cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota medan,
Sumatera utara
INDONESIA
Jurnal Mahupiki
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Education,
Arjuna Subject : -
Articles 368 Documents
KETERANGAN AHLI SEBAGAI ALAT BUKTI YANG MEMPENGARUHI KEYAKINAN HAKIM UNTUK MENGAMBIL KEPUTUSAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI (ANALISIS PUTUSAN NEGERI NO.51/Pid.Sus.K/2013/Pn.Mdn) Juangga Saputra; Syafruddin Kalo; Edi Yunara
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2016)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (526.23 KB)

Abstract

ABSTRAK Juangga Saputra Dalimunthe* Syafruddin Kallo ** Edi Yunara ***   Korupsi tidak lagi dirasakan sebagai sesuatu yang merugikan keuangan dan / atau perekonomian Negara saja, tetapi juga sudah sepatutnya dilihat sebagai sesuatu yang melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat sebagai bagian dari hak asasi manusia. Korupsi sebagai sebuah kejahatan luar biasa (extraordinary crime), sehingga pemberantasannya perlu dilakukan dengan cara-cara yang luar biasa juga (extraordinary measure) dan dengan menggunakan instrument-instrumen hukum yang luar biasa pula (extraordinary instrument). Permasalahan yang dirumuskan dalam penulisan skripsi ini adalah Bagaimana ketentuan alat bukti dalam pembuktian tindak pidana korupsi dan Bagaimana kedudukan alat bukti Keterangan Ahli sebagai pembuktian yang mempengaruhi keyakinan hakim memutus perkara dalam tindak pidana korupsi. Penelitian dalam penulisan skripsi ini diarahkan kepada penelitian hukum normatif dengan mengkaji asas-asas hukum dan peraturan perundang-undangan. Penelitian hukum normative disebut juga penelitian hukum doctrinal. Penelitian hukum jenis ini mengkonsepsikan hukum sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepsikan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berprilaku manusia yang dianggap pantas. Adapun Metode Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah dilaksanakan dengan cara penelitian kepustakaan (library research) atau disebut juga dengan studi dokumen yang meliputi bahan hukum primer, sekunder, dan tersier agar dapat menjawab setiap permasalahan. Undang-undang tindak pidana korupsi menjelaskan alat bukti yang sah dalam peradilan tindak pidana korupsi yaitu alat bukti yang sesuai dengan KUHAP dan alat bukti lain yang tertera di dalam undang-undang tindak pidana korupsi. Alat bukti merupakan syarat mutlak dalam peradilan dalam membuktikan terdakwa bersalah atau tidak telah melakukan tindak pidana. Keterangan Ahli dalam pembuktian tindak pidana korupsi juga ditegaskan dalam undang-undang tindak pidana korupsi yang juga dikuatkan kedudukannya dalam  Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Kata Kunci: Alat Bukti dalam Tindak Pidana Korupsi, Alat Bukti Keterangan Ahli * Mahasiswa Fakultas Hukum USU **   Dosen Pembimbing I ***  Dosen Pembimbing II
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM HAL TERJADINYA KEBAKARAN LAHAN (Studi Putusan Nomor:228/Pid.Sus/2013/PN.PLW) Natalia Tampubolon; Alvi Syahrin; Edi Yunara
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2016)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1321.737 KB)

