cover
Contact Name
Nathanail Sitepu
Contact Email
psnail21@gmail.com
Phone
+6281321151320
Journal Mail Official
psnail21@gmail.com
Editorial Address
Rukan Mutiara Marina No.40 Semarang - Jawa Tengah
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
Harvester: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen
ISSN : 23029498     EISSN : 26850834     DOI : 10.52104
Aim dan Scope HARVESTER: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen mencakup sbb: 1. Teologi Biblikal 2. Teologi Sistematika 3. Teologi Praktika 4. Kepemimpinan Kristen
Articles 80 Documents
Kepemimpinan Ideal Bagi Generasi Milenial Kornelius Kornan Sabat
HARVESTER: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen Vol 6, No 2 (2021): Teologi dan Kepemimpinan Kristen - Desember 2021
Publisher : STTI Harvest Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (294.21 KB) | DOI: 10.52104/harvester.v6i2.59

Abstract

Leadership is a sexy and attractive issue for a leader. Leadership is also indispensable in every generation. Leaders must be able to understand the changes and developments of every era, so that what is done is able to answer every challenge of that era. There are many ways to become the ideal leader for the millennial generation, but the thing that stands out or is strongest in an ideal leadership for the millennial generation is servant leadership. Ideal leadership in the melenial generation must be able to adapt to the demands and developments of the times. Moreover, in the current millennial era, a leader who has a visionary spirit and thoughts is needed. A leader who is ready and willing to change according to the era in which God is entrusted to lead. Without the changes made, it is impossible for his leadership to be as ideal as expected in his generation.AbstrakKepemimpinan adalah sebuah isu sexy dan menarik bagi seorang para pemimpin. Kepemimpinan juga adalah hal yang sangat dibutuhkan dalam setiap generasi. Pemimpin harus mampu memahami perubahan dan perkembangan setiap jaman, sehingga apa yang dilakukan mampu menjawab setiap tantangan jaman tersebut. Banyak cara untuk menjadi pemimpin yang ideal bagi generasi milenial tetapi hal yang menonjol atau terkuat dalam sebuah kepemimpinan yang ideal bagi generasi melenial adalah kepemimpinan pelayan. Kepemimpinan yang ideal pada generasi melenial harus dapat menyesuaikan dengan tuntutan dan perkembangan zaman. Terlebih lagi pada era milenial saat ini, dibutuhkan seorang pemimpin yang memiliki jiwa dan pemikiran yang visioner. Seorang pemimpin yang siap dan mau berubah sesuai dengan jaman dimana Tuhan percayakan memimpin. Tanpa perubahan yang dilakukan maka kepemimpinannya tidak mungkin bisa menjadi ideal seperti yang diharapkan pada generasinya.
Pragmatisme Kepemimpinan Debora bagi Kepemimpinan Wanita Kristen di Masa Kini Elkana Chrisna Wijaya
HARVESTER: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen Vol 4, No 2 (2019): Teologi dan Kepemimpinan Kristen - Desember 2019
Publisher : STTI Harvest Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (425.004 KB) | DOI: 10.52104/harvester.v4i2.17

