cover
Contact Name
Juli Hadiyanto
Contact Email
julihadiyanto43@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jurnalstandardisasi@gmail.com
Editorial Address
Gedung 1 BSN, KST BJ Habibie, Setu, Tangerang Selatan, Banten, 15314.
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Standardisasi
ISSN : -     EISSN : 23375833     DOI : 10.31153
Jurnal Standarisasi (hence JS) is a journal aims to be a leading peer-reviewed platform and an authoritative source of information. We publish original study or research papers focused on standardization policies, development of standards, harmonization of standards, implementation of standards (accreditation, certification, testing, metrology, technical inspection, pre and post market supervision, socio-economic impacts, etc.), standardization of standards, technical regulations, and aspects related to standardization that has neither been published elsewhere in any language, nor is it under review for publication anywhere.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 227 Documents
KAJIAN PRIORITAS SNI BIDANG PERIKANAN YANG PERLU DIKEMBANGKAN DALAM RANGKA INTEGRASI EKONOMI ASEAN Ellia Kristiningrum
JURNAL STANDARDISASI Vol 8, No 1 (2006): Vol. 8(1) 2006
Publisher : Badan Standardisasi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31153/js.v8i1.639

Abstract

Economic Integration has specified 11 sectors of priority of ASEAN and required these sectors to be integrated, one of them is fisheries product sector. ASEAN integration has obliged each member of ASEAN to develop programs of priority of product standard that need to be harmonized, including fisheries product. This study analyzed SNI of fisheries product that should be reviewed in order to improve the development of fisheries product standard. Result of this study is the priority for the development of SNI of fisheries product standard, determined base on the biggest value of export, import and the ASEAN agreement of harmonization for fisheries standard which are safety and quality management system, fish and fisheries sanitary measurement, testing and procedure for quarantine, quality standard and using of chemical raw.
PENERAPAN PROSES PANAS PADA INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH PANGAN BIR PLETOK WILAYAH JAKARTA SELATAN ibnu hasan sunandar; Nur Wulandari; Faleh Setia Budi
JURNAL STANDARDISASI Vol 23, No 1 (2021)
Publisher : Badan Standardisasi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31153/js.v23i1.865

Abstract

Bir pletok adalah minuman tradisional yang memiliki tingkat keasaman rendah. Setiap industri kecil menengah pangan (IKMP) bir pletok perlu mengendalikan faktor-faktor yang memengaruhi keamanan serta umur simpan produk yang dihasilkannya, khususnya untuk menghindari proses termal yang tidak tepat yang dapat meningkatkan risiko keamanan produk. Selain itu, data validasi proses untuk memeriksa kecukupan panas di IKMP bir pletok juga belum tersedia. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh profil proses produksi bir pletok di IKMP yang menggunakan teknologi proses termal, serta mendapatkan data parameter proses termal dalam rangka pemenuhan persyaratan kecukupan panas. Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu: (1) pengumpulan data IKMP bir pletok di Kota Jakarta Selatan; 2) pengembangan dan validasi kuesioner; (3) pelaksanaan survei di IKMP bir pletok; (4) pengujian masa simpan sampel bir pletok terpilih; (5) pengolahan data; serta (6) penyusunan rekomendasi. Aplikasi proses termal yang dilakukan oleh IKMP bir pletok menggunakan 2 metode yaitu pasteurisasi dan proses pengisian panas (hot filling). Proses produksi di IKMP bir pletok dengan kode BP2 merupakan proses yang paling baik di antara IKMP bir pletok lainnya.  Produk BP2 memiliki pH akhir 5,2, dengan suhu pengisian 73,3 °C, headspace 5,3 cm, dengan total mikroba (total plate count/TPC) tidak terdeteksi, serta nilai angka kapang dan kamir yang juga tidak terdeteksi.  Kemasan yang digunakan adalah botol kaca 525 mL, dengan masa simpan mencapai 2 bulan. 
PEDOMAN PENGUKURAN LAJU KERMA UDARA DAN KALIBRASI ALAT UKUR RADIASI TINGKAT PROTEKSI SERTA PENILAIAN KETIDAKPASTIANNYA BERDASARKAN THE MEASUREMENT GOOD PRACTICE GUIDE No. 49/2003 Nazaroh Nazaroh
JURNAL STANDARDISASI Vol 12, No 2 (2010): Vol. 12(2) 2010
Publisher : Badan Standardisasi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31153/js.v12i2.148