Abstract

ABSTRAKSI *)  Natalia Tampubolon **) Alvi Syahrin ***) Edi Yunara     Korporasi pada awalnya kurang diperhatikan sebagai subjek hukum. Hal ini karena korporasi sulit untuk dimintai pertanggungjawaban pidana apabila terjadi perbuatan pidana yang dilakukan atas nama sebuah korporasi. Beberapa peraturan perundang-undangan memang sudah mengatur keberadaan korporasi sebagai subjek hukum pidana. namun kenyataanya, hakim masih enggan untuk bersikap tegas dalam memberikan putusa pidana terhadap sebuah korporasi. Undang-Undang Nomor. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur sanksi bagi korporasi yang melakukan tindak pidana terhadap lingkugan hidup. Kendala yang dihadapi dalam pemberian sanksi terhadap korporasi adalah muncul pro kontra bagaimana sebuh korporasi dikenai pertanggungjawaban pidana. hal ini terkait dengan wujud korporasi yang abstrak yang secara kasat mata tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana layaknya manusia. Maka bergerak dari dasar pemikiran diatas , ada beberapa masalah yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini yakni bagaimana pertanggungjawaban pidana korporasi dalam hal terjadinya kebakaran lahan serta bagaimana pertimbangan hakim tentang pertanggungjawaban pidana korporasi dalam kasus yang melibatkan PT.Adei Plantation & Industry (Studi Putusan No. 228/Pid.Sus/2013/PN.PLW). Penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan normatif (yuridis normative) dengan teknik pengumpulan data berupa penelitian kepustakaan (library reseach) yang menitik beratkan pada data sekunder yaitu memaparkan beberapa peraturan hukum yang berkaitan dengan topik skripsi kemudian buku, artikel, majalah maupun jurnal yang membahas topik yang sama serta peraturan perundang-undangan yang terkait. Hal ini kemudian dianalisis sesuai dengan ketentuan peraturan yang ada. Adapun doktrin yang digunakan dalam menuntut korporasi dalam pembahasan skripsi ini ialah doktrin Identifikasi, Doktrin pertanggungjawaban Pengganti (Vicarious Liability) dan Doktrin Pertanggungjawaban yang ketat menurut Undang-Undang (Strict Liability). Adapun beberapa peraturan yang menjadi rujukan dalam penulisan skripsi ini adalah Undang-Undang Nomor. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan.   Kata Kunci : Pertanggungjawaban, Korporasi, Lahan  
PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WANITA DALAM KUHP DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Intan Putri; Nurmala Waty; Eka Putra
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2016)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (625.809 KB)

Abstract

ABSTRAK *Intan Andini Putri **Nurmalawati, SH, M.Hum ***Dr. Muhammad Ekaputra, SH, M.Hum     Wanita sering menjadi korban kekerasan karena seksualitasnya sebagai seorang wanita. Banyak hasil penelitian dan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari, yang menunjukkan bagaimana lemahnya posisi wanita ketika mengalami kekerasan terhadap dirinya.Dan hal itu akan semakin bertambah bila wanita berada dalam status sosial dan ekonomi yang rendah, tingkat pendidikan dan ketrampilan yang tidak memadai, tidak memiliki akses terhadap informasi. Kedudukan antara pria dan wanita yang selalu terjadi diskriminasi terhadap wanita karena wanita selalu dianggap lemah. Dalam penelitian skripsi ini metode yang digunakan adalah content analysis atau analisis isi, berupa teknik yang digunakan dengan cara melengkapi analisis dari suatu data sekunder. Analisis isi dalam penelitian ini adalah mengklasifikasikan pasal-­pasal dalam KUHP dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ( UU PKDRT ) ke dalam kategori yang telah ditentukan. Setelah itu, hasilnya akan disajikan secara deskriptif yaitu dengan jalan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti dan data yang diperoleh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan wanita pada dasarnya telah sama dengan pria , namun dalam kenyataannya masih sering dijumpai kesulitan dalam merealisasikannya dan wanita selalu dianggap sebagai makhluk yang lemah dan tidak perlu mendapatkan sesuatu yang lebih dalam segala hal apa yang seharusnya menjadi haknya. Pengaturan perlindungan hukum terhadap wanita yang diatur di dalam KUHP terdapat dalam Pasal 285,286, 332, 347, 351 dan 356 bagian ke-1 dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 yaitu Pasal 5, 6, 7, 8, dan 9, dimana ancaman pidananya terdapat dalam Pasal 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, dan 53 UU PKDRT. Perbandingan perlindungan hukum terhadap wanita dari segi bentuk tindak pidananya di dalam KUHP  yaitu tindak pidana kejahatan terhadap kesusilaan , kemerdekaan orang, nyawa, dan penganiayaan, sedangkan di dalam UU PKDRT bentuk tindak pidananya yaitu secara fisik, psikis, seksual, dan penelantaran rumah tangga. Dari segi perlindungan hukum yang diberikan di dalam KUHP yaitu hanya sebatas pemberian hukuman pidana penjara, sedangkan di dalam UU PKDRT perlindungan hukum yang di berikan lebih luas. Dari segi jenis pidananya di dalam KUHP secara umum yaitu pemberian hukuman pidana pokok yaitu pidana penjara, sedangkan di dalam UU PKDRT jenis pidananya tidak hanya hukuman pidana pokok yaitu pidana penjara atau pidana denda , namun terdapat pidana tambahan kepada pelaku.  
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA MENJADI PERANTARA DALAM MENYERAHKAN NARKOTIKA (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 1862/Pid.Sus/2015/PN.MDN) Natali Masita; Madiasa Ablisar; Mahmud mulyadi
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2016)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (261.743 KB)

