cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Gedung Graha Medika Lt. 1, Ruang 104
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Jurnal Kedokteran Brawijaya
Published by Universitas Brawijaya
ISSN : 02169347     EISSN : 23380772     DOI : http://dx.doi.org/10.21776/ub.jkb
Core Subject : Health,
JKB contains articles from research that focus on basic medicine, clinical medicine, epidemiology, and preventive medicine (social medicine).
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol 27, No 3 (2013)" : 9 Documents clear
EFEK PENAMBAHAN EKSTRAK ECHINACEAPADA INFEKSI PLASMODIUM BERGHEI Kesetyaningsih, Tri Wulandari; Sundari, Sri
Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol 27, No 3 (2013)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (526.24 KB) | DOI: 10.21776/ub.jkb.2013.027.03.4

Abstract

Selain protektif ,  respon imun  terhadap malaria dapat memicu imunopatologi malaria. Echinacea purpurea  merupakan agen  yang  berkhasiat  meningkatkan  imunitas  melalui  fagositosis,  stimulasi  sel-sel  fibroblas,  aktivasi  respirasi  dan mobilitas leuk osit. Penelitian ini  bertujuan membuktikan efek pemberian Echinacea  pada pengobatan malaria ssecara in vivo.  Rancangan penelitian adalah pre dan  postest control  group dengan hewan coba Mus musculus strain  DDI jantan, umur 5 minggu, berat 20-25 gram sebanyak 24 ekor dibagi menjadi 5 kelompok yaitu   K- (tanpa diobati); K+ (klorokuin 10mg/kg  BB);  P1  (0,65  mg  ekstrak/ekor);  P2  (1,3  mg  ekstrak/ekor);  P3  (k ombinasi  klorokuin-ekstrak).  Parasitemia diperiksa  setiap  hari selama  5 hari setelah 24 jam  infeksi,  pemeriksaan  histologis dilakukan pada hari ke lima.  ANOVA dan Kruskall-Wallis digunakan masing-masing untuk uji perbedaan parasitemia dan gambaran histologis. Hasil menunjukkan ada  perbedaan  bermakna  penurunan  parasitemia  antar  kelompok  penelitian  (p=0,023).  Penurunan  parasitemia kelompok Echinacea bersifat lambat seperti akibat reaksi imunitas tubuh, sedangkan pada klorokuin terjadi lebih cepat. T erjadi  peningkatan  aktivitas  lien  pada  kelompok  Echinacea  dan  tidak  ada  perbedaan  gambaran  histologis  otak  antar kelompok  penelitian.  Dapat  disimpulkan  bahwa  Echinacea  memperlambat  penurunan  parasitemia  dan  memperbaiki aktivitas  lien.
Pengaruh BDNF dan Neurotrophin Receptorpada Derajat Hidrosefalus Kongenital Pasca Ventrikulo Peritoneal Shunt Bal'afif, Farhad; Widodo, M Aris; ES, M Istiadjid; Hafid B, Abdul
Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol 27, No 3 (2013)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (524.693 KB) | DOI: 10.21776/ub.jkb.2013.027.03.5

Abstract

Peningkatan  tekanan  intrakranial  (TIK)  akibat  hidrosefalus  dapat  menyebabkan  penipisan  cerebral  mantle  dan bertanggungjawab  terhadap  peningkatan  Evan's  ratio  (ER).  Apoptosis  dan  degenerasi  neuron  berperan  penting  pada perubahan patologis tersebut. Pada hidrosefalus berat terjadi ketidakpastian dari perbaikan pasca Ventrikulo-Peritoneal Shunt  (V-P  Shunt),  yang  diduga  dipengaruhi  oleh  kadar  Brain  Derived  Neurotropic  Factor  (BDNF)  dan  reseptornya. Penelitian  ini  bertujuan  untuk  membuktikan  pengaruh  Kadar  BDNF ,  solubleT yrosine  Kinase  B  (sT rkB)  dan  soluble  P75 NTRneurotrophin receptor (sP75 ) cairan serebrospinal terhadap perbaikan Evan's ratio  hidrosefalus kongenital Pasca V-P Shunt.  Cairan serebrospinal (CSS)  diambil dari 22 sampel  bayi hidrosefalus saat  dilakukan V-P Shunt,  12 jam,  24 jam  dan 3 NTRbulan  kemudian.  Kadar  BDNF ,  sT rkB  dansP75 diukur  menggunakan  tehnik  ELISA.  Derajat  hidrosefalus  di  ukur menggunakan  Evan's  ratio  dari  hasil  CT-Scan  sebelum  dan  3  bulan  pasca  V-P  Shunt.  Hasil  analisis  data  menunjukkan  bahwa delta  Evan's  ratio  3  bulan  pasca  V-P  Shunt  pada  hidrosefalus  kongenital  berkorelasi  positif  dengan  kadar  BDNF  pre  operatif dan  berkorelasi  negatif  dengan  kadar  sT rkB  pre  operatif .  Disamping  itu  delta  Evan's  ratio  3  bulan  pasca  V-P  ShuntNTRdipengaruhi  secara  negatif  oleh  delta  BDNF dan sP75   dan secara  positif  oleh  delta  sT rkB  3  bulan pasca  V-P Shunt.    Kadar NTRBDNF ,  sT rkB  dan  sP75   terlibat  pada  respon  adaptif  otak  karena  peningkatan  TIK  akibat  hidrosefalus  kongenital  dan berpengaruh  pada  perbaikan  Evan's  ratio  pasca  V-P  Shunt.
Pengaruh Diet Sambal Tomat Ranti pada Struktur dan Fungsi Hepar Tikus yang Diinduksi Tawas Sulistyowati, Erna; Purnomo, Yudi; Nuri, Sofia; Audra P, Fajar
Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol 27, No 3 (2013)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (550.897 KB) | DOI: 10.21776/ub.jkb.2013.027.03.6

