cover
Contact Name
Ihwan Amalih
Contact Email
elwaroqoh1234@gmail.com
Phone
+6281999286606
Journal Mail Official
elwaroqoh1234@gmail.com
Editorial Address
Fakultas Dakwah dan Ushuluddin Kampus Pusat Universitas Al-Amien Prenduan Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, Sumenep, Jawa Timur Kode Pos 69465 email : elwaroqoh1234@gmail.com
Location
Kab. sumenep,
Jawa timur
INDONESIA
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin Dan Filsafat
ISSN : 25804014     EISSN : 25804022     DOI : 10.28944/el-waroqoh
El Waroqoh: Jurnal Ushuluddin dan Filsafat is a peer reviewed journal which is highly dedicated as public space to deeply explore and widely socialize various creative and brilliance academic ideas, concepts, and research findings from the researchers, academicians, and practitioners who are concerning to develop and promote the religious thoughts, and philosophies. Nevertheless, the ideas which are promoting by this journal not just limited to the concept per se, but also expected to the contextualization into the daily religious life, such as, inter-religious dialogue, Islamic movement, living Quran, living Hadith, and other issues which are socially, culturally, and politically correlate to the Islamic and Muslim community development.
Articles 85 Documents
KONSEP INTEGRASI-INTERKONEKSI ILMU DALAM PENDIDIKAN ISLAM Astuti, Devi; Rahmawati, Sri; Ardimen, Ardimen
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 8, No 1 (2024)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v8i1.1753

Abstract

Konsep integrasi-interkoneksi ilmu dalam pendidikan islam merupakan landasan teoritis yang penting dalam pengembangan pengetahuan modern. Konsep ini menyoroti hubungan yang kompleks antara berbagai cabang ilmu pengetahuan, mengarah pada pemahaman yang lebih dalam tentang struktur dan dinamika pengetahuan manusia. Dalam abstrak ini, kami mengeksplorasi konsep integrasi-interkoneksi filsafat ilmu dengan pendekatan analitis, historis, dan filosofis. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki implikasi konseptual dan praktis dari konsep ini dalam konteks pembangunan pengetahuan lintas disiplin. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang berharga bagi pemahaman kita tentang sifat dasar pengetahuan manusia dan meningkatkan efektivitas penelitian lintas disiplin serta kolaborasi ilmiah.
KONSEP TERPISAHNYA LANGIT DAN BUMI (STUDI ANALISIS ATAS PENAFSIRAN FAKHRUDDIN AR-RAZI DALAM MAFATIH AL-GHAIB TERHADAP Q.S AL-ANBIYA' AYAT 30) Moh Jufriyadi Sholeh; Ramadhan Ramadhan
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 4, No 1 (2020)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v4i1.593

Abstract

Penelitian ini berangkat dari tingginya frekuensi interpretasi ayat al-Qur’an dengan mengkorelasi-relevansikannya kepada ilmu sains modern yang kemudian dikenal dengan istilah Tafsi>r ‘Ilmi>. Dalam hal ini, teori penciptaan alam semesta dan Q.S al-Anbiya>  ayat 30 yang menjelaskan tentang konsep terpisahnya langit dan bumi yang dulu pernah menyatu menjadi tema menarik sekaligus penting untuk dikaji baik di era klasik maupun modern. Hal ini sekaligus menjelaskan pentingnya metode komparasi dalam upaya menciptakan perspektif yang berimbang antara tafsir klasik-ilmi yang dalam penelitian ini diwakili oleh Fakhruddi>n ar-Ra>zi>, dan tafsir modern-ilmi yang diwakili oleh T{ant}a>wi> Jauhari>. Fokus penelitian ini adalah bagaimana konsep terpisahnya langit dan bumi menurut Fakhruddi>n ar-Ra>zi> dan T{ant}a>wi> Jauhari>, serta bagaimana persamaan dan perbedaan pemikiran keduanya. Penelitian ini tergolong ke dalam penelitian kualitatif pustaka, di mana sumber datanya terdiri dari dua macam, yaitu sumber data primer dan sekunder. Sementara sifat dari penelitian ini adalah deskriptif-analitis-komparatif. Deskriptif berkaitan dengan pengumpulan serta penguraian data. Analitis digunakan dalam kerangka analisis data. Sedangkan komparatif digunakan untuk melihat perbedaan dan pesamaan antara penafsiran kedua tokoh tersebut  terhadap penafsiran Q.S Al-Anbiya> ayat 30. Menurut Fakhruddi>n ar-Ra>zi>, terpisahnya langit dan bumi berawal dari Allah menciptakan angin dan meletakkan diantara keduanya, sehingga terpisahnya langit dan bumi. Setelah keduanya terpisah, Allah mengangkat langit ke atas dan bumi tetap pada tempatnya, dan menjadikan langit tujuh tingkatan dan bumi tujuh tingkatan. Hal ini menurut Fakhruddi>n ar-Ra>zi> adalah petunjuk bahwa penciptaan bumi lebih dahulu daripada langit. Selain itu, sebelum Allah memisah langit dan bumi keadaan waktu itu mengandung kemashlahatan bagi para malaikat, dan setelah Allah memisah keduanya juga mengandung kemashlahatan bagi makhluk-Nya. Langit yang awalnya tidak menurunkan hujan akhirnya menurunkan hujan. Bumi yang tidak menumbuhkan tanaman, akhirnya menumbuhkan tanaman serta pepohonan.
FILSAFAT AKHLAK DALAM PEMIKIRAN ETIKA KONTEMPORER Widyawati Widyawati
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 7, No 2 (2023)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v7i2.1512

