cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota medan,
Sumatera utara
INDONESIA
Jurnal Mahupiki
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Education,
Arjuna Subject : -
Articles 368 Documents
PEMBUKAAN LAHAN PERKEBUNAN DI DALAM KAWASAN HUTAN TANPA IZIN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN (Studi Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor: 309/PID.SUS/2016/PT.MDN) Tantra Perdana; Alvi Syahrin; Mahmud Mulyadi
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 02 (2016)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKTantra Perdana SaniProf.Dr. Alvi Syahrin, S.H., M.S**Dr. Mahmud Mulyadi, S.H., M.Hum*** Perusakan hutan merupakan suatu kejahatan yang sangat serius yang dapat mengganggu kehidupan manusia dan berdampak pada hak sosial masyarakat dan negara dalam skala besar. Perkebunan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan dan memenuhi kebutuhan konsumsi serta bahan baku industri dalam negeri. Berdasarkan hal tersebut maka rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini yaitu Bagaimanakah ketentuan pengaturan pembukaan dan pengelolaan lahan perkebunan menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang perkebunan, Bagaimanakah pengaturan tindak pidana perusakan hutan menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, dan Bagaimanakah asalisis yuridis hukum pidana terhadap kegiatan perkebunan tanpa izin di dalam kawasan hutan dalam kasus dengan putusan Pengadilan Tinggi Medan dengan Register Nomor : 309/PID.SUS/2016/PT.MDN. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif, dilakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan dan berbagai literatur yang berkaitan dengan masalah skripsi ini. Bersifat normatif maksudnya adalah penelitian hukum yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lainnya dan penerapannya dalam praktek (studi putusan). Kajian dalam skripsi ini dituangkan dengan membahas berbagai peraturan yang memiliki kaitan dengan kegiatan pembukaan lahan perkebunan yang menimbulkan kerusakan hutan. Tindakan perusakan hutan yang terjadi diakibatkan karena tidak adanya izin dari menteri untuk melakukan pembukaan lahan di kawasan hutan. Selanjutnya ketentuan pidana terhadap pelaku tindak pidana perusakan hutan dalam hal pembukaan lahan pada Hutan Mangrove yang terletak di Dusun Paluh Cingam, Desa Pasar Rawa, Kec. Gebang, Kab. Langkat, Prop. Sumut. Dimana  ancaman pidana penjara adalah minimal 3 (tiga) tahun dan maksimal 10 (sepuluh) tahun serta pidana denda minimal Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dan maksimal Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana perusakan hutan mangrove Langkat berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 309/Pid.Sus/2016/PT.MDN adalah pidana penjara selama 3 (tiga) Tahun dan pidana denda Rp. 1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan dimana dalam putusan ini yang bertanggung jawab adalah Pengawas
TINJAUAN YURIDIS MENGENAI TINDAK PIDANA PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI TANPA IZIN DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI (STUDI PUTUSAN NOMOR:2796/Pid.SUS/2015/PN-Mdn.) Binsar Imanuel; Alvi Syahrin; Edi Yunara
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 02 (2016)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (641.901 KB)

Abstract

2016ABSTRAKBinsar Immanuel SimanjuntakSyafruddin KaloMahmud Mulyadi Pendidikan tinggi ialah salah satu unsur yang ada didalam peranan pendidikan, Pendidikan tinggi baik PTN maupun PTS yang berdiri harus memiliki izin sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan tinggi, namun pada prakteknya masih adanya pemilik PTS yang masih saja tidak taat akan peraturan dengan tidak memiliki izin tersebut,sehingga menyebabkan keluarnya ijazah menjadi tidak sah. Sebagai contoh ialah penyelenggaraan Pendidikan Tinggi tanpa izin yang dilakukan University Of Sumatera. Berdasarkan hal ini maka rumusan masalah dalam penulisan ini adalah: Bagaimana Pengaturan Tindak Pidana dalam Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi?Bagaimana Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi Tanpa Izin Dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi (Studi Putusan Nomor:2796/Pid.SUS/2015/PN-Mdn)? Adapun metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif. Dalam hal penelitian normatif dengan pendekatan studi kasus, dilakukan penelitian terhadap peraturan peran dan bahan yang berhubungan serta penulis menganalisis kasus yang berkaitan dengan judul skripsi ini yaitu Tinjauan Yuridis Mengenai Tindak Pidana Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi Tanpa Izin Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi (Studi Putusan Nomor:2796/Pid.Sus/2015/PN-Mdn). Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa UU Pendidikan Tinggi memuat sanksi pidana di bidang penyelengaraan pendidikan tinggi. Diatur pada Pasal 93 UU Pendidikan Tinggi dan dirumuskan secara alternatif kumulatif dengan diaturnya sanksi pidana penjara dan/atau denda.Tindak pidana yang menjadi fokus adalah  “tanpa hak dan tanpa izin mendirikan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dari Menteri, dilarang memberikan Ijazah, memberikan gelar akademik, gelar vokasi, gelar profesi” sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 93, yang merupakan delik omisi.karena tidak dilalukannya  kewajiban yang diatur dalam Pasal 60 ayat (2) yang mewajibkan PTS didirikan atas izin menteri.dimana dapat dihukum pidana dengan pidana penjara dan/atau pidana denda.Kata kunci:    Pendidikan tinggi, Pendidikan Tinggi tanpa Izin.