Abstract

Masyarakat  Indonesia  mempunyai  kebiasaan  mengkonsumsi  sambal  yang  mengandung  antioksidan.  Paparan  radikal bebas  salah  satunya  tawas  yang  terdapat  pada  air  maupun makanan  bisa  merusak struktur  dan  fungsi  hepar .  Penelitian  ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh diet sambal yakni paduan cabe rawit (Capsicum frutescens)  dengan tomat ranti (Lycopersicum  pimpinellifolium  Mill) pada  struktur  hepar  dan  kadar  SGOT  dan  SGPT  tikus  yang  dinduksi  tawas  secara  akut. Penelitian  eksperimental  laboratorium  dilakukan  dengan  post  test  only  with  control  group  design.  Hewan  coba  tikus  dibagi menjadi enam kelompok yaitu kontrol negatif, kontrol positif (induksi tawas 8%), kelompok perlakuan diet tomat ranti 100%,  paduan  tomat  ranti  100,  dengan  cabai  rawit 25%,  50%  dan  100%.  Struktur  hepar  diamati  dengan  menghitung jumlah  nekrosis sel  melalui pulasan Hematoxylin Eosin. Fungsi hepar diamati  melalui pemeriksaan  kadar SGOT dan SGPT. Analisa  data  menggunakan  uji  One  Way  ANOVA,  dilanjutkan  dengan  post  hoc  test  menggunakan  Least  Significant Difference  (LSD).Pemberian  cabai  rawit  dapat  meningkatkan  jumlah  nekrosis  sel  hepar  dan  meningkatkan  kadar  SGOT  dan SGPT  secara  signifikan  bila  dibandingkan  dengan  pemberian tomat  ranti  (tanpa  cabai  rawit). Penambahan  cabai  rawit meningkatkan  kerusakan  struktur  dan  fungsi  hepar  yang  diinduksi  tawas.
Regulasi Adipogenesis oleh mTORC1 melalui Jalur ST A T3 Triawanti, Triawanti; Indra, M Rasjad; Tjokroprawiro, Askandar; Sujuti, Hidayat
Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol 27, No 3 (2013)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1125.568 KB) | DOI: 10.21776/ub.jkb.2013.027.03.1

