cover
Contact Name
Abdullah Maulani
Contact Email
jmanuskripta@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jmanuskripta@gmail.com
Editorial Address
Gedung VIII Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Depok 16424 Jawa Barat
Location
,
INDONESIA
MANUSKRIPTA
ISSN : 22525343     EISSN : 23557605     DOI : https://doi.org/10.33656/manuskripta
MANUSKRIPTA aims to provide information on Indonesian and Southeast Asian manuscript studies through publication of research-based articles. MANUSKRIPTA is concerned with the Indonesian and Southeast Asian manuscript studies, the numerous varieties of manuscript cultures, and manuscript materials from Southeast Asian society. It also considers activities related to the care and management of Southeast Asian manuscript collections, including cataloguing, conservation, and digitization.
Articles 115 Documents
Sabun Mandi Natural Herbal Hasil Adaptasi dari Naskah Pengobatan Tradisional Hanani, Tifa
Manuskripta Vol 13 No 1 (2023): Manuskripta
Publisher : Masyarakat Pernaskahan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33656/manuskripta.v13i1.5

Abstract

Text editions of traditional medicinal texts resulting from research by philologists have not been widely used as an alternative to body care products, particularly natural bath soap. Two of them are manuscripts of traditional medicine from the collection of the National Library of Indonesia entitled Usada (KBG 357) and Tetamba Jampi (BR 55). The purpose of this research is to present an eco-friendly natural bath soap with herbal ingredientsadapted from ancient manuscripts. In this regard, this research focuses on benefits and decomposition of traditional spices in manuscripts that can be used as ingredients for making natural bath soap. The results of this study can be seen that the herbs contained in traditional medicine texts can be used as an alternative herbal ingredients for making eco-friendly natural bath soap because of their benefits for the skin. In addition to having cultural and profit values, namely as an alternative to creative industry products based on local wisdom, making eco-friendly soap also has cultural values, namely preserving the contents of ancient manuscripts. === Edisi teks naskah pengobatan tradisional hasil riset para pakar filologi belum banyak dimanfaatkan sebagai alternatif produk perawatan tubuh, khususnya sabun mandi natural. Dua diantaranya yaitu naskah pengobatan tradisional koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia berjudul Usada (KBG 357) dan Tetamba Jampi (BR 55). Tujuan dari penelitian ini adalah menghadirkan sabun natural ramah lingkungan dengan bahan herbal yang diadaptasi dari naskah kuno. Berkenaan dengan itu, penelitian ini berfokus pada penguraian rempah tradisional dalam naskah yang dapat digunakan sebagai bahan pembuatan sabun mandi natural beserta manfaatnya. Hasil dari penelitian ini dapat diketahui bahwa herbal yang terkandung dalam teks naskah pengobatan tradisional dapat digunakan sebagai alternatif bahan herbal pembuatan sabun mandi natural ramah lingkungan karena manfaatnya bagi kulit. Selain bernilai budaya dan profit yaitu sebagai alternatif produk industri kreatif berbasis kearifan lokal, pembuatan sabun mandi ramah lingkungan juga bernilai budaya yaitu melestarikan kandungan naskah kuno.
Syair Fakih Saghir: Sosial Status dan Ritual Kematian di Minangkabau Abad ke-19 Alfida Alfida
Manuskripta Vol 5 No 2 (2015): Manuskripta
Publisher : Masyarakat Pernaskahan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33656/manuskripta.v5i2.9