Abstract

ABSTRAKSI Natali Masita[1] Prof. Dr. Madiasa Ablisar, S.H., MS[2] Dr. Mahmud Mulyadi, S.H., M.Hum[3]   Dalam penulisan skripsi ini, penulis membahas mengenai penegakan hukum terhadap tindak pidana menjadi perantara dalam menyerahkan narkotika. Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku perantara narkotika ini merupakan salah satu bagian dari kejahatan narkotika yang akhir-akhir ini semakin berkembang. Berbagai cara dilakukan oleh para mafia narkoba, misalnya merekrut kalangan-kalangan menengah ke bawah untuk menyampaikan barang haram inisampai ke tangan si pembeli, lalu kemudian memberi upah sebagai imbalannya. Adapula yang terpaksa untuk melakukan tugas ini karena diberi ancaman oleh para mafia. Adapun yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana perkembangan perundang-undangan mengenai narkotika di Indonesia dan bagaimana persesuaian undang-undang tersebut melihat perkembangan zaman dari dahulu sampai sekarang, serta bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap kurir narkotika berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini yaitu metode pendekatan penelitian yuridis normatif. Metode yuridis normatif dimana penelitian ini meneliti dengan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi buku-buku serta norma-norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan, azas-azas hukum, kaedah hukum dan sistematika hukum dan juga mengkaji ketentuan peraturan perundang-undangan dan bahan hukum lainnya. Peredaran gelap narkotika yang menjadikan kurir sebagai pekerja yang mengedarkan dan menyerahkan narkotika merupakan tindak pidana yang serius. Adapun hasil penelitian ini adalah penerapan Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 agar lebih efektif maka diperlukan campur tangan orang tua, lingkungan yang sehat, pemerintah dan juga iman yang taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa ditengah-tengah godaan kejahatan duniawi. Penyelesaian kasus tindak pidana menjadi perantara dalam menyerahkan narkotika telah dapat diamati melalui adanya kasus yang masuk ke Pengadilan Negeri Medan yang dalam putusannya, hakim menjatuhkan pidana penjara sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Narkotika. Hal itu menjelaskan bahwa penjatuhan pidana tersebut sesuai dengan pertanggungjawaban terdakwa atas perbuatannya.   [1]Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU [2]Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Sumatera Utara [3]Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Sumatera Utara  
PERLINDUNGAN TERHADAP DOKTER YANG MELAKUKAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN TINDAKAN MEDIS YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN PASIEN (Studi Putusan Nomor 90/PID.B/2011/PN MDO, Putusan Mahkamah Agung Nomor : 365K/PID/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor : 79 PK/PID/2013) Joyiessandi Karo Sekali; Muhammad Hamdan; Rafiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 02 (2016)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (375.181 KB)

