cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota medan,
Sumatera utara
INDONESIA
Jurnal Mahupiki
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Education,
Arjuna Subject : -
Articles 368 Documents
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PERDAGANGAN ORANG PADA ANAK PEREMPUAN MENURUT PERSPEKTIF HUKUM DAN HAM (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 806/PID.B/2009/PN.MDN) mentari Yolanda; Nurmala waty; Syafruddin Hasibuan
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2015)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (450.76 KB)

Abstract

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PERDAGANGAN ORANG PADA ANAK PEREMPUAN MENURUT PERSPEKTIF HUKUM DAN HAM (Studi  Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 806/PID.B/2009/PN.MDN) Mentari Yolanda Ritonga , Nurmalawaty, SH,M Hum ABSTRAK Dalam skripsi yang disusun oleh penulis ini membahas tentang kasus perdagangan orang atau biasa yang disebut dengan trafficking. Kasus ini bukan lagi kasus yang terjadi antar daerah atau terjadi dibeberapa Negara saja, kasus ini terjadi pada seluruh Negara di dunia baik dalam sekala kecil maupun sekala besar dan telah menjadi masalah global yang sampai pada saat ini belum dapat dihentikan atau diberantas pihak-pihak yang menjadi pelakunya. Permasalahan yang hendak diangkat dan dikaji oleh penulis adalah bagaimana penanganan kasus tindak pidana perdagangan orang ini di Indonesia kususnya mengkaji dalam kasus yang telah diputuskan di Pengadilan Negeri Medan. Apakah dalam putusan kasus No. 806/PID.B/ 2009/PN.MDN ini sudah memenuhi unsur keadilan dan sudah sesuai dengan Undang-undang N0.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.Dan bagaimana kaitannya dengan Undang-undang Hak asasi Manusia (UU No.39 Tahun 1999). Setelah penulis melakukan penelitian maka penulis menarik kesimpulan dalam alasan dan keadaan apapun, perdagangan orang tetap merupakan suatu tindak pidana, sekalipun hal itu dihendaki oleh korban itu sendiri.karena pada dasarnya tidak ada manusia yang bersedia untuk diperjualbelikan seperti barang. Hanya faktor-faktor yang terjadi dalam hiduplah yang memaksa mereka bersedia untuk diperjualbelikan, dan faktor ekonomilah yang  merupakan faktor pendorong terbesar terjadinya perdagangan orang ini. Dan dalam Undang-undang tentang tindak perdagangan orang telah mengatur hukuman minimal untuk setiap pelaku perdagangan orang, sehingga Oknum Hukum tidak dapat ber“main” dalam memutuskan perkara ini.Dan kasus ini sangat berhubungan dalam Undang-Undang Hak Asasi Manusia yang menjamin dan melindungi hak-hak korban perdagangan manusia yang telah dirampas sebagai makluk ciptaan Tuhan yang mempunyai kebebasan dan tidak diperbudak.   Keyword: Perdagangan Orang,Wanita Dibawah umur, Hak Asasi Manusia    
TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR DITINJAU DARI ASPEK PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK (Studi Analisis Putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe No. 60/Pid.B/2013/PN-LSM dan No 117/Pid.B/2013/PN-LSM) Fachrul Razi; Madiasa Ablisar; Rafiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2015)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (260.29 KB)