Abstract

This article examines the digital manuscript entitled Syair Fakih Saghir of Surau Calau collection, Sijunjung City, West Sumatra. This manuscript has been digitized by Tim Kajian Poetika of Andalas University in collaboration with the Indonesian Association of Nusantara Manuscripts (Manassa) and Tokyo University of Foreign Studies (TUFS-CDATS), Japan, with code CL.SJJ.2011.67F. Syair Fakih Saghir contains an overview about the enure of the charismatic shaykh and greatly admired by his murid. In the context of thistext, the murid is Fakih Saghir who admired his shaykh, Tuanku Nan Tuo Koto Tuo. This admiration was shown in a homage ritual that is celebrated by the society when the shaykh has died. Therefore, this text has shown the importance of the social status of ulama among the society symbolized by the cult at the time of their death ritual celebration. Through such depictions, the text shows theidentity, integrity, and text functions in society. === Artikel ini mengkaji naskah digital yang berjudul Syair Fakih Saghir koleksi Surau Calau, Sijunjung, di Sumatera Barat. Naskah ini didigitalkan oleh Tim Kajian Poetika Universitas Andalas bekerjasama dengan Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) dan Tokyo University of Foreign Studies (TUFS-CDATS), Jepang, dengan kode CL.SJJ.2011.67F. Syair Fakih Saghir berisi gambaran sosok syekh yang kharismatik dan sangat dikagumi oleh muridnya. Dalam konteks teks ini, murid yang dimaksud adalah Fakih Saghir yang mengagumi gurunya yaitu Tuanku Nan Tuo Koto Tuo. Ungkapan kekaguman ini diperlihatkan melalui ritual penghormatan yang dilakukan oleh masyarakat saat sang guru meninggal dunia. Oleh karena itu, teks ini telah memperlihatkan pentingnya status sosial ulama di kalangan masyarakat yang disimbolkan dengan pemujaan pada saat perayaan ritual kematian terhadap ulama. Melalui penggambaran tersebut teks ini memperlihatkan identitas, integritas, serta fungsi teks dalam masyarakat.
Naskah Carita Sajarah Désa Bunter: Kajian Filologis, Fungsi dan Nilai Ahmad Rizky Fauzi; Iwang Rusniawan Aditya; Gunari Putra Erisman
Manuskripta Vol 14 No 1 (2024): Manuskripta
Publisher : Masyarakat Pernaskahan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33656/manuskripta.v14i1.12

Abstract

The Carita Sajarah Désa Bunter manuscript is a manuscript in Bunter Village, Sukadana District, Ciamis Regency, West Java Province which was completed in 1960, telling the history of the Bunter Village area since the beginning of the 19th century. This article aims to find out the contents of the manuscript, the function of the manuscript and the values ​​contained therein which can be a guide to life now and in the future. This research uses a qualitative and philological approach. Editing the manuscript is carried out using the standard edition method. The results of the research show that the Carita Sajarah Désa Bunter manuscript is a Latin script with Suwandi spelling/Republican spelling, containing the history of the Bunter area starting from the wilderness and then the arrival of people until it became a village. This manuscript is still functional and is often read at village birthday events. The values ​​contained in it are moral values, leadership values, mutual cooperation, humility, religious values ​​and knowledge based on local wisdom. === Naskah Carita Sajarah Désa Bunter adalah naskah yang berada di Desa Bunter Kecamatan Sukadana Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat yang selesai ditulis tahun 1960, menceritakan sejarah di wilayah Desa Bunter sejak awal abad ke-19. Naskah ini belum terpublikasi dan terkaji secara mendalam sehingga menarik minat penulis. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui isi naskah, fungsi naskah dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya yang dapat menjadi pedoman hidup di masa sekarang dan masa nanti. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, metode penelitian yang digunakan adalah bersifat filologis. Dalam mengedisi naskah dilakukan dengan menggunakan metode edisi standar. Hasil penelitian menunjukan naskah Carita Sajarah Désa Bunter berupa naskah beraksara latin berejaan Suwandi/ Ejaan Republik, berisi tentang sejarah wilayah Bunter mulai dari hutan belantara lalu berdatangan orang hingga menjadi sebuah desa. Naskah tersebut sampai saat ini masih berfungsi dan sering dibacakan dalam acara ulang tahun desa. Nilai-nilai yang terkandung didalamnya ialah nilai moral, nilai kepemimpinan, gotong royong, rendah hati, nilai religius hingga pengetahuan berbasis kearifan lokal.
Penanda Waktu Salat Dengan Menabuh Kentongan: Pandangan Keagamaan Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi Dalam Naskah Ḥukm Al-Nāqūs Muhamad Abror
Manuskripta Vol 14 No 1 (2024): Manuskripta
Publisher : Masyarakat Pernaskahan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33656/manuskripta.v14i1.13

