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan lalu lintas dan angkutan jalan di Indonesia ini yang terakhir adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dimana sebagai bagian dari system transportrasi nasional, lalu lintas dan angkutan jalan harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, kesejahteraan, ketertiban berlalu lintas dan angkutan jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah, serta akuntabilitas penyelenggaraan Negara. Dalam ketentuan yang berlaku untuk melaksanakan ketetentuan Undang Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan guna menjamin ketertiban dan kepastian hukum maka perlu ditunjuk pegawai penyidik bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika yang memenuhi persyaratan untuk melakuakan Penyidikan atas pelanggaran ketentuan Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai Penyidik Pegawai negeri Sipil. Dari penjelasan Undang undang tersebut dapat diketahui bahwa Penyidik Pegawai Negeri Sipil dapat melakukan penyidikan hanya terhadap wilayah hukumnya, jadi tidak boleh melakukan penyidikan yang tidak termasuk di dalam wilayah hukumnnya.Dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH.01.AH.09.01 Tahun 2011 pada pasal 2 mengenai syarat dan tata cara pengangkatan untuk menjadi PPNS harus memenuhi persyaratan sebagaimana pada ayat (2) huruf c yaitu berpendidikan paling rendah sarjana hukum atau sarjana lain yang setara. Dengan peraturan tersebut, hal ini mempengaruhi peranan Penyidi Pegawai Negeri Sipil bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika dalam mengatasi para pelanggar ketentuan lalu lintas dan angkutan jalan di Kota Pontianak. Sejalan dengan tujuan penelitian ini, penulis juga ingin mengungkapkan atau mengetahui bagaimana peranan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Lalu Lintas dan Angkutan jalan di Lingkungan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika dalam melaksanakan tugas penyidik terhadap pelanggaran Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009. Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan dapat diketahui bahwa sampai saat ini masih terdapat berbagai pelanggaran terhadap Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Penyidik Pegawai Negeri Sipil bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Pontianak yang telah diberi hak dan kewenangan dalam melaksanakan tugas penyidikan atas pelanggaran Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan masih kurang berperan dan perlu ditingkatkan lagi, hal ini disebabkan oleh berberapa faktor. Keyword:Peranan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Terkait Status Pendidikan PPNS Dishub Kominfo
IMPLEMENTASI PASAL 5 PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK DALAM PELAYANAN E-KTP DI KECAMATAN PONTIANAK KOTA - A11107107, VANI RAHMADANIA
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 2, No 1 (2013): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Indonesia adalah Negara hukum sehingga dalam menjalankan roda pemerintahan baik di tataran lokal maupun nasional selalu mendasarkan pada aturan hukum yang berlaku, dimana hukum tersebut bersumber dari nilai – nilai yang hidup dalam masyarakat baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis serta cita – cita luhur bangsa Indonesia yang kemudian teraktualisasi dalam Undang – Undang Dasar 1945 dan Proklamasi 17 Agustus 1945. Dalam penyelenggaraan Pemerintahan di Negara Republik Indonesia tidak dapat dilepaskan dari hubungan penyelenggaraan antara Pemerintah Pusat dan daerah. Hubungan penyelenggaraan pemerintahan itu harus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini sesuai dengan amanat dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 guna membangun hukum yang baik. Berdasarkan Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tujuan didirikannya negara Republik Indonesia adalah “untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial” Dalam rangka mencapai tujuannya, negara dijalankan oleh suatu