Abstract

Kebutuhan akan prosedur yang dapat diterima secara Internasional tentang pengukuran laju kerma udara dan kalibrasi alat ukur radiasi tingkat proteksi, dan pelaporan ketidakpastiannya, telah disadari kepentingannya dan perlu direalisasikan karena tuntutan pengukuran yang akurat dan ketertelusurannya. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, PTKMR-BATAN sebagai SSDL-Jakarta memiliki tanggungjawab di bidang keselamatan dan metrologi radiasi. Salah satu tugasnya adalah menjaga ketertelusuran alat standar sekunder ke sistem internasional dan memberikan layanan kalibrasi alat ukur radiasi. Kalibrasi alat ukur radiasi dapat dilakukan dengan membandingkan bacaan alat yang dikalibrasi dengan bacaan alat standar (metode tip to tip dan substitusi) atau menggunakan sumber radiasi standar. Makalah ini menyajikan pedoman pengukuran laju kerma udara dan kalibrasi alat ukur radiasi dengan metode substitusi berdasarkan The Measurement Good Practice Guide No.49/2003.
RELATIVE OUTPUT FACTOR (ROF) OF GAMMA KNIFE’S MEASUREMENT USING IONIZATION CHAMBER AND GAFCHROMIC FILMS nazaroh nazaroh; Okky Agassy Firmansyah; Ade Rizky Setiadi; Irhas Irhas; Elia Sudiatmoko
JURNAL STANDARDISASI Vol 23, No 3 (2021)
Publisher : Badan Standardisasi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31153/js.v23i3.928

Abstract

The important things on Leksell Gamma Knife (LGK) is determination of Relative Output Factor (ROF), which is required for beam data collection (BDC) process, as an input value to the Treatment Planning System (TPS). The ROF is also needed to traceability of dosimetry measurements and patient safety. ROF measurements on LGK using PTW PinPoint 3D ionization chamber: 0.016 cm3, PTW Semiflex: 0.125 cm3, and Exradin A16: 0.017 cm3 at collimators 4, 8 and 16 mm. and gafchromic films. ROF values obtained in hospital-A, using PTW PinPoint 3D was: [(1.00 ± 0.002)], [(0.80 ± 0.02]); [(0.42 ± 0.002)]; and using Exradin A16 [(1.00 ± 0]; [(0, 87 ± 0)]; [(0.69 ± 0.0002)]. And using gafchromic films was: [(1.00 ± 0.006]; (0.96 ± 0.005); (0.86 ± 0.06)]; respectively for collimators 4, 8 and 16 mm, and Measurement of ROF in hospital-B using using a PTW PinPoint 3D was: [(1 ± 0); (0.75 ± 0); and (0.33 ± 0)] and using Exradin A16 was: [(1; 0.87; and 0.69)] and gafchromic films was: [(1.00 ± 0.03); (0.98 ± 0.045); and (0.85 ± 0.09)]; The results of ROF’s measurement were compared with the ROF values of Novotny, et al (2009) and TPS. The Gafchromic’s ROF values were relatively closer than both of them, while the ROF value of ionization. chamber at 4 mm collimators was relatively lower, because measurement in a small field occurs an averaging effect volume and lack of lateral charge particle equilibrium (LCPE).
KAJIAN PENERAPAN TEKNOLOGI BIOFILTER SKALA KOMUNAL UNTUK MEMENUHI STANDAR PERENCANAAN PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK Elis Hastuti; Ida Medawati; Sri Darwati
JURNAL STANDARDISASI Vol 16, No 3 (2014)
Publisher : Badan Standardisasi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31153/js.v16i3.196