Abstract

Beating kentongan is a Javanese tradition that has existed for a long time. Functioning as a non-verbal communication tool, one of the kentongan is a time marker, including prayer times. Because it is related to Islamic religious activities, some scholars also study it from the point of view of Islamic law (fiqh). From here, then emerged two different views. Some judge forbidden, some others permissible. Among some existing scholars, Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi (d. 1926) views haram with a fairly critical analysis. Firmly, this professor at Haramain said that hitting the kentongan as a marker of prayer time was equivalent to publicizing the evil that had become a tradition of the infidels. Apart from that, he emphasized that as far as he has observed, there has not been a single representative cleric who has permitted this practice. Even though it is forbidden, Ahmad Khatib's moderate attitude does not make the perpetrators infidel as some scholars do. This paper will discuss the views of this great teacher of Nusantara scholars from Minangkabau regarding the law of beating kentongan as a marker of prayer time in the perspective of Islamic philology, history, and law originating from the Ḥukm al-Nāqūs manuscript. === Menabuh kentongan merupakan tradisi masyarakat Jawa yang sudah ada sejak lama. Berfungsi sebagai alat komunikasi nonverbal, kentongan salah satunya menjadi penanda waktu, termasuk waktu salat. Karena berkaitan dengan aktivitas keagamaan Islam, sejumlah ulama pun mengkajinya dari sudut pandang hukum Islam (fikih). Dari sini kemudian muncul dua pandangan yang berbeda. Sebagian menghukumi haram, sebagian yang lain boleh. Dari sejumlah ulama yang ada, Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi (w. 1926) memiliki pandangan haram dangan analisa yang cukup kritis. Dengan tegas, guru besar di Haramain ini mengatakan memukul kentongan sebagai penanda waktu salat sama saja mempublikasikan kemungkaran yang sudah menjadi tradisi orang kafir. Selain itu, ia menegaskan sejauh pengamatannya belum ada satu ulama representatif pun yang membolehkan praktik ini. Kendati mengharamkan, sikap moderat Ahmad Khatib membuatnya tidak mengkafirkan pelakunya sebagaimana sebagian dilakukan sebagian ulama. Makalah ini akan membahas pandangan maha guru ulama Nusantara asal Minangkabau ini tentang hukum menabuh kentongan sebagai penanda waktu salat dalam perspektif filologi, sejarah, dan hukum Islam yang bersumber dari naskah Ḥukm al-Nāqūs.
Budaya Gunung dalam Hikayat Wayang Pandu Karya Muhammad Bakir: Telaah Kedudukan Gunung dalam Teks Naratif Riqko Nur Ardi Windayanto
Manuskripta Vol 14 No 1 (2024): Manuskripta
Publisher : Masyarakat Pernaskahan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33656/manuskripta.v14i1.15

Abstract

This research aims to reveal the mountain culture in the Hikayat Wayang Pandu by Muhammad Bakir by using tandem narratology and cultural geography. Textual and contextual studies are the building methodology. The mountains become the locations for the actors to learn and teach, meditate and express gratitude, and become priests after giving up the kingship. These are caused by the mountains’ positions in the actor’s understanding as a space for the circulation of knowledge, a sacred space, and a space for achieving asceticism. These simultaneously show the opposition and integration between mountains and countries (kingdoms), which place mountains as a location for accumulating capital for power and giving it up. The presence of mountains is parallel to texts from the same tradition and other traditions as well as Java’s environment. The author also presents new mountains as a form of creativity of the 19th century. Thus, mountains are not only natural, but also cultural spaces that have discursive positions as a geographical context for carrying out various cultural activities. === Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan budaya gunung dalam Hikayat Wayang Pandu karya Muhammad Bakir dengan naratologi dan geografi budaya sebagai teori tandem. Kajian tekstual dan kontekstual menjadi bangunan metodologis. Gunung-gunung dalam hikayat ini menjadi lokasi para aktor untuk belajar mengajar, bertapa dan menyampaikan rasa syukur, serta menjadi begawan setelah mengakhiri kekuasaan. Ketiganya merupakan budaya gunung yang direpresentasikan oleh teks karena kedudukan gunung dalam pemahaman aktor merupakan ruang sirkulasi pengetahuan, ruang suci, dan ruang untuk mencapai asketisme. Ketiganya menunjukkan oposisi sekaligus integrasi antara gunung dan negeri (kerajaan), yang menempatkan gunung sebagai lokasi untuk mengakumulasi modal kekuasaan dan mengakhirinya. Kehadiran gunung-gunung dalam hikayat ini paralel dengan teks-teks setradisi dan tradisi lain serta lingkungan Jawa. Pengarang juga menghadirkan gunung-gunung baru sebagai bentuk kreativitas abad ke-19. Dengan demikian, gunung bukan hanya ruang alam, melainkan juga ruang kultural yang memiliki kedudukan diskursif dalam teks sebagai konteks geografis terselenggaranya berbagai aktivitas budaya.
Praktik Kekuasaan antara Inggris dan Aceh dalam Naskah Cerita Asal Sultan Mega Adilla Septiyani Hidayat; Priscila Fitriasih Limbong
Manuskripta Vol 14 No 1 (2024): Manuskripta
Publisher : Masyarakat Pernaskahan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33656/manuskripta.v14i1.18