Abstract

Filsafat akhlak merupakan suatu perspektif pemahaman terhadap akhlak yang terbangun atas perspektif filosofis yang diwarnai dengan corak berpikir yang sistematis, logis, radikal, dan semacamnya sebagai karakteristik filsafat sebagai wadah dalam berpikir. Pendidikan akan nilai-nilai akhlak yang dalam lokus taksonomi sangat dibutuhkan dan mendasar dalam pembangunan suatu bangsa. Dari hasil survey tersebut, ditemukan bahwa 41 % di antara responden pernah mengemudikan kendaraan dalam keadaan mabuk atau di bawah pengaruh narkotika, 33 % di antara responden pernah menipu orang terdekat mengenai sesuatu yang dianggap penting menurut kepentingan pribadi,  38 % di antara responden pernah melakukan penipuan dalam hal pembayaran pajak, 45 % di antara responden pernah melakukan perselingkuhan terhadap pasangan yang sah. Beberapa fenomena sosial yang mengkhawatirkan pada saat sekarang ini yang menuntut hadirnya pendidikan akhlak sebagai penawarnya.
ZUHUD DALAM AL-QUR’AN (STUDI TAFSÎR AL-NÛR) Ali Ridho; Imadulhaq Fatcholi
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 5, No 2 (2021)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v5i2.306

Abstract

Zuhud adalah menghilangkan kecintaan terhadap sesuatu yang bersifat duniawi yang dapat melalaikan manusia untuk mengingat Allah. Dengan sifat dunia yang bersifat candu tersebut, dapat membuat manusia lupa akan mengingat Allah dan mengutamakan sesuatu yang bersifat duniawi, dalam bentuknya juga dapat dilihat dari perkembangan zaman yang terus berubah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pandangan zuhud dalam masa sekarang dalam Al-Qur’an melalui tafsir Al-Nûr. Peneliti menggunakan metode kualitatif, dengan jenis penelitian kepustakaan,  dan untuk metode analisis data menggunakan deskriptif-analitik. Hasil penelitian yang terkandung dalam tulisan ini menurut Hasbi Ash-Shiddieqy zuhud tidak hanya diartikan sebagai hal yang menjauh dari hal duniawi, akan tetapi menjadikan hal bersifat duniawi tersebut sebagai jalan menuju ketaatan kepada Allah. Adapun aplikasi zuhud diera modern menurut Hasbi Ash-Shiddieqy dimana seseorang memiliki sifat kesederhanaan, kesabaran, wara’, dan keseimbangan hidup dalam hidupnya.
PEMIMPIN IDEAL DALAM AL-QUR’AN (Analisis Komparatif Tafsir Al-Azhar Dan Tafsir Al-Misbah) Abd Mu'iz; Ibrahim Al-Khalil
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 6, No 2 (2022)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v6i2.1246

