cover
Contact Name
Daniel Ari Wibowo
Contact Email
danielariwibowo@sttii-surabaya.ac.id
Phone
+628123253331
Journal Mail Official
jurnalkerusso@sttii-surabaya.ac.id
Editorial Address
https://jurnal.sttii-surabaya.ac.id/index.php/Kerusso/Editorial
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Jurnal Teologi & Pelayanan Kerusso
ISSN : 2407554X     EISSN : 27149587     DOI : https://doi.org/10.33856/kerusso.v7i2.231
Core Subject : Religion,
Jurnal Teologi & Pelayanan KERUSSO diterbitkan oleh STTII Surabaya, untuk mengembangkan karya tulis yang Imani, Injili & Interdenominasi, melalui penelitian yang berdasarkan pengajaran Alkitab ekspositori. Artikel yang disajikan meliputi studi eksegesis, eksposisi, penelitian lapangan & analisis pemikiran alkitabiah, untuk mendukung pengembangan dunia teologis & pelayanan umat.
Articles 127 Documents
Kepemimpinan Wanita dalam Gereja Yunita Stella
Jurnal Teologi dan Pelayanan Kerusso Vol 8 No 1: Jurnal Teologi & Pelayanan Kerusso - Maret 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33856/kerusso.v8i1.267

Abstract

The debate about the role of women in church ministry and leadership has been going on between two views, Complementarian and Egalitarian. The Complementarian view holds that men and women are equal in essence, but that headship is given by God to men. Therefore, leadership positions according to this view are only reserved for men, so that women cannot occupy leadership positions in the church. Meanwhile, the Egalitarian view does not recognize the existence of male headship. Both men and women have equal opportunity for leadership positions, including leadership in the church. In this research, the author uses a theological analysis to answer the complementarian and egalitarian debates. The results of this study acknowledge the existence of male headship and find that male headship does not hinder women's leadership in the church. ABSTRAK BAHASA INDONESIA Perdebatan tentang peran wanita dalam pelayanan dan kepemimpinan gereja, selama ini terjadi antara dua pandangan, yaitu Komplementarian dan Egalitarian. Pandangan Komplementarian berpendapat pria dan wanita setara secara esensi, namun kekepalaan diberikan Tuhan kepada pria. Oleh karena itu, posisi kepemimpinan menurut pandangan ini hanya dikhususkan untuk kaum pria, sehingga wanita tidak bisa menduduki posisi kepemimpinan di gereja. Sedangkan pandangan Egalitarian tidak mengakui adanya kekepalaan pria. Baik pria maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk posisi kepemimpinan, termasuk kepemimpinan dalam gereja. Pada penelitian ini, penulis menggunakan analisis teologis dalam menjawab perdebatan komplementarian dan egalitarian. Hasil penelitian ini mengakui adanya kekepalaan pria dan menemukan bahwa kekepalaan pria tersebut tidak menghalangi kepemimpinan wanita dalam gereja.
Polemik Frase “Duduklah di sebelah kanan-Ku” dalam Mazmur 110:1 Ryan Renaldy Madunde
Jurnal Teologi dan Pelayanan Kerusso Vol 8 No 1: Jurnal Teologi & Pelayanan Kerusso - Maret 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33856/kerusso.v8i1.264