Abstract

The Aceh Sultanate is one of the prosperous kingdoms in Nusantara which was very strategically located. They had many contacts with other nations, including England. This research will use one of the manuscripts, namely Aceh, Cerita Asal Sultan, to find out the power relationship between Aceh and England. The manuscript, coded as ML.221 is one of the manuscripts that collected by National Library of Indonesia. From the description inside the catalog, this manuscript discusses about the relations between the Sultanate of Aceh and the English colonial government. Therefore, this research aims to reveal the power relations between both using a postcolonial approach and Foucault’s power theory. This research utilizes a descriptive qualitative method and philological study approach. The conclusion of this research is the manuscript indicates England’s strong influence over Aceh, emphasizing minor domination rather than repression or violence. === Kesultanan Aceh adalah salah satu kerajaan makmur di Nusantara yang berlokasi sangat strategis. Mereka banyak berhubungan dengan bangsa-bangsa lainnya, termasuk Inggris. Penelitian ini akan menggunakan salah satu naskah klasik, yakni Aceh, Cerita Asal Sultan, untuk mengetahui bagaimana hubungan kekuasaan antara Aceh dengan Inggris. Naskah dengan kode ML. 221 ini merupakan salah satu naskah koleksi Perpustakaan Nasional RI. Dari deskripsi yang terdapat di dalam katalog, naskah ini menceritakan hubungan antara Kesultanan Aceh dan Pemerintah Kolonial Inggris. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana hubungan kekuasaan di antara keduanya pada masa itu dengan menggunakan pendekatan poskolonial dan teori kekuasaan Foucault. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dan metode kajian filologi. Hasil penelitian ini adalah naskah tersebut menunjukkan kekuasaan Inggris atas Aceh sangatlah kuat. Inggris menguasai Aceh melalui penguasaan minor, tidak melalui penindasan atau kekerasan.
Santri Lelana dan Relasi Tanda dalam Naskah Sejarah Syarif Hidayatullah Koleksi Masyarakat Indramayu Jawa Barat Mashuri, Mashuri
Manuskripta Vol 14 No 2 (2024): Manuskripta: Special Issue Dreamsea Student Research 2023
Publisher : Masyarakat Pernaskahan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33656/manuskripta.v14i2.19