Abstract

Artikel ini akan mengkaji tentang pemimpin ideal dalam Al-Qur’an (Analisis Komparatif Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Al-Misbah). Akhir-akhir ini kita sering diperlihatkan dengan tingkah laku para pemimpin yang amat sangat memilukan dan menyusahkan rakyat Sebab keadilan tidak lagi ditegakkan, hukum hanya berlaku bagi mereka yang tidak mampu (rakyat lemah) sedangkan para pemimpin dan orang-orang kaya kebal akan hukum. Seperti adagium yang sering kita dengar “hukum tajam kebawah dan tumpul keatas.” Melalui analisis ayat tentang pemimpin ideal dalam al-qur’an ini, penulis akan menjelaskan tentang bagaimana sebenarnya pemimpin yang ideal dalam Al-Qur’an serta apa saja sifat-sifat pemimpin yang ideal dalam Al- Qur’an. Penelitian ini tergolong penelitian kepustakaan (library research), yang sifatnya termasuk penelitian deskriptif analisis. Pengumpulan data dengan cara membedakan antara data primer dan data skunder, kitab Tafsir al-Azhar dan Tafsir al-Misbah merupakan data primer, sedangkan data skunder diambil dari buku-buku lain yang masih terkait dengan judul penelitian. Adapun dalam mengambil kesimpulan digunakan metode induktif yaitu metode yang dipakai untuk mengambil kesimpulan dari uraian-uraian yang bersifat khusus kedalam uraian yang bersifat umum, dan Analisis komparatif yaitu teknik analisis yang dilakukan dengan cara membuat perbandingan antar elemen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Hamka dan Quraish Shihab menjelaskan bahwa menjadi seorang pemimpin ideal tidaklah semudah membalikkan tangan, sebab pemimpin ideal haruslah memiliki karakter dan sifat yang berlandaskan AL-Qur’an, setidaknya memiliki sifat dan karakter yang terdapat dalam surat Ali-Imran :159, An-Nur :55, An-Nisa’:59 dan Surat Shad: 26. Karena sifat dan karakter pepmimpin ideal dalam surat tersebut sudah cukup untuk mewakili sifat-sifat lainnya menjadi pemimpin yang dirindukan Allah dan Rasulnya. Walaupun kedua tokoh diatas sama-sama menjelaskan tentang pemimpin ideal dalam Al-Qur’an surat Ali-Imran : 159, An-Nur :55, An-Nisa’ :59 dan Surat Shad: 26. Terdapat perbedaan dalam menjelaskan sifat dan karakter pemimpin ideal. Hamka menyebutkan 9 sifat yang harus dimiliki seseorang untuk menjadi pemimpin ideal berdasarkan Al-Qur’an surat Ali-Imran: 159, An-Nur:55, An-Nisa’:59 dan Surat Shad: 26. Sedangkan Quraish Shihab hanya menyebutkan 6 sifat saja. Selain itu, dalam tafsir al-Mishbah, M.Quraish Shihab menggunakan penafsiran berbasis penelitian, sedangkan Buya Hamka dalam tafsir Al-Azhar menggunakan penafsiran berbasis pemikiran.
MAKNA SABAR DALAM AL-QUR’AN (STUDY KOMPARASI ATAS KISAH NABI YUSUF DAN NABI AYYUB DALAM TAFSIR AL-MISBAH) Bahrul Ulum; Ihwan Amalih
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 5, No 1 (2021)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v5i1.272

Abstract

Allah telah memberkati manusia dengan berbagai potensi yang sangat luar biasa sebagai modal untuk mencapai tujuan hidupnya yang diridhoi Allah Swt. Berbagai macam potensi diri yang dimiliki oleh manusia adalah alat yang sangat esensial bagi kehidupan manusia. Diantaranya yaitu tentang potensi kesabaran. Dalam dinamika kehidupan sehari-hari, manusia akan menemukan banyak masalah yang beranekaragam, dengan demikian kekuatan kesabaran akan menjadi alat pengontrol seluruh masalah yang dihadapi. Potensi sabar merupakan sub-potensi manusia yakni turunan dari potensi kalbu. Dalam penyampaikan pentingnya nilai-nilai tentang kesabaran, al-Qur’an sering menggunakan kisah-kisah Nabi dalam medianya. Seperti ayat-ayat yang menjelaskan tentang kisah Nabi Yusuf, Nabi Ayyub, Nabi Nuh, Nabi Muhammad. Artikel ini akan menganalisa secara mendalam makna sabar dalam al-Qur’an yang terdapat dalam kisah Nabi Yusuf dan Nabi Ayyub pada tafsir al-Misbah karya M. Quraisy Shihab melalui riset kepustakaan (library research) dan disajikan secara deskriptif-analitis dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini adalah konsepsi sabar yang terdapat dalam kisah Nabi Yusuf dan Nabi Ayyub  adalah ikhlas dari segala cobaan yang diberikan oleh Tuhan dan menahan diri dari suatu keinginan demi mencapai sebuah kemuliaan. Adapun letak perbedaan dan persamaan karakteristik sabar dalam dua kisah tersebut adalah kesabaran yang ada dalam kisah Nabi Yusuf posisinya adalah sebagai tangga atau syarat bagi beliau, hingga beliau diangkat menjadi seorang Nabi. Sedangkan dalam kisah Nabi Ayyub, kesabaran yang beliau miliki adalah sebagai ujian terhadap keautentikan beliau sebagai seorang Nabi. Dan cobaan yang diberikan kepada Nabi Yusuf berupa cobaan yang bersifat mental dan juga fisik, sedangkan cobaan yang diberikan kepada Nabi Ayyub, lebih condong pada bentuk cobaan fisik saja.
KONSEP KAFĀ’AH DALAM Q.S AN-NUR AYAT 26 (PERSPEKTIF TAFSIR MAQASHIDI ABDUL MUSTAQIM) Fauziah, Fatimah Ummi; Hasan, Moh. Abdul Kholiq
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 7, No 1 (2023)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v7i1.1023

