cover
Contact Name
Arich Hawary Anshorullah
Contact Email
lppm.stiuwm@gmail.com
Phone
+6289672966876
Journal Mail Official
lppm.stiuwm@gmail.com
Editorial Address
Komplek Islamic Center Wadi Mubarak Bogor, Jl. Raya Puncak - Cianjur, Gg. Kantor, Kuta, Kec. Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 16770
Location
Kab. bogor,
Jawa barat
INDONESIA
Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
ISSN : 30312876     EISSN : 2961919X     DOI : http://doi.org/10.62109/izzatuna
Core Subject : Religion,
Izzatuna merupakan jurnal ilmiah yang memfokuskan pembahasannya pada Tafsir Al Quran, Kaidah Kaidah Tafsir, Ilmu Ilmu Al Quran, Tajwid dan Qiraat Al Quran, Rasm Usmani dan Living Quran.
Articles 63 Documents
I’tibar dalam Alquran dan Relevansinya dengan Kondisi Pandemik Syayfi, Sohib; Gantara, Gilang Eksa
Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Vol. 3 No. 1 (2022): Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Wadi Mubarak Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62109/ijiat.v3i1.2

Abstract

Abstract Social apathic behavior toward COVID-19 causes religion dogmatism generally, or Islam specifically been blamed for it. Whereas in fact Islam doesn’t teach its believer to ignore recent problems or occurrences. That is precisely Islam teach to i’tibar, or taking ‘ibrah. This research aims to explore how Quran explain the concept of i’tibar and what it’s relevances with the pandemic situation, through the process of data collecting by following Quran tafsir and interpretation literatures and building the discussion according to thematic tafsir methodology. The research finds that Quran links between i’tibar and ayat, and describes some ayat-ayat that should be taken it’s ‘ibrah for happiness in this world and the afterlife, which are; stories of previous communities, ayat-ayat kauniyyah, analogies and actual event in its time. Abstrak Sikap masyarakat yang apatis terhadap permasalahan COVID-19 membuat dogmatisme agama secara umum, atau Islam secara khusus tertuduh sebagai biangnya. Padahal Islam tidak mengajarkan pemeluknya untuk bersikap masa bodoh terhadap permasalahan aktual. Justru Islam mengajarkan untuk i’tibar, atau mengambil ‘ibrah. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana Alquran menjelaskan konsep i’tibar dan apa relevansinya dengan kondisi pandemik, dalam proses pencarian data melalui penelusuran pustaka-pustaka tentang tafsir dan interpretasi Alquran dan menyusun pembahasan sesuai metodologi tafsir tematik. Ditemukanlah bahwa Alquran mengaitkan antara i’tibar dengan ayat dan menjelaskan beberapa ayat-ayat yang mesti untuk diambil ‘ibrah-nya demi kebahagiaan di dunia dan akhirat, yaitu; kisah-kisah umat terdahulu, ayat-ayat kauniyyah, perumpamaan dan kejadian aktual pada masanya. I’tibar, Pandemi, Tafsir Tematik
Korelasi Ayat-ayat Musibah dan Muhasabah dalam Alquran Hariyanto, Didik; Fathurrahman, Muhammad
Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Vol. 3 No. 1 (2022): Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Wadi Mubarak Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62109/ijiat.v3i1.3