Abstract

ABSTRAKSI Joyiessandi[1] M.Hamdan[2] Rafiqoh Lubis[3]   Kesehatan merupakan hak dari setiap orang sebagai mahluk hidup. Keadaan yang sehat akan menjadi prioritas setiap orang karena akan memungkin untuk beraktifitas normal. Sarana dan prasarana fasilitas kesehatan yang baik serta profesionalisme dan keterampilan dari dokter dalam melakukan tugas dan tanggungjawab profesinya sangat penting dalam upaya peningkatan kesehatan. Seringkali dokter melakukan kesalahan dalam melakukan perawatan terhadap pasien, baik itu kesalahan dalam mendiagnosa penyakitnya dan bahkan kesalahan dalam tindakan operasi yang dilakukan oleh dokter. Dokter merupakan manusia biasa yang penuh dengan keterbatasan, dan dalam melaksanakan tugasnya penuh dengan risiko, karena kemungkinan pasien cacat bahkan meninggal dunia setelah ditangani dokter dapat saja terjadi, walaupun dokter telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar profesi medis dan standar pelayanan operasional (SOP), sehingga dokter perlu mendapatkan perlindungan atas tindakan medis yang dilakukannya. Rumusan masalah yang akan diteliti dalam penulisan skripsi adalah Bagaimana kelalaian dalam tindakan medis kedokteran dan Bagaimana perlindungan terhadap dokter yang melakukan pengambilan keputusan tindakan medis yang mengakibatkan kematian pasien dalam Putusan Pengadilan Negeri Manado Nomor 90/PID.B/2011/PN MDO, Putusan Mahkamah Agung Nomor : 365K/PID/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor : 79 PK/PID/2013. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan hukum normatif (yuridis normative) dengan teknik pengumpulan data yaitu penelitian kepustakaan (library reseach) yang menitikberatkan pada data sekunder yaitu memaparkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan judul skripsi serta buku-buku, artikel, majalah yang menjelaskan peraturan perundang-undangan dan dianalisis. Seorang dokter dapat dikatakan lalai dalam  melakukan tindakan medis apabila dalam  melaksanakan tugasnya sebagai pelayan kesehatan tidak sesuai dengan standar profesi dan standar operasional prosedur serta dokter tidak bertindak dengan wajar dan  hati-hati serta mengakibatkan cacat/luka bahkan kematian pada orang lain (Pasien). Berdasarkan tiga putusan yaitu Putusan Pengadilan Negeri, Putusan Kasasi dan Putusan Peninjauan Kembali Perlindungan yang dapat diterapkan kepada dokter yang melakukan pengambilan keputusan tindakan medis yang dapat mengakibatkan kematian pasien ialah apabila dokter sudah bekerja sesuai dengan standar profesi dan standar operasional prosedur tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh dokter tersebut. 1 Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 2 Dosen Pembimbing I, Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Unversitas Sumatera Utara 3Dosen Pembimbing II, Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
PERAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DARI TINDAK PIDANA KORUPSI Debora Tampubolon; Syafruddin Kalo; Nurmala Wati
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 02 (2016)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (247.105 KB)

Abstract

ABSTRAKSI Debora S. Tampubolon[1] Syafruddin Kalo[2] Nurmalawaty[3] Pemberantasan korupsi pada dewasa ini menjadi pembicaraan yang semakin hangat di masyarakat. Dalam kenyataannya, masyarakat semakin terbuka matanya dan mulai menyuarakan harapan dalam pencegahan dan pemberantasan kejahatan luar biasa ini. Para koruptor yang dijerat oleh undang-undang korupsi maupun yang berkaitan dengan hal itu seperti undang-undang pencucuian uang, menunjukkan keseriusan pemerintah terhadap pemberantasan korupsi. Tidak hanya itu, masalah lain yang perlu diingat adalah sejauh mana pemerintah dalam mengembalikan kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi, mengingat salah satu pengertian korupsi atau jenis korupsi dalam Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menggunakan rumusan “dapat merugikan keuangan dan atau perekonomian negara”. Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan karya ilmiah ialah  metode pendekatan normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Teknik pengumpulan data sesuai dengan metodenya yaitu library resources yang berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin bahan-bahan melalui kepustakaan, dan juga media elektronik online untuk mendapatkan informasi lebih yang mungkin tidak dapat didapat dibuku-buku atau dokumen lain. Analisis data yang penulis lakukan terhadap bahan-bahan hukum tersebut diatas adalah metode analisis kualitatif . Pemberian kewenangan kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya disebut KPK yang cukup luas dan bersifat mandiri akan menjadi angin segar bagi pencari keadilan dan kebebasan dari belenggu korupsi. Koordinasi dan supervisi yang dilakukan oleh KPK akan sangat membantu dalam pemberantasan korupsi. Instrumen nasional dan internasional semakin diperkuat pemerintah, perluasan kerja sama bilateral dan multilateral diharapkan dapat memberikan jalan untuk menangkap aset dan pelaku yang  lari ke luar negeri.  Dibarengi lagi dengan kemampan jaksa dalam menuntut tindak pidana korupsi melalui instrumen dalam undang-undang pencucian uang, memperluas jeratan untuk para tikus pembobol kantung rakyat itu.   [1] Mahasiswa Fakultas Hukum USU [2] Dosen Pembimbing I, Staf Pengajar di Fakultas Hukum USU [3] Dosen Pembimbing II, Staf Pengajar di Fakultas Hukum USU
ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PERIKANAN YANG DILAKUKAN OLEH WARGA NEGARA ASING (Studi Kasus Putusan No.12/PID.P/2011/PN.Mdn) Efraim Sihombing; Madiasa Ablisar; Mahmud Mulyadi
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 02 (2016)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Efraim Sihombing[1] Madiasa Ablisar** Mahmud Mulyadi*** Tindak pidana perikanan merupakan suatu tindak pidana yang dilakukan oleh setiap orang  yang dengan sengaja dibawah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan bahan kimia, bahan biologis bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia. Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki wilayah laut yang sangat luas, termasuk wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEEI). Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 Tentang ZEE. Bentuk kegiatan illegal yang paling sering terjadi di ZEE Indonesia adalah tindak pidana pencurian ikan (illegal fishing) yang dilakukan oleh warga negara asing. Disebabkan oleh potensi sumberdaya ikan di wilayah perikanan Indonesia yang begitu besar, serta lemahnya pengawasan dari pemerintahan Indonesia karena terbatasnya sarana dan prasarana. Metode yang digunakan dalam dalam penelitian ini adalah Yuridis normatif. Metode penelitian normatif disebut jug penelitian doctrinal (doctrinal research) yaiotu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it is written in the book), maupun huklum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law is decided by the judge through judicial process). Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini didasarkan pada data sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia (hukum positif) terhadap adanya tindak pidana perikanan, bagaimna penerapan hukum pidana normatif terhadap pelaku tindak pidana perikanan yang dilakukan oleh warga negara asing. Pengaturan mengenai tindak pidana perikanan diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No.31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, diatur dalam pasal 84 sampai dengan pasal 105. Dari pasal tersebut yang dikategorikan mengatur tentang pencurian ikan diatur dalam pasal 92 sampai dengan pasal 95 serta pasal 98. Kasus tindak pidana perikanan yang dilakukan oleh warga negara asing harus diselesaikan dengan hukum positif Indonesia, hal ini sesuai dengan penerapan yurisdiksi berdasarkan prinsip teritorial, sehingga Indonesia berdaulat dalam menegakkan hukum di wilayah yuridiksi Indonesia terhadap pelaku tindak pidana perikanan baik yang dilakukan warga negara Indonesia maupun warga negara asing. [1]*Mahasiswa  Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU **Dosen Pembimbing I, Dosen Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU ***Dosen Pembingbing II, Dosen Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU  
TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DALAM KEADAAN YANG MEMBERATKAN (Studi Putusan Pengadilan Negeri Balige No.262/Pid.SusAnak/2014/PN.Blg) Raphita Sibuea; Madiasa Ablisar; Alwan Alwan
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 02 (2016)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (261.143 KB)

