Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum (JIMHUM ) adalah jurnal Open Access yang dikelola oleh Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) .Pada Fakultas Hukum. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum (JIMHUM) adalah jurnal yang menerbitkan dan menyebarluaskan hasil penelitian, studi mendalam, pemikiran kreatif, inovatif atau karya-karya ilmiah mahasiswa selama kuliah di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Jurnal ini fokus kepada bidang yang sesuai dengan Program Studi yang dikelola oleh Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara . Jurnal ini terbit pada bulan Januari, Maret, Mei, Juli,September, November. Citasi Analisis: Google Scholar
Articles
239 Documents
Kajian Yuridis Keberadaan Rumah Apung Sebagai Objek Agunan dalam Perjanjian Kredit
Deliana D
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum [JIMHUM] Vol 1, No 2 (2021)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (151.752 KB)
Ketentuan mengenai perjanjian kredit dengan memambahkan pembebanan rumah apung sabagai objek agunan diatur di dalam KUHPerdata, UU Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, UU Nomor 42 tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Perjanjian kredit yang dilakukan oleh lembaga keuangan bank mewajibkan untuk diadakannya jaminan sebagai syarat pencairan kredit dan meminimalkan adanya resiko kredit. Rumah apung yang merupakan rumah dengan konstruksi yang tidak melekat dengan tanah melainkan berpondasi dengan sistem pengapungan dan dapat berpindah pindah yang biasanya di sebabkan oleh faktor cuaca dan sumber daya ikan di daerah tersebut secara yuridis dapat dijadikan sebagai jaminan, yang selanjutnya akan diikat dengan lembaga jaminan fidusia dalam rangka meminimalkan resiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasan utang piutang dengan pihak bank. Penelitian ini bertujuan agar mengetahui pengaturan hukum mengenai konstruksi rumah apung, lembaga jaminan apa yang bisa dipergunakan untuk mengikat rumah apung sebagai jaminan kredit, serta mengetahui prosedur pengajuan rumah apung yang dijadikan sebagai jaminan kredit. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian normatif yang bersifat deksriptif. Dengan menggunakan data sekunder dari bahan bukum primer, sekunder dan tersier. Penelitian ini hasilnya adalah pengaturan mengenai konstruksi rumah apung hingga saat ini tidak ada yang mengatur secara eksplisit karena tidak adanya undang-undang yang mengatur tentang rumah apung.
Analisis Pertanggungjawaban Pidana Bagi Pelaku Pembakaran Hutan Perspektif Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum [JIMHUM] Vol 3, No 1 (2023)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (34.221 KB)
Bencana kebakaran hutan dan lahan merupakan permasalahan serius yang harus dihadapi bangsa Indonesia hampir setiap tahun pada musim kemarau. Kebakaran yang terjadi tidak hanya pada lahan kering tetapi juga pada lahan basah (terutama lahan gambut). Namun tumpuan terhadap hutan sebagai sumber devisa negara serta pant-paru dunia semakin sulit diharapkan. Laju deforestasi hutan di Indonesia mencapai 1,6 sampai 2,1 juta ha per tahun dan tercatat sebagai negara ketiga tercepat didunia yang mengalami deforestasi. Demikian halnya dengan Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 1999 tentang Pengusahaan Hutan dan Pemungutan Hasil Hutan pada Hutan Produksi tidak ada norma yang mengatur pencegahan kebakaran hutan dalam konteks pengusahaan hutan. Kebakaran di hutan lahan gambut jauh lebih sulit untuk ditangani dibandingkan dengan kebakaran yang terjadi di hutan tanah mineral/dataran tinggi. Hal demikian disebabkan oleh penyebaran api yang tidak hanya terjadi pada vegetasi di atas gambut tapi juga terjadi di dalam lapisan tanah gambut yang sulit diketahui penyebarannya. Penelitian ini hasilnya adalah sebagai berikut, Kebakaran hutan tersebut tersebut juga diakibatkan oleh adanya faktor penunjang lain, yaitu perilaku masyarakat yang berubah dan akibat kebijaksanaan pemerintah. Perilaku masyarakat yang berubah ini sangat berhubungan dengan tidak berfungsi aturan yang ada, yaitu menguntungkan pengusaha tetapi merugikan masyarakat sehingga sering menimbulkan masalah atau konflik. Dalam menghadapi kondisi yang senyatanya dan seharusnya tersebut, kehadiran UU No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan pedoman mengenai apa yang seharusnya dan tidak seharusnya dilakukan terhadap lingkungan hidup di Indonesia saat ini.