Abstract

Deborah's Leadership Pragmatism for Today's Christian Women's Leadership. The discussion on women's leadership is a contemporary issue that always brings polemic almost in various fields. The pros and cons of this matter from the beginning until the present remain a hot issue, while the freedom and involvement of women in the world of leadership, both in the spiritual and non-spiritual realms, is increasingly widespread and growing. Conditions and situations, of course, need to get a solution in the form of the contribution of thought, both theological and pragmatic. Conducting research on the subject, using a qualitative methodology, so that not only refers to the biblical texts that are directly related, but also refers to other texts relating to the research subjects, as well as using literature that is closely related to leadership. Thus, it is hoped that the results of this study will enlighten various parties and can be accounted for. Abstrak: Pragmatisme Kepemimpinan Debora bagi Kepemimpinan Wanita Kristen di Masa Kini. Pembahasan mengenai kepemimpinan wanita merupakan isu kontemporer yang senantiasa mendatangkan polemik hampir di berbagai bidang. Pro dan kontra mengenai hal tersebut dari dulu hingga kekinian tetap menjadi isu hangat, sementara kebebasan dan keterlibatan kaum wanita dalam dunia kepemimpinan, baik itu di dunia keagamaan maupun sekular semakin luas dan terus berkembang. Kondisi itu, tentunya perlu mendapatkan solusi dalam bentuk sebut penelitian teologis yang dapat menjadi acuan dalam menyelesaikan masalah tersebut. Pelaksanaan penelitian terhadap subyek tersebut, menggunakan metodologi penelitian kualitatif, sehingga tidak hanya mengacu pada teks Alkitab yang berkaitan langsung, namun juga mengacu pada teks-teks lainnya yang berkaitan dengan subyek penelitian, di samping juga menggunakan literatur-literatur yang berkaitan erat dengan kepemimpinan. Dengan demikian, diharapkan hasil penelitian ini berupa sebuah penelitian Alkitabiah yang dapat memberikan pemecahan masalah dan dapat diaplikasikan dalam kepemimpinan wanita Kristen di masa kini.
Konsep Kepemimpinan Musa Terhadap Pola Kepemimpinan Kristen Di Era Digital Nofrianus Zalukhu; Claudia Angelina; Monica Santosa
HARVESTER: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen Vol 7, No 2 (2022): Teologi dan Kepemimpinan Kristen - Desember 2022
Publisher : STTI Harvest Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (287.843 KB) | DOI: 10.52104/harvester.v7i2.107

Abstract

This research was raised based on the consequences of the phenomenon of the loss of identity of Christian leaders in today's digital era. This condition was actually born from the unpreparedness of leaders in taking advantage of the digital era to develop themselves into leaders who have character and have spiritual values. Through these conditions, this study tries to analyze a "Mosaic leadership concept towards Christian leadership patterns in the digital era". This analysis aims to describe and answer some of the personal problems of a leader who is experiencing a character and spiritual crisis in the digital era through the example of Musa's leadership. This research uses qualitative methods with literature review. The findings obtained are that character and spirituality must be built through an intimate relationship with God so that it becomes a reference for every Christian leader in order to lead correctly and according to God's will. Thus, the connection and relationship with God, the source of everything, becomes a picture for every character and spirituality of every Christian leader.AbstrakPenelitian ini diangkat berdasarkan akibat terjadinya fenomena mulai hilangnya jati diri pemimpin Kristen di era digital masa kini. Kondisi ini justru lahir dari ketidaksiapan para pemimpin dalam memanfaatkan zaman era digital untuk memprogres diri menjadi seorang pemimpin yang berkarakter dan memiliki nilai spiritualitas. Melalui kondisi tersebut, penelitian ini mencoba menganalisis sebuah “konsep kepemimpinan Musa terhadap pola kepemimpinan Kristen di era digital”. Analisis ini bertujuan untuk memaparkan serta menjawab beberapa permasalahan pribadi seorang pemimpin yang mengalami krisis karakter dan rohani di era digital melalui teladan kepemimpinan Musa. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan kajian studi pustaka. Hasil temuan yang diperoleh adalah karakter dan spiritualitas harus dibangun melalui relasi intim terhadap Allah sehingga menjadi acuan terhadap setiap pemimpin Kristen agar dapat memimpin dengan benar dan sesuai kehendak Allah. Dengan demikian koneksi dan hubungan dengan Allah sang sumber segalanya menjadi gambaran bagi setiap karakter dan kerohanian setiap pemimpin Kristen.
Dunia Pendidikan Pengajaran di Era New Normal Desti Samarenna
HARVESTER: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen Vol 5, No 2 (2020): Teologi dan Kepemimpinan Kristen - Desember 2020
Publisher : STTI Harvest Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (245.88 KB) | DOI: 10.52104/harvester.v5i2.47