Abstract

Tulisan ini mengangkat konsep musibah dan muhasabah dalam Islam, dengan fokus pada pemahaman musibah yang bisa berperan sebagai peringatan, hukuman, atau ujian dari Allah. Musibah, dalam perspektif Islam, dilihat sebagai bagian dari ketetapan Allah yang senantiasa akan menimpa semua manusia. Ini tercermin dalam Al-Qur'an, di mana Allah menjelaskan bahwa manusia diciptakan untuk diuji, dan musibah adalah salah satu bentuk ujian-Nya. Musibah dapat berupa kesulitan, kesempitan, atau bahkan kelapangan dan kenikmatan. Pentingnya muhasabah, yaitu proses introspeksi diri, dalam menghadapi musibah tidak bisa diabaikan. Muhasabah melibatkan evaluasi terhadap amal perbuatan yang telah dilakukan, baik yang positif maupun negatif. Dengan melakukan muhasabah, seorang Muslim dapat memahami makna musibah yang mereka alami. Konsep musibah sebagai peringatan mengajarkan bahwa musibah bisa menjadi panggilan untuk bertobat dan mendekatkan diri kepada Allah. Sebagai hukuman, musibah mungkin adalah akibat dari dosa dan kedurhakaan manusia. Sementara itu, musibah juga berfungsi sebagai ujian yang dapat meningkatkan derajat keimanan dan ketakwaan seseorang. Dalam situasi musibah, muhasabah menjadi alat yang membantu individu untuk memaknai pengalaman tersebut. Ini membantu individu untuk meraih pahala, menghapus dosa, dan meningkatkan kualitas iman dan ketakwaan mereka. Dengan demikian, muhasabah dan pemahaman tentang musibah menjadi bagian penting dalam praktik keagamaan seorang Muslim, memungkinkan mereka untuk tumbuh dan berkembang dalam iman mereka, terlepas dari jenis musibah yang mereka alami.
Konsep Al-Fann At-Tasykīlī dalam Al-Qur’an Haris, Abdul Rauf; Muttaqien, Muhammad Gemilang
Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Vol. 3 No. 1 (2022): Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Wadi Mubarak Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62109/ijiat.v3i1.5

Abstract

Pembahasan tentang seni dalam kacamata Islam adalah salah satu topik yang kontroversial belakangan ini, terutama dalam bidang seni rupa yang pembahasannya berputar pada hukum patung, gambar dan fotografi masih menjadi perdebatan di antara para ulama. Sebagian membolehkan hal tersebut apabila terpenuhi syaratnya, sebagian ada yang membolehkan secara mutlak, dan sebagian lain ada yang mengharamkan secara mutlak. Salah satu ayat Al-Qur’an yang dijadikan sumber pengambilan hukum tentang seni rupa adalah ayat ke-13 dari surat Saba’. Peneliti menggunakan library research dalam metode pengambilan sumber dari penelitian ini dan menggunakan metode tematik tokoh dalam kegiatan penelitiannya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, (1) Ash-Shabuni menafsirkan QS. Saba’ : 13 dengan menafsirkannya secara umum dan beristinbat hukum dari ayat tersebut. (2) Hukum yang diistinbat Ash-Shabuni pada ayat ini adalah hukum membuat gambar, patung, dan foto; hukum iqtinā’ (memiliki) patung, gambar dan foto; Hukum Intifā’ (mengambil manfaat) dari gambar, patung dan foto. (3) dalam istinbatnya Ash-Shabuni berargumen dengan membedakan syariat hukum pada syariat Nabi Sulaiman dengan hukum pada syariat Nabi Muhammad, Sehingga Ash-Shabuni tidak menganggap bahwa hukum patung pada syariat Nabi Sulaiman sama dengan hukum pada syariat Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam; kemudian dengan hadis-hadis yang menunjukkan hukum dari patung, gambar dan foto.
Argumentasi Ibn Taimiyah Terhadap Ahl Al-Adyan wa Al-Firaq Hakim, Lukman Nol; Ulwan, Muhammad Hilmi
Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Vol. 1 No. 1 (2020): Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Wadi Mubarak Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62109/ijiat.v1i1.6

Abstract

Problematika syirik ialah suatu problematika yang tiada habisnya hingga akhir zaman ini. Salah satu cara agar tak terjatuh dalam masalah tersebut ialah dengan memahami Tafsīr Sūrat Al-Ikhlāṣ milik Ibn Taimiyah. Akan tetapi beliau sering menggunakan istiṭrād (digresi) dalam karangan beliau, seperti tafsir ini yang beliau tafsirkan dalam dua ratus halaman. Penelitian ini ditujukan untuk memilah antara konten tafsir dengan digresi beliau dalam Tafsīr Sūrah Al-Ikhlāṣ miliknya serta menganalisis poin argumennya terhadap Ahl Al-Adyān wa Al-Firaq. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tokoh sebagaimana yang disebutkan oleh Abdul Mustaqim. Kesimpulan dari penelitian ini mencakup dua poin. Pertama, kata aḥad pada ayat pertama merupakan keesaan-Nya yang absolut hingga tak ada yang pantas disematkan kata tersebut sebagai sifat kecuali Dia, begitu juga kata Al-Ṣamad pada ayat kedua. Pada ayat ketiga, proses melahirkan ataupun kelahiran segala sesuatu membutuhkan setidaknya dua sumber agar proses tersebut terjadi. Ketiga ayat tersebut yang membuat-Nya tidak memiliki sesuatu yang serupa maupun yang sebanding dengan-Nya dalam setiap aspek apapun itu, seperti yang ada di ayat keempat. Kedua, Ibn Taimiyah meyangkal argumen Yahudi, Nasrani, serta ahli filsafat dengan ayat ketiga dari surat Al-Ikhlāṣ. Adapun ahli kalam, beliau menyangkal mereka karena menggunakan istilah baru dalam agama untuk memahami agama.
Nilai-nilai Adab Bersosial dalam Surah An-Nur Yusuf, Muhammad Suaidi; Mumtaz, Thoriq
Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Vol. 1 No. 1 (2020): Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Wadi Mubarak Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62109/ijiat.v1i1.7

Abstract

The loss of adab is a core problem that Muslims must fix today. Among the manners that must get more attention in this day and age are social manners, because humans are not only individual creatures but also social beings who need other people in living their lives. The Qur'an as the main guideline for Muslims in carrying out their religious laws has explained several adabs that are closely related to social etiquette, among the letters that contain social values ​​are Surah An-Nūr. This research was conducted using library research, namely research by examining written sources, for example books or books related to the subject matter of Sayyid Qutb. The approach that the author uses is historical analysis. The author then makes the book Fī Zhilāl Al-Qur'ān as a primary data source and books related to adab as a secondary source. The results of this study found that Sayyid Qutb interpreted 27-32 letters of An-Nūr with the Adāb Ijtmā'ī approach which is easier to understand and practice today. The values ​​of social etiquette contained in verses 27-32 are asking for permission, saying greetings and respecting the privacy of the house, lowering the gaze and maintaining the genitals, avoiding tabarruj in dress, avoiding ikhtilāt between men and women, virtues and motivations for marriage. Everything requires at least two sources for the process to occur. These three verses make Him not have anything similar or comparable to Him in every aspect whatsoever, as in the fourth verse. Second, Ibn Taimiyah refuted the arguments of Jews, Christians, and philosophers with the third verse of Surah Al-Ikhlāṣ. As for the scholars of kalam, he denied them for using a new term in religion to understand religion. Abstrak Hilangnya adab (Loss of adab) merupakan masalah inti yang harus diperbaiki umat Islam pada zaman sekarang. Di antara adab yang mesti mendapatkan perhatian lebih di zaman sekarang adalah adab dalam bersosial, karena manusia bukan hanya makhluk individual akan tetapi dia juga makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Al-Qur’an sebagai pedoman utama umat Islam dalam menjalankan syariat agamanya telah menerangkan beberapa adab yang berkaitan erat dengan adab bersosial, di antara surat yang mengandung nilai-nilai adab bersosial adalah surat An-Nūr. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kepustakaan, yaitu penelitian dengan cara mengkaji sumber-sumber tertulis, misalnya kitab atau buku yang berkaitan dengan pokok pembahasan yakni Sayyid Quthb. Pendekatan yang penulis gunakan ialah analisis historis. Penulis kemudian menjadikan kitab Fī Zhilāl Al-Qur’ān menjadi sumber data primer dan buku-buku yang berkaitan dengan adab sebagai sumber sekundernya. Hasil penelitian ini menemukan bahwa Sayyid Quthb menafsirkan 27-32 surat An-Nūr dengan pendekatan Adāb Ijtmā’ī yang mana hal tersebut lebih mudah dipahami serta dipraktekan pada zaman sekarang. Nilai-nilai adab bersosial yang terkandung dalam ayat 27-32 adalah Meminta izin, mengucapkan Salam dan menghormati privasi rumah, Menundukan pandangan dan memelihara kemaluan, Menjauhi tabarruj dalam berpakaian, Menghindari ikhtilāt antara laki-laki dan perempuan, Keutamaan dan motivasi menikah.
Tabarruj dan Modernitas: Studi Tematik Surah Al-Ahzab dan An-Nur Hakim, Lukman Nol; Ismail, Nur
Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Vol. 1 No. 1 (2020): Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Wadi Mubarak Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62109/ijiat.v1i1.8