Abstract

Obesitas  merupakan  suatu  penyakit  kelebihan  massa  lemak  tubuh  yang  mempunyai  efek  merugikan  bagi  kesehatan.  Pada saat  ini  proses  adipogenesis  menjadi salah  satu  target  terapi  obesitas.  Salah  satu  jalur  yang  diduga  teraktivasi  pada  proses adipogenesis  adalah  melalui aktivasi  ST A T3  yang  salah  satu  jalur  hulunya  melalui protein  mammalian target  of rapamycin complex 1 (mTOR). Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan proses adipogenesis melalui jalur ST A T3 yang diaktivasi oleh  mTORC1.  Penelitian  ini  merupakan  penelitian  eksperimental  dengan  rancangan  post  test  only  control.  Untuk penghambatan  mTORC1  digunakan  rapamycin  dan  penghambatan  ST A T3  digunakan  inhibitor  ST A T3  peptide.  Subjek penelitian  adalah  kultur  primer  sel  preadiposit  yang  diambil  dari  lemak  viseral  tikus  putih  Rattus  norvegicus.  Setelah  kultur sel preadiposit dinilai konfluen minimal 70-80% dilakukan induksi diferensiasi dan dibagi menjadi  4 kelompok yakni (K) kontrol  (A):   diberi rapamycin  10  nM,  (B):  diberi  inhibitor  ST A T3  100  µM (C):  diberi  inhibitor  ST A T3  100  µM dan   rapamycin10  nM.  Parameter  yang  diukur  adalah  aktivasi  p70S6K1,  ST A T3,  ekspresi  C/EBPδ,  aktivitas  enzim  Glyserol-3-fosfodehidrogenase  (GPDH)  pada  hari  ke-2,  ke-4  dan  ke-6  serta  gambaran  morfologis  sel  adiposit.  Analisis  statistik menggunakan uji ANOVA, Duncan dan korelasi Pearson dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian membuktikan terjadi  penghambatan  proses  adipogenesis  karena  penghambatan  aktivasi  p70S6K1,  dan  ST A T3  oleh  rapamycin  dan inhibitor ST A T3.
Suplementasi Astaxanthin Menurunkan Kadar Malondialdehid Lensa Penderita Katarak Senilis Effendi, M Ma'sum; Wibowo C, Tutuk
Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol 27, No 3 (2013)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (540.016 KB) | DOI: 10.21776/ub.jkb.2013.027.03.7

Abstract

Stres  oksidatif  dan  pembentukan  radikal  bebas  pada  lensa  mata  manusia  lensa  secara  kronis  dapat  menghasilkan malondialdehid.  Malondialdehid  diketahui  dapat  menimbulkan  degenerasi  protein  sehingga  terbentuk  katarak. astaxanthin  adalah  antioksidan  yang  dapat  menurunkan  kadar  malondialdehid.  T ujuan  penelitian  ini  adalah  untuk membuktikan  apakah  astaxanthin  dapat  menurunkan  kadar  malondialdehid lensa  penderita  katarak  senilis.  Penelitian  ini merupakan  penelitian  eksperimental  sederhana  (post  test  only  control  group  design)  terhadap  dua  kelompok,  yaitu astaxanthin dan kontrol, masing-masing terdiri dari 16 sampel, dimana dilakukan penyetaraan terhadap variabel umur , jenis  kelamin, dan gradasi katarak. Kelompok astaxanthin  mendapatkan suplementasi astaxanthin  4 mg dan kelompok kontrol  mendapatkan  plasebo  selama  14  hari  sebelum  dilakukan  bedah  katarak.  Nukleus  lensa  dikumpulkan  untuk selanjutnya  diukur  kadar  malondialdehid.  Penelitian  ini  menunjukkan  bahwa  setelah  mengonsumsi  selama  14  hari, kelompok  astaxanthin  menunjukkan  kadar  malondialdehid  yang  lebih  rendah  (rerata=50,315  nmol/mg)  daripada kelompok  kontrol  (rerata=50,808  nmol/mg)  dimana  perbedaan  ini  secara  statistik  bermakna  (p=0,001).  Suplementasi astaxanthin  dapat  menurunkan  kadar  malondialdehid  lensa  penderita  katarak  senilis.
Efek Catechins Teh Hijau terhadap Ekspresi ROR αdan C/EBP-α pada Kultur Primer Preadiposit Khaira H, Faridha; Ratnawati, Retty; Lyrawati, Diana
Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol 27, No 3 (2013)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (629.495 KB) | DOI: 10.21776/ub.jkb.2013.027.03.2