Abstract

Prof. Dr. Madiasa Ablisar, SH.,M.S.* Alwan S.H., M.Hum.** Raphita Sibuea*** Anak yang berada dalam status hukum belum dewasa harus diperlakukan berbeda dari orang dewasa. Hal itu  juga menjadi kewenangan sistem hukum nasional Indonesia untuk meletakkan hak-hak anak sebagai suatu supremacy of law terhadap perbuatan hukum dari anak dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang timbul secara kodrati. Pengelompokan status dan hak-hak anak dimulai dari sistematika yang mendasar dalam Hukum Perlindungan Anak. dan Hukum Pidana dapat disebut berhubungan dengan adigium dari asas lex specialis de rogat, lex spesialis generalis. Artinya Hukum Perlindungan Anak menjadi hukum khusus yang mengatur tentang asas hukum tentang anak dan hak-hak anak, sedangkan hukum pidana adalah hukum umum yang meletakkan mekanisme asas formal dan material hukum pidana dan hukum acara pidana anak. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yang menitikberatkan pada data sekunder dengan spesifikasi deskriptif analitis, yaitu memaparkan tentang aturan hukum yang memberikan perlindungan kepada anak dalam proses peradilan pidana. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada anak dalam sistem peradilan pidana dimulai dari tahap penyidikan, penuntutan, persidangan, dan tahap pemasyarakatan yang kemudian secara tegas diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Perlindungan hukum yang diberikan kepada anak pada setiap tahap peradilan akan menjamin hak-hak anak untuk diperlakukan berbeda dengan sistem peradilan pada umumnya. Penjatuhan hukuman terhadap anak hanya merupakan upaya terakhir (ultimum remedium) apabila tidak ada kesepakatan diversi yang sudah diupayakan pada semua tingkat pemeriksaan. Artinya konsep diversi menjadi suatu kemajuan dan pembaharuan hukum terhadap anak, sebagai bentuk perlindungan yang diberikan pada setiap anak yang berkonflik dengan hukum. Anak-anak yang telah melakukan tindak pidana, yang penting baginya bukanlah apakah anak-anak tersebut dapat dihukum atau tidak, melainkan tindakan yang bagaimanakah yang harus diambil untuk mendidik anak-anak seperti itu.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN MALPRAKTEK (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 365K/PID/2012) Ariq Ablisar; Nurmala Waty; Alwan Alwan
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 02 (2016)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (388.064 KB)