Abstract

Abstrak Dunia modern sekarang ini, erat kaitannya dengan kemajuan teknologi yang pesat serta kemudahan dalam mengakses jejaring sosial mengakibatkan manusia betah untuk berlama-lama menghabiskan waktu di media sosial. Tak bisa dipungkiri dengan seringnya seseorang (terutama wanita) mengakses media sosial akan mempengaruhi kehidupan sosialnya, misalnya dalam hal berpakaian dan tingkah laku. Hal itu disebabkan karena di media sosial manusia dengan bebas berinteraksi dengan orang lain tanpa ada batasan waktu dan tempat. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tafsir dan konsep tabarruj dalam Tafsir al-Munir serta relevansinya di kehidupan saat ini. Penelitian ini bersifat library research dengan menggunakan data yang tertulis. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa, Wahbah Zuhaili menafsirkan tabarruj sebagai perbuatan seorang wanita yang mempertontonkan perhiasan dan bagian-bagian yang menarik dari tubuhnya kepada lawan jenisnya yang bukan mahramnya, misal mempertontonkan dada juga leher atau memakai kerudung namun membiarkannya menjuntai juga terbuka dan tanpa mengikatnya sehingga terlihat bagian tubuh dan perhiasannya, yang semestinya ia tutupi dari penglihatan laki-laki yang bukan mahramnya. Abstract Today's modern world, closely related to rapid technological advances and the ease of accessing social networks make people feel at home to spend a long time on social media. It is undeniable that the frequency with which someone (especially women) accesses social media will affect their social life, for example in terms of dress and behavior. This is because on social media, humans freely interact with other people without any time and place restrictions. The purpose of this study was to determine the interpretation and concept of tabarruj in al-Munir's interpretation and its relevance in today's life. This research is library research using written data. The results of the study show that Wahbah Zuhaili interprets tabarruj as the act of a woman showing jewelry and attractive parts of her body to the opposite sex who is not her mahram, for example showing her chest and neck or wearing a headscarf but leaving it hanging open and without tying it so it looks parts of her body and jewelry, which she should hide from the sight of men who are not her mahram.
Konsep Perang Menurut Wahbah Az-Zuhayli Syayfi, Sohib; Hilmi, Fasya Faishal
Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Vol. 2 No. 1 (2021): Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Wadi Mubarak Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62109/ijiat.v2i1.9

Abstract

Penelitian ini berjudul Konsep Perang Menurut Wahbah az-Zuhayli. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana konsep perang menurut Wahbah az-Zuhayli dengan mengkaji karyanya yaitu Tafsir al-Munir. Penelitian ini menggunakan metode tafsir tematik dengan pendekatan analisis deskriptif, yaitu dengan metode menentukan surat dan ayat tertentu yang akan menjadi bahan untuk dikaji serta menganalisis ayat tersebut dengan memberikan pandangan dari sudut bahasa, sebab turunnya ayat, hubungan ayat, maksud ayat dan penjelasan atau tafsiran dari ayat tersebut. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu menurut Wahbah az-Zuhayli menafsirkan perang (1) tujuan mulia dari perang adalah untuk mempertahankan diri, negeri, kehormatan, dan hal-hal sakral yang harus dihormati. Perang tidak disyariatkan untuk menganiaya, membantai, dan menumpahkan diri. (2) Etika dalam berperang adalah tidak diperbolehkannya membunuh kaum wanita, anak-anak, biarawan, orang sakit, orang tua, para buruh, dan para petani. (3) Hukum perang masih berlaku sampai hari kiamat bahkan ketika tidak terjadi perang sekalipun diwajibkan untuk mempersiapkannya. (4) Penyebab terjadi perang adalah karena adanya perlawanan yang dimulai dari luar Islam terhadap kaum Muslimin serta adanya gangguan terhadap hal-hal yang dianggap sakral. (5) Balasan bagi orang yang berjuang di jalan Allah hingga dia mengorbankan dirinya yaitu surga.
Kajian Tafsir Tahlili pada Surat Al-Furqan Haris, Abdul Rauf; Habibi, Habibi
Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Vol. 1 No. 1 (2020): Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Wadi Mubarak Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62109/ijiat.v1i1.10