Analisis Perlindungan Hukum Terhadap Pelaku Usaha Dalam Konsep Business To Business Melalui Transaksi Elektronik
Nona Faradiba S
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum [JIMHUM] Vol 1, No 4 (2021)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (206.155 KB)
Media internet sebagai bagian dari teknologi informasi telah menunjukkan peranannya dalam berbagai aspek kehidupannya termasuk sebagai sarana untuk melakukan transaksi bisnis. E-commerce merupakan bisnis modern yang mengubah cara transaksi konvensional/tradisional menjadi transaksi dengan karakteristik non face, non sign, paperless dan borderless. Perdagangan melalui transaksi e-commerce memiliki keunggulan tersendiri, oleh karena itu Pemerintah hendaknya segera melengkapi undang-undang perlindungan konsumen yang mengatur perlindungan hukum terhadap pelaku usaha dalam transaksi e-commerce, agar konsumen dan pelaku usaha mempunyai posisi tawar yang seimbang. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui mekanisme dalam konsep business to business, hubungan hukum terhadap pelaku usaha dalam business to business, dan perlindungan hukum pelaku usaha dalam business to business. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan hukum yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang mengolah data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa E-commerce dapat memberikan manfaat bagi para pelaku bisnis karena dengan pembuatan situs penjualan on line para penjual dapat dengan mudah menemui konsumennya bahkan konsumen seringkali datang dengan sendirinya. Di dalam hubungan hukum tersebut ada hak dan kewajiban masing-masing pihak. Seperti transaksi pada umumnya dalam pelaksanaannya e-commerce melibatkan dua pihak diantaranya penjual dan pembeli, masing-masing dari pelaku transaksi memiliki hak dan kewajiban yang harusnya dilaksanakan dengan penuh kesadaran.Kata kunci: Transaksi e-commerce, bisnis ke bisnis, perlindungan hukum
Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Dosen yang Melakukan Tindak Pidana Korupsi Atas Pembuatan Skripsi Untuk Mahasiswa (Analisis Putusan no 5/pid.sus-tpk-2018/pn plk)
Andri Syahrizal
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum [JIMHUM] Vol 1, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (257.241 KB)
Pertanggungjawaban Pidana adalah pertanggungjawaban pidana dalam perundang-undangan KUHP tidak mencantumkan secara tegas apa yang dimaksud dengan pertanggungjawaban pidana, tetapi pertanggungjawaban pidana diatur secara negatif yang biasanya menggunakan frasa : “tidak dipidana” (Pasal 48, 49, 50, 51 KUHP). “tidak dapat dipertanggungjawabkan” (Pasal 44 ayat (1) dan (2) KUHP) dan lain-lain. Pengaturan yang demikian menimbulkan lahirnya teori-teori tentang pertanggungjawaban pidana dalam civil law di Belanda, dan khususnya di Indonesia yang mengadopsi KUHP Belanda. Berdasarkan hasil penelitian yang didapati bahwa pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Namun dalam pemberian hukuman terhadap pelaku tindak pidana korupsi harus ditentukan berdasarkan jumlah barang bukti yang ditemukan. Setiap jumlah barang bukti yang ditemukan memiliki hukumannya masing-masing. Namun di dalam putusan ini terdapat kekeliruan yaitu dari jumlah barang bukti yang ditemukan dengan hukuman yang diberikan. Barang bukti yang ditentukan dalam putusan ini jumlahnya melebihi dari Pasal yang digunakan kepada pelaku tindak pidana korupsi yaitu Pasal 12 A. Sehingga pasal yang digunakan terhadap si pelaku tindak pidana korupsi seharusnya menggunakan Pasal 12 huruf (e). Dengan demikian, penjatuhan pasal yang diberikan hakim tidak sesuai dengan apa yang sudah dilakukan oleh pelaku tindak pidana korupsi tersebut.