PEMIDANAAN BAGI ORANG YANG MEMBERIKAN KESEMPATAN BAGI ANAK DIBAWAH UMUR MENGGUNAKAN NARKOTIKA (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran No. 699/ Pid.Sus/ 2015/ PN.Kis) Sylvia Sinuhaji; Liza Erwina; Marlina Marlina
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 02 (2016)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKSylvia V. SinuhajiLiza  ErwinaMarlina***) Indonesia berada dalam keadaan darurat narkoba. Darurat narkoba terjadi karena semakin maraknya tindak pidana dan penyalahgunaan narkotika. Penggunaan narkotika tidak lagi sesuai peruntukan  dapat berbahaya bagi seseorang bahkan dapat menghilangkan nyawa.Di indonesia, sangat banyak terjadi penyalahgunaan narkotika  yang menjerumuskan anak bangsa . Penulisan skripsi ini diberi judul PEMIDANAAN BAGI ORANG YANG MEMBERIKAN KESEMPATAN BAGI ANAK DIBAWAH UMUR MENGGUNAKAN NARKOTIKA (STUDI PUTUSAN NO.699/Pid.Sus/2015/PN.Kis). Permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini adalah faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan seorang anak dibawah umur dalam penyalahgunaan narkotika, bagaimana pengaturan hukum bagi orang yang memberikan kesempatan kepada anak di bawah umur menggunakan narkotika, bagaimana pemidanaan bagi orang yang memberikan kesempatan kepada anak dibawah umur menggunakan narkotika dalam perkara pidana Reg. No. 699/Pid.Sus/2015/PN. Kis. Metode penelitian yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif dan yuridis sosisologis. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari studi lapangan dan data sekunder dari studi pustaka dan studi putusan pengadilan mengenai objek penelitian tentang bagaimana penerapan sanksi hukuman oleh hakim. Studi lapangan juga dilakukan dengan wawancara kepada informan yaitu petugas lembaga pemasyarakatan, juga dengan melakukan kuesioner tertutup kepada objek penelitian. Kesimpulannya adalah tindak pidana narkotika adalah tindak pidana khusus yang secara khusus dalam skripsi ini mengenai pemidanaan bagi orang yang  menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan, memaksa dengan ancaman, memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang belum cukup umur untuk menggunakan narkotika. Berdasarkan fakta-fakta pada persidangan dengan keterangan saksi dan alat bukti bahwa tepat Terdakwa M. Dani Panjaitan dikenakan Pasal 133 ayat (2) UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika, namun pada  putusan Majelis Hakim terhadap Terdakwa tidak mempertimbangkan peranan UU 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, sehingga apabila Majelis Hakim mempertimbangkan UU ini, maka sanksi yang dikenakan kepada Terdakwa tentu akan lebih mempertimbangkan  lagi sesuai dengan keadilan yang diharapkan pada urgensi UU Perlindungan Anak.
ERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PENGHINAAN BENDERA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Tri Oktober; Madiasa Ablisar; Syafruddin Hasibuan
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 02 (2016)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

BSTRAKTri Oktober Sinaga*1Prof. Madiasa Ablisar, SH., MS.**2Syafruddin Hasibuan, S.H.,M.H.,DFM.***3Bendera merupakan simbol dari suatu bangsa dan negara, begitu jugadengan bendera negara republik Indonesia. Benderamerah putih sebagaimana bendera-bendera negara lain juga mempunyai makna filosofis yang mendalam serta pengingatakan sejarah bangsa ini. Bendera negara republik Indonesia atau bendera merah putihadalah sebagai salah satu simbol pemersatu bangsa. Simbol kesamaan visi dan misiseluruh lapisan masyarakat Indonesia yang sangat beraneka ragam. Selain sebagai simbol,bendera merah putih juga sebagai pengingat akan mimpi dan cita-cita para pendiribangsa. Maka dari itu bendera ini telah menjadi salah satu alasankita untuk menjaga danmencintai negara ini. Penggunaan bendera negara republik Indonesia sebagai bukti rasanasionalisme kita dan juga untuk menghargai jasa para pahlawan pendiri bangsa ini,kurang mendapat perhatian dan pengawasan, sampai ketika pertengahan tahun 2016marak terjadi penghinaan terhadap bendera negara Indonesia yang menunjukkankurangnya ketegasan pemerintah dalam hal ini. Pengaturan tentang bendera merah putihini memang telah ada di dalam dan di luar KUHP. Pengaturan tersebut ada di dalamKUHP yaitu pasal 154 a serta di luar KUHP yaitu dalam Undang-Undang Nomor 24Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji serta mendalamibagaimana sebenarnya pertanggungjawaban pidanaterhadaporang yang melakukanpenghinaan terhadap bendera negara republik Indonesia. Penulisan ini menggunakanproses pengumpulan data yang diperlukan dalam setiap penyusunannya, yang dilakukandengan metode penelitian (yuridis normativ). Adapun metode penelitian yang akandigunakan dalam penulisan ini adalah dengan mengkaji atau menganilisis normahukumberupa bahan-bahan hukumprimer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier agardapat menjawab setiap permasalahan. Metode pengumpulan data ditempuh dengan studipustaka (Library Research). Analisa data dilakukan dengan metode analisa kualitatif.Dianalisis secara perspektif atau menggunakan metode-metode berikut yaitu, mencari danmengumpulkan data dari persputakaan berupa buku-buku, media cetak, internet, tulisanilmiah serta putusan hakim yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ketentuan pidana dalam halpenghinaan bendera negara Republik Indonesia sudah jelas diatur didalam dan diluarKUHP namun pemerintah dalam hal ini masih kurang tegas untu
KAJIAN YURIDIS TERHADAP ALAT BUKTI PENYADAPAN DITINJAU DARI HAK ASASI MANUSIA Samuel Marpaung; Syafruddin Kalo; Mahmud Mulyadi
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 02 (2016)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKSamuel Pebrianto Marpaung*Syafruddin Kalo**Mahmud Mulyadi*** Penyadapan suatu fenomena cepatnya perkembangan teknonologi informasi dan komunikasi. Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dapat dilihat dengan lahirnya berbagai media, berbagai macam alat komunikasi serta beragam jasa lainnya dibidang teknologi informasi dan komunikasi. Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi ini telah berdampak pada seluruh sector kehidupan, perubahan sosial, ekonomi, budaya, moralitas, bahkan di bidang penegakan hukum. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi tersebut berdampak dengan adanya “globalisasi kejahatan” dan meningkatnya kuntitas serta kualitas tindak pidana. Hal tersebut juga harus diiringi dengan perkembangan hukum serta pola penegakan hukum yang dilakukan secara signifikan berlangsung cepat. Sehingga keberadaan hukum dalam melindungi kepentingan-kepentingan yang timbul dalam masyarakat. Kecanggihan peralatan yang digunakan membuat para penegak hukum semakin sering menemukan bentuk-bentuk tindak pidana baru yang sulit pembuktiannya. Oleh karena itu, dalam menghadaoi tindak pidana seperti ini pada umumnya aparat penegak hukum biasanya menggunakan teknik pengintaian (surveillance) dan teknik penyadapan (wiretapping). Penyadapan disisi lain memiliki kecenderungan yang berbahaya atas peenghormatan terhadap hak asasi manusia khususnya hak privasi seseorang. Kecenderungan penyalahgunaan penyadapan dapat terjadi oleh karena sifat kerahasian dari penyadapan. Perlindungan hak asasi manusia terhadap hak privasi sesuai dengan pasal 12 Universal Declaration of Human Right (UUDHR), UUD NRI 1945 dan Pasal 29 Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Sehingga perlu dikaji penyadapan yang dilakukan oleh penegak hukum telah sesuai dengan perlindungan hak asasi manusia. Berdasarkan permasalahan diatas, maka dalam penulisan ini akan membahas bagaiaman alat bukti penyadapan yang akan ditinjau dari perlindungan hak asasi manusia. Skripsi ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan data sekunder, serta dengan melakukan penelitian di perpustakaan (library research). Pelaksanaan tindakan penyadapan masih sering menimbulkan kontroversi. Penyadapan dikhawatirkan akan menyampingkan atau meniadakan sama sekali hak asasi manusia, sehingga diperlukan suatu aturan yang sesuai dan tegas untuk hal ini
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI PELAKU PEMBAKARAN LAHAN PERKEBUNAN BERDASARKAN UNDANG - UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2014 TENTANG PERKEBUNAN Imanuel Carlos; Alvi Syahrin; Edi Yunara
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 02 (2016)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKImmanuel Carlos YanrichyAlvi SyahrinEdi YunaraPeranan korporasi dalam sub sektor perkebunan dengan adanya motif ekonomi yangdibawa korporasi di satu sisi memang sangat menguntungkan, namun di sisi lain jugaberpotensi sangat merugikan bahkan tidak hanya dari segi ekonomi. Salah satutindakan merugikan tersebut adalah pembakaran lahan perkebunan oleh korporasiyang kerap menjadi penyebab terjadinya bencana kebakaran lahan yang amatmerugikan. Lahirnya pengaturan delik-delik baru yang menempatkan korporasisebagai subjek di dalam perundang-undangan pidana di luar KUHP tidak terlepas daritujuanpublic welfare offences. Kebijakan hukum pidana (penal policy) pada tataranformulasi mempunyai peran sentral dalam rangka pengelolaan perkebunan secaraprofessional dan terencana.Adapun masalahhukum (legal issues) yang muncul adalah bagaimana sistempertanggungjawaban pidana korporasi yang dikenal dalam dunia hukum dewasa ini,dan bagaimana pula model pertanggungjawaban pidana bagi korporasi pelakupembakaran lahan perkebunan berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014Tentang Perkebunan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif denganmengumpulkan bahan hukum (primer, sekunder dan tersier) melalui studikepustakaan (library research). Bahan hukum utama yang dikaji adalah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan dan didukung oleh PeraturanPerundang-undangan lain yang terkait dengan pembakaran lahan perkebunan. Untukmendukung bahan hukum tersebut, juga dipergunakan bahan hukum sekunder dantersier berupa buku, jurnal, internet, hasil simposium dan lain-lain. Bahan hukumkemudian dianalisis secara kualitatif menggunakan penalaran deduktif.Hasil dari penelitian ini berupa kesimpulan bahwa, pertama, Terdapat beberapasistem pertanggungjawaban pidana korporasi yang dikenali dalam dunia hukumdewasa ini yang perkembangannya dipengaruhi oleh berbagai doktrin/ajaran. Kedua,model pertanggungjawaban pidana korporasi dalam Undang-Undang Nomor 39Tahun 2014 Tentang Perkebunan adalah korporasi dan/atau pengurus dapatbertanggungjawablangsung secara bersama-sama (menggunakanidentificationdoctrinedanfunctionaeel daderschap). Akan tetapi, masih terdapat beberapakerancuan dalam perumusan pertanggungjawaban pidana korporasi tersebut.