pemerintah, dengan kata lain pemerintah adalah pelaksana kekuasaan Negara. Dalam beberapa tahun belakangan ini, dimana persoalan-persoalan yang dihadapi pemerintah sedemikian kompleks akibat krisis multidimensional, maka bagaimanapun keadaan ini tentu membutuhkan perhatian yang besar dan penanganan pemerintah yang cepat namun juga akurat agar masalah-masalah yang begitu kompleks dan berat yang dihadapi oleh pemerintah segera dapat diatasi. Kondisi ini pada akhirnya menempatkan pemerintah dan lembaga tinggi negara lainnya berada pada pilihan-pilihan kebijakan yang sulit. Kebijakan yang diambil tersebut terkadang membantu pemerintah dan rakyat keluar dari krisis, tetapi dapat juga terjadi sebaliknya, yakni malahan mendelegitimasikan pemerintah itu sendiri. Dengan demikian, dalam kehidupan moderen seperti sekarang ini, kita tidak dapat lepas dari apa yang disebut sebagai kebijakan publik. Kebijakan-kebijakan tersebut kita temukan dalam bidang kesejahteraan sosial, di bidang kesehatan, perumahan rakyat, pertanian, pembangunan ekonomi, hubungan luar negeri, pendidikan nasional dan lain sebagainya. Kebijakan-kebijakan tersebut ada yang berhasil namun banyak juga yang gagal. Seperti yang kita lihat sekarang bahwa aparatur negara yang merupakaan kepanjangan tangan pemerintah memiliki posisi penting dalam kaitannya dengan masalah-masalah kemasyarakatan. Kebijakan–kebijakan yang diambil olehnya akan berdampak luas manakala keputusan itu bertalian dengan hajat hidup orang banyak/masyarakat luas. Rasionalitas saja terkadang tidak mampu untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan hakiki orang banyak dan tidak jarang keputusan-keputusan yang baik harus menyertakan pengalaman, intuisi, dan hati nurani. Bagaimanapun juga falsafah, kearifan dan niat baik akan menjadi penopang yang paling kokoh bagi para administrator untuk menjaga kewibawaan dan kredibelitas mereka. Lebih dari itu, dalam persoalan apapun sepanjang menyangkut hubungan antara dua atau lebih individu, pertanyan-pertanyaan yang mengandung nilai-nilai filosofis dan moral akan senantiasa relevan. Tugas pejabat atau pegawai negara tidak bisa disebut mudah. Sebagaimana banyak ungkapan bahwa setiap orang yang menerima suatu pekerjaan harus bersedia menerima tanggungjawab yang menyertainya dan mau menanggung konsekuensi atas setiap kegagalan yang mungkin terjadi, maka pejabat negara pun harus memikul tanggungjawab seperti itu. Jelas bahwa  birokrasi negara hendaknya tidak diisi dengan orang-orang yang lemah, baik secara rasional maupun secara etis. Sekali lagi kita harus melihat kenyataan bahwa masyarakat seringkali tidak membedakan antara masalah-masalah yang mekanistis dan rasionalistis dengan masalah-masalah yang menyangkut integritas dan moralitas individu yang melaksanakannya. Singkat kata, jika norma yang melekat pada pejabat negara itu dibedakan menurut ruang lingkup organisatoris maka mereka harus menaati kaidah-kaidahnya secara internal maupun eksternal. Sebagai bagian dari organisasi publik mereka wajib menaati aturan main yang terdapat didalamnya. Dan sebagai anggota masyarakat mereka wajib mengusahakan kesejahteraan untuk bagian terbesar masyarakat. Norma sosial adalah seperangkat kaidah atau nilai-nilai yang harus ditaati oleh seorang pejabat sebagai anggota suatu komunitas sosial. Norma profesi adalah peraturan-peraturan baku yang diperuntukkan bagi anggota suatu organisasi profesi dalam rangka berinteraksi dengan anggota interrn organisasi maupun antar organisasi. Sedangkan norma keluarga merupakan suatu kondisi mental seseorang untuk menjunjung tinggi martabat dan kehormatan keluarga. Keseluruhan norma diatas harus benar-benar dipahami oleh aparatur pemerintah, dengan tidak memberikan bobot yang lebih dominan kepada salah satunya. Manakala terdapat keseimbangan antar norma-norma tersebut, diharapkan praktek pelayanan publik-pun tidak akan bersifat pilih kasih atau pandang bulu. Semua lapisan masyarakat membutuhkan pelayanan birokrasi (public service), tetapi