Abstract

Obesitas  merupakan  faktor  risiko  terjadinya  berbagai  penyakit  yang  dapat  menyebabkan  kematian.  Pada  tingkat  sel, obesitas dicirikan oleh pertambahan ukuran dan jumlah sel adiposit diantaranya melalui proses adipogenesis. T eh hijau merupakan minuman yang dikonsumsi di seluruh  dunia, yang memiliki banyak manfaat  terhadap kesehatan terutama disebabkan  oleh  konsentrasi  polifenol  catechins  yang  memiliki  efek  anti-obesitas. Penelitian  ini  bertujuan  untuk membuktikan efek isolat  senyawa golongan catechins  teh hijau pada regulator negatif  maupun positif pada adipogenesis yaitu  ROR-α  dan  C/EBP-α.  Penelitian  ini  dilakukan  secara  in  vitro  pada  kultur  primer  preadiposit  dengan  4  kelompok perlakuan:  (1)  kelompok  kontrol,  (2)  dipapar  dengan  catechins  5µM,  (3)  dipapar  dengan  catechins  10  µM  dan  kelompok  (4) dipapar  dengan  catecins  30  µM.  Dua  hari  setelah  sel  mencapai  confluent,  sel  diinduksi  untuk  berdiferensiasi  menjadi adiposit  dengan  IBMX,  DEX  dan  insulin.  Pada  hari  ke  3  diferensiasi,  sel  dipapar  dengan  catechins  selama  24  jam,  setelah  itu sel  dipanen  dan  ekspresi  ROR-α  dan  C/EBP-α  diperiksa  menggunakan  metode  ELISA  dan  immunositokimia.  Isolat  senyawa golongan catechins teh hijau pada dosis 10 dan 30 µM   secara signifikan menurunkan ekspresi C/EBP-α masing-masing sebesar 20,24% dan 26,43%. Pemaparan isolat senyawa golongan catechins teh hijau tidak memiliki efek yang signifikan terhadap  ekspresi  ROR-α  meskipun  ekspresinya  cenderung  meningkat  seiring  dengan  pertambahan  dosis.
Faktor Risiko Non Genetik dan Polimorfisme Promoter RegionGen CYP11B2Varian T(-344)C Aldosterone Synthasepada Pasien Hipertensi Esensial di Wilayah Pantai dan Pegunungan Sundari, Sundari; Aulani'am, Aulani'am; Wahono S, Djoko; Widodo, M Aris
Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol 27, No 3 (2013)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (835.059 KB) | DOI: 10.21776/ub.jkb.2013.027.03.8

Abstract

Hipertensi  esensial  disebabkan  oleh  multifaktorial  dan  merupakan  penyakit  yang  kompleks  karena  melibatkan  faktor genetik  dan  lingkungan  atau  interaksi  antara  keduanya.  Polimorfisme  kandidat  gen   secara  genetik  menentukan  terjadinya hipertensi esensial. Salah satu polimorfisme yang berhubungan dengan hipertensi adalah gen  CYP11B2    varian  T(–344)C sebagai gen penyandi aldosterone synthase.    Penelitian ini  bertujuan untuk menganalisis interaksi    antara faktor risiko non  genetik  dengan  polimorfisme  promoter  region  gen  CYP11B2  varian  T(-344)C  pada  pasien    hipertensi  esensial    di wilayah pantai dan pegunungan, dengan desain case control study. Jumlah sampel   masing-masing kelompok kasus dan kontrol sebanyak 50 orang, sehingga keseluruhan sampel penelitian   sejumlah 100 orang.   Penentuan polimorfisme gen CYP11B2  varian  T(-344)C  menggunakan  isolasi  DNA,  polymerase  chain  reaction  (PCR)  dan  analisis  hasil  restrictrictionfragment lenght polymorphism (RFLP). Penelitian ini telah mengidentifikasi adanya polimorfisme   promoter region   gen CYP11B2  sebesar  8,3%  pada  pasien  hipertensi  esensial  di  wilayah  pantai.  Polimorfisme  berupa  adanya  mutasi  basa thymine (T) menjadi cytosine (C) pada kodon -344 pada 2 (dua) pasien hipertensi esensial di wilayah pantai. Kerentanan genetik  ditemukan  pada  individu  dengan  genotip  homozigot  TT  3  (tiga)  kali   lebih  banyak   daripada  genotip  heterozigot  TC yang  mengalami  hipertensi  esensial  baik  di  wilayah  pantai  maupun pegunungan   dan    genotip  homozigot  TT  ditemukan  8 (delapan) kali lebih banyak dari pada genotip homozigot CC di wilayah pantai. Penelitian ini memperkuat bahwa genotip TT  dan  alel  -344T  berkaitan  dengan  kecenderungan  genetik  terjadinya  hipertensi  esensial.
Pengaruh Ekstrak Metanol Biji Mahoni terhadap Peningkatan Kadar Insulin, Penurunan Ekspresi TNF-αdan Perbaikan Jaringan Pankreas Tikus Diabetes Suryani, Nany; Endang H, Tinny; Aulanni'am, Aulanni'am
Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol 27, No 3 (2013)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1042.932 KB) | DOI: 10.21776/ub.jkb.2013.027.03.3