Abstract

This study investigates the spiritual journey of Syarif Hidayatullah, a prominent figure in Javanese Sufism, as depicted in the manuscript Sejarah Syarif Hidayatullah (DS 0021 00001). Employing a combination of philological and cultural semiotic methodologies, this research analyzes the manuscript, which dates back to 1973 and resides in the private collection of Ki Lebe Ibrohim in Indramayu, West Java. The narrative, characteristic of the santri lelana genre, portrays Syarif Hidayatullah's spiritual path as a three-stage progression: the pursuit of Muhammad's light, the quest for Syahadat Sejati (True Testimony of Faith), and the manifestation of this attained truth. Each stage exhibits unique trajectories, dimensions, and accomplishments. Furthermore, the analysis reveals a rich tapestry of signs and symbols embedded within Syarif Hidayatullah's journey, reflecting the interplay of Javanese or Sundanese cultural elements and Sufi principles. === Penelitian ini mendalami perjalanan spiritual Syarif Hidayatullah, tokoh penting dalam sufisme Jawa, sebagaimana digambarkan dalam manuskrip Sejarah Syarif Hidayatullah (DS 0021 00001). Menggunakan pendekatan filologis dan semiotika budaya, penelitian ini menganalisis manuskrip yang berasal dari tahun 1973 dan tersimpan dalam koleksi pribadi Ki Lebe Ibrohim di Indramayu, Jawa Barat. Narasi dalam manuskrip, yang khas dari genre "santri lelana", menggambarkan perjalanan spiritual Syarif Hidayatullah melalui tiga tahapan: pencarian cahaya Muhammad, pencarian "Syahadat Sejati", dan manifestasi kebenaran yang diperoleh. Setiap tahapan memiliki karakteristik, dimensi, dan pencapaian yang unik. Lebih lanjut, analisis mengungkapkan kekayaan simbol-simbol yang tertanam dalam perjalanan Syarif Hidayatullah, mencerminkan interaksi antara unsur-unsur budaya Jawa atau Sunda dengan prinsip-prinsip Sufi
Dari Makkah ke Bantaeng: Potret Sosial Bantaeng Abad XX Berdasarkan Catatan Harian Haji Abdul Rahman Widyaningrum, Rahmatia Ayu
Manuskripta Vol 14 No 2 (2024): Manuskripta: Special Issue Dreamsea Student Research 2023
Publisher : Masyarakat Pernaskahan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33656/manuskripta.v14i2.20

Abstract

This article describes and analyzes the Catatan Harian Haji Abdul Rahman (handwritten diary of Haji Abdul Rahman-CHAR), a collection belonging to the people of Bantaeng, South Sulawesi, and digitized by Dreamsea with the code DS 0052 00001. Composed based on the author's personal social experiences, the CHAR reveals a shift in the trend of diary writing in early 20th century South Sulawesi. Traditionally, handwritten diaries often recorded royal activities. However, the CHAR, written by a religious leader, focuses on the author's social interactions with the community. This study aims to unravel the information spread across the years 1912-1968, shedding light on the social conditions, educational advancements, and technological developments in early 20th century Bantaeng society. The CHAR manuscript serves as evidence that diary writing in South Sulawesi was not confined to royal circles but was prevalent among various societal strata.=== Artikel ini mendeskripsikan dan menguraikan teks naskah Catatan Harian Haji Abdul Rahman (CHAR) koleksi masyarakat Bantaeng, Sulawesi Selatan yang telah didigitalisasi oleh Dreamsea dengan kode DS 0052 00001. Teks ini disusun berdasarkan peristiwa-peristiwa sosial yang dialami langsung oleh penulis. Haji Abdul Rahman sebagai pemilik dan juga penulis CHAR menunjukkan bahwa pada awal abad ke-20 terjadi pergeseran tren catatan harian di Sulawesi Selatan. Pada umumnya, manuskrip catatan harian memuat informasi yang berkenaan dengan kegiatan raja. Namun, teks CHAR ditulis oleh seorang pemuka agama dan lebih menyoroti interaksi sosial antara sang penulis dengan masyarakat sekitarnya. Tulisan ini bertujuan untuk menguraikan sebaran informasi yang ditulis pada rentang tahun 1912 sampai 1968 M yang mengungkapkan kondisi sosial, kemajuan pendidikan, dan teknologi yang telah digunakan masyarakat Bantaeng pada awal abad ke-20. Manuskrip CHAR menjadi bukti bahwa tradisi penulisan catatan harian di Sulawesi Selatan tidak hanya terbatas pada ruang lingkup kerajaan, tetapi juga tersebar di seluruh lapisan masyarakat.
Tuḥfat Sarandib Tadhkirat li al-Muḥib Karya Al-Raniri: Pemikiran Teologis Ulama Melayu di Tanah Saylan Sulaiman Ibrahim
Manuskripta Vol 5 No 1 (2015): Manuskripta
Publisher : Masyarakat Pernaskahan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33656/manuskripta.v5i1.24