Abstract

Penelitian ini mengkaji tentang konsep kafa'ah dalam Q.S An-Nur yang menjelaskan tentang kesetaraan jodoh, dengan menggunakan pendekatan metode tafsir maqashidi oleh Abdul Mustaqim. Jenis penelitian analisis deskriptif kualitatif, kemudian dianalisis dengan terlebih dahulu mengumpulkan ayat-ayat, data ilmiah, mendeskripsikan interpretasi mufassir, memaparkan ayat kafā'ah, dan melihat apakah hasilnya relevan dengan keadaan masyarakat saat ini. Yang mana akan menunjukkan maksud tentang pembelaan Allah terhadap Aisyah ra. akan tetapi dalam tafsir substansi maqashidi Q.S. an-Nur  menjelaskan tentang bagaimana persamaan pasangan akan memberikan peluang yang lebih besar untuk membentuk. Kemudian ditafsirkan dengan tafsir tekstual, kontekstual dan intertekstual. Hasil penelitian menunjukkan tentang pembelaan Allah terhadap Aisyah ra, Tafsir substansi maqashidi Q.S. an-Nur [24]: 26 adalah persamaan pasangan akan memberikan peluang yang lebih besar untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah warrahmah, dan setara yang dimaksud dalam ayat ini adalah sama dalam aturan, penzina, dan orang fasik. Kesetaraan dalam ayat ini bukanlah persamaan mutlak antara pasangan, tetapi hanya kecenderungan dan peluang untuk jodoh.
KARAKTERISTIK WANITA ṢÃLIHAH DALAM AL-QUR’AN (Studi Komparatif Tafsîr Al-Sha’râwî Karya Syaikh Mutawallî Al-Sha’râwî Dan Tafsîr Firdaus Al-Na’îm Karya Kyai Thaifur Alî Wafâ) Elliyatul Masruroh; Ihwan Amalih
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 6, No 2 (2022)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v6i2.704

Abstract

Di zaman sekarang banyak kaum hawa atau para wanita yang mengingkari hak-hak asasinya dengan mengatas namakan Islam, para wanita juga mengikuti gaya barat secara membabi buta tanpa memikirkan sebab dan akibatnya, dengan mengingkari serua-seruan Al-Qur’an. Juga didapati para wanita hari ini yang penuh kontradiksi, melampaui batas, dan berlebih-lebihan dalam sesuatu dan kehidupan sehari-harinya. Seharusnya sebagai wanita. Dalam permasalahan ini terdapat perbedaan wanita shalihah atau karakter wanita shalihah yang dapat dijadikan teladan para kaum wanita. Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Penafsiran Syekh Mutawalli Al-Sha’rawi tentang ayat-ayat karakteristik wanita Ṣalihah dalam al-Qur’an, serta bagaimana Penafsiran Kyai Thoifur Alî  Wafâ tentang ayat-ayat karakteristik wanita  Ṣalihah dalam al-Qur’an. Dan bagaiamana perbedaan penafsiran Syekh Mutawalli Al-Sha’râwî dalam Tafsîr Al-Sha’râwî dengan Penafsiran Kyai Thoifur Alî  Wafâ dalam Tafsîr  Firdaus Al-Na’îm tentang karakteristik wanita Ṣalihah. Penelitian ini di tulis dengan pendekatan kualitatif denganjenis penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang menitik beratkan pada data-data kepustakaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif. Dalam penafsiran Syekh Al-Sha’râwî dan Kyai Thaifur, Salah satu wanita yang dapat dijadikan teladan para kaum wanita yang diabadikan dalam al-Qur’an ialah Asiyah bint Muzahim yang  mana keimanan dan ketaqwaaannya kepada Allah SWT sangat tinggi. Yang mana dalam ketaqwaannya terhalang oleh sikap suaminya. Yaitu dengan selalu menghasutnya, menghukumnya dengan sangat kejam agar Asiyah tidak lagi menetap dalam agamanya yakni Islam.
FILSAFAT ETIKA PERSPEKTIF ABU HAMID AL-GHAZALI Nur Afifah; Iskandar Zulkarnaen
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 8, No 1 (2024)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v8i1.1620