Kekuatan Keterangan Ahli Bahasa Isyarat Dalam Pembuktian Tindak Pidana Perkosaan Terhadap Wanita Penderita Down Syndrome (Analisis Putusan No. 17/Pid.B/2017/Pn. Snt)
Rini Hardianti
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum [JIMHUM] Vol 2, No 4 (2022)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (374.627 KB)
Pentingnya Keterangan Ahli dalam hal pembuktian sebuah perkara pidana melanggar kesusilaan atau tindak pidana pencabulan, serta bisa dikatakan dalam bidang ini tidak banyak aparat hukum yang berkompeten. Keterangan Ahli diperlukan mulai pada tahap penyidikan sesuai Pasal 7 ayat (1) huruf h jo Pasal 120 ayat (1) KUHAP sampai pemeriksaan dalam sidang sesuai Pasal 180 ayat (1) KUHAP. Keterangan Ahli merupakan sebuah titik terang bagi proses pembuktian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ketentuan hukum keterangan ahli bahasa isyarat dalam pembuktian tindak pidana perkosaan terhadap wanita penderita down syndrome, untuk mengetahui kekuatan pembuktian keterangan ahli bahasa isyarat dalam pembuktian tindak pidana perkosaan terhadap wanita penderita down syndrome, dan untuk mengetahui analisis putusan No. 17/Pid.B/2017/Pn. Snt terkait pembuktian keterangan ahli bahasa isyarat dalam pembuktian tindak pidana perkosaan terhadap wanita penderita down syndrome. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum yang bersifat deskriptif analisis dan menggunakan jenis penelitian yuridis normatif. Melalui penelitian deskriptif, peneliti berusaha mendiskripsikan peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakuan khusus terhadap peristiwa tersebut. Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan mengolah data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa Landasan hukum ahli sebagai alat bukti terdapat dalam KUHAP Pasal 184 ayat (1) huruf b. Berbagai macam alat bukti dijelaskan didalam KUHAP Pasal 184 ayat (1) alat bukti yang sah ialah: (a) Keterangan saksi; (b) Keterangan ahli; (c) Surat; (d) Petunjuk; dan (d) Keterangan terdakwa. KUHAP hanya memberikan penjelasan bahwa orang yang akan memberikan keterangan haruslah orang yang memiliki keahlian khusus. KUHAP tidak memberikan aturan secara jelas terkait dengan ukuran keahlian yang harus dimiliki oleh ahli yang akan dihadirkan dalam persidangan. Meskipun demikian ketika ahli itu dihadirkan dipersidangan hakim memiliki penilaian tersediri agar seorang itu bisa dikatakan sebagai ahli. Ukuran atau parameter keahlian yang harus dimiki ahli itu terdiri dari dua bentuk. Serta Analisis Putusan No. 17/Pid.B/2017/Pn. Snt Terkait Pembuktian Keterangan Ahli Bahasa Isyarat Dalam Pembuktian Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Wanita Penderita Down Syndrome terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Persetubuhan di luar perkawinan dengan seorang wanita yang diketahuinya dalam keadaan tidak berdaya”.
Penanganan Tindak Pidana Ujaran Kebencian Dengan Pendekatan Non Penal (Studi Kasus Di Polda Sumut)
Afni Milanda Zega
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum [JIMHUM] Vol 1, No 3 (2021)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (166.752 KB)
Surat Edaran Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor: SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech), menyebutkan bahwa ujaran kebencian harus dapat ditangani dengan baik dalam Surat Edaran Kepala Kepolisian Nomor: SE/6/X/2015 tersebut tentang tindakan aparat penegak hukum dalam lingkungan Polri dalam menangani kasus tindak pidana ujaran kebencian. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui mekanisme penanganan tindak pidana ujaran kebencian dengan pendekatan non penal, penerapan non penal dalam penanganan tindak pidana ujaran kebencian di Polda Sumut, serta faktor yang mempengaruhi pendekatan non penal dalam penanganan tindak pidana ujaran kebencian di Polda Sumut. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis empiris. Berdasarkan hasil penelitian bahwa mekanisme penanganan tindak pidana ujaran kebencian dengan mempertemukan pihak yang diduga melakukan ujaran kebencian dengan korban ujaran kebencian, serta mencari solusi perdamaian antara pihak yang bertikai dan memberikan pemahaman mengenai dampak yang akan timbul dari ujaran kebencian di masyarakat. Penerapan non penal dalam penanganan tindak pidana ujaran kebencian di Polda Sumut yakni berdasarkan Surat Edaran Kapolri No. SE/06/X/2015 meliputi penerapan pre-emtif (penangkalan) dan preventif (pencegahan). Usaha-usaha yang dilakukan melalui upaya pre-emtif ini yaitu dengan menanamkan nilai-nilai yang baik berupa penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat. Serta penerapan upaya preventif yang dilakukan polisi adalah seperti melakukan penjagaan, pengawasan, patroli, dan razia. Faktor yang mempengaruhi pendekatan non penal dalam penanganan tindak pidana ujaran kebencian di Polda Sumut pada hakikatnya agar masalah dapat berakhir dengan kedamaiman dan menghindari adanya dendam diantara pelapor dan terlapor. Apabila ditinjau dari perkembangan ilmu hukum pidana dan sifat pemidanaan, telah memperkenalkan dan mengembangkan apa yang disebut pendekatan hubungan Pelaku-Korban. Perdamaian yang dilakukan dalam penanganan tindak pidana ujaran kebencian di Subdit V/ Siber Ditreskrimsus Polda Sumut tujuannya adalah untuk kemaslahatan masyarakat. Kata kunci: Penanganan, ujaran kebencian, pendekatan non penal.