Abstract

Allah Ta’ala has sent down His blessed book so that people who believe in it to pay attention or sprinkle His verses. As for the background of writing this thesis, it starts from the verse of Allah which uses livestock to liken the polytheists. human beings who in fact have intellect and position on earth are likened to livestock, the Qur’an with its beautiful arrangement of words full of wisdom of course there is a lesson in the parable. Therefore, the formulation of the problem in this study is what is the wisdom in the parable. This type of research is in the form of a library, so the data source data is in the form of library material based on primary and secondary sources. The method used is the method of tahlili which in this study describes the content of the verses studied such as reasonable letter by letter, reasonable verse by verse, vocabulary meaning, asbab an-nuzul and interpretation according to the scholars of tafsir. From the research that has been done can be obtained a conclusion that the wisdom in the parable of livestock with the polytheists is to give a lesson to humans how important it is to always keep lust so as not to exceed the limits that make the perpetrator can not receive the light of truth and be grateful for the blessings of guidance in Islam. using the hearing and intellect that Allah Ta'ala has bestowed in order to understand the verses of the Qur'an. Abstrak Allah Ta’ala telah menurunkan kitabnya yang berkah supaya manusia yang meyakininya untuk memperhatikan ataupun mentadaburi ayat-ayat-Nya. Adapun latar belakang penulisan skripsi ini berawal dari ayat Allah yang menggunaka hewan ternak untuk mengumpamakan orang-orang musyrik. manusia yang pada hakikatnya mempunyai akal dan kedudukan di muka bumi diserupakan dengan hewan ternak, Al-Qur’an dengan susunan lafaznya yang indah penuh hikmah tentu terdapat pelajaran didalam perumpamaan tersebut. Oleh karena itu, rumusan masalah dalam penelitian ini apa hikmah dalam perumpamaan tersebut. Jenis penelitian ini berbentuk kepustakaan, maka data sumber datanya ialah berupa bahan pustaka berdasarkan sumber primer dan sekunder. Metode yang digunakan adalah metode tahlili dimana dalam penelitian ini menguraikan kandungan dari ayat yang dikaji seperti munasabah surat dengan surat, munasabah ayat dengan ayat, pengertian kosakata, asbab an-nuzul dan penafsiran menurut para ulama tafsir. Penelitian mendapat sebuah kesimpulan bahwa hikmah dalam perumpamaan hewan ternak dengan orang musyrik ialah memberikan pelajaran kepada manusia betapa pentingnya senantiasa menjaga hawa nafsu agar tidak melampaui batas yang menjadikan pelakunya tidak bisa menerima cahaya kebenaran dan mensyukuri nikmat hidayah dalam agama islam dengan cara menggunakan pendengaran dan akal yang Allah Ta’ala anugrahkan guna memahami ayat-ayat Al-Qur’an.
Term Farh dalam Al-Qur'an Syayfi, Shohib; Mu'tashim, Imam
Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Vol. 2 No. 1 (2021): Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Wadi Mubarak Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62109/ijiat.v2i1.11