Analisis Yuridis Kewenangan Densus 88 Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Di Indonesia Dalam Perspektif Kriminologi Kristin Manurung; Edi Warman; Mahmud Mulyadi
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKSIKristin Jones Manurung*1Ediwarman**Mahmud Mulyadi***Tindak pidanaTerorisme merupakan tindak pidana luar biasa (extra ordinarycrime) sehingga membutuhkan penanganan yang luar biasa pula (extra ordinarymeasures). Di Indonesiapemberantasan Tindak Pidana Terorisme dilakukan olehDensus 88 yang merupakan satuan khusus dari Kepolisian Republik Indonesia.Dalam beberapa kasus penanganan terorisme yang dilakukan oleh Densus 88seringkali terduga teroris meninggal dunia ditangan Densus 88 tanpa melewati prosesperadilan pidana terlebih dahulu. Hal ini menimbulkan polemik dikalanganmasyarakat karena dianggap merupakan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia.Hal inilah yang menimbulkan pertanyaan bagi penulis yang kemudian diangkatmenjadi rumusan permasalahan, yaitu bagaimanakahpengaturan hukum mengenaikewenangan Densus 88 dalam Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,Apakahfaktorpenyebabterjadinya tindak pidana terorismedanbagaimanakahkebijakanhukumpidana terhadap penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Densus 88 dalampemberantasan tindak pidana terorisme.Untuk menjawab masalah tersebut maka metode yang penulis gunakanadalahmenggunakan metodepenelitian hukum normatifyaitu dengan melakukan penelitiankepustakaanyaknipenelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan-bahankepustakaan, khususnya perundang-undangan dan kepustakaan hukum yang berkaitandengan kewenangan Densus 88 dalam Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.Pengaturan mengenai kewenangan Densus 88 dalam Pemberantasan TindakPidana Terorisme dapat kita lihat dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003tentang tindak Pidana Terorisme, dalam beberapa hal yang tidak diatur dalamUndang-Undang Terorisme juga digunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP), Densus 88 juga tunduk pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentangkepolisian Negara Republik Indonesia.Adapunfaktor-faktor yang menyebabkanterjadinya tindak pidana terorisme merupakan akumulasi dari beberapa faktor sepertifaktor psikologis, ekonomi, politik,agama, sosiologis, ideologi dan pahamradikalisme.Kebijakan hukum pidana terhadap penyalahgunaan wewenang yangdilakukan Densus 88 dalam pemberantasan tindak pidana terorisme dapat dilakukanmelalui sarana non penal dan penal.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PROYEK PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH ( Studi Putusan No. 64/ Pid.Sus. K/ 2013/ PN.Mdn) Iwan Simbolon; Syafruddin Kalo; Nurmala Waty
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (365.248 KB)

Abstract

ABSTRAKIwan Jani Simbolon*H. Syafruddin Kalo**Nurmalawaty***Tindak pidana korupsi terjadi secara sistematis dan meluas, tidak hanyamerugikan keuangan negara dan perekonomian negara, tetapi juga merupakanpelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas,sehingga digolongkan sebagaiextraordinary crime. Selain itu, dampak tindakpidana korupsi selama ini juga telah menghambat kelangsungan pembangunannasional. Pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan salah satu lahan yangkorupsi yang paling subur dan sistemik yang merupakan sumber utamakebocorananggaran yang memberi sumbangan besar terhadap kemerosotan pelayananbarang dan jasa bagi rakyat Indonesia.Permasalahan dalam skripsi ini adalahbagaimanakah pengaturan hukumtentang pengadaan barang dan jasa pemerintah dan hubungannya dengan tindakpidana korupsidanbagaimana pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidanakorupsi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan bagaimana pertanggungjawaban pidana pelaku korupsi dalam kasus korupsi pengadaan di DinasKesehatan Kabupaten Toba Samosir (Putusan PN Medan No. 64/ Pid. Sus. K/2013/ PN. Mdn).Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukumnormatif, yaitudengan melakukan analisis terhadap asas-asas hukum denganmengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang mempunyai hubungan dengan judulskripsi ini.Pengadaan barang dan jasa pemerintah saat ini diatur dalam PerpresNomor 54 Tahun 2010 Jo. Perpres Nomor 35 Tahun 2011 tentang Perubahan atasPerpres Nomor 54 Tahun 2010 Jo. Perpres Nomor 70 Tahun 2012 tentangPerubahan Kedua atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 Jo. Perpres Nomor 172Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 Jo.Perpres Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Perpres Nomor 54Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang danJasa Pemerintah.Dalam tindak pidanakorupsi pengadaan barang dan jasa yang dapat diminta pertanggungjawabanpidananya adalah orang-perorangan dan atau korporasi. Berbicara mengenaipertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana korupsi dalam pengadaanbarang dan jasa maka akan terkait dengan pertanggungjawaban jabatan danpertanggungjawaban pribadi oleh karena pertanggungjawaban pribadi akanmelahirkan pertanggungjawaban pidana.