Abstract

Ancaman pencemaran air limbah terhadap sumber air baku air minum dapat terus meningkat apabila upaya peningkatan akses sanitasi tidak diiringi dengan teknologi yang ramah lingkungan. Salah satunya dengan teknologi pengolahan air limbah sistem biofilter, yang dapat diterapkan di kawasan perkotaan dengan keterbatasan lahan, muka air tanah tinggi, volume reaktor kecil serta mudah dalam pengoperasian karena lumpur yang dihasilkan lebih sedikit. Namun teridentifikasi kendala kendala dalam penerapan teknologi biofilter skala komunal, diantaranya umur pakai yang pendek, gangguan proses pengolahan dan efluen pengolahan belum dapat mencapai baku mutu yang dipersyaratkan. Pada tulisan ini, diuraikan kajian penerapan sistem biofilter skala komunal di beberapa kota, termasuk faktor faktor yang mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan sistem biofilter. Sampling penerapan biofilter komunal dilakukan secara purposif sesuai variasi sistem biofiter, kondisi lokasi dan pengelola, kemudian metoda deskriptif digunakan untuk evaluasi berdasarkan karakteristik tersebut. Desain unit proses biofilter dikaji berdasarkan penyisihan/penguraian bahan organik sebagai BOD, yang didekati dengan reaksi orde pertama kinetika plug flow. Hasil studi menunjukkan faktor faktor yang mempengaruhi keberlanjutan sistem adalah desain unit proses, media biofilter, karakteristik influen, konsumsi pemakaian air, kapasitas pengolahan, media biofilter, proses pembentukan biofilm pada tahap pembibitan dan aklimatisasi, bahan dan konstruksi serta pengelolaan. Beberapa penerapan sistem biofilter yang memenuhi kriteria desain serta pengelolaan yang tepat, dapat menghasilkan air olahan sesuai Keputusan Menteri KLH no 112 tahun 2003 atau Perda terkait, serta berpotensi diolah kembali untuk daur ulang tertentu. Didalam penyusunan standar sistem biofilter perlu mempertimbangkan faktor faktor tersebut, terutama dalam memenuhi standar Pd. T-04-2005-C tentang Tata cara perencanaan dan pemasangan tangki biofilter pengolahan air limbah, Pd. T-02-2004-C, tentang Pengoperasian dan pemeliharaan instalasi pengolah air limbah rumah tangga dengan Tangki Biofilter serta RSNI tentang tata cara perencanaan pengolahan air limbah setempat.
KESIAPAN PELAKU USAHA JASA PERJALANAN WISATA DALAM PENERAPAN STANDAR USAHA PARIWISATA Reza Lukiawan; Ajun Tri Setyoko; Suminto Suminto
JURNAL STANDARDISASI Vol 18, No 2 (2016)
Publisher : Badan Standardisasi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31153/js.v18i2.703

Abstract

Pemerintah telah menetapkan peraturan tentang Standar Usaha Jasa Perjalanan Wisata melalui Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2014. Hal ini untuk memberikan perlindungan dan keamanan kepada wisatawan serta meningkatkan kualitas pelayanan jasa perjalanan wisata. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapan pelaku usaha jasa pariwisata dalam penerapan standar usaha pariwisata. Suvei lapangan untuk pengumpulan data primer pada penelitian ini dilakukan terhadap 18 pelaku usaha perjalanan wisata di 4 kota yaitu Denpasar dan Yogyakarta untuk mewakili daerah dengan industri pariwisata yang sudah maju serta Mataram dan Belitung untuk mewakili daerah dengan industri pariwisata yang sedang berkembang. Hasil penelitian menunjukkan hanya 33,3% pelaku usaha yang mengetahui adanya standar usaha jasa perjalanan wisata yang diatur melalui Peraturan Menteri Pariwisata. Pelaku usaha yang berada di daerah industri pariwisata yang maju seperti Denpasar dan Yogyakarta, mempunyai kemampuan lebih baik dalam memenuhi persyaratan minimal standar usaha sebesar 20% dari jumlah responden. Pelaku usaha perjalanan wisata yang berada di daerah industri pariwisata yang berkembang seperti Mataram dan Belitung tidak ada yang mampu memenuhi persyaratan minimal standar usaha.
STANDAR ACUAN SEPATU ANAK INDONESIA Suliestiyah Wiryodiningrat; Dwi Asdono Basuki
JURNAL STANDARDISASI Vol 14, No 3 (2012): Vol. 14(3) 2012
Publisher : Badan Standardisasi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31153/js.v14i3.82