yang lebih dibutuhkan adalah sikap keadilan (equity) dari para birokrat. Political will pemerintah untuk menciptakan sosok birokrasi yang memiliki perilaku terpuji ini sebenarnya telah dilaksanakan secara sistematis. Kota Pontianak yang merupakan ibukota Provinsi Kalimantan Barat merupakan pusat dari perekonomian masyarakat Kalimantan Barat dimana sebagai pusat Industri, pelabuhan laut  maupun udara, pendidikan dan lain-lain. Untuk kepentingan tersebut di atas maka dalam Pemerintah kota Pontianak membentuk Peraturan Daerah Kota Pontianak Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Pelayanan Publik Pemerintah Kota Pontianak. Dengan lahirnya Peraturan Daerah Kota Pontianak Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Pelayanan Publik Pemerintah Kota Pontianak di Kota Pontianak berguna agar pelayanan menjadi efektif dan efisien sehingga terciptalah tertib administrasi. Hal ini dapat mempengaruhi proses pembangunan daerah kedepannya dengan mengetahui pelayanan publik Pemerintah Kota Pontianak dalam pelayanan E-KTP Di Kecamatan Pontianak Kota. Untuk kepentingan tersebut di atas maka dalam Pemerintah kota Pontianak membentuk Peraturan Daerah Kota Pontianak Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Pelayanan Publik Pemerintah Kota Pontianak. Dengan lahirnya Peraturan Daerah Kota Pontianak Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Pelayanan Publik Pemerintah Kota Pontianak di Kota Pontianak berguna agar pelayanan menjadi efektif dan efisien sehingga terciptalah tertib administrasi. Hal ini dapat mempengaruhi proses pembangunan daerah kedepannya dengan mengetahui pelayanan publik Pemerintah Kota Pontianak mengenai pelayanan pembuatan E-KTP Di Kecamatan Pontianak Kota. Bertitik tolak dari uraian latar belakang penelitian di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : “Bagaimanakah Implementasi Pasal 5 Peraturan Daerah Kota Pontianak Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Pelayanan Publik Pemerintah Kota Pontianak Dalam Pelayanan E-KTP Di Kecamatan Pontianak Kota?” Dalam penelitian ini penulis menggunakan Metode Deskriptif Analisis, yaitu suatu proses penelitian yang dilakukan dengan menggambarkan dan menjelaskan gejala-gejala yang tampak pada saat penelitian dilakukan. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merumuskan hipotesis sebagai jawaban sementara atas masalah penelitian yang harus dibuktikan kebenarannya. Adapun rumusan hipotesis tersebut adalah sebagai berikut: “Bahwa Implementasi Pasal 5 Peraturan Daerah Kota Pontianak Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Pelayanan Publik Pemerintah Kota Pontianak Dalam Pelayanan E-KTP Di Kecamatan Pontianak Kota Belum Berjalan sebagaimana mestinya karena faktor aparat Kecamatan dan masyarakat.”   Keyword : Pelayanan Publik, Pegawai, ,Kecamatan Pontianak kota
PELAKSANAAN UPACARA ADAT KEMATIAN MASYARAKAT BATAK TOBA DI KOTA PONTIANAK - A1011131127, RIFKA HELFRIDA ROMAULI PANGARIBUAN
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 5, No 3 (2017): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam penelitian ini berfokus pada pelaksanaan upacara kematian secara adat istiadat Batak Toba, khususnya di Kota Pontianak dengan judul PELAKSANAAN UPACARA ADAT KEMATIAN MASYARAKAT BATAK TOBA DI KOTA PONTIANAK. Maka yang menjadi rumusan masalah dari penelitian ini adalah Apakah pelaksanaan upacara adat kematian Batak Toba di kota Pontianak masih dilakukan sebagaimana daerah asalnya. Setiap aspek kehidupan Masyarakat Batak Toba tidak terlepas dari pelaksanaan upacara adat. Dari sebelum lahir atau masih dalam kandungan sampai meninggal dan menjadi tulang-belulang dilaksanakan serangkaian upacara adat. Kematian merupakan tahap akhir dari perjalanan kehidupan. Peristiwa alami semua makhluk hidup, termasuk manusia tidak bisa menghindari terjadinya kematian. Dalam masyarakat Batak Toba, orang yang meninggal dunia akan mengalami perlakuan khusus dalam ritual upacara adat kematian yang merupakan penghormatan terakhir yang diberikan kepada anggota keluarga yang telah meninggal. Metode penelitian yang digunakan terdiri dari penelitian empiris dengan sifat deskriptif, data dan sumber data adalah penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, serta untuk mendapatkan data dilakukan dengan teknik komunikasi langsung dan komunikasi tidak langsung. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, bahwa pelaksanaan upacara adat kematian di Kota Pontianak, telah mengalami perubahan dengan pelaksanaan adat di daerah asal Tapanuli Utara. Faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam pelaksanaan upacara adat kematian pada masyarakat Batak Toba di Kota Pontianak meliputi faktor ekonomi, faktor agama, percampuran adat istiadat di Kota Pontianak. Akibat hukum bagi masyarakat Batak Toba di Kota Pontianak yang tidak melaksanakan upacara adat kematian adalah mendapatkan omongan negatif dari masyarakat dan dalam kehidupannya mendapat masalah secara terus-menerus. Tokoh Adat (Raja Adat) melakukan upaya dalam melestarikan upacara adat kematian Masyarkat Batak Toba di Kota Pontianak dengan tetap melaksanakan upacara kematian secara adat, memberikan bimbingan kepada masyarakat yang akan melaksanakan upacara adat kematian serta memperkenalkan kepada generasi muda. Kata Kunci : Upacara Adat Kematian Masyarakat Batak Toba
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA OUTSOURCING DI SEKTOR PERBANKAN DI KOTA PONTIANAK - A11112220, SUSAN
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 5, No 3 (2017): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Skripsi ini berjudul Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja Outsoucing Di Sektor Jasa Perbankan Di Kota Pontianak, dimana gagasan mengenai outsourcing pertama kali timbul sekitar tahun 1970-1980 ketika banyak perusahaan yang mengalami persaingan global dalam dunia bisnis. Banyak perusahaan yang tidak siap dengan persaingan bisnis tersebut sehingga struktur managemen perusahaan menjadi bengkak. Hal ini mengakibatkan risiko dalam segala hal yang terus meningkat. Tak terlepas pula risiko terhadap para tenaga kerja juga terus meningkat. Pemanfaatan terhadap outsourcing tidak dapat dihindari lagi oleh banyak perusahaan di Indonesia. Legalisasi penggunaan jasa outsourcing baru terjadi pada tahun 2003 yaitu dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pada awalnya outsourcing dirasakan sebagai solusi bagi para pencari kerja, karena bagi para tenaga kerja yang belum mendapatkan pekerjaan tetap, dengan adanya outsourcing mereka dapat disalurkan kepada perusahaan yang sedang membutuhkan tenaga kerja. Bagi perusahaan outsourcing dirasakan membawa banyak manfaat seperti penghematan biaya (cost saving). Selain itu, perusahaan juga dapat memfokuskan pada kegiatan utamanya (core business). Adanya outsourcing yang diterapkan dalam perusahaan maka serigkali mengurangi hak-hak karyawan yang seharusnya didapatkan apabila karyawan tersebut menjadi karyawan tetap diperusahaan tersebut.Karena dengan adanya outsourcing maka akan menutup kesempatan bagi karyawan tersebut untuk diangkat menjadi karyawan tetap dalam perusahaan tersebut. Sesuai dengan prinsip dan unsur negara hukum, maka di Indonesia terdapat perlindungan dan pengakuan terhadap hak asasi manusia. Pengaturan terhadap hak asasi manusia terdapat dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 ataupun dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Di Indonesia yang merupakan negara hukum, masalah hak asasi manusia mendapatkan masih banyak perhatian baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Sebagai negara hukum, upaya penegakkan terhadap hak asasi manusia melalui peraturan dapat dilihat dengan banyaknya konvensi Internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia. Dalam penulisan skripsi ini mempergunakan metode normatif analisis, pengumpulan data dengan teknik kepustakaan, dan teknik analisa data menggunakan teknik deskripsi.   Kata Kunci : Tenaga Kerja, Karyawan, Jasa.