Abstract

Etika merupakan penyelidikan filsafat tentang kewajiban manusia serta tingkah laku manusia yang dilihat dari baik dan buruknya tingkah laku tersebut. Jadi suatu tindakan mempunyai nilai etis apabila dilakukan oleh manusia secara manusiawi. Sedangkan dalam pembahasan teori etika tidak hanya dilihat dari satu disiplin keilmuan, akan tetapi dari berbagai cabang disiplin ilmu keislaman, Banyaknya pemikiran filsafat yang beragam membuat pendapat atau telaah pemikiran yang berbeda, yang sesuai dengan latar belakang, pengalaman dan ketentuan individu. Maka dari itu penelitian ini hanya menjelaskan etika Islam menurut Imam al-Ghazali. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui etika dalam pandangan filsafat Islam serta mengetahui etika Islam menurut Imam al-Ghazali. Sedangkan metode penelitiannya menggunakan pendekatan kepustakaan (Library Research) dengan jenis penelitian kualitatif , dan deskriptif analisis.  Dalam Islam, etika diistilahkan sebagai akhlak yang dalam bahasa Arab al-akhlak (al-khuluq) artinya budi pekerti, tabiat atau watak. Adapun Imam al-Ghazali memusatkan perhatiannya tentang etika yang bercorak mistik. Maka peran rasio tidak lagi dibutuhkan karena rasio  hanya bersifat membantu saja, Imam al-Ghazali dan pengikutnya lebih menekankan peran syekh atau pembimbing moral. Alasan Imam al-Ghazali tidak menggunakan rasio disebabkan nilai-nilai etika secara rasional dapat dideduksi oleh rasio manusia yang akan menimbulkan relativitas nilai dan etika yang absolut.
NILAI-NILAI SUFISTIK DALAM TRADISI SABALLASAN DI DUSUN TANGKOLONG DESA LARANGAN DALAM KECAMATAN LARANGAN KABUPATEN PAMEKASAN Saiful Islam
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 5, No 2 (2021)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v5i2.486

Abstract

Tadisi saballasan merupakan tradisi ritual keagamaan yang dilakukan sekali dalam setiap bulan tahun hijriyah yakni pada tanggal sebellas, dalam perkumpulan tradisi saballasan ini terdapat kayfiyah-kayfiyah dalam pelaksanaannya seperti ketentuan jumlah anggota minimal harus 14 orang, ritual ini dilaksanakan secara berjamaah yang dipimpin oleh Kyai atau Tokoh yang paham terhadap kayfiyah-kayfiyah nya, tradisi ini merupakan wadah masyarakat untuk dekat dengan Allah, menyucikan diri  dengan berdzikir, shalawat, baca al-Qur’an dan do’a untuk mengisi jiwa. Apalagi masa-masa sekarang di era globalisasi, mulai tampak dimana jiwa-jiwa manusia sudah mulai dirasa gersang karena kehadiran teknologi, mulai hampa dalam menghadapi persoalan dunia, mulai gelisah menghadapi penatnya kehidupan. Maka mereka otomatis butuh hal yang bisa mendinginkan. Perkumpulan itulah menjadi alternatif mereka, seperti ritual tradisi saballasan tersebut. Penelitian ini berfokus pada. Pertama, unsur-unsur tasawuf yang terdapat dalam tradisi saballasan di Dsn. Tangkolong Ds. Larangan Dalam Kec. Larangan, kedua, makna dan nilai-nilai sufistik saballasan. Adapun  jenis penelitian yang dipakai ialah kualitatif lapangan dengan pendekatan fenomenologi. Dan metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode wawancara, observasi, dan dokumentasi. Dari metode ini kemudian peneliti olah dan analisis untuk memperoleh data atau informasi. Subyek penelitian ini peneliti ambil dari tokoh saballasan dan para anggotanya serta rujukan kitab yang dipakai. Sedangkan untuk keabsahan data peneliti menggunakan triangulasi, dan menggunakan bahan refrensi. Penelitian ini menghasilkan bahwa unsur-unsur tasawuf dalam tradisi saballasan meliputi taubat, ikhlas, sabar, dan tawakkal. Adapun makna dari sabellesen ialah sebagai wadah guna menyucikan diri dan mendekat diri kepada Allah, dengan nilai nilai-nilai sufistik saballasan berupa cinta (muhabbah), rindu (Syawq), dan raja’ wal khawf. Â