Abstract

Dalam upaya untuk menyusun standar ukuran acuan sepatu anak-anak Indonesia, telah diadakan penelitian tentang standar ukuran acuan sepatu anak-anak, khususnya acuan sepatu anak-anak usia 5 tahun s/d 12 tahun. Sebagai materi dalam penelitian ini adalah kaki anak-anak pria dan wanita sebanyak 168 sampel dengan usia 5 s/d 12 tahun. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, disekolah Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar, wilayah Kabupaten Sleman, D.I.Yogyakarta. Pengukuran kaki dilakukan terhadap ukuran panjang telapak kaki, lebar kaki, gemur kaki, gemuk kaki dan ukuran tumit kaki. Data ukuran kemudian dihitung mean (X) dan Sd (standar deviasi) dengan angka lebar sebagai faktor pembanding. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa perbandingan antara panjang telapak kaki dengan angka lebar = 2,45; ukuran gemur dengan angka lebar = 2,23; ukuran gemuk dengan angka lebar = 2,24; dan ukuran tumit dengan angka lebar = 3,02. Angka-angka ini digunakan sebagai patokan untuk menetapkan standar ukuran acuan sepatu anak-anak. Berdasarkan data yang diperoleh maka dapat disusun standar ukuran acuan dengan penambahan panjang setiap nomor ukuran sebesar 6,75 mm dan ukuran lebar 2,75 mm, yang dikelompokkan dalam 5 fitting yaitu sempit (narrow 2 dan narrow 1), tengah (medium), dan longgar (wide 1 dan wide 2). Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai acuan dalam menyusun standar ukuran sepatu anak-anak Indonesia yang saat ini belum tersedia.
IMPLEMENTASI UJI BANDING ANTAR LABORATORIUM DAN ANALISA DIAGRAM FISHBONE PADA PARAMETER MEKANIS BAJA TULANGAN BETON SNI 2052:2017 Mislan, Mislan; Efendi, Riki; Syukril, Ahmed; Hernadewita, Hernadewita; Khaerudin, Dedy
JURNAL STANDARDISASI Vol 26, No 2 (2024)
Publisher : Badan Standardisasi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31153/js.v26i2.1022

Abstract

Salah satu langkah mewujudkan hasil uji yang akurat untuk laboratorium pengujian mekanis baja tulangan beton SNI 2052:2017 adalah melalui partisipasi uji profisiensi, namun keterbatasan pengadaan uji profisiensi menjadikan uji banding antar laboratorium sebagai opsi alternatif. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kinerja laboratorium dengan mengimplementasikan uji banding antar laboratorium dan melakukan analisa akar masalah dari hasil evaluasi outlier serta memberikan usulan perbaikan. Penelitian ini menggunakan metode SNI ISO 13528:2022 untuk uji homogenitas, stabilitas sampel, dan analisa statistik Z-score untuk menilai kinerja laboratorium. Hasil analisa diperoleh 8 laboratorium dengan kinerja satisfactory untuk semua parameter uji,  3 laboratorium berkategori warning yaitu laboratorium A4 untuk kuat luluh DB 13 mm, laboratorium A5 untuk kuat luluh DB 13 mm, A7 untuk kuat luluh DB 19 mm, dan 1 laboratorium kategori outlier yaitu laboratorium A7 untuk kuat Tarik DB 13 mm. Hasil analisa diagram fishbone dari laboratorium outlier adalah personil laboratorium perlu pelatihan tambahan, pemantauan rutin terhadap akurasi mesin tidak berjalan, maintenance mesin dan pengecekan kondisi grip tidak berjalan dengan baik serta belum adanya prosedur pengecekan mesin uji menggunakan sampel referensi/acuan. Usulan perbaikan untuk laboratorium outlier adalah pelatihan bagi personel dan pemantauan kerja personel, pengecekan dan pengawasan akurasi mesin secara disiplin serta pembuatan jadwal perawatan seperti pengecekkan kondisi grip, kemudian pembuatan prosedur pemastian kondisi mesin uji melalui uji sampel referensi/acuan, serta pelatihan metode uji dan pemantauan terhadap pelaksanaan prosedur.
KEBUTUHAN PENGEMBANGAN STANDAR NASIONAL INDONESIA FASILITAS TAMAN KOTA Ari Wibowo; Mangasa Ritonga
JURNAL STANDARDISASI Vol 18, No 3 (2016)
Publisher : Badan Standardisasi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31153/js.v18i3.234