PELAKSANAAN PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA PADA LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA PONTIANAK - A01109095, REDHA WIRADINATA
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 4, No 1 (2015): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Narapidana adalah orang-orang sedang menjalani sanksi kurungan atau sanksi-sanksi lainnya. Dengan demikian pengertian narapidana adalah seseorang yang melakukan tindak kejahatan dan telah menjalani persidangan, telah divonis hukuman pidana serta ditempatkan dalam suatu bangunan yang disebut penjara.  Narapidana secara umum adalah orang yang kurang mendapat perhatian, baik dari masyarakat maupun dari keluarganya. Sebab itu ia memerlukan perhatian yang cukup dari petugas Lapas/Rutan untuk dapat memulihkan rasa percaya diri.  Perhatian dalam pembinaan, akan membawa banyak perubahan dalam diri narapidana, sehingga akan sangat berpengaruh dalam merealisasi perubahan diri sendiri. Tujuan dari pidana penjara adalah pemasyarakatan yang mengandung makna bahwa tidak hanya masyarakat yang diayomi terhadap diulanginya perbuatan jahat oleh terpidana, melainkan juga terpidana itu sendiri sebagai          orang-orang yang telah tersesat. Mereka harus diayomi oleh pohon beringin pengayoman dan diberikan bekal hidup sehingga akan menjadi manusia yang berguna didalam masyarakat Indonesia.  Dengan demikian penjatuhan hukuman pidana penjara bukan lagi terkesan dengan pemenjaraan yang disertai dengan kekerasan dengan memperlakukan narapidana semaunya, akan tetapi beralih pada perlakuan yang manusiawi atas mereka yang telah dijatuhi pidana dan bertujuan untuk meresosialisasi kembali narapidana tersebut membaur bersama dan kembali ditengah-tengah masyarakat. Pemberian pembebasan bersyarat dalam pelaksanaannya tidak semuanya narapidana dapat memperolehnya. Adanya persyaratan-persyaratan yang harus dimiliki oleh narapidana dan dipenuhi seorang narapidana agar dalam prosedural dapat diberikan hak-haknya sebagai seorang narapidana.Adakalnya pembebasan bersyarat dapat tidak diberikan untuk diproses dikarenakan tidak memenuhi persyarataan administratif maupun substantif yang ditentukan. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan pembebasan bersyarat terhadap narapidana pada Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pontianak belum berjalan sebagaimana mestinya dikarenakan Prosedur pengusulan Pembebasan Bersyarat terlalu rumit dan memakan waktu yang cukup lama untuk sampai mendapatkan keputusan diterima atau ditolak, sehingga menimbulkan rasa gelisah dalam diri narapidana sendiri dalam menunggu hasil keputusan pengajuan Pembebasan Bersyarat, penjamin narapidana yang tidak ada sehingga BAPAS tidak menyetujuinya, narapidana yang bersangkutan masih memiliki perkara lain di luar serta melanggar hukum disiplin dalam Lembaga Pemasyarakatan yang menyebabkan narapidana tersebut terancam gagal mendapatkan Pembebasan Bersyarat.   Kata Kunci : Pembebasan bersyarat, harian regional,Narapidana, lembaga Pemasyarakatan narapidana agar dalam prosedural dapat diberikan hak-haknya sebagai seorang narapidana. 
PERLINDUNGAN HAK-HAK ANAK DAN PEREMPUAN DALAM SITUASI ARMED CONFLICT DI REPUBLIK DEMOKRATIK KONGO - A01111128, LOLA SONYA
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 3, No 3 (2015): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sejak mendapatkan kemerdekaan dari Belgia pada tahun 1960, Republik Demokratik Kongo Selalu berada dalam situasi  konflik antar etnis maupun konflik politik. Konflik-konflik yang terjadi dalam bentuk perang antar etnis, Pemberontakan, kudeta militer, dan gangguan keamanan yang dilakukan oleh milisi-milisi bersenjata terhadap masyarakat. Konflik Kongo menarik perhatian dari banyak pihak baik dari negara-negara barat, PBB dan juga dari negara-negara dikawasan Afrika pada khususnya. Pada tanggal 10 juli 1999 telah di tandatangani perjanjian perdamaian Lusaka yang di kenal dengan Lusaka Ceasefire Agreement (LCA). Berdasarkan perjanjian ini dibentuklah operasi perdamaian PBB di Republik Demokratik Kongo yang di berinama MONUC (Mission de l’organisation des Nations Unies en Republique Democratic du Congo). Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat yuridis normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti yang meliputi bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa posisi anak-anak dan perempuan masih sangat rentan selama konflik bersenjata. Penyelesaian dan pencegahan segala bentuk pelanggaran yang di lakukan terhadap anak dan perempuan selalu mengalami kegagalan dan hambatan, ini di sebabkan oleh lemahnya komitmen pemerintah Kongo dalam mendukung dan melaksanakan upaya-upaya yang telah di lakukan untuk mencegah dan mengurangi segala bentuk pelanggaran terhadap anak dan perempuan. Selain itu pelaksanaan perjanjian genjatan Lusaka dianggap tidak berkontribusi secara signifikan terhadap upaya penciptaan kedamaian di Kongo. Di ikuti berlakunya Impunitas dalam setiap pelanggaran Hak Asasi Manusia dan ketidakstabilan serta lemahnya otoritas pemerintah membuat posisi anak-anak dan perempuan menjadi sangat rentan selama konflik. Keyword: Perlindungan,  Anak dan Perempuan, Kongo  
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG ANGKUTAN SUNGAI” (STUDI KASUS DI DESA PERIGI KECAMATAN SILAT HILIR KABUPATEN KAPUS HULU) - A1011131067, HANI MIFTAHUL ROHMAH
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 5, No 3 (2017): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Di Silat Hilir terdapat pelayaran pengangkutan sungai yang disebut klotok. Klotok menghubungkan daerah-daerah terpencil di wilayah Silat Hilir desa Perigi. Klotok merupakan alat angkut yang sangat penting bagi masyarakat, namun sayangnya klotok-klotok ini tidak dilengkapi dengan alat-alat keselamatan baik bagi jiwa maupun barang-barang yang diangkut. Kondisi ini sangat rawan bagi penumpang karena potensi terjadinya kerugian akibat kecelakaan sangat besar. Pelabuhan klotok yang ada di desa Perigi juga kurang layak. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana praktek penyelenggaraan angkutan sungai di desa Perigi kecamatan Silat Hilir kabupaten Kapuas Hulu dan bagaimana pelaksanaan tanggung jawab penyelenggaraan angkutan sungai di desa perigi kecamatan Silat Hilir kabupaten Kapuas Hulu apabila terjadi kecelakaan. Metode yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah dengan cara studi pustaka untuk memperoleh data sekunder dan studi lapangan dengan melakukan observasi serta wawancara dengan informan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa para pengusaha angkutan sungai di desa Perigi tidak menyediakan alat-alat keselamatan yang memadai karena mahalnya harga alat-alat keselamatan (pelampung), sementara biaya angkut yang dibayar oleh pengguna (penumpang) sangat murah. Jumlah klotok-klotok yang ada di desa Perigi adalah 24 buah dengan 24 juragan, setiap juragan mengoprasionalkan sendiri klotok-klotok tersebut. Para juragan membuat kesepakatan tentang oprasioal klotok; dengan membaginya menjadi 2 kelompok, setiap kelompok mempunyai ketua kelompok masing-masing. Kesepakatan itu antara lain tentang hari kerja; apabila kelompok A yang beroperasi maka kelompok B libur kerja. Dan setiap penumpang yang naik angkutan dikenakan biaya sebesar lima ribu rupiah (Rp 5.000) untuk motor lima ribu rupiah juga dan apabila penumpang membawa barang yang muatannya mencapai 1 kg maka harus membayar lima ribu rupiah. Pihak asuransi juga menolak menanggung asuransi pada angkutan dengan menggunakan klotok karena angkutan klotok kurang layak. Dalam hal terjadi kecelakaan pada angkutan sungai maka juragan dan penumpang akan mengadakan musyawarah, apabila kerugian ternyata timbul akibat kesalahan pengangkut maka juragan akan memberikan ganti rugi yang telah disepakati akan tetapi apabila kecelakaan tersebut di sebabkan oleh penumpang juragan tidak akan mengganti rugi. Penulis menyarankan supaya pihak yang terkait khususnya ASDP mensosialisasikan tentang pentinganya juragan melengkapi kloto-klotok dengan alat-alat keselamatan.  Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Penumpang, Angkutan Sungai   
FUNGSI DAN PERANAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DI DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 27 TAHUN 2009 PASAL 223 Ayat (1) ( STUDI DPD UTUSAN KALIMANTAN BARAT ) - A01106192, MICO RAMLI PUTRA