Analisis Pertanggungjawaban Tindak Pidana Merek Kepada Pihak Yang Memproduksi Celana Dalam Tanpa Ada Kesamaan Nama Maupun Logo (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 2203 K/Pid.Sus/2015)
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum [JIMHUM] Vol 3, No 3 (2023)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (34.221 KB)
Analisis Pertanggungjawaban Tindak Pidana Merek Kepada Pihak Yang Memproduksi Celana Dalam Tanpa Ada Kesamaan Nama Maupun Logo (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 2203 K/Pid.Sus/2015)
Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Korupsi Dana Siap Pakai Penanggulangan Bencana Alam (Studi Putusan Nomor 13/Pid.Sus-Tpk/2019/Pt.Mnd)
Destiya Arshika Putri
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum [JIMHUM] Vol 2, No 1 (2022)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (164.46 KB)
Tindak pidana korupsi yang dilakukan dalam keadaan tertentu sepeerti sedang terjadi bencana alam merupakan suatu keadaan yang memberi ketentuan pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindakan tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang undang yang berlaku. Rumusan masalah dalam skripsi ini adalah bagaimana bentuk korupsi dana siap pakai penangulangan bencana alam, apakah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana korupsi dana bencana alam, bagaimana pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana korupsi dana bencana alam. Kesimpulan dari pembahasan adalah bentuk korupsi dana siap pakai penangulangan bencana alam dilakukan dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak dengan cara terdakwa mengajukan usulan permohonan bantuan dana siap pakai atas keadaan bencana yang dilaporkan terjadi pada tahun 2016 yang sebenarnya tidak terjadi peristiwa bencana alam sehingga dan terdakwa menikmati kelebihan pembayaran yang didapat secara melawan hukum dari selisih kekurangan volume atas hasil pekerjaannya yang memang sejak awal melakukan penunjukan langsung kepada Direktur PT. Bangun Minahasa Pratama untuk mengerjakan kegiatan pembangunan tanggul pencegahan bencana alam. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana korupsi dana bencana alam adalah Stephen Yani Poluakan selaku PPK bekerjasama dengan Christiano Yoriko Ardiansyah Andi Baso Weenas merekayasa hasil pemeriksaan dan penerimaan hasil pekerjaan yang tidak sesuai dengan kenyataan tersebut untuk mendapatkan dana siap pakai yang sebenarnya tidak boleh dikucurkan untuk kondisi yang sebenarnya tidak terjadi bencana alam. Pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana korupsi dana bencana alam adalah terdakwa dijtauhi pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan pidana denda sebesar Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), dengan ketentuan bahwa apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 (empat) bulan. Perbuatan terdakwa telah sesuai dengan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan dan semua unsur-unsur dalam 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan tidak ada alasan pembenar dan pemaaf.Kata kunci: Pertanggungjawaban Pidana, Korupsi, Bencana Alam.
Analisis Hukum Bagi Penyandang Disabilitas Dalam Mendapatkan Hak Bekerja Sesuai Dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas (Studi di PT. Swastika Lautan Nusa persada dan PT. San Dhra Frima)
Elsa Putri
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum [JIMHUM] Vol 1, No 3 (2021)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (359.874 KB)
Penyandang Disabilitas adalah salah suatu populasi minoritas di dunia yang salah satunya mempunyai hak bekerja. Mereka memerlukan pekerjaan untuk alasan yang sama seperti manusia normal yang lainnya untuk mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Kenyataannya, mereka mengalami diskrimasi dari instansi manapun termasuk di perusahaan swasta. Diskriminasi yang dilakukan cenderung merenggut Hak Asasi Manusia (HAM) serta hak bekerja bagi penyandang disabilitas. Namun hanya sebagian kecil perusahaan yang tidak mewujudkan peraturan untuk mempekerjakan 1% penyandang disabilitas dari jumlah karyawannya. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum empiris dengan pendekatan yuridis sosiologis. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sistem penerapan dalam pemehuhan hak penyandang disabilitas dalam memperoleh hak 1%, mengetahui faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat kesetaraan disabilitas, serta untuk mengetahui tanggung jawab bagi perusahaan yang tidak mempekerjakan penyandang disabilitas di perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa sistem penerapan hak bekerja bagi penyandang disabilitas di perusahaan swasta menunjukkan masih jauh dari kenyataan. Banyaknya diskriminasi yang terjadi bagi penyandang disabilitas di saat ini tetapi pemerintah masih belum bertindak menanggulanginya dengan tidak diperketatnya pengawasan oleh pemerintah dan badan lainnya bagi perusahaan yang tidak memenuhi Peraturan Perundang-Undang pada Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.Kata kunci: Hak, penyandang disabilitas, perusahaan
Perlindungan Hukum Terhadap Wajib Pajak Dalam Mekanisme Keberatan Pajak Yang Melewati Batas Waktu Berdasarkan Permenkeu No 202/Pmk 03/2015
Nur Rahmah Nasution
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum [JIMHUM] Vol 2, No 6 (2022)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (373.9 KB)
Perlindungan Hukum Terhadap Wajib Pajak Dalam Mekanisme Keberatan Pajak Yang Melewati Batas Waktu Berdasarkan Permenkeu No 202/Pmk 03/2015