Abstract

ABSTRAK TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR DITINJAU DARI ASPEK PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK (Studi Analisis Putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe No. 60/Pid.B/2013/PN-LSM dan No 117/Pid.B/2013/PN-LSM) Fachrul Razi* Dr. Madiasa Ablisar, SH, MS** Rafiqoh Lubis, SH, M.Hum*** Anak yang melakukan pelanggaran hukum atau melakukan tindakan kriminal sangat dipengaruhi beberapa faktor lain di luar diri anak seperti pergaulan, pendidikan, teman bermain dan sebagainya, karena tindak pidana yang dilakukan oleh anak pada umumnya adalah merupakan proses meniru ataupun terpengaruh tindakan negatif dari orang dewasa atau orang disekitarnya. Permasalahan dalam penelitian ini adalah faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya Tindak Pidana Pencabulan yang dilakukan oleh Anak. Bagaimana Penyelesaian tindak pidana pencabulan yang dilakukan anak dalam Putusan Pengadilan di Analisis dari Aspek Perlindungan terhadap Anak. Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif.Penelitian hukum normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya Tindak Pidana Pencabulan yang dilakukan oleh Anak, faktor interinsik yaitu faktor intelegensia, faktor usia, faktor kelamin sedangkan faktor eksterinsik yaitu faktor rumah tangga, faktor pedidikan dan sekolah, faktor pergaulan anak serta faktor mass media. Penyelesaian tindak pidana pencabulan yang dilakukan anak dalam Putusan Pengadilan di analisis dari Aspek Perlindungan terhadap Anak.Perlindungan khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dilaksanakan melalui: Perlakuan atas anak secara menusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak, Penyediaan Petugas Pendamping sejak dini, Penyediaan sarana dan prasarana khusus, Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak, Pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hokum, Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orangtua atau keluarga dan Perlindungan dari pemberian identitas melalui media masa untuk menghindari labelisasi   * Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Pembimbing I *** Dosen Pembimbing II
KAJIAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERBANKAN (STUDI PUTUSAN NOMOR : 79/Pid.Sus.K/2012/PN.MDN.) Ahmad Fadly; Liza Erwina; Mahmud Mulyadi
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2015)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (287.593 KB)

Abstract

ABSTRAK KAJIAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERBANKAN (STUDI PUTUSAN NOMOR : 79/Pid.Sus.K/2012/PN.MDN.) AHMAD FADLY[1] LIZA ERWINA,SH.,M.Hum[2] Dr.MAHMUD MULYADI,SH.,M,Hum[3]   Study of law toward corruption in banking world is a normatif study when bank staff abuses authority in a banking company could be had done corruption. In case of prudential banking in which regulated law no. 10 year 1998 about banking stating how the regulations rule the bank staff commiting to corruption by violating or disobeying the stages of rule conduct. The regulation about corruption in terms of banking requires understandings about 2 special laws which law no. 31 year 1999 Jo. Law no. 20 year 2001 and law no. 7 year 1992 jo. Law no. 10 year 1998. Corruption and banking commited crime also requires a common ground in which needed to decide whether and corruption crime or banking crime. Relating to the abuse of profession conducted by a bank staff includes corruption crime or banking crime also the appliance of lex specialis sistematic derogate lex generalis principles in which a case regulated by two laws. In order to comprehend a banking related corruption, we need to understand the case standing in verdict no. 79/Pid.Sus.K/2012/PN.MDN. therefore we could analyse it legally. Accoring to normative research there is no corruption commited violance conducted by the staff of BNI SKM Medan which caused a loss during the periode of time. According to the descriptions above, the objective of corrption related study of law in banking is to build law priciples on when an individual is corruption allleged and to comprehend conducts of law comprised in a verdict. [1] Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara [2] Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara [3] Dosen Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN BEBAS (VRIJSPRAAK) TERHADAP TERDAKWA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI PADA PENGADILAN NEGERI MEDAN No.51/Pid.Sus.K/2013/PN.Mdn) Martina Indah Amalia; Syafruddin Kalo; Mahmud Mulyadi
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2015)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (248.756 KB)

Abstract

 ABSTRAK Martina Indah Amalia* Syafruddin Kalo** Mahmud Mulyadi***   Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan tindak pidana lainnya.Fenomena ini dapat dimaklumi mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindak pidana ini.Dampak yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan.Korupsi merupakan masalah serius, tindak pidana ini dapat membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial ekonomi dan juga politik, sertadapat merusak nilai-nilai demokratis dan moralitas karena lambat laun perbuatan ini seakan menjadi budaya.Korupsi merupakan ancaman terhadap cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur. Permasalahan yang dirumuskan dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimanakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan bebas (vrijspraak) terhadap terdakwa dalam tindak pidana korupsi (studi putusan Pengadilan Negeri Medan No.51/Pid.Sus.K/2013/Pn.Mdn) Metode penelitian menggunakan jenis penelitian hukum normatif.Sumber data yang digunakan adalah data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library reseacrh) dan data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif. Kasus korupsi yang terjadi di Kantor Sekretariat Daerah Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan Kota Padang Sidempuan telah diputus oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan pada 25 April 2013.Terdakwa dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan oleh Penuntut Umum dalam dakwaan primair, dakwaan subsidiar maupun dakwaan lebih subsidair. Berdasarkan hasil penelitian putusan bebas (Vrijspraak) yang dijatuhkan kepada pelaku terdakwa tentunya kurang memberikan kepuasan sehingga masyarakat khususnya masyarakat Kota Medan dan Kota Padang Sidempuan memberikan pertanyaan besar atas keadilan yang diputuskan oleh majelis hakim. Penegak Hukum, yang dalam hal ini adalah hakim diharapkan agar dapat lebih cermat lagi dalam menguraikan dan menganalisa setiap unsur yang terdapat dalam rumusan delik setiap kasus korupsi, sehingga pada akhirnya vonis yang dijatuhkan dapat lebih memberikan rasa keadilan serta efek jera terhadap pelaku tindak pidana korupsi serta memberikan manfaat bagi masyarakat. Selain itu hal ini dapat membantu pemerintah dalamrangka menekan terjadinya tindak pidana korupsi.   *Mahasiswa Fakultas Hukum USU **Dosen Pembimbing I ***Dosen Pembimbing II
KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENCEGAH DAN MENANGGULANGANGI TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) Ismail Ginting; Liza Erwina; Mahmud Mulyadi
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2015)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (556.278 KB)