Abstract

Many humans are confused in understanding happiness so that many of them lead an unbalanced life. In the Qur'an itself Allah also discusses the word happiness as a solution for humans. Like the words falāḥ, fauzan, faroḥa, sa'ādah. Meanwhile, the aim of this research is to describe the interpretation of farḥ meanings according to Ibnul Qayyim. The focus and core of this research is to identify the verses that mention the word farḥ in the Qur'an and describe the interpretation of Ibnul Qayyim in his commentary book. This type of research uses the method of literature review. As an approach, the author uses a thematic interpretation approach, this type of thematic study specifically examines certain terms in the Qur'an. The results of this study are that the authors found (1) there are far lafadz in the Qur'an that have been mentioned 22 times with various derivations (2) All of the far lafadz that have been mentioned all contain two elements of meaning. First, farḥ which contains a commendable meaning, namely the joy and pride of believers with His gifts and graces. Second, farḥ which contains a despicable meaning, namely the joy and arrogance of the disbelievers and hypocrites. Abstrak Banyak manusia yang rancu dalam memahami sebuah kebahagiaan sehingga banyak dari dari manusia yang menjalani hidup tidak seimbang. Dalam Al-Qur’an sendiri Allah juga membahas kata kebahagiaan sebagai jalan solusi bagi manusia. Seperti kata falāḥ, fauzan, faroḥa, sa’ādah. Sedangkan Salah tujuan penelitian ini adalah untuk menjabarkan penafsiran makna-makna farḥ menurut Ibnul Qayyim. Fokus dan inti penelitian ini adalah mengidentifikasi ayat-ayat yang menyebutkan kata farḥ dalam Al-Qur’an dan memaparkan penafsiran Ibnul Qayyim dalam kitab tafsirnya. Jenis penelitian ini menggunakan metode telaah pustaka. Sebagai pendekatannya, penulis menggunakan pendekatan tafsir tematik, jenis kajian tematik ini secara khusus meneliti term tertentu dalam Al-Qur’an. Hasil dari penelitian ini bahwa penulis menemukan (1) terdapat lafadz farḥ dalam Al-Qur’an telah disebutkan sebanyak 22 kali dengan berbagai derivasinya (2) Semua lafadz-lafadz farḥ yang telah disebutkan semuanya mengandung dua unsur makna. Pertama, farḥ yang mengandung makna terpuji yaitu gembira senang dan bangganya orang-orang beriman dengan karunia dan rahmat-Nya. Kedua, farḥ yang mengandung makna tercela yaitu kegembiraan dan kesombongan orang-orang kafir dan orang-orang munafik.
Penerapan Tadabbur Ayat-Ayat Musibah pada Masa Pandemi Hariyanto, Didik; Zulfikar, Fahmi
Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Vol. 2 No. 1 (2021): Izzatuna: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Wadi Mubarak Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62109/ijiat.v2i1.12

Abstract

Abstrak Salah satu dampak pandemi Covid-19 yang sangat memprihatinkan adalah degradasi moral. Maraknya kriminalitas karena krisis ekonomi ataupun keputusasaan hidup yang mendorong kepada tingginya angka bunuh diri di masa pandemi menunjukkan adanya kesalahan dalam menyikapi bencana dunia tersebut. Salah satu faktor penyebabnya adalah luputnya mereka dari petunjuk hidup yakni Al-Quran. Al-Quran yang dengan kemukjizatannya ia selalu relevan dengan zaman, seharusnya menjadi pegangan kuat selaku muslim dalam menghadapi musibah seperti pandemi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kandungan ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan musibah serta menjelaskan pengamalan ayat-ayat tersebut. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan dari ayat-ayat tersebut setelah ditadabburi menjelaskan kepada kita sekian banyak faedah yang sangat relevan dengan kondisi di masa pandemi. Di antaranya adalah sejarah musibah penyebaran wabah tha’un, adab-adab ketika menghadapi musibah, dan kemudahan yang datang setelah musibah. Abstract One of the devastating effects of the COVID-19 pandemic is moral degradation. The prevalence of crime since economic crisis or life’s frustation that leads to high suicide rates during the pandemic indicates an error in addressing this world catastrophe. A factor is their distance from the way of live determined by Qur`an. The Quran that with its miracles is always relevant to any age, should be a strong grip as a Muslim in facing of such a pandemic. Academic problems this research try to answer is (1) How to tadabbur Quranic verses about tragedy or catasthropes? (2) How to applicate these verses in a pandemic situation? The aims of this research is to describe contents of the Quranic verses relating with catasthropes and to explain the exercise of these verses. Chosen and used method in this research is qualitative descriptive. Finding of the research shows that contents of those verses, after tadabbur, explains to us many lessons with relevances toward situation in pandemic era. In particular, catasthrope history of tha`un, ethics towards catasthropes and convenience that come after the tragedy.