Abstract

ABSTRAK Ariq Ablisar* Nurmalawaty** Alwan***   Hubungan dokter dengan pasien dalam upaya penyembuhan didasarkan pada transaksi untuk mencari dan menerapkan terapi yang paling tepat untuk menyembuhkan penyakit pasien berupa suatu usaha yang dilakukan secara sungguh-sungguh.Hungan tersebut dapat berakibat terjadinya malpraktik sehingga dokter diminta pertanggungjawaban pidana. Kasus yang terjadi di Rumah Sakit Prof. Dr. R.D. Kandau Malalayang Manado dimana dr. Ayu Sasiary Prawani, dr Hendri Simanjuntak dan dr Handi Siagian secara bersama-sama dituntut telah melakukan malpraktik yang mengakibatkan Siska Makatey meninggal dunia. Metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang bersifat diskriptif analisis dengan analisa kualitatif. Sumber bahan hukum primer, Undang-Undang Nomor 36 Tahun2009 Tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 365K/Pid/2012. Permasalahan yang dirumuskan dalam skripsi ini adalah apakah yang menjadi syarat-syarat malpraktik medis yang dilakukan dokter serta bagaimana pertanggungjawaban dokter yang melakukan malpraktik dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 365K/Pid/2012 Dokter dalam menjalankan profesinya untuk melaksanakan tindakan medik dapat dikatakan telah melakukan malpraktik apabila, dokter tidak teliti atau tidak berhati-hati maka ia memenuhi unsur kelalaian, tindakan yang dilakukan oleh dokter sesuai dengan ukuran ilmu medik, kemampuan rata-rata dibanding katagori keahlian medik yang sama, dalam situasi dan kondisi yang sama dan sarana upaya yang sebanding/proposional dengan tujuan konkrit tindakan/perbuatan medis tersebut. dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani, dr. Hendry Simanjuntak, dan dr. Hendy Siagian  dapat diminta pertanggungjawaban pidana karena telah terbukti adanya kelalaian yang mengakibatkan Siska Makatey meninggal dunia, adanya kemampuan bertanggungjawab dan tidak adanya alasan pemaaf.       * Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Pakultas Hukum USU ** Dosen Pembimbing I    dan Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana USU *** Dosen Pembimbing II  dan Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana USU
PENERAPAN DISSENTING OPINION DALAM PUTUSAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ( Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Mdn.) YONGGI Malau; Madiasa Ablisar; Rapiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 02 (2016)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (148.111 KB)

Abstract

Yonggi Benhard Malau* Madiasa Ablisar** Rafiqoh Lubis***   Perbuatan pencucian uang di samping sangat merugikan masyarakat, juga sangat merugikan negara karena dapat mempengaruhi dan merusak stabilitas perkonomian nasional atau keuangan.Sejalan dengan ketentuan yang menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum, maka salah satu prinsip yang harus dipegang erat adalah menjamin penyelenggaraan kekuasaan lembaga peradilan.Dalam menjalankan peradilan, hakim memiliki kekuasaan yang bebas, merdeka, dan terlepas dari segala pengaruh, sehingga dalam prakteknya perbedaan pendapat (dissenting opinion) diantara Hakim sangat sering terjadi. Penelitian ini berjudul “Penerapan Dissenting Opinion dalam Putusan Tindak Pidana Pencucian Uang (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Mdn).Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana dissenting opinion dalam mekanisme pengambilan putusan hakim dan bagaimana penerapan dissenting opinion dalam putusan pengadilan tindak pidana pencucian uang No.21/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Mdn. Penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif (juridis normative) dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dengan melakukan penelitian kepustakaan (Library Research) yang kemudian dianalisa secara kualitatif. Dalam penelitian ini didapat hasil bahwa menurut Pasal 182 KUHAP, dissenting opinion bukanlah suatu hal yang asing dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.Dissenting opinion sangat mungkin terjadi sebagai akibat dari susunan persidangan Majelis Hakim yang berjumlah 3 orang dan setiap hakim diharuskan untuk mengemukakan pendapatnya masing-masing.Pada saat musyawarah, Majelis Hakim mengupayakan adanya permufakatan bulat.Namun jika terjadi perbedaan pendapat, putusan diambil dengan suara terbanyak.Pendapat hakim yang berbeda ini kemudian disebut dissenting opinion.Pendapat hakim yang berbeda tersebut kemudian dicatat dalam buku khusus yang sifatnya rahasia.Dalam perkembangannya, dissenting opinion menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.Selain dalam KUHAP, dissenting opinion juga sudah diatur dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. Dalam penerapannya pada Putusan PengadilanTindak Pidana Pencucian Uang No.21/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Mdn, dissenting opinion yang dikemukakan Hakim Anggota II tidak mempengaruhi keputusan majelis yang diambil dengan suara terbanyak (voting).Namun, dissenting opinion menjadi upaya bagi hakim dalam menjaga independensinya dan sebagai sarana untuk menyuarakan keadilan. Kata kunci :dissenting opinion,pencucian uang * Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, selaku Dosen Pembimbing I Penulis *** Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, selaku Dosen Pembimbing II Penulis