Abstract

Diabetes mellitus(DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah  (hiperglikemia)  akibat  gangguan  sekresi  insulin  dan  atau  meningkatnya  resistensi  insulin.  T erapi  ekstrak  metanol  biji mahoni (Swetenia  mahagoni Jacq)  merupakan  salah  satu  pengobatan  alternatif  penyakit  DM. Penelitian  ini  dilakukan untuk membuktikan pengaruh pemberian terapi ekstrak metanol biji mahoni terhadap kadar insulin,  ekspresi TNF-α  dan perbaikan  jaringan  pankreas  pada  tikus  hasil  induksi  Multiple  Low  Dose-Streptozotocin  (MLD-STZ)  dosis  20  mg/kgBB selama 5 hari berturut-turut. Tikus diukur kadar glukosa darah dengan menggunakan glukometer digital dan dinyatakan DM bila kadar glukosa darahnya ≥ 300 mg/dl. Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus putih (Rattus novergicus) jantan galur wistar yang dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok 1 kontrol negatif ,  kelompok 2    kontrol positif ,  kelompok 3, 4 dan 5 tikus hasil induksi MLD-STZ serta masing-masing diberikan terapi ekstrak metanol biji mahoni  dosis 100; 250 dan 400 mg/kgBB selama 7 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian terapi ekstrak metanol biji mahoni dosis 100;  250  dan  400  mg/kgBB  pada  tikus  hasil  induksi  MLD-STZ  menunjukkan  penurunan  kadar  glukosa  darah  berturut-turut sebesar  55,47%;  81,01%  dan  73,63%,  peningkatan  kadar  insulin  sebesar  78,38%;  275,68%  dan  145,95%,  penurunan ekspresi  TNF-α  sebesar  30,34%;  67,28%  dan  49,91%,  serta  perbaikan  kerusakan  jaringan  pankreas  pada  penurunan derajat  insulitis  (p<0,05).
Katarak Pediatrik: Profil Klinik dan Faktor Determinan Hasil T erapi Retno W, Lely; HK, Kristina Radika
Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol 27, No 3 (2013)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (522.932 KB) | DOI: 10.21776/ub.jkb.2013.027.03.9

Abstract

Katarak pediatrik  merupakan salah satu penyebab utama kebutaan dan low  vision  pada anak, terutama di negara-negara berkembang.  Studi  data  sekunder  berbasis  rumah  saki  dilakukan  selama  4  tahun,  sejak  Desember  2006  sampai  Desember 2010.  Pengumpulan  data  meliputi jenis  kelamin,  usia,  usia  onset,  faktor  penyebab,  bilateralitas,  visus  pre  dan  post  operasi, jenis operasi, komplikasi pre dan post operasi, dan follow up dari 58 mata yang berasal dari 43 penderita. Data dianalisa secara  deskriptif  serta  dilakukan  analisis  korelasi  antara  usia  operasi  dan  jenis  operasi  dengan  visus  hasil  operasi. Penderita berjenis kelamin laki-laki lebih banyak didapatkan daripada perempuan (67,4%), dengan penyebab terbanyak katarak pediatrik adalah non traumatik (67,4%) yang didapatkan sejak lahir (51,6%). Pada kelompok traumatik katarak, usia penderita  dan usia operasi  terbanyak  adalah  6-10  tahun  (73,3%),  sedangkan  kelompok  non traumatik  adalah  1-6 (38,7%). Jenis operasi yang terbanyak dilakukan adalah Extra Capsular Cataract Extraction+Intraocular Lens+iridektomi perifer  (31%).  Komplikasi  nystagmus  adalah  yang  terbanyak  didapatkan  pada  katarak  non  traumatik  (34,9%).  Pada evaluasi post operasi, 10 dari 15 penderita (66,7%) pada kelompok traumatik mencapai visus >6/18, sedangkan 30,2% penderita  katarak  non  traumatik  mendapatkan  visus  1/60-3/60.  Pada  penelitian  ini  didapatkan  korelasi  kuat  antara penatalaksanaan operasi yang tertunda dengan buruknya visus pasca operasi (r=0,707; p=0,000) tetapi tidak didapatkan korelasi  antara  tipe  operasi  dengan  angka  kejadian  Posterior  Capsular  Opacification  (r=0,053;  p=0,691).  Dapat disimpulkan katarak non traumatik adalah penyebab utama katarak pediatrik, dengan sebagian besar kasus terjadi sejak lahir .  Visus  post  operasi  pada  mayoritas  kasus  katarak  non  traumatik  masih  tergolong  dalam  low  vision  akibat keterlambatan  penatalaksanaan  operasi.

Page 1 of 1 | Total Record : 9