AJIAN HUKUM MENGENAI PERAN KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara (POLDASU) ) Jeremia Sipahutar; Edi Warman; Mahmud Mulyadi
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (388.294 KB)

Abstract

ABSTRAKJeremia Sipahutar*Ediwarman**Mahmud Mulyadi***Kegiatan pencucian uang sangat merugikan masyarakat dan Negara karenadapatmempengaruhi atau merusak stabilitas perekonomian nasional serta keuangan Negaradanjuga membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegaraberdasarkan Pancasila dan Undang-Undang DasarRepublik Indonesia1945. Penulisanskripsi ini bertujuan untuk mengetahui dasar hukum yang berkaitan dengan tindak pidanapencucian uang, peran Kepolisian di wilayah hukum kota medan terhadap tindak pidanapencucian uang dan faktor-faktor penghambat Kepolisian dalam menanggulangi tindakpidana pencucian uang.Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif deskriptif danmenggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan(Library Research),yang berasal dari buku-buku, makalah-makalah,situs internet maupun peraturan perundang-undangan yang terkait dengan judul skripsi ini. Peneliti juga melakukan Studi lapangan(Field Research) dengan melakukan Wawancara Terarah (Direct Interview) dan observasiyang dilakukan di Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu).Peran kepolisian dalam pelaksanaan tugasnya sebagai penegakan hukum terdapathambatan-hambatan yaitu baik dari faktor internal maupun faktor eksternal. Peranankepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencucian uangmeliputi upaya pre-entif,upaya prefentif dan upaya represif. Peraturan yang terkait tindak pidana pencucian uang iniberdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasantindak pidana pencucian uang di Indonesia.Upaya Penal(represif) dan upaya non-penal(preventif) yang dapat dilakukan Kepolisian untuk menanggulangi tindak pidana pencucianuangdalamrangka menjalankan tugasnya sebagai aparat Negara yang memelihara keamanandan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, sertamelindungi, mengayomi dan melayanimasyarakat didasarkan pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang KepolisianNegaraRepublikIndonesia
KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) MENUNTUT TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (TPPU) FREDRIGK ROGATE; Syafruddin Kalo; Mahmud Mulyadi
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 01 (2017)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (362.945 KB)

Abstract

ABSTRAKSIFrederigk Rogate HutajuluSyafruddin KaloMahmud MulyadiPermasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah kewenangan KomisiPemberantasan Korupsi menuntut Tindak Pidana Pencucian Uang. Metode yangdigunakan dalampembahasan rumusan masalah adalah metode penelitian yuridisnormatid dan yuridis empiris dengan mengkaji dan menganalisis data sekunderberupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TPK) tidak hanya menjatuhkanpidana bagi pelaku tetapi juga untuk mengembalikan kerugian negara yangdisebabkan oleh Tindak Pidana Korupsi.Korupsi sebagaipredicate crimesangatberkaitan erat dengan tindak pidana pencucian uang sebagaiproceeds of crime.Kewenangan Komisi pemberantasan Korupsi dalam penyidikan dan penuntutandalam kasus Tindak Pidana Pencucian Uang yang tindak pidana asalnya adalahkorupsi sangat diperlukan untuk pemberantasan Tindak pidana Korupsi.Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang memiliki tujuanuntuk memperolehharta kekayaan secara ilegal umumnya melakukan pencucian uang untukmenyembunyikan dan menyamarkan asal-usul harta kekayaannya tersebut. Makadengan adanya Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melakukanpenyidikan dan penuntutanterhadap Tindak Pidana Pencucian Uang maka KPKdapat melacak harta kekayaan pelaku dengan melakukan paradigmafollow themoney.Pemberantasan tindak Pidana Korupsi dapat dilaksanakan melaluiPelaksanaan Undang-Undang TPPU dengan menguatkan kewenangan KomisiPemberantasan Korupsi dalam melaksanakan penuntutan terhadap tindak pidanapencucian uang. Sehingga tujuan pemberantasan tindak pidana korupsi dalammengembalikan kerugian negara dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien.