cover
Contact Name
Ihwan Amalih
Contact Email
elwaroqoh1234@gmail.com
Phone
+6281999286606
Journal Mail Official
elwaroqoh1234@gmail.com
Editorial Address
Fakultas Dakwah dan Ushuluddin Kampus Pusat Universitas Al-Amien Prenduan Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, Sumenep, Jawa Timur Kode Pos 69465 email : elwaroqoh1234@gmail.com
Location
Kab. sumenep,
Jawa timur
INDONESIA
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin Dan Filsafat
ISSN : 25804014     EISSN : 25804022     DOI : 10.28944/el-waroqoh
El Waroqoh: Jurnal Ushuluddin dan Filsafat is a peer reviewed journal which is highly dedicated as public space to deeply explore and widely socialize various creative and brilliance academic ideas, concepts, and research findings from the researchers, academicians, and practitioners who are concerning to develop and promote the religious thoughts, and philosophies. Nevertheless, the ideas which are promoting by this journal not just limited to the concept per se, but also expected to the contextualization into the daily religious life, such as, inter-religious dialogue, Islamic movement, living Quran, living Hadith, and other issues which are socially, culturally, and politically correlate to the Islamic and Muslim community development.
Articles 85 Documents
MENGEMIS DALAM PERSPEKTIF Al-QUR’ĀN ANALISIS TAFSIR AL-MANAR KARYA MUHAMMAD ‘ABDUH DAN MUHAMMAD RASYID RIDHA Abdul Muiz
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 4, No 1 (2020)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v4i1.417

Abstract

Berbicara tentang mengemis merupakan suatu permasalahan yang tidak asing lagi didengar, dalam kehidupan sosial masyarakat mengemis sudah menjadi hal biasa dan tidak sedikit dari masyarakat pada umumnya yang menjadikan mengemis (meminta-minta) sebagai pekerjaan sehari-hari. Berhubungan dengan hukum yang ada dalam agama Islam tentu hal ini perlu diadakan penelitian, bagaimana Islam menanggapi dan meluruskan sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan sunnah.Dalam tafsir al-Manᾱr dijelaskan bahwa : pertama; Mengemis merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan oleh kebanyakan orang, meskipun pada hakikatnya tidak diperbolehkan dalam islam. Kecuali beberapa orang yang mendapatkan keringanan. Dan mereka bisa diketahui dari ciri-cirinya. Meskipun demikian, mengemis tidak diperbolehkan dilakukan secara terus menerus atau dijadikan sebagai profesi. Kedua; mengenai orang-orang yang diperbolehkan mengemis. Diantaranya adalah: 1) orang yang tertimpa kemiskinan yang tidak mepunyai harta sama sekali, maka dia boleh meminta sampai dia memperoleh sekadar kebutuhan hidupnya 2) orang yang mempunyai hutang sedangkan orang tersebut tidak mampu membayar lantaran tidak mempunyai harta sama sekali 3) Orang yang mempunyai denda atau orang yang memikul beban berat (diluar kemampuannya), maka dia boleh meminta-minta sehingga setelah cukup lalu berhenti/tidak meminta lagi. Selain dari ketiga golongan tersebut maka meminta-minta itu haram atau dilarang yang hasilnya bila dimakan  juga haram.
POTRET TAFSIR AL-QUR’AN BAHASA MADURA Mohammad Fattah; Matsna Afwi Nadia
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 4, No 1 (2020)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v4i1.938

Abstract

Karya tafsir al-Qur’an ditulis dalam rangka memberikan penjelasan seputar ayat-ayat al- Qur’an sehingga memudahkan umat Islam dalam memahaminya. Penulisan karya tafsir al- Qur’an pada perkembangannya tidak hanya ditulis menggunakan bahasa Arab, namun juga ditulis dalam bahasa yang lain seperti bahasa Indonesia hingga bahasa daerah. Artikel ini hendak mengulas karya tafsir al-Qur’an berbahasa Madura dengan dua pokok bahasan: Pertama, periodisasi penulisan tafsir al-Quran di Madura. Kedua, karya-karya tafsir al-Qur’an berbahasa Madura. Artikel ini berlandaskan riset pustaka dengan pendekatan deskriptif sehingga menghasilkan kesimpulan berikut: Pertama, penulisan karya tafsir al-Qur’an dapat disenaraikan dalam tiga periode yaitu masa kelahiran, masa pertumbuhan, dan masa perkembangan. Kedua, ditemukan beberapa karya tafsir al-Qur’an yang ditulis menggunakan bahasa Madura dengan corak dan metode yang beragam.
UNRAVELING THE PHILOSOPHICAL ANALYSIS ON RELIGIOUS VIOLENCE Muhtadi Abdul Mun'im
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 8, No 1 (2024)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v8i1.1827

Abstract

Religious violence has been a recurring issue throughout history, evoking deep emotions and raising profound questions about the nature of faith, humanity, and conflict. In this article, we embark on a philosophical analysis to unravel the complex dynamics behind religious violence, especially on the meaning dynamics among various contexts, its causes, and moral justification. This article uses conceptual analysis as the method which involves examining and clarifying the key concepts related to religious violence. It examines how individuals and groups use religious beliefs to justify violence and examines various case studies from different religious traditions, including Christianity, Judaism, and Islam. It provides insights into the motivations and ideologies that underlie acts of violence perpetrated in the name of God. This research provides a foundation for developing strategies to counteract and promote peaceful coexistence in diverse societies.Religious violence has been a recurring issue throughout history, evoking deep emotions and raising profound questions about the nature of faith, humanity, and conflict. In this article, we embark on a philosophical analysis to unravel the complex dynamics behind religious violence, especially on the meaning dynamics among various contexts, its causes, and moral justification. This article uses conceptual analysis as the method which involves examining and clarifying the key concepts related to religious violence. It examines how individuals and groups use religious beliefs to justify violence and examines various case studies from different religious traditions, including Christianity, Judaism, and Islam. It provides insights into the motivations and ideologies that underlie acts of violence perpetrated in the name of God. This research provides a foundation for developing strategies to counteract and promote peaceful coexistence in diverse societies.
KONTER IBNU RUSYD TERHADAP KRITIK IMAM GHAZALI TENTANG FILSAFAT Moh. Jufriyadi sholeh
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 6, No 1 (2022)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v6i1.642

Abstract

Semenjak adanya gerakan terjemah buku-buku filsafat Yunani ke bahasa Arab, filsafat Yunani telah menjadi bagian yang mempengaruhi perkembangan filsafat Islam. Hal ini menimbulkan pro-kontra di tengah internal ilmuwan muslim dalam memandang filsafat. Banyak ilmuwan muslim dan tokoh-tokoh agama yang menyatakan sikap penentangan terhadap filsafat. Menurut mereka, filsafat telah menyelewengkan keyakinan Islam dan orang-orang yang berkompeten di dalamya (filosof muslim) merupakan ahli bid’ah, bahkan, mereka divonis sebagai orang yang kufur. Di antara ulama besar yang menyatakan filosof telah kufur adalah Imâm Al-Ghazâli dalam kitabnya Tahâfut Al-Falâsifah. Menurut Ibn Rusyd, polemik pemikiran antara al-Ghazali dan para filosof  merupakan polemik di ranah ijtihadi  yang pelakunya sama-sama mendapat penghargaan dari Allah. Di ranah ini tidak sepantasnya para ulama saling mengkafirkan. Terlebih masalah yang digugat oleh al-Ghazali merupakan masalah-masalah penamaan dan istilah yang tidak disebutkan dengan eksplisit dalam teks-teks al-Qur’an. Istilah qidam, ḥuduts dan ilmu juzîyyât merupakan istilah yang di munculkan oleh mutakallimîn. Sedangkan masalah hari kebangkitan (ma’âd) wajib diimani, adapun perbedaan menyikapi bentuk atau sifat kebangkitan itu tidak harus saling mengkafirkan.
Konsep manusia sempurna Mulla sadra dan fridriech william Nietzche Ahmad Firdaus Tsani; Encung Encung
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 7, No 2 (2023)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v7i2.1587

Abstract

ABSTRAKGagasan manusia sempurna sudah menjadi sebuah perdebatan di awal perkembangan zaman dalam hal ini ketika dalam sebuah zaman yang penuh dengan tatanan dan bentuk perbedaan pemikiran islampun mulai memasuki ranah dan sejak saat itulah, orang orang di dalam nya terbelah menjadi beberapa bagian, dimulai dari pemahaman manusia sempurna sebagai sosok mandiri tanpa ada orang lain yang membantu, selanjutnya manusia sempurna sebagai sosok yang mempunyai kedudukan di atas ketika mampu mencapai proses pembersihan yang berkaitan dengan pemahan yang di gaungkan oleh pemikiran kaum sufisme. Dan pada zamanya ibnu arabi sebagai juru kunci. dan selanjutnya sudut pandang dalam memamahi sesuatu sebagai puncak pada proses berfikir manusia. Dan hal itu di dapatkan melalui pertimbangan yang di ambil dari pemikiran yang aktif itu sendiri. (al-‘aqlal-fa‘al). Kelompok ini telah di akhiri oleh para tokoh filsuf muslim, Mulla Sadra merupakan seorang pemikir muslim dimana telah memecahkan masalah klasik yang terdapat pada filsafat islam. Dan beliau juga mempertemukan kedua filsafat terkemuka di antaranya filsafat islam dengan filsafat agama yang menggabungkan keduanya sebagai pemikiran yang indah dan mudah untuk di mengerti.Dengan menggagas teori-teori baru mengenai wujud, geraksubstansial, kesatuan aqil dan ma‘qul, serta beberapa teori lain yang membuatnya menjadi salah satu pemikir Muslim paling orijinal pada periodepasca Ibnu Rusyddan terpengaruh oleh pemikiran tasawuf, Mulla Sadra juga berkecimpung dalam debat pemikiran mengenai manusia sempurna Dalam pandangannya, manusia sempurna adalah adalah perpaduan kreatif antara pamahaman dari dua kelompok terakhir di atas, yakni sebagai sebuah maqam puncak dari penyucian diri manusia melalui riyadah (tempa batin) dan sekaligus sebagai hasil tertinggi dari proses pemurnian intelek manusia sehingga ia bisa mencapai tahap Intelek Aktif. Kedudukan manusia sempurna bisa dialami oleh manusia karena pada dasarnya secara eksistensial manusia merindukan sebuah kesempurnaan, dan halitu mungkin terjadi karena jiwa manusia memiliki potensi-potensi yang jika kesemuanya teraktualisasi maka itulah wujud manusia sempurna Sedangkan Nietzsche dengan kuat mengeksplorasi wacana tentang eksistensialisme. (kebebasan, kematian, ketakutan, kekhawatiran, penderitaan, manusia) mimpi, kondisi duniawi (jarak dan waktu/historis). Doktrin Nietzsche berasal dari pemahaman yang konkrit tentang manusia dan kehidupannya. Ajaran utama Nietzsche adalah kemauan kekuasaan yang dapat dicapai dalam gagasan manusia sempurna yang ideal atau Ubermensch. Dia menegaskan bahwa keberadaan manusia adalah kehendaknya (human willwant) yang melampaui perbandingan. Nietzsche merupakan sosok yang sangat di segani pada masanya pemikiran pemikiran yang begitu rasionalis dan sudut pandang pada manusia yang menjadikan luar biasa menjadikan nya sebagai tiga inti dasar dalam sebuah kehidupan  berani menajalani hidup, mencerdaskan akal , dan terhir mampu menjadikan kebanggaan bagi diri sendiri, bisa dan tidak bisanya kita, mampu dan tidk cerdasnya nya semua akan menjadi kebanggaan tersendiri untuk kita, dalam artikel lain Nietzsche menyuarakan dengan adanya keterpurukan seseorang melalui penderitaan manusia akan lebih kuat dan hebat terhadap apa yang ia jalankan, mengapa karena pemikiran seseorang akan mampu dan tumbuh berfikir karena adanya suatu konflik atau masalah dan akan mencari solusi terbaik dari dalam dirinya, disitulah muncul potensi dalam diri  manusia yang perlu di kuatkan. Manusia memiliki kekuatan supranatural dari dalam dirinya untuk mencapai sesuatu yang membuat manusia tersebut menjadi manusia yang teratas dan menjadikan dirinya sempurna.  
KEADILAN SOSIAL DALAM AL-QUR'AN (TELA'AH ATAS PENAFSIRAN BUYA HAMKA DALAM TAFSIR AL-AZHÃR) Ihwan Amalih; Hamdi Al-Haq
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 5, No 2 (2021)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v5i2.315

Abstract

Keadilan sosial merupakan dasar bernegara di Indonesia, namun kehadirannya pada sendi kehidupan bermasyarakat (sosial) masih jauh dari kata terwujud. Dalam hal ini, banyak masyarakat yang berpendapat bahwa keadilan sosial adalah suatu hal yang sangat mahal dan langka untuk didapatkan. Dalam Islam, keadilan merupakan hal yang sangat penting, bahkan dalam al-Qur’an kata adil disebut sebanyak 78 kali dengan menggunakan 3 ragam kata yaitu al-‘Adl, al-Qisṭ, dan al-Mîzân. Penelitian ini akan berfokus pada definisi penafsiran Buya Hamka tentang keadilan sosial beserta dengan karakteristik keadilan tersebut. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian kepustakaan (library research). Adapun hasil dari penelitian ini tentang definisi keadilan sosial dalam Al-Qur’an menurut Hamka adalah berlaku benar dan seimbang terhadap semua makhluk, berkata jujur, selalu membela, serta memperjuangkan kemaslahatan sosial. Adapun karakteristik penafsiran Hamka tentang keadilan sosial dalam al-Qur’an, cenderung menekankan pada budi pekerti yang luhur (akhlak) serta berlaku tegas dalam menegakkan suatu kebenaran, berlaku seimbang kepada siapapun tanpa adanya pengaruh sentimen perasaan atau hal-hal yang lain. Dalam menafsirkan ayat-ayat ini, Hamka menggunakan corak tafsir bi ar-ra’yi, yaitu salah satu metode menafsirkan al-Qur’an dengan menggunakan akal.
RIBA DAN BUNGA DALAM "PERMAINAN BAHASA" WITTGENSTEIN Mun'im, Muhtadi Abdul
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 7, No 1 (2023)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v7i1.1479

Abstract

Artikel ini akan mengkaji tentang perdebatan mengenai kesamaan atau perbedaan antara bunga bank dan riba yang telah menghiasi wacana pemikiran Islam. Biasanya, perdebatan tersebut berujung pada masalah hukum fiqh, antara halal atau haram. Hal yang mungkin luput dari perhatian banyak orang adalah konteks penggunaan kata riba dan bunga bisa berbeda-beda. Konsekuensi dari konteks penggunaan bahasa yang berbeda akan menyebabkan makna yang berbeda pula. Masalah inilah yang kemudian akan penulis cermati dengan menggunakan analisa language gamesyang diletakkan dalam konteks agama dan ekonomi. Tujuan tulisan ini adalah untuk menemukan tentang adanya interkoneksitas yang bisa saling mempengaruhi makna bahasa di luar konteks penggunaannya, terutama berkaitan dengan makna literal, semantik dan substansial. Untuk mencapai tujuan tersebut, tulisan ini akan dimulai dengan pembahasan mengenai “permainan bahasa” yang dimaksudkan Wittgenstein, sehingga bisa diterapkan sebagai alat bedah filsafat bahasa dalam menganalisa kata riba dan bunga. Bagian berikutnya akan dibahas kata riba dan bunga dalam konteks agama dan ekonomi secara terpisah. Adapun hasil dari artikel ini adalah bahwa Riba dan bunga dalam ekonomi Islam dianggap bermakna sama. Hal tersebut terjadi karena dalam ekonomi Islam, tidak ada pemisahan antara konteks agama dan konteks ekonomi. Dalam kehidupan Muslim, seringkali terjadi intervensi antar konteks dan antar aturan permainan. Hal ini berarti, ada keterkaitan lintas konteks yang bisa saling mempengaruhi makna bahasa. Hal ini lebih dari sekedar apa yang telah disampaikan dalam teori ‘permainan bahasa’ Wittgenstein. Tampaknya, riba dan bunga bisa digunakan pula sebagai teknik pemasaran untuk mempromosikan produk-produk perbankan syariah “tanpa riba atau tanpa bunga”, seperti halnya banyak produk makanan yang dipromosikan dengan slogan “sugar free”, tanpa bahan pengawet dan semacamnya. Padahal, makna substansial riba melebihi dari sekedar larangan mempraktekkannya, tapi justru mendorong Muslim untuk berbuat lebih dari sekedar menghindarinya, yaitu mewujudkan keadilan, kesejahteraan, pemerataan dan kebahagiaan dunia-akhirat. Jika demikian, mungkin sekarang ini, slogan bebas riba dan bunga tampaknya masih dalam tataran permainan bahasa marketing, baik itu sifatnya keagamaan atau maksud-maksud ekonomi lainnya. 
POLEMIK TENTANG Iá¹¢MAH DALAM TAFSIR MODERN: KASUS HADIS TERSIHIRNYA NABI MUHAMMAD SAW Khalifatut Diniyah; Ghozi Mubarok
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 5, No 1 (2021)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v5i1.253

Abstract

Para ulama berpendapat bahwa konsep ‘Iṣmah bagi Nabi Muhammad SAW meliputi dua hal sekaligus, pertama yaitu perlindungan Allah dari dosa dan kesalahan, kedua perlindungan Allah dari keburukan manusia. Kisah tentang tersihirnya Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh al-Bukhari mengandung problem yang berhubungan dengan dua pengertian ‘Iṣmah tersebut. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kritik atau respon para mufassir modern terhadap hadis tersihirnya Nabi Muhammmad SAW. Data penelitian ini diperoleh melalui literatur primer yaitu Tafsi>r Al-Qur’ãn Al-Karîm karya Muh}ammad ‘Abduh, Tafsîr Fî Ẓilãlil Qur’ãnkarya Sayd Quṭ}b,Tafsîr al-Munîr karya Wahbah Zuhailî. Ayat yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah Surat al-Falaq ayat 4. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa Para Mufasir Modern tidak satu kata dalam menyikapi kisah tersihirnya Nabi Muhammad SAW. Sebagian dari mereka, seperti Wahbah Zuhailî> menerima kebenaran kisah tersebut atas dasar status keshahihan hadis yang diriwayatkan oleh Shahîh Buhãrî dan menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak bertentangan dengan prinsip ‘Iṣmah Nabi. Sementara sebagian yang lain, seperti Muh}ammad ‘Abduh dan Sayd Quṭ}b menolak kisah tersebut dan menganggapnya sebagai sesuatu yang bertentangan dengan konsep ‘Iṣmah bagi para Nabi.   ‘Iṣmah
PEMBACAAN TIGA SURAT PILIHAN DALAM TRADISI MALEM SABELLESEN (Studi Living Qur`an di Desa Konang Pamekasan) Auli Robby Finaldy, Agus Kharir
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 7, No 1 (2023)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v7i1.1090

Abstract

Kajian Al-Qur`an saat ini tidaklah hanya berkutat dalam kajian teks saja. Dengan maraknya fenomena Qur`an in everyday life, maka muncullah disiplin ilmu yaitu living qur`an atau Al-Qur`an yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Tradisi malem sabellesen di Desa Konang, termasuk salah satunya. Tradisi ini telah berjalan turun-temurun. Dalam penelitian ini penulis merumuskan tiga hal, Apa motif pembacaan tiga surat pilihan dalam tradisi malem sabellessen ? Bagaimana implementasi dan pemaknaan masyarakat tentang pembacaan tiga surat pilihan dalam tradisi malem sabellessen ? Bagaimana horizon ekspektasi dari pembacaan tiga surat pilihan pada tradisi malem sabellesen ?. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif lapangan, pendekatan ini dilakukan untuk mengetahui latar belakang, pelaksanaan serta pemaknaan terhadap pembacaan surat-surat pilihan dalam tradisi malem sabellesen dengan tetap berpijak pada teori horizon of expectation. Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa : 1) Tradisi malem sabellesen memiliki dua motif yaitu motif spiritual dan motif sosial, 2) Implementasi pembacaannya memakai konsep bacaan hadr, sedangkan pemaknaannya yaitu : Surat Yaasin sebagai media transfer amal untuk para almarhumin. Kedua, Surat Al-Waqi`ah sebagai kelancaran rezeki. Ketiga, Surat Asy-Syams sebagai tolak balak. 3) Horizon ekspektasi pada tradisi malem sabellesen tergolong dalam dua jenis, yaitu horizon ekspektasi sempit dan horizon ekspektasi luas dengan mengindikasikan fungsi informative dalam menunjukkan cakrawala harapan luas anggota tradisi malem sabellesen.
TAFSIR BUDAYA DODENGO SEBAGAI KOHESI SOSIAL PADA MASYARAKAT GAMKONORA Rahmat Rahmat; Hendi Sugianto
El-Waroqoh : Jurnal Ushuluddin dan Filsafat Vol 6, No 2 (2022)
Publisher : Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien Prenduan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28944/el-waroqoh.v6i2.716

Abstract

Dodengo adalah sebuah tradisi pertarungan satu lawan satu. Permainan Dodengo ini mirip dengan tarian perang (cakalele). Biasanya permainan ini diadakan setelah perayaan hari raya Idul Fitri. Budaya Dodengo merupakan tradisi yang berguna untuk melatih dan menguji ketangkasan dan kelincahan seseorang. Umumnya permainan ini hanya dimainkan oleh laki-laki. Alat yang digunakan adalah perisai (salawaku) dan sepotong Gaba yang panjangnya 50 cm. Kedua alat tersebut berfungsi sebagai pencegah dan pentungan. Budaya Dodengo dengan tujuan mempererat tali silaturahmi antar empat desa, yaitu desa Gamkonora, Talaga, Gamsungi dan Tahafo. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (fields research) dengan pendekatan fenominoligis. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui cara komunikasi masyarakat desa Gamkonora, Talaga, Gamsungi dan Tahafo dalam melaksanakan budaya Dodengo. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi, teknik wawancara dan teknik dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Dodengo tidak dapat dipisahkan dari masyarakat Desa Gamkonora, Talaga, Gamsungi dan Tahafo karena dengan adanya Dodengo maka masyarakat desa yang terdiri dari empat desa tersebut dapat menjalin hubungan silaturahmi yang baik. Dalam pelaksanaan Dodengo ke empat masyarakat desa tersebut timbul rasa saling memaafkan, mengasihi, menghormati dan saling membantu antar sesama. Pesan-pesan persaudaraan dan tali silaturrohmi tetap terjalin sampai hari ini dengan ada budaya dodengo ini.