Abstract

New normal is now a new model of life and has been adapted by all countries and has become a reference especially with regard to changes in people's behavior. The conditions in the new normal or new normal provide special challenges for education due to changes in teaching and educational methods. Readiness to enter the new normal is an important part because if you are not ready to follow the changes in the new normal era, it will certainly have an influence on whether the process of change is fast or slow. Community response is an important part so that the implementation of various fields in particular education can run well. This research uses qualitative methods with phenomenological analysis. The use of this method aims to collect scattered data and information so that it is more meaningful and easy to understand. The research process is carried out by describing the facts based on the data, the second is conducting a study of the topic. So, the world of education, especially tertiary institutions, in the new normal era, must open up in the readiness to carry out transformation in all aspects in order to keep up with changes and produce competitive graduates. AbstrakNew normal kini menjadi model kehidupan baru dan didaptasi oleh semua negara dan menjadi referensi khususnya berkaitan dengan perubahan perilaku masyarakat. Kondisi dimasa new normal atau normal baru memberikan tantangan tersendiri bagi pendidikan karena perubahan metode pengajaran dan pendidikan. Kesiapan memasuki normal baru menjadi bagian yang penting karena jika tidak siap mengikuti perubahan era normal baru tentu akan memberikan pengaruh apakah proses perubahan tersebut berjalan cepat atau berjalan lambat. Respon masyarakat menjadi bagian yang penting sehingga pelaksaan berbagai bidang secara khusus pendidikan dapat berjalan dengan baik. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis fenomenologi.  Penggunaan metode ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi yang tersebar sehingga lebih bermakna dan mudah dipahami. Proses penelitian ini dilakukan dengan mendiskripsikan fakta berdasarkan data, kedua melakukan kajian terhadap topik tersebut. Jadi, dunia pendidikan khususnya Perguruan Tinggi dalam era normal baru harus membuka diri dalam kesiapan melakukan transformasi dalam segala aspek agar bisa mengikuti perubahan dan menghasilkan lulusan yang berdaya saing. 
Implementasi Kepemimpinan Gembala yang Melayani Berdasarkan 1 Petrus 5:2-10 di Kalangan Gembala Jemaat Gereja Bethel Indonesia se-Jawa Tengah Natanael S. Prajogo
HARVESTER: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen Vol 4, No 1 (2019): Teologi dan Kepemimpinan Kristen - Juni 2019
Publisher : STTI Harvest Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (958.021 KB) | DOI: 10.52104/harvester.v4i1.5

Abstract

Servant leadership is a leadership model that was introduced by Lord Jesus and can be summarized in the following elements: Leadership does not mean having a full authority towards followers or using the authority as commonly used by the rulers; Leaders must be the servants for their people; Jesus Himself is the model of servant leadership; Humility is the essential quality of the true leaders’ character. For Jesus, leaders are servants. In 1 Peter 5:2-10, the Apostle Peter described pastors as leaders who must serve their congregation with the following characteristics: serving with joy, serving with dedication, serving with examples, serving with humility, and serving with faith strengthening. Abstrak: Model kepemimpinan yang melayani adalah model kepemimpinan yang diperkenalkan oleh Yesus Kristus, yang dapat dirangkumkan dalam beberapa hal berikut ini: Kepemimpinan bukan berarti berkuasa penuh terhadap para pengikut atau menggunakan kekuasaan seperti biasa dilakukan oleh para penguasa; Pemimpin harus menjadi pelayan bagi orang-orangnya; Yesus sendiri adalah model kepemimpinan pelayan; Kerendahan hati merupakan kualitas utama dari karakter pemimpin sejati. Bagi Yesus, pemimpin adalah pelayan. Dalam 1 Petrus 5:1-10, rasul Petrus menjelaskan tentang seorang gembala sebagai pemimpin harus melayani jemaat dengan ciri-ciri sebagai berikut: melayani dengan sukarela, melayani dengan pengabdian diri, melayani dengan keteladanan, melayani dengan kerendahan hati, dan melayani dengan menguatkan iman.
Pergeseran dan Pengertian Ulang Hukum Sabat di Tengah Pandemi Covid-19 Dicky Aprianto
HARVESTER: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen Vol 7, No 1 (2022): Teologi dan Kepemimpinan Kristen - Juni 2022
Publisher : STTI Harvest Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (423.175 KB) | DOI: 10.52104/harvester.v7i1.86

Abstract

The Sabbath became one of the important Identity for Jews. Sabbath is one of the ten commandments of God given to the Jews. The Jews lived the Sabbath stricly, because it was placed within the frameword of God’s covenant and Israel. The Sabbath also refers to the act of God who rest on the seventh day and sanctified the sevent day. The purpose of this study is to examine the law of the Sabbath in the Old Testament is reflected newly by Christians in the light of the Easter Mystery and progressive law in the midst of the Covid-19 pandemic. Using library reserach, this article will discuss the development of the Sabbath in the history of the Torah, the era of Kings, the Prophets age, and the time after exile. The results of the research shows that the limiting to celelebrate Masses on Sundays during Covid 19 Pandemic can be a manifestation of the progresive law which goes against the normality of the law of Sabbath or Sunday Masses. Fundamental values such as liberation and human dignity are being promoted yet under those limited celebrations. Such implementation on the limited celebrations is a humanitarian step to prevent the pandemic from spreading. Therefore, the obligations to celebrate Masses on Sundays has still to be adjusted to the current situation of the people.AbstrakHari Sabat menjadi salah satu identitas penting bagi orang Yahudi. Sabat adalah salah satu dari sepuluh perintah Allah yang diberikan kepada orang Yahudi. Orang-orang Yahudi menjalankan hari Sabat dengan ketat, karena itu ditempatkan dalam kerangka perjanjian Allah dan Israel. Sabat juga mengacu pada tindakan Allah yang beristirahat pada hari ketujuh dan menguduskan hari ketujuh. Tujuan penelitian ini mengkaji hukum sabat dalam Perjanjian Lama yang direfleksikan secara baru oleh orang-orang Kristen dalam terang Misteri Paskah dan hukum progresif di tengah pandemi Covid-19. Menggunakan metode penelitian pustaka, artikel ini akan membahas perkembangan hari Sabat dalam sejarah Taurat, zaman Raja-raja, zaman Nabi, dan zaman setelah pembuangan. Dari hasil penelitian, pembatasan perayaan ekaristi hari minggu di masa pandemi covid-19 ini, dapat dikatakan sebagai bagian dari hukum progresif terhadap hukum sabat atau hukum beribadat pada hari minggu. Nilai mendasar yang diperjuangkan adalah bahwa ke pembebasan dan kemanusiaan tetapi ada dalam pembatasan ibadat ini. Pelaksanaan ibadat yang terbatas ini, merupakah langkah konkrit dari perjuangan kemanusiaan untuk mencegah semakin tersebarnya pandemi ini. Maka kewajiban hukum untuk merayakan hari Minggu tetap disesuaikan dengan konteks kenyataan hidup sehari-hari dalam masyarakat.
Memaknai Hospitalitas di Era New Normal: Sebuah Tinjauan Teologis Lukas 10:25-37 Gunawan Yuli Agung Suprabowo
HARVESTER: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen Vol 5, No 1 (2020): Teologi dan Kepemimpinan Kristen - Juni 2020
Publisher : STTI Harvest Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (501.848 KB) | DOI: 10.52104/harvester.v5i1.29

Abstract

Abstract : Hospitality in the new normal era has brought new problems because the actions of hospitality towards other people are at risk of corona virus. Therefore the construction of hospitality needs to be reformulated amid a changing context. This was done through a study of the text of Luke 10: 25-37 with the historical critical method. From the results of the study is found several theological points. First, hospitality must be based on compassion which will enable a person to empathize for  strangers although faced with a difficult situation. Second, acts of hospitality need to be done collaboratively across groups, ethnicity and religions facing of an increase in the communities affected by Covid-19. Third, the construction of hospitality need to be done with a digital technology media approach that functions intertwined with human interaction and is beneficial in presenting the hospitality of God to anyone penetrating geographical boundaries.Keywords: hospitality, compassion, collaborative, digital technology. Abstrak: Hospitalitas di era new normal telah membawa persoalan baru karena tindakan hospitalitas terhadap orang lain menjadi beresiko pada penularan virus corona. Karenanya konstruksi hospitalitas perlu dirumuskan kembali di tengah konteks yang sudah berubah. Hal itu dilakukan melalui penelitian teks Lukas 10:25-37 dengan metode historis kritis. Dari hasil penelitian ditemukan beberapa pokok teologis. Pertama, hospitalitas harus berpijak pada belas kasih yang akan memampukan seseorang untuk berempati terhadap orang asing walau diperhadapkan pada situasi yang sulit. Kedua, tindakan hospitalitas perlu dilakukan secara kolaboratif lintas kelompok, etnik, dan agama dalam menghadapi meningkatnya masyarakat yang terdampak Covid-19. Ketiga, konstruksi hospitalitas perlu dilakukan dengan pendekatan media tehnologi digital yang berfungsi terjalinnya interaksi antar manusia dan bermanfaat dalam menghadirkan keramahtamahan Allah pada siapapun menembus batas-batas geografis.Kata kunci: hospitalitas, belas kasih, kolaboratif, tehnologi digital.
Pengaruh Kultur Digital dalam Hidup Beriman Kristiani: Membangun Langkah Pastoral yang Relevan Barnabas Bram Suarga
HARVESTER: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen Vol 6, No 2 (2021): Teologi dan Kepemimpinan Kristen - Desember 2021
Publisher : STTI Harvest Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (725.54 KB) | DOI: 10.52104/harvester.v6i2.74

Abstract

Digital technology has very broad aspects in human life, one of which is that everyone can communicate easily from anywhere. Ease of communication technology, whether we realize it or not, has influenced how humans interact with one another. In particular, in relation to the faith of God, it is also influenced by technological sophistication. Through technology, people can access sermons, daily devotions, and even attend mass. But is the sophistication of technology really able to deepened the faith in God or make it worst? Through this paper, it will be presented how technological advances in dealing with the Christian faith bring impact to pastoral approach. Using Library Research the content of the paper start from the phenomenon of the development of technology towards theological reflection, finally leading to a pastoral act in the era of digital technology.AbstrakTeknologi digital telah mempengaruhi hidup manusia secara luas, salah satunya memudahkan untuk berkomunikasi dari mana saja. Kemudahan teknologi komunikasi ini seacara langsung atau tidak telah mempengaruhi bagaimana manusia berinteraksi dengan satu sama lain. Secara khusus, dalam relasi antara manusia dengan Tuhan ternyata juga dipengaruhi kemajuan teknologi. Dengan teknologi, banyak orang dapat mengakses kotbah-kotbah harian, doa harian, dan bahkan Misa Kudus. Namun apakah pengaruh kemajuan teknologi ini mempererat relasi antara manusia dengan Tuhan atau malah sebaliknya? Melalui tulisan ini, akan disajikan bagaimana kemajuan teknologi berhadapan dengan iman Kristen memberi dampak pada langkah-langkah pastoral yang hendak ditempuh. Menggunakan metode penelitian pustaka, isi dari tulisan ini berangkat dari penggalian terhadap fenomena perkembangan teknologi digital dan bermuara menuju sebuah refleksi teologis, akhirnya memberikan sumbangan bentuk langkah pastoral di era teknologi digital.
Memahami Pekerjaan Roh Kudus dalam Pelayanan Gereja Berdasarkan 1 dan 2 Timotius Gidion Gidion
HARVESTER: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen Vol 4, No 2 (2019): Teologi dan Kepemimpinan Kristen - Desember 2019
Publisher : STTI Harvest Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (569.569 KB) | DOI: 10.52104/harvester.v4i2.14

Abstract

The importance of the work of the Holy Spirit in the Church's history over time becomes a basic need for researching understanding of the role of the Holy Spirit in the church service. So the goal of this research is to analyze the letter of 1 and 2 Timothy regarding the doctrine of the Holy Spirit's role in church services. Specifically, the study using the exegesis principles to approach texts, while among historical analysis, context analysis, syntax analysis, analysis morphology, and lexical analysis of the text. So the results of this study explained that the role of the Spirit is the Holy provide an affirmation that Jesus is Lord, lead servants of God in the time of trouble, equipping servant of the Lord with the gift of ministry (2 Tim. 1: 6), stating prophecy (1 Tim. 4: 1), giving the power airport (1 Tim. 4:14), guiding people believe, teach, reveals the mind of God, inspired preaching of the word of God. Abstrak: Pentingnya memahami pekerjaan Roh Kudus dalam sejarah gereja dari waktu ke waktu menjadi kebutuhan dasar untuk meneliti pemahaman tentang peran Roh Kudus dalam pelayanan gereja. Jadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis surat 1 dan 2 Timotius mengenai doktrin peran Roh Kudus dalam pelayanan gereja. Secara khusus, penelitian ini menggunakan prinsip-prinsip penafsiran untuk mendekati teks, sedangkan di antara analisis historis, analisis konteks, analisis sintaksis, analisis morfologi, dan analisis leksikal teks. Jadi hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa peran Roh adalah yang Kudus memberikan penegasan bahwa Yesus adalah Tuhan, memimpin hamba-hamba Allah di masa kesusahan, memperlengkapi hamba Tuhan dengan karunia pelayanan (2 Tim. 1: 6), yang menyatakan nubuat (1 Tim. 4: 1), memberikan kekuatan bandara (1 Tim. 4:14), membimbing orang-orang percaya, mengajar, mengungkapkan pikiran Allah, mengilhami pemberitaan firman Allah. 
Konsep Iman Yang Benar: Iman Yang Hidup Di Dalam Roh Dan Bukan Hukum Taurat Menurut Galatia 3:1-5 Yolin Ilo; Stephanus Liem
HARVESTER: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen Vol 7, No 2 (2022): Teologi dan Kepemimpinan Kristen - Desember 2022
Publisher : STTI Harvest Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (218.788 KB) | DOI: 10.52104/harvester.v7i2.99

Abstract

This article is the result of the discovery of four layers of exegesis meaning from Galatians 3:1-5 and is supported by secondary literature that supports the findings of this article. True faith is faith in Jesus Christ and not the law. Claiming to believe in God alone is not enough, because living faith is faith that continues to grow in Christ through every human action. Through faith and a good relationship with God will make humans united with God in eternity. The thing that every believer needs to realize is that through mature faith before God, humans always hunger and thirst for fellowship with God through an intimate relationship with God. God has given the gift of salvation to us humans and now it is human's part to work out a union with God through a real relationship before God, until in the end the faith that grows with actions that are more real before God will make humans unite with God in eternity.AbstrakArtikel ini merupakan hasil penemuan empat lapisan makna eksegesis dari surat Galatia 3:1-5 dan didukung oleh literatur-literatur sekunder yang mendukung penemuan artikel ini. Iman yang benar adalah iman yang bertumbuh di dalam Yesus Kristus yang adalah Anak Allah dan bukan iman yang berasal dari hukum taurat. Mengaku percaya kepada Tuhan saja tidak cukup, karena Iman yang hidup adalah iman yang terus bertumbuh di dalam Kristus melalui setiap perbuatan manusia. Melalui Iman serta relasi yang baik dengan Allah akan membuat manusia bersatu bersama dengan Allah dalam kekekalan. Bagi orang percaya kepada Tuhan ada hal-hal yang harus diperhatikan yaitu, bahwa melalui Iman yang dewasa di hadapan Allah membuat manusia selalu lapar dan haus akan persekutuan dengan Allah melalui relasi yang intim dengan Tuhan. Tuhan sudah memberikan anugerah keselamatan kepada kita manusia dan sekarang bagiannya manusia untuk mengerjakan penyatuan dengan Allah melalui relasi yang nyata dihapan Tuhan, sampai pada akhirnya iman yang semakin bertumbuh dengan perbuatan yang semakian nyata di hadapan Allah akan membuat manusia bersatu dengan Allah dalam kekekalan.