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 1, No 1 (2012): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Salah satu perubahan penting dalam amandemen Undang-undang Dasar 1945 adalah pembentukan lembaga negara baru, yaitu Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Pembentukan DPD senafas dengan semangat otonomi daerah, yaitu perlu adanya lembaga negara yang dapat menjembatani kepentingan pusat dan daerah, serta memperjuangkan kepentingan aspirasi masyarakat dan daerah dalam kebijakan nasional. Dengan demikian, yang menjadi gagasan dasar pembentukan DPD adalah keinginan untuk lebih mengakomodasi aspirasi daerah dan sekaligus memberi peran yang lebih besar kepada daerah dalam proses pengambilan keputusan politik untuk soal-soal yang terutama berkaitan langsung denan daerah. Keberadaan DPD telah membangkitkan harapan masyarakat di daerah bahwa kepentingan daerah dan masalah-masalah yang dihadapi daerah dapat diangkat dan diperjuangkan di tingkat nasional. Bahwa kebijakan-kebijakan publik baik di tingkat nasional maupun daerah tidak merugikan dan bahkan berpihak kepada kepentingan daerah dan kepentingan rakyat di seluruh tanah air. Bahwa DPD akan menjamin kepentingan daerah sebagai bagian yang serasi dari kepentingan nasional, dan kepentingan nasional secara serasi merangkum kepentingan daerah. Bahwa kepentingan daerah dan kepentingan nasional tidak bertentangan dan tidak perlu dipertentangkan. Posisi penting DPD dalan kerangka otonomi daerah dapt dilihat dari fungsi yang diamanatkan pasal 22D Undang-undang 1945 dan Undang-undang No. 27 Tahun 2009 pada lembaga ini. Oleh sebab itu, sejak awal seluruh anggota DPD yang seyogyanya dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, agar dapat memenuhi tuntutan dan aspirasi masyrakat dan daerah. Untuk membangun peran DPD yang seyogyanya itu tidak ada cara lain kecuali mengamandemen UUD 1945, khususnya yang menyangkut kewenangan DPD. Peranan yang lebih besar yang sedang diperjuangkan pada hakikatnya memiliki makna, penegasan sistem dua kamar (bikameral) dalam parlemen dan konsekuensi dari pergeseran demokrasi ke daerah melalui dentralisasi kekuasaan. Penegasan sistem dua kamar dalam parlemen sebenarnya memperjelas posisi daerah dalam struktur ketatanegaraan. Dinamika demokrasi di daerah menghendaki institusi yang mampu secara jelas dan refresentatif menjadi media penyalur aspirasi masyarakat dan daerah dalam pengambilan kebijakan di tingkat pusat. Demokrasi yang di bangun dalam proses desentralisasi menghendaki peran DPD yang lebih substansif. Namun, walaupun kewenangan yang diberikan Undang-undang Dasar 1945 kepada DPD masih sangat terbatas, tidak berarti DPD lantas berdiam diri, menunggu dilakukannya amandemen Undang-undang Dasar 1945. DPD harus terus bekerja sesuai dengan koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku.Keyword : Pasal 223 (1) UU No. 27 Tahun 2009, Pendidikan dan Kesehatan, Kabupaten Sambas
UPAYA KOPERASI TENAGA KERJA BONGKAR MUAT (TKBM) TERHADAP ANGGOTANYA YANG WANPRESTASI DALAM PENGEMBALIAN PINJAMAN DI KOTA PONTIANAK - A11106051, RONIE GOZALI
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 1, No 1 (2012): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam usaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan untuk memenuhi keperluan hidup, maka perlu adanya kerjasama secara kekeluargaan dan kegotong royongan antara sesama supaya tercapai taraf hidup yang lebih baik dan dapat membantu Koperasi. Dengan adanya Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, maka menjadi landasan hukum terbentuknya berbagi jenis Koperasi, salah satunya adalah Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM). Dalam pelaksanaan kegiatannyamemberikan pekayanan bagi para anggotanya berupa simpan pinjam yaitu menyimpan dan meminjamkan uang kepada anggota yang memerlukannya. Kegiatan proses peminjaman dilakukan secar langsung dengan mencatatkan pada buku yang disediakan oleh pengurus Koperasi sebagai permohonan, jika keuangan memungkinkan oleh pengurus koperasi langsung diserahkan dan jika keuangan koperasi tidak mencukupi uangnya diserahkan ke bulan berikutnya. Dalam pelaksanaan pengembalian peminjaman masih ada peminjaman yang wanprestasi, hal ini memerlukan upaya pengurus Koperasi untuk melakukan penagihan agar koperasi tidak dirugikan dan dapat memberikan pinjaman pada anggota koperasi lain yang memerlukannya. Oleh karena itu setiap [eminjam harus mempunyai itikad baik untuk melaksanakan kewajibannya. Faktor penyebab peminjam wanprestasi dalam pengembalian pinjaman pada Koperai TKBM karena penghasilan pekerjaan tidak menentu, ada keperluan yang mendesak, dan memang sengaja melalaikannya karena sakit. Akibat hukum wanprestasi peminjam dapat dikenakan sanksi dengan terlebih dahulu memberi teguran/peringatan bagi peminjam yang wanprestasi Upaya yang dilakukan pengurus Koperasi TKBM terhadap peminjam wanprestasi dalam pengembalian pinjaman adalah memberitahu pada peminjam untuk segera melunasi angsurannya, pemotongan upah melalui bendahara gaji, dikenakan denda, dan tidak diberi pinjaman lagi. Bahwa dengan adanya kesepakatan antara Anggota Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) terjadilah peminjaman oleh anggota koperasi, ternyata dalam pengembalian pinjaman masih ada yang wanprestasi Bahwa faktor yang menyebabkan peminjaman wanprestasi dalam pengembalian pinjaman karena penghasilannya berkurang , adanya keperluan yang mendesak dan sengaja melalaikan. Bahwa akibat hukum bagi peminjam yang wanprestasi dalam pengembalian pinjaman dikenakan sanksi berupa denda atau pemenuhan perjanjian Upaya yang dilakukan pengurus Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) terhadap peminjam yang wanprestasi dalam pengembalian pinjaman adalah memberi teguran/peringatan agar segera melunasi angsurannya, jika tidak diindahkan dikenakan denda, pemotongan upah melalui bendahara gaji, dan tidak akan diberikan pinjaman lagi. Pada hakekatnya manusia sebagai makhluk sosial memerlukan interaksi dengan orang lain dalam usaha memenuhi keperluannya. Dengan adanya sikap saling memenuhi keperluan tersebut, maka akan timbul kerjasama serta semngat kekeluargaan dan gotong royong dari orang-orang yang bergabung secara sukarela untuk memenuhi keperluan kehidupan, ekonomi, dan sosial. Hal ini terwujud dalam suatu wadah usaha berbadan hukum yang disebut KOPERASI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian, Pasal 1 (1) Pengertian Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Koperasi berasal dari kata CO dan Operation, yang dalam bahasa latin adalah Cooperere, dalam bahasa Inggris menjadi Coorperation berarti bekerja atau berusaha dan dalam bahasa Belanda adalah Corperatie. Koperasi berfungsi untuk menghimpun dana dan menyalurlannya kembali pada anggotanya, serta bertujuan untuk memajukan kesejahteraan dan meningkatkan taraf hidup anggotanya, hal ini di wujudkan dengan membuat koperasi disebut Koperasi Simpan Pinjam. Jika seseorang memerlukan modal usaha sedangkan dirinya tidak memiliki modal yang memadai, maka perlu bantuan orang lain. Untuk keperluan modal seseorang dapat melakukan suatu perjanjian dengan pihak lain yang dapat memberikan modal bagi usaha yang akan dilakukan. Berkaitan dengan perjanjian, berdasarkan Pasal 1313 KUH Perdata, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.1 Sedangkan menurut R. Subekti perngertian perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang lain atau di mana orang itu salaing berjanji untuk melaksanakan suatu hal.2 Kemudain menurut Hardjan Rusli memberikan pengertian perjanjian adalah suatu janji atau saling janji yang mana bila janji atau janji-janji itu tidak dilaksanakan maka secara hukum pihak yang dirugikan (kreditur) dapat menuntut pemenuhan janji itu secara paksa atau menuntut ganti rugi.3 Pengertian perjanjian tersebut menunjukkan adanya suatu hubungan hukum yang terjadi antara dua belah pihak atau lebih yang saling terkait menimbulkan hak dan kewajiban serta bertanggung jawab terhadap prestasi yang dilakukan. Hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada pihak yang membuat perjanjian dengan isi dan macam apa saja asal tidak bertentangan dengan Undang-Undang, ketertiban umum, dan keasusilaan. Di samping itu para pihak juga dibolehkan untuk membuat ketentuan sendiri dan mengatur sendiri kepentingan dalam perjanjian yang dibuat itu, seperti dalam Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM). Keyword : Upaya Koprasi Tenaga Kerja

Page 10 of 123 | Total Record : 1226