Abstract

ABSTRAKSI Ismail Ginting* Liza Erwina, SH. M.Hum** Dr. Mahmud Mulyadi, SH. M.Hum***   Masalah perdagangan manusia (Human Trafficking) bukan lagi hal yang baru, tetapi sudah menjadi masalah nasional dan internasional yang berlarut-larut, yang sampai saat ini belum dapat diatasi secara tepat, baik oleh pemerintah setiap Negara, maupun oleh organisasi-organisasi internasional yang berwenang dalam menangani  masalah perdagangan manusia tersebut.  Perdagangan manusia (human trafficking ) berkaitan erat dengan hubungan antar negara, karena perdagangan tersebut biasanya dilakukan di daerah perbatasan negara dan modus operasi yang dilakukan adalah pengiriman ke berbagai negara penerima. Lemahnya penjagaan dan keamanan daerah perbatasan menjadikan faktor utama perdagangan manusia, sehingga dengan mudah seseorang dapat melakukan transaksi perdagangan  tersebut. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah sebab-sebab terjadinya kejahatan dilihat dari perspektif kriminologi dan kebijakan pemerintah dalam mencegah dan menanggulangi tindak pidana perdagangan orang (human trafficking) Metode yang  digunakan dalam pembahasan rumusan masalah tersebut adalah metode penelitian yuridis normatif dengan mengkaji dan menganalisis data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier. Dalam mempelajari kriminologi, dikenal adanya beberapa teori yang dapat dipergunakan untuk menganalisis permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan kejahatan. Secara garis besar teori-teori tentang sebab-sebab kejahatan dapat dibagi dalam empat perpekstif, yaitu: Teori-teori yang mencari sebab kejahatan dari aspek fisik (Biologis Kriminal), dari faktor Psikologis (Psikologis Kriminal), dari faktor sosiologi cultural (Sosiologi Kriminal), dan dari perspektif lainnya. Penanggulangan kejahatan dengan menggunakan sarana hukum pidana merupakan cara yang paling tua, sama tuanya dengan peradaban manusia. Pada dasarnya penggunaan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan/politik hukum yang secara keseluruhan merupakan politik kriminal, yang merupakan bagian integral dari rencana pembangunan nasional * Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **    Dosen Pembimbing I, Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ***  Dosen Pembimbing II, Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU YANG MEMPERNIAGAKAN SATWA YANG DILINDUNGI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA ( Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1513/Pid.B/2014/PN.Mdn Margaretha Siahaan; Madiasa Ablisar; M.Eka Putra
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2015)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (340.297 KB)

Abstract

ABSTRAK Margaretha Siahaan* Dr. Madiasa Ablisar, SH.,M.S.** Dr. Mohammad Ekaputra, SH.,M.Hum***     Kegiatan perniagaan satwa liar semakin marak terjadi yang berdampak kepada kepunahan dari satwa-satwa tersebut. Tercatat antara bulan September  2010 dan April 2011sekitar 5.370 individu dari 52 spesies berhasil ditemukan untuk diperdagangkan. Setidaknya sekitar 44% adalah dilindungi atau tidak untuk ditangkarkan, hal ini menjadikan perdagangan jenis-jenis spesies ini ilegal. Keadaan di atas yang kemudian memunculkan pertanyaan bagi penulis yang kemudian diangkat menjadi rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini yaitu bagaimana pertanggung jawaban pidana terhadap pelaku yang memperniagakan satwa yang dilindungi berdasarkan perspektif undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dalam putusan pengadilan.Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, dilakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan skripsi ini. Bersifat normatif maksudnya adalah penelitian hukum yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lainnya dan penerapannya dalam praktek (studi putusan). Kajian dalam skripsi ini dituangkan dengan membahas berbagai peraturan yang memiliki kaitan dengan kegiatan perniagaan satwa liar serta unsur-unsur pertanggung jawaban pidana dan kaitannya dengan tindak pidana perniagaan satwa yaang dilindungi. Pokok-pokok bahasan dan kajian tersebut kemudian diimplementasikan kembali dengan pertanggungjawaban pidana yang nyata di lapangan melalui analisis putusan Pengadian Negeri Medan. Hasil pembahasan skripsi ini berfokus pada telah sesuainya putusan Hakim yang dirasakan telah mencerminkan rasa keadilan, dalam kasus perniagaan satwa yang dilindungi yang terjadi di Pengadilan Negeri Medan tersebut. Hakim memvonis terdakwa dengan 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan dan denda sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) yang telah sesuai dengan aturan dari undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya.  
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA NOTARIS DALAM HAL TINDAK PIDANA PEMALSUAN AKTA AUTHENTIK (STUDI PUTUSAN NOMOR: 40/Pid.B/2013/P.Lsm) Abdurrahman Harit's Ketaren; Alvi Syahrin; Alwan Alwan
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2015)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Abdurrahman  Harits ketaren[1] Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H, M.S.** Alwan, S.H, M.Hum.*** Akta authentik merupakan bukti terkuat dan mengikat bagi para pihak yang berkepentingan. Akta dapat dikatakan authentik apabila dalam pembuatan akta tersebut dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang dan dalam hal ini adalah Notaris.  Wewenang membuat akta authentik ini hanya dilaksanakan oleh Notaris sejauh pembuatan akta authentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Adapun disaat ini sudah semakin banyak perbuatan pidana yang dilakukan oleh pejabat negara maupun masyarakat biasa, salah satu perbuatan pidana yang dilakukan oleh pejabat berwenang  adalah Notaris yang melakukan tindak pidana pemalsuan akta. Tindakan Notaris ini sangat bertentangan dengan sumpah jabatan yang menimbulkan akibat hukum berupa sanksi pidana  sesuai yang tertuang dalam Pasal 264 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Maka judul skripsi “Pertanggungjawaban Pidana Notaris dalam Hal Tindak Pidana Pemalsuan Akta Authentik (Studi Putusan Nomor 40/Pid.B/2013/P.Lsm)  melihat bagaimana peranan Notaris dalam pembuatan Akta authentik serta bagaimana pertanggungjawaban pidana dalam hal pemalsuan Akta Authentik Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian terhadap doktrin-doktrin dan asas-asas hukum. Penelitian dilakukan dengan menganalisis putusan yaitu Putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe Nomor 40/Pid.B/2013//PN.Lsm dengan pokok perkara pertanggungjawaban pidana Notaris dalam pemalsuan akta authentik, hal ini dilakukan untuk melihat penerapan hukum positif terhadap  pertimbangan hakim yang menjadi dasar menjatuhkan putusan Berdasarkan penelitian yang saya lakukan diketahui bahwa peranan Notaris dalam pembuatan akta authentik terdapat pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris, Notaris adalah satu-satunya yang mempunyai wewenang umum dalam membuat akta authentik, artinya tidak turut para pejabat lainnya. Notaris berwenang dalam hal membuat dan mengesahkan dalam artian memberikan kekuatan hukum dalam akta authentik tersebut. Pertanggungjawaban pidana Notaris adalah pertanggungjawaban Notaris atas akta yang dibuatnya apakah melanggar ketentuan-ketentuan hukum pidana yang telah di atur oleh KUHP, apabila melanggar ketentuan tersebut maka Notaris tersebut harus di kenakan sanksi berupa sanksi pidana kurungan penjara dan denda yang diatur dalam KUHP. [1])    Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **)   Dosen Pembimbing I ***) Dosen Pembimbing II
PERANAN PANITIA PENGAWAS PEMILIHAN UMUM (PANWASLU) DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANAPEMILIHAN UMUM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM (Studi Kasus : Panwaslu Kota Medan) Fifi Febiola Damanik; Muhammad Hamdan; M.Eka Putra
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2015)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (415.936 KB)

Abstract

ABSTRAK Fifi Febiola Damanik* Muhammad Hamdan** Muhammad Eka Putra***   Pemilihan Umum merupakan mekanisme utama dalam tahapan penyelenggaraan negara dan pembentukan pemerintahan.Proses pelaksanaan Pemilihan Umum tidak terlepas dari berbagai permasalahan yang timbul dari masyarakat, peserta Pemilu, hingga penyelenggara Pemilu.Uraian dari berbagai permasalahan ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran yang dapat berakhir menjadi tindak pidana Pemilu. Dalam penanganan proses ini dibutuhkan sebuah lembaga yang dapat menyelesaikan persoalan pelanggaran Pemilu tersebut. Salah satunya adalah Panitia Pengawas Pemilihan Umum yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum memiliki tugas dan dan wewenang guna mewujudkan Pemilu yang bersih, jujur, dan adil. Melalui latar belakang masalah ini untuk membuat karya ilmiah dengan judul “Peranan Panitia Pengawas Pemilihan Umum Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Studi Kasus: Panwaslu Kota Medan)”. Bentuk permasalahan yang dibahas adalah perbuatan apa saja yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana Pemilihan Umum, Bagaimana Peranan hambatan Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu Kota Medan) dalam menanggulangi tindak pidana Pemilihan Umum Legislatf. Metode penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan terhadap data primer yang merupakan hasil wawancara yang dilakukan di Panwaslu Kota Medan dan penelitian kepustakaan.Kesimpulan dari penelitian adalah bentuk-bentuk tindak pidana terdiri atas kejahatan dan pelanggaran yang terdapat dalam pasal 273-321 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR,DPD,dan DPRD. Peranan Panwaslu Kota Medan dalam menanggulangi tindak pidana Pemilu terdiri dari Upaya Penal yang bersifat represive yang diselesaikan dengan prosedur hingga tingkat pengadilan yang dapat dilihat dari salah satu contoh kasus penanggulangan melalui Putusan No.01/Pid.S/2014/PN.Mdn dan melalui Upaya Non penal yang terdiri atas melakukan penyuluhan hukum dan gerakan relawan Panwaslu.Tugas dan wewenang Panwaslu diatur dalam pasal 77 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum. Hambatan yang dihadapi  hambatan internal dari dalam Panwaslu sendiri dan hambatan yang bersifat eksternal yang berasal dari luar Panwaslu.  
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUJUKAN ANAK MELAKUKAN PERSETUBUHAN DARI PERSPEKTIF VIKTIMOLOGI (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1518/Pid.B/2014/PN.Mdn; Putusan Pengadilan Negeri Medan No.1840/Pid.B/2014/PN.Mdn, dan Nesya Yulya; Edi Warman; Rafiqoh Lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2015)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (384.663 KB)

Abstract

ABSTRAK Nesya Yulya* Prof.Dr. Ediwarman, SH, M.Hum.** Rafiqoh Lubis, SH, M.Hum.*** Anak merupakan pihak yang sangat lemah secara sosial dan hukum, sehingga sering dijadikan bahan eksploitasi dan tindak kekerasan. Belakangan ini, banyak sekali terjadi kasus kejahatan seksual terhadap anak di Indonesia yang dilakukan oleh orang-orang terdekat anak seperti orang tua, guru, pacar, teman dan lain-lain. Data yang dikumpulkan oleh Pusat Data dan Informasi Komisi Nasional Indonesia dari tahun 2010 hingga tahun 2014 tercatat sebanyak 21.869.797 kasus pelanggaran hak anak, yang tersebar di 34 provinsi. Sebesar 42-58% dari pelanggaran hak anak itu, merupakan kejahatan seksual terhadap anak, selebihnya adalah kasus kekerasan fisik dan penelantaran anak. Keadaan di atas yang kemudian memunculkan pertanyaan bagi penulis yang kemudian diangkat menjadi rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini yaitu bagaimana Pengaturan yang mengatur tentang Tindak Pidana pembujukan anak untuk melakukan persetubuhan, bagaimana faktor penyebab terjadinya Tindak Pidana pembujukan anak untuk melakukan persetubuhan dan bagaimana pertanggungjawaban terhadap pelaku pembujukan anak untuk melakukan persetubuhan apakah sudah memberikan perlindungan terhadap anak dalam putusan pengadilan. Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, dilakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan skripsi ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan hukum yang mengatur tentang tindak pidana persetubuhan terhadap anak dibawah umur dapat dikaji dari KUHP dan UU No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Sedangkan tindak pidana pembujukan anak untuk melakukan persetubuhan diatur dalam UUNo.23 Tahun 2002 jo. UU No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak. Faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana pembujukan anak untuk melakukan persetubuhan dapat dikategorikan ke dalam dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Majelis Hakim dalam memutus kasus pembujukan anak untuk melakukan persetubuhan cenderung menghukum para terdakwa dengan Pasal 81 ayat (2) UU No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. * Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Departemen Hukum Pidana ** Dosen Pembimbing I/Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ***  Dosen Pembimbing II/Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
PEMBEBASAN BERSYARAT DAN TINGKAT PELANGGARAN YANG DILAKUKUAN OLEH KLIEN PEMASYARAKAAN ( Riset di Balai Pemasyarakatan Kelas I Medan) Ruba Franklin Silaen; Suwarto Suwarto; Syafruddin Syafruddin
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2015)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (212.083 KB)

Abstract

ABSTRAK *Suwarto **Syafruddin ***Ruba Sistem pemasyarakatan saat ini sudah sangat berkembang jika dibandingkan dengan sistem sebelumnya yang dikenal dengan sistem penjara. Perkembangan yang dimaksud terletak pada pelayanan terhadap terpidana serta pihak lain yang berkaitan. Sistem pemasyarakatan dikatakan sudah berkembang dapat dibuktikan dengan banyaknya program pembinaan terhadap warga binaan Lapas maupun Rutan dengan segala kegiatan yang bertujuan agar dapat memahami keadaan diri sendiri, sehingga ketika kembali ke dalam masyarakat warga binaan dapat dengan mudah kembali beradaptasi.Pembebasan bersyarat adalah suatu program atau kegiatan yang dikeluarkan oleh negara demi merealisasikan semangat dari sistem pemasyarakatan tersebut. Hal ini dijelaskan juga dalam Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Repubuk Indonesia Nomor M.2.Pk.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat, pada pasal 4 ayat 2 yakni pembebasan bersyarat merupakan program pembinaan dan pembimbingan warga binaan/klien pemasyarakatan yang bertujuan untuk memotivasi dan mendorong klien agar dapat beradaptasi dengan masyarakat dan tidak mengulangi keasalahan sebelumnya. Permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah praktik pemberian pembebasan bersyarat dan tingkat pelanggaran yang tercatat dalam registrasi BAPAS kelas I Medan sebagai tempat penelitian/riset skripsi ini. Metode peneltian yang dipakai adalah metode pendekatan yuridis normatif yang didukung dengan penelitian yuridis empiris,yang bersifat deskriptif analitis, yaitu mengkaji dan menguji data yang berkatian dengan permasalahan melalui teknik pengumpulan data melalui library searching (studi kepustakaan) kemudian menmbandingkannya dengan hasil penelitian dilapangan (BAPAS Kelas I Medan). Berdasarkan hasil peneltian di BAPAS Kelas I Medan ditemukan bahwa proses perealisasian program pembebasan bersyarat mulai dari peromohonan dari pihak Lapask kapada BAPAS, sampai pada masa pembimbingan BAPAS tidak terlalu jauh berbeda dengan apa yang diatur dalam peraturan perundangan-undangan yang terkait. Tetapi sering petugas/pegawai BAPAS masih menggunakan peraturan perundang-undangan yang lama (tahun 1990-an) yang sebenarnya sudah dirubah. Tetapi secara keseluruhan proses pembebasan bersyarat karena persentase tingkat pelanggaran sangat minim atau sedikit jika dibandingkan dengan jumlah seluruh klien pemasyarakatan yang dalam masa pembimbingan. *) Dosen Pembimbing I **) Dosen Pembimbing II ***) Mahasiswa Fakultas Hukum USU