Abstract

Melalui UU Nomor 26 tahun 2007 pasal 29 pemerintah mempersyaratkan bahwa setiap kota dalam rencana tata ruang wilayahnya wajib mengalokasikan sedikitnya 30% dari ruang atau wilayahnya untuk ruang terbuka hijau (RTH), dimana 20% diperuntukkan bagi RTH publik yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah kota dan digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Melalui UU tersebut, dalam pasal 29 ayat 1 dan 2 disebutkan bahwa ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum, yang termasuk ruang terbuka hijau publik antara lain adalah taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Banyak taman di kota besar di Indonesia cukup ideal difungsikan sebagai ruang sosial,  namun kondisi sebagian besar taman kota masih dinilai belum memadai oleh mayoritas publik. Faktor kenyamanan dan keamanan masih menjadi pertimbangan utama publik untuk mengunjungi taman kota, standar fasilitas taman semestinya menjadi prioritas semua pihak, disamping terkait faktor keamanan, keselamatan, kesehatan dan lingkungan (K3L), kelalaian untuk memberi aspek ini berpotensi mendatangkan bencana bagi pengunjung utamanya anak. Penerapan standar terhadap fasilitas-fasilitas taman untuk mengurangi risiko dan mencegah bahaya yang dapat ditimbulkan, misalnya tergores, terjatuh, terbakar hingga terpapar zat kimia dari mainan anak. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui pengembangan fasilitas dan standar untuk taman kota di Indonesia, terutama yang terkait dengan keamanan, keselamatan, kesehatan dan lingkungan (K3L), sehingga masyarakat sebagai pengguna dari taman kota merasa aman dan nyaman dalam menggunakan fasilitas umum pada taman kota tersebut. Studi ini mengolah data primer dan data sekunder dengan analisa kualitatif deskriptif dan kuantitatif deskriptif. Data sekunder diperoleh dari identifikasi SNI, ASTM, ISO, Peraturan Daerah dan Undang-Undang terkait fasilitas dan Ruang Terbuka Hijau, sedangkan data primer diperoleh melalui pengamatan langsung terhadap fasilitas di taman kota di Surabaya, Palembang, Medan dan Jakarta, diskusi dengan anggota Komite Teknis serta Praktisi. Diperoleh hasil fasilitas dan standar taman kota yang dibutuhkan dan perlu dikembangkan adalah bangku taman, tempat sampah, lampu taman (penerangan), pedestrian, tempat parkir, arena serbaguna, toilet, gazebo, papan informasi, drainase. 
PENAJAMAN NILAI ACUAN STANDAR INTERNAL SS PANG 10 MELALUI UJI BANDING LABORATORIUM Ronaldo Irzon; Kurnia Kurnia
JURNAL STANDARDISASI Vol 21, No 2 (2019)
Publisher : Badan Standardisasi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31153/js.v21i2.745

Abstract

Suatu pengukuran memerlukan bahan acuan sebagai pijakan mengenai ketepatan hasil analisis. Beberapa negara telah memulai membuat bahan acuan standar nasionalnya sendiri untuk dapat mendampingi hingga kelak menggantikan peran Certified Reference Material yang berharga mahal. Indonesia perlu memproduksi bahan acuan standar sendiri agar dapat memangkas biaya analisis pada masa yang akan datang. Laboratorium Pusat Survei Geologi telah memulai memuat bahan acuan standar internal yang berasal dari beragam matriks. SS Pang 10 merupakan bahan acuan standar internal berupa sedimen aliran berair payau dari Sungai Cibenying di wilayah Pangandaran. Nilai sertifikasi bahan acuan ini kemudian dipertajam melalui uji banding antar laboratorium. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan proses peningkatan mutu SS Pang 10 melalui uji banding dengan empat laboratorium nasional lain, yaitu: PSDMBP, Tekmira, Geoservices, dan Sucofindo. Empat jenis perangkat uji, yaitu: AAS, XRF, ICP-MS, dan ICP-OES diaplikasikan dalam studi ini. Rerata setiap analit, standar deviasi, standar deviasi relatif, dan derajat ketidakpastian diukur untuk dapat menentukan besaran nilai acuan standar. Presisi data kumpulan pengujian ditunjukkan oleh derajat reproduksibilitasnya. Dengan menggunakan basis reproduksibilitas <20%, terdapat 17 analit dari kelompok unsur utama dan unsur jejak pada bahan standar ini yang dapat dijadikan acuan lebih lanjut.

Page 2 of 23 | Total Record : 227


Filter by Year

2005 2024


Filter By Issues
All Issue Vol 26, No 2 (2024) Vol 26, No 1 (2024) Vol 25, No 2 (2023) Vol 25, No 1 (2023) Vol 24, No 1 (2022) Vol 23, No 3 (2021) Vol 23, No 2 (2021) Vol 23, No 1 (2021) Vol 22, No 3 (2020) Vol 22, No 2 (2020) Vol 22, No 1 (2020) Vol 21, No 3 (2019) Vol 21, No 2 (2019) Vol 21, No 1 (2019) Vol 20, No 3 (2018) Vol 20, No 2 (2018) Vol 20, No 1 (2018) Vol 19, No 3 (2017) Vol 19, No 2 (2017) Vol 19, No 1 (2017) Vol 18, No 3 (2016) Vol 18, No 2 (2016) Vol 18, No 1 (2016) Vol 17, No 3 (2015) Vol 17, No 2 (2015) Vol 17, No 1 (2015) Vol 16, No 2 (2014): Vol 16, No 2 (2014) Vol 16, No 3 (2014) Vol 16, No 1 (2014) Vol 15, No 3 (2013) Vol 15, No 2 (2013) Vol 15, No 1 (2013) Vol 14, No 3 (2012): Vol. 14(3) 2012 Vol 14, No 2 (2012): Vol. 14(2) 2012 Vol 14, No 1 (2012): Vol. 14(1) 2012 Vol 13, No 2 (2011): Vol. 13(2) 2011 Vol 13, No 1 (2011): Vol. 13(1) 2011 Vol 13, No 3 (2011): Vol 12, No 3 (2010): Vol. 12(3) 2010 Vol 12, No 2 (2010): Vol. 12(2) 2010 Vol 12, No 1 (2010): Vol. 12(1) 2010 Vol 11, No 3 (2009): Vol. 11(3) 2009 Vol 11, No 2 (2009): Vol. 11(2) 2009 Vol 11, No 1 (2009): Vol. 11(1) 2009 Vol 10, No 3 (2008): Vol. 10(3) 2008 Vol 10, No 2 (2008): Vol. 10(2) 2008 Vol 10, No 1 (2008): Vol. 10(1) 2008 Vol 9, No 3 (2007): Vol. 9(3) 2007 Vol 9, No 2 (2007): Vol. 9(2) 2007 Vol 9, No 1 (2007): Vol. 9(1) 2007 Vol 8, No 3 (2006): Vol. 8(3) 2006 Vol 8, No 2 (2006): Vol. 8(2) 2006 Vol 8, No 1 (2006): Vol. 8(1) 2006 Vol 7, No 3 (2005): Vol. 7(3) 2005 Vol 7, No 2 (2005): Vol. 7(2) 2005 Vol 7, No 1 (2005): Vol 7(1) 2005 More Issue