Abstract

This article is about manuscript of Tuḥfat Sarandib Tadhkirat li al-Muḥib created by Al-Raniri. This is manuscript of Martabat Tujuh(The Dignity of the Seven) which discuss about nature in relation of man and God and how human beings should be at peace with nature. This article will reveals the background of Al-Raniri as a litterateur, his works and his Islamic orientations. Moreover, this paper explains about the manuscript Tuḥfat Sarandib Tadhkirat li al-Muḥib, associated with the Malays and the land of Sarandib/Saylan (Srilanka) as well as the relationship between manuscript interpreter and the location where the manuscript was translated. In addition of that, this article also discusses the steps of philological research, i.e. inventory, description, comparison of texts, extracts of the text. This article concludes with text translation of Tuḥfat Sarandib Tadhkirat li al-Muḥib for easier understanding for the reader. === Artikel ini membicarakan naskah Tuḥfat Sarandib Tadhkirat li al-Muḥib karya Al-Raniri. Naskah ini merupakan naskah Martabat Tujuhyang membahas perihal alam dalam hubungannya dengan manusia dan Tuhan serta bagaimana manusia harus berdamai dengan alam. Artikel ini akan mengungkap latar belakang Al-Raniri sebagai penulis naskah berikut karya-karya dan orientasi keislamannya. Selain itu, di dalam tulisan ini dibahas tentang naskah Tuḥfat Sarandib Tadhkirat li al-Muḥib yang berhubungan dengan Melayu dan Negeri Sarandib/Saylan (Srilanka) serta hubungan antara penerjemah naskah dan daerah tempat naskah ini diterjemahkan. Selain membahas masalah di atas, artikel ini juga membahas langkah-langkah penelitian ëlologi, yaitu inventarisasi, deskripsi, perbandingan teks, suntingan teks. artikel ini ditutup dengan disajikannya terjemahan teks Tuḥfat Sarandib Tadhkirat li al-Muḥib agar teks ini dapat mudah dipahami oleh pembaca.
Kitab Hadiyat al-Baṣīr fī Ma‘rifat al-Qadīr Sultan Muhammad ‘Aydrus al-Butuni: Puriíkasi Teologi Islam di Kesultanan Buton Arrazy Hasyim
Manuskripta Vol 5 No 1 (2015): Manuskripta
Publisher : Masyarakat Pernaskahan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33656/manuskripta.v5i1.26

Abstract

Research on intellectual ëgures in the archipelago has not been recorded properly. One of them is the study of Sultan Muhammad ‘Aydrus, a reformer in Buton, the author of Hadiyat al-Baṣīr fī Ma‘rifat al-Qadīr. This article describes the roles of the theological works of Muhammad ‘Aydrus within Islamic tradition in Buton. The primary source of this article is the manuscript of Hadiyat al-Baṣīr fī Ma‘rifat al-Qadīr. The article concludes that the text Hadiyat al-Baṣīr has a role in the puriëcation of Islamic theology in the Sultanate of Buton, especially trust ‘legacy’ of the reincarnated spirits of the dead. However, the concept of the puriëcation is very different when compared with the puritanical Padri movement in Minangkabau. Muhammad ‘Aydrus’ puriëcation concepts is more polite because he makes the educational process as a method. This text is one of the text used as teaching material in the educational process. === Penelitian terhadap sosok tokoh-tokoh intelektual di Nusantara belum direkam secara baik. Salah satu diantara adalah penelitian tentang Sultan Muhammad ‘Aydrus, seorang pembaharu di Buton, penulis kitab Hadiyat al-Baṣīr fī Ma‘rifat al-Qadīr. Artikel ini menjelaskan peran-peran dari karya-karya teologis Muhammad ‘Aydrus dalam tradisi keislaman di Buton. Sumber primer artikel ini adalah naskah Hadiyat al-Baṣīr fī Ma‘rifat al-Qadīr. Artikel ini menyimpulkan bahwa teks Hadiyat al-Baṣīr ini berperan mempuriëkasi teologi Islam di Kesultanan Buton, terutama kepercayaan ‘warisan’ mengenai reinkarnasi roh orang mati. Namun, puriëkasi yang dilakukan sangat berbeda dengan gerakan Paderi di Minangkabau yang terkesan puritan. Puriëkasi yang ditempuh Muhammad ‘Aydrus lebih bersifat santun karena ia menjadikan proses edukasi yang terbilang elegan sebagai sarana. Teks ini merupakan salah satu teks yang digunakan sebagai bahan ajar dalam proses edukasi tersebut.

Page 1 of 12 | Total Record : 115