Abstract

The book of Psalms, when viewed from a literary point of view, is grouped into a book with a poetic genre, so understanding every word in this book is certainly different when approaching a book with a narrative genre. It is this difficulty that needs to be considered in approaching books with the poetic genre, because this type of literature does not clearly state the background of the situation the author is experiencing when writing the message of God's Word. One of them is in Psalm 110:1 in the phrase "Sit at my right hand". If this phrase is not understood correctly it will indicate that there are two different and separate existences of God from one another, so this Psalm will be closely related to the study of systematic theology of Christology which refers to the person of the Lord Jesus Christ. If Jesus is meant in this verse then there will be LORD (YHWH) and Jesus sitting at the right hand of GOD. This study uses a qualitative method with a literature study which will exegetically discuss the phrase "Sit at My right hand", with an exegesis study approach the author hopes to find a meaning as close as possible to the meaning that the author of the book of Psalms wanted to convey, especially in chapter 110:1. ABSTRAK BAHASA INDONESIA Kitab Mazmur jika ditinjau dari segi sastranya dikelompokkan kedalam kitab dengan genre puisi, sehingga dalam memahami setiap kata dalam kitab ini tentulah berbeda ketika mendekati kitab dengan genre narasi. Kesulitan inilah yang perlu diperhatikan dalam mendekati kitab-kitab dengan genre puisi, sebab jenis sastra ini tidak mengemukakan secara gamblang tentang latar dari situasi yang sedang dialami penulis ketika menuliskan pesan Firman Tuhan tersebut. Salah satunya yang terjadi dalam Mazmur 110:1 pada frase “Duduklah di sebelah kanan-Ku”. Frase ini jika tidak dipahami dengan tepat akan mengindikasikan ada dua eksistensi Allah yang berbeda dan terpisah satu dengan yang lainnya, dengan begitu Mazmur ini akan berkaitan erat dengan studi teologi sistematika Kristologi yang merujuk kepada pribadi Tuhan Yesus Kristus. Jika Yesus yang dimaksudkan dalam ayat ini maka akan ada TUHAN (YHWH) dan Yesus yang duduk disebelah kanan TUHAN. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan studi literatur kepustakaan yang akan membahas secara eksegetikal frase “Duduklah di sebelah kanan-Ku”, dengan pendekatan studi eksegesis penulis berharap akan menemukan makna sedekat mungkin dengan makna yang ingin disampaikan penulis kitab Mazmur khususnya pada pasal 110:1.
Hidup Berkelimpahan Dalam Perspektif Yohanes 10:10b Sri Binar; Harman Ziduhu Laia; Jonathan Octavianus
Jurnal Teologi dan Pelayanan Kerusso Vol 8 No 1: Jurnal Teologi & Pelayanan Kerusso - Maret 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33856/kerusso.v8i1.280

Abstract

The abundant life in John 10:10b is understood in various ways. Prosperity theology adherents understand the abundant life which is the purpose of Christ's first coming into this world in a different way than others. The group understands that the 'abundance' (περισσὸν) in this text is material (worldly) abundance that Christ brings to every believer. Therefore there is an assumption that every believer should live with material abundance. Conversely, a believer whose life is materially poor will be considered to lack faith or sin which results in God not blessing him with material abundance. The methodology used in this study is the literature study method using exegesis principles based on Biblical hermeneutic laws. In-depth exegesis studies, based on textual, contextual, grammatical, structural, historical, literary, exegetical, and theological studies show that 'abundance' in the text is not an object (something) that believers get, but a description of how they get that object (eternal life). According to this text, the purpose of Christ's first coming is to bring eternal life to every believer in Him, and believers will very abundantly obtain eternal life. Really the coming, death, and resurrection of Christ are of no value if the goal is only to provide material abundance for each of His followers. ABSTRAK BAHASA INDONESIA Hidup berkelimpahan dalam Yohanes 10:10b dipahami dengan berbagai macam makna. Para penganut teologi kemakmuran memahami hidup berkelimpahan yang menjadi tujuan kedatangan pertama Kristus ke dalam dunia ini dengan cara yang berbeda dari yang lain. Kelompok tersebut memahami bahwa ‘kelimpahan’ (περισσὸν) dalam teks ini merupakan kelimpahan materi (duniawi) yang dibawa oleh Kristus bagi setiap orang percaya. Oleh karenanya ada anggapan seharusnya setiap orang percaya hidup dengan kelimpahan secara materi. Sebaliknya, orang percaya yang hidupnya miskin secara materi akan dianggap kurang beriman atau berdosa yang mengakibatkan Tuhan tidak memberkatinya dengan kelimpahan materi. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi pustaka dengan memakai prinsip eksegesis berdasarkan hukum hermeneutik yang Alkitabiah. Studi eksegesis yang mendalam, berdasarkan studi tekstual, kontekstual, gramatikal, struktural, historikal, literatur, eksegetikal, dan teologi menunjukkan bahwa ‘kelimpahan’ dalam teks tersebut bukan objek (sesuatu hal) yang diperoleh orang percaya, melainkan keterangan bagaimana mereka memperoleh sebuah objek (hidup kekal) itu. Menurut teks ini, tujuan kedatangan pertama Kristus adalah membawa hidup kekal bagi setiap orang percaya kepada-Nya, dan orang percaya akan memperoleh dengan sangat melimpah hidup kekal itu. Sungguh kedatangan, kematian, dan kebangkitan Kristus sangat tidak bernilai jika tujuannya hanya untuk memberikan kelimpahan materi bagi setiap pengikut-Nya.
Karakteristik Kepemimpinan Kristen Melalui Keteladanan Yesus Dalam Melayani Berdasarkan Markus 10: 43-45 Misdon Silalahi; Rudolf Weindra Sagala; Alvyn C. Hendriks; Janes Sinaga
Jurnal Teologi dan Pelayanan Kerusso Vol 8 No 1: Jurnal Teologi & Pelayanan Kerusso - Maret 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33856/kerusso.v8i1.272

Abstract

Every human being is a leader, at least leading themselves. Leadership is a responsibility entrusted to them by a community or an organization. In addition to having the ability and skill, a leader is also expected to have good characteristics. This research uses qualitative methods through literature study. The purpose of this research is to encourage every leader to emulate the leadership of Jesus, which is servant leadership as described in the book of Mark 10:43-45. In Christian leadership, it is expected to have the characteristic of servant leadership, which can be exemplified through the leadership of Jesus Christ. Serving is part of the existence and purpose of human life, and since humans are created to serve God, it can be done in a life of mutual service with the aim of bringing glory to Him. ABSTRAK BAHASA INDONESIA Setiap manusia adalah seorang pemimpin, minimal memimpin dirinya sendiri. Kepemimpinan adalah sebuah tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya melalui komunitas maupun sebuah organisasi. Selain seorang pemimpin harus memiliki kemampuan maupun kemahiran, seorang pemimpin juga diharapkan memiliki karakteristik yang baik. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui studi literatur. Tujuan penelitian ini adalah agar setiap pemimpin meneladani kepemimpinan Yesus, yaitu kepemimpinan yang melayani seperti yang terdapat dalam kitab Markus 10:43-45. Dalam kepemimpinan Kristen diharapkan memiliki karakteristik kepemimpinan yang melayani, kepemimpinan melayani dapat dicontoh melalui keteladanan kepemimpinan Yesus Kristus. Melayani adalah bagian dari keberadaan dan tujuan hidup manusia, dan karena manusia diciptakan untuk melayani Tuhan, hal ini dapat dilakukan dalam kehidupan yang saling melayani dengan tujuan membawa kemuliaan bagi-Nya.
Studi Kritis Terhadap Konsep Suhento Liauw Tentang Keterpisahan Pribadi Tritunggal Secara Lokal Julitinus Harefa
Jurnal Teologi dan Pelayanan Kerusso Vol 8 No 1: Jurnal Teologi & Pelayanan Kerusso - Maret 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33856/kerusso.v8i1.275

Abstract

In this 21st century, deviations from the doctrine of the Trinity have again been echoed by Christian splinters, as previously the teaching of the separation of the person of the Trinity had been anathematized by the church fathers. The most serious danger is the emergence of Independent Baptist fundamentalism (FBI) teachers who camouflage themselves to show the face and motives of the Trinity doctrine in a different packaging, namely: the local separation of the person of the Trinity. This article aims to find the motives for teaching the personal Trinitarian God locally as meant by Suhento Liauw. And find the Biblical basis used to claim that the person of God can be separated locally. Because adherents today often label themselves as true and most Biblical Christians. Therefore, the truth conveyed by this group requires clarification efforts to God's people so that they are not trapped in false teachings. The reason for falsification of the true teaching lies in a very significant degree of resemblance to the original teaching and there is even a very small chance of finding the difference when compared to Christian teaching in general. This study uses a qualitative approach through literature studies with content analysis. In this case the author concludes that the claims and teachings of the Independent Baptist Fundamentalist Christian group (FBI) have the potential to harm Christian faith. ABSTRAK BAHASA INDONESIA Di abad ke-21 ini, terdapat penyimpangan terhadap doktrin Tritunggal yang kembali digaungkan oleh beberapa kelompok Kristen yang bercabang, sebagaimana pada masa lalu pengajaran mengenai keterpisahan pribadi Tritunggal telah dianatemakan oleh bapa-bapa gereja. Bahaya yang sangat serius adalah kemunculan para pengajar fundamentalisme Baptis Independen (FBI) yang menyembunyikan motif dan doktrin Tritunggal dalam bentuk yang berbeda, yakni keterpisahan pribadi Tritunggal secara lokal. Artikel ini bertujuan untuk menemukan motif pengajaran pribadi Allah Tritunggal secara lokal seperti yang dimaksud oleh Suhento Liauw dan menemukan dasar Alkitab yang digunakan untuk mengklaim bahwa pribadi Allah dapat terpisah secara lokal. Para pengikut aliran Kristen ini sering mengklaim diri sebagai orang Kristen sejati dan paling Alkitabiah. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk menjelaskan kebenaran ajaran ini kepada umat Tuhan agar mereka tidak terjebak pada pengajaran palsu. Sebab, pemalsuan ajaran yang sejati sering kali menyerupai ajaran aslinya secara signifikan dan bahkan sulit untuk membedakan dari ajaran Kristen pada umumnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui studi literatur dengan analisis isi. Dalam hal ini, penulis menyimpulkan bahwa klaim dan pengajaran dari kelompok aliran Kristen fundamentalisme Baptis Independen (FBI) berpotensi membahayakan iman Kristen.
Abraham Kuyper Dan Pluralitas Samuel Tesa Katianda
Jurnal Teologi dan Pelayanan Kerusso Vol 8 No 1: Jurnal Teologi & Pelayanan Kerusso - Maret 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33856/kerusso.v8i1.278

Abstract

Christians in Indonesia continue to struggle with their role and involvement in the public sphere, especially politics, on Indonesian soil. Abraham Kuyper is one of the Reformed theologians who is considered authoritative when it comes to the role of Christians in the public sphere. This article presents how Kuyper addresses plurality and establishes inter-religious cooperation, without compromising. This article shows that Kuyper's thinking has a wealth that corresponds to Pancasila which is the ideal foundation and basis of the Indonesian state. facilitating data collection through books that are already available, then the author describes the book's data, namely through the concept of thinking from Abraham Kuyper and Pancasila ideology, because both Kuyper's thinking and Pancasila ideology are equally able to accommodate diversity so that it can be an important input for Christian public involvement in Indonesia. ABSTRAK BAHASA INDONESIA Orang Kristen di Indonesia terus menerus menggumulkan akan peran dan keterlibatannya di ranah publik, khususnya politik, di bumi Indonesia. Abraham Kuyper adalah salah satu teolog dari kalangan Reformed yang dianggap otoritatif ketika berbicara mengenai peranan orang Kristen dalam ranah publik. Artikel ini menyajikan bagaimana Kuyper menyikapi pluralitas dan menjalin kerjasama antar umat beragama, tanpa menjadi bersifat kompromistis. Artikel ini menunjukkan bahwa pemikiran Kuyper memiliki kekayaan yang berpadanan dengan Pancasila yang adalah landasan idiil dan dasar negara Indonesia dalam penulisan artikel ini, penulis menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research) yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, penulis menggukan metode ini untuk mempermudah pengumpulan data melalui buku yang sudah tersedia kemudian penulis memaparkan data buku tersebut yaitu melalui konsep berpikir dari Abraham Kuyper dan ideologi Pancasila, karena baik pemikiran Kuyper maupun ideologi Pancasila sama-sama mampu mengakomodasi keberagaman, sehingga dapat menjadi masukan yang penting bagi keterlibatan publik orang Kristen di Indonesia.
Apa Yang Menahan Manusia Durhaka” Dalam 2 Tesalonika 2:6? Diyestri Ariyani Sekekere; Agustinus Faot; Jonathan Octavianus
Jurnal Teologi dan Pelayanan Kerusso Vol 8 No 2: Jurnal Teologi & Pelayanan Kerusso - September 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33856/kerusso.v8i2.266

Abstract

This article addresses various theological debates regarding "what restrains the wicked." The article argues that Paul's expression regarding what restrains the wicked is a repetition of information from 1 Thessalonians 1:5, mentioning the term πνεύματι ἁγίῳ (Holy Spirit) as a source of enduring strength throughout the history of the church. To substantiate this claim, the article employs an exegetical method and employs two steps of the exegetical method, namely Contextual Analysis and Grammatical Analysis. Based on the contextual and grammatical analysis, the article concludes that "What Restrains" in 2 Thessalonians 2:6 refers to the Holy Spirit. This is supported by the fact that the Person of the Holy Spirit is repeatedly conveyed to the church in the first and second letters as a powerful entity to encourage the ministry spirit of the Apostle Paul and to provide strength to the congregation, including restraining the wicked. Abstrak Indonesia Artikel ini menjawab berbagai perdebatan teologis tentang "apa yang menahan manusia yang durhaka." Artikel ini berpendapat bahwa pernyataan Paulus tentang apa yang menahan manusia yang durhaka adalah pengulangan informasi dari 1 Tesalonika 1:5 yang menyebutkan istilah πνεύματι ἁγίῳ (Roh Kudus) sebagai sumber kekuatan yang kokoh sepanjang sejarah gereja. Untuk membuktikan pandangan ini, artikel ini menggunakan metode eksegesis dan melibatkan dua tahap dari metode eksegesis, yaitu Analisis Konteks dan Analisis Gramatikal. Berdasarkan hasil analisis konteks dan gramatikal, artikel ini menyimpulkan bahwa "Apa yang Menahan" dalam 2 Tesalonika 2:6 adalah Roh Kudus. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa Pribadi Roh Kudus secara berulang kali disebutkan dalam surat pertama dan surat kedua kepada jemaat sebagai pribadi yang kuat untuk memotivasi pelayanan Rasul Paulus dan memberikan kekuatan kepada jemaat, termasuk dalam menahan manusia yang durhaka.
A “Fides Quaerens Intelectum: Perang Melawan Fundamentalisme Agama Perspektif Henri De Lubac” Yohanes Alfrid Aliano; Urbanus Rohit
Jurnal Teologi dan Pelayanan Kerusso Vol 8 No 2: Jurnal Teologi & Pelayanan Kerusso - September 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33856/kerusso.v8i2.291

Abstract

The focus of this study is to analyze and explore more deeply the Catholic faith in the fight against religious fundamentalism based on the thoughts of Henri De Lubac. There are several cases of deviation as a result of human misunderstanding in interpreting their religious teachings that parrot radicalism, apathy-worship of science and technology, moderate-conservative thinking and so on. Humans then believe blindly, meaning to interpret literally what is written in the faith rule without seeing, reflecting and reflecting more deeply on the intent and purpose of writing the fait rule. Then the faith that becomes blurred is often the background of violence, oppression, war and humiliation of human dignity. This paper aims to respond, reflect and understand more deeply the importance of having a critical awareness of reason and faith in combating faith radicalism. The author uses an interpretive descriptive method in the form of a literature review on the faith of Catholics based on Henri De Lubac's theological concepts in relation to Religious Fundamentalism by criticizing the faith that only blindly obeys and sticks to doctrine alone. The author finds that Religious Fundamentalism actually has a good purpose, but it is often misinterpreted, causing deviations. So, it is important to compare the elaboration of the basis of faith based on the locus teologicus of faith: the Bible, Tradition, Magisterium, and its contextualization. True Christian faith is an expression of complete surrender to God and being responsible for God's will in everyday life. Abstrak Indonesia Fokus studi ini menganalisis dan merefleksikan lebih dalam iman Katolik dalam memerangi fundamentalisme agama berdasarkan pemikiran Henri De Lubac. Ada berbagai kasus penyimpangan akibat dari kesalahpahaman manusia dalam mengartikan ajaran agamanya yang radikalisme, sikap apatis-pemujaan terhadap IPTEK, pemikiran konservatif-moderat dan semacamnya. Manusia lalu beriman secara buta, artinya menafsirkan secara harafiah apa yang tertulis di dalam regula imannya tanpa melihat, merefleksikan dan merenungkan lebih dalam maksud dan tujuan ditulisnya regula iman itu. Lantas iman yang menjadi kabur itu kerap kali melatarbelakangi terjadinya kekerasan, penindasan, perang dan perendahan martabat manusia. Tulisan ini bertujuan untuk menanggapi, merenungkan dan memahami lebih dalam akan pentingnya memiliki kesadaran kritis akal budi dan iman dalam memerangi radikalisme iman. Penulis menggunakan metode deskriptif-interpretatif berupa kajian pustaka tentang iman umat Katolik berdasarkan konsep teologi Henri De Lubac dalam kaitannya dengan Fundamentalisme Agama dengan mengkritisi iman yang hanya taat buta dan berpegang teguh pada doktrin semata. Penulis menemukan Fundamentalisme Agama sebenarnya memiliki tujuan yang baik, namun hal ini kerap kali disalahartikan sehingga menimbulkan penyimpangan berujung pada konflik. Maka, penting untuk mengkomparasi-elaborasikan dasar iman berdasarkan locus teologicus iman: Biblis, Tradisi, Magisterium, dan kontekstualisasinya. Iman Kristiani sejati itu merupakan ungkapan penyerahan diri kepada Allah secara utuh dan mau bertanggung jawab atas kehendak Allah dalam hidup setiap hari.
Gereja dengan Model Hibrida: Sebuah Pendekatan Eklesiologi di Era Pasca Pandemi COVID-19 Otniel Aurelius Nole
Jurnal Teologi dan Pelayanan Kerusso Vol 8 No 2: Jurnal Teologi & Pelayanan Kerusso - September 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33856/kerusso.v8i2.305

Abstract

The Church can contemplate and act upon the implementation of its activities in the post-COVID-19 pandemic era. Generally, the Church has traditionally conducted its activities in a face-to-face manner, but the increasing modernization of society has led to the adoption of indirect methods as well. In this research, these two approaches are not seen as contradictory but are viewed from a different perspective, presenting a model for the Church, namely the hybrid model. The aim of this research is to demonstrate that the hybrid Church model is an intriguing and beneficial ecclesiological approach for the enhancement of a healthy and vibrant Church in contemporary times. This study employs a literature review to present an argument based on valid references, and the author also conducts field research, including observations and interviews, as data collection techniques. The author finds that the hybrid model can serve as a solution to assist churches in carrying out religious practices. Abstrak Indonesia Gereja dapat berpikir dan bertindak tentang pelaksanaan kegiatannya di era pasca pandemi COVID-19. Secara umum, gereja melakukan kegiatan secara langsung, tetapi perkembangan zaman yang kian modern membuat gereja juga memberlakukan kegiatan secara tidak langsung. Dalam penelitian ini, kedua hal itu tidak dipertentangkan, melainkan diambil sudut pandang lain dengan menampilkan suatu model bagi gereja, yaitu hibrida. Tujuan penelitian ini menunjukkan bahwa gereja bermodel hibrida adalah pendekatan eklesiologi yang menarik dan bermanfaat tentang peningkatan gereja yang sehat dan segar di zaman kontemporer. Penelitian ini menggunakan studi kepustakaan dalam memunculkan suatu argumen dari referensi valid, serta penulis juga melakukan studi lapangan berupa observasi dan wawancara sebagai teknik pengumpulan datanya. Penulis menemukan bahwa model hibrida dapat menjadi jawaban untuk membantu gereja-gereja melaksanakan praktik religius.
Di Bawah Dualisme Hukum : Komunitas Kristen Pribumi Jawa di Era Kolonial Harto Juwono
Jurnal Teologi dan Pelayanan Kerusso Vol 8 No 2: Jurnal Teologi & Pelayanan Kerusso - September 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33856/kerusso.v8i2.308

Abstract

This article aims to elucidate the legal status and position of indigenous Christian communities in Java during the colonial era. The reason for this is that their presence within the administrative and legal system of the Dutch East Indies necessitated clarity, given the frequent uncertainty in the implementation of Dutch government actions. As a historical work, this research employs historical sources inherited from past administrative activities, namely documents. Priority is given to primary documents, whether in the form of manuscripts or official publications, while reference sources will be used in accordance with their respective eras of creation. The data is obtained from archival repositories, both in the Netherlands and Indonesia, such as the National Archives of the Republic of Indonesia. The method used to process this data is the historical research method, which consists of four stages: heuristic, criticism, interpretation, and reconstruction. From the results of the reconstruction, it can be concluded that issues of interpretation are the main problem in addressing the aforementioned ambiguity. Differences in interpretation between indigenous Christian communities (and their missionary leaders) on one side and government authorities on the other side have led to disparities in policy implementation and even conflicts of interest. This situation is further exacerbated by the lack of clarity within the government apparatus itself in executing instructions, both at lower and higher levels, especially concerning indigenous Christian communities in Java. Abstrak Indonesia Artikel ini bertujuan untuk mengungkapkan status dan posisi hukum masyarakat pribumi Kristen di Jawa pada era kolonial. Alasan untuk hal ini adalah karena keberadaan mereka dalam sistem politik administrasi dan sistem hukum kolonial memerlukan kejelasan, mengingat seringkali terjadi ketidakpastian dalam penerapan tindakan pemerintah Hindia Belanda. Sebagai karya sejarah, penelitian ini menggunakan sumber sejarah yang merupakan warisan dari aktivitas administrasi masa lalu, yakni dokumen. Prioritas diberikan pada dokumen primer, baik berupa manuskrip maupun sumber resmi yang diterbitkan, sementara sumber referensi akan digunakan sesuai dengan era pembuatannya. Data-data tersebut diperoleh dari pusat penyimpanan arsip, baik di Belanda maupun di Indonesia, seperti di Arsip Nasional Republik Indonesia. Metode yang digunakan untuk mengolah data ini adalah metode penelitian sejarah yang terdiri atas empat tahap: heuristik, kritik, interpretasi, dan rekonstruksi. Dari hasil rekonstruksi, dapat disimpulkan bahwa persoalan interpretasi merupakan masalah utama dalam menjawab ketidakjelasan status di atas. Perbedaan interpretasi antara umat Kristen pribumi (dan para pendeta zendingnya) di satu sisi dan aparat pemerintah di sisi lain mengakibatkan perbedaan dalam aplikasi kebijakan dan bahkan dapat mengarah pada konflik kepentingan. Hal ini semakin memburuk akibat ketidakjelasan pada aparat pemerintah sendiri dalam melaksanakan instruksi baik di tingkat bawah maupun atas, khususnya terhadap komunitas Kristen pribumi di Jawa.

Page 8 of 13 | Total Record : 127