cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota tangerang selatan,
Banten
INDONESIA
'ADALAH
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
ADALAH is “one of the ten most influential law journals in the world, based on research influence and impact factors,” in the Journal Citation Reports. ADALAH also publishes student-written work.Adalah publishes pieces on recent developments in law and reviews of new books in the field. Past student work has been awarded the International Law Students Association’s Francis Deak Prize for the top student-written article published in a student-edited international law journal.
Arjuna Subject : -
Articles 430 Documents
Kewenangan Pengadilan Negeri Untuk Mengadili Kasus Pidana Adat Siti Nurhalimah
ADALAH Vol 1, No 12 (2017)
Publisher : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (698.038 KB) | DOI: 10.15408/adalah.v1i12.11462

Abstract

Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 menggariskan bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. Dari pasal tersebut dapat dipahami bahwa, masyarakat adat memiliki legitimasi yang kuat untuk dapat melaksanakan hak tradisionalnya, termasuk hak untuk tunduk pada hukum yang diamininya. Sehingga, jika suatu permasalahan telah diadili berdasarkan hukum adat, namun diadili kembali di pengadilan, hal ini seakan menunjukkan bahwa negara hanya mengakui keberadaan masyarakat hukum adat tanpa menghormati hukum yang mereka amini. Hal tersebut senada dengan ungkapan Satjipto Rahardjo bahwa di satu sisi negara mengakui keberadaan masyarakat hukum adat, namun di sisi lain negara seakan mencekik masyarakat adat itu sendiri (Rahardjo, 2009).
MK Melegalkan LGBT, Benarkah? Latipah Nasution
ADALAH Vol 1, No 12 (2017)
Publisher : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (701.837 KB) | DOI: 10.15408/adalah.v1i12.11461

Abstract

Masyarakat Indonesia pada pertengahan Desember 2017 dihebohkan dengan adanya isu terkait pelegalan LGBT oleh Mahkamah Konstitusi (MK), pasalnya MK menolak permohonan uji materil Pasal 284, 285 dan 282 Kitab  undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang diajukan dosen IPB, Euis Sunarti dan LSM AILA. Terkait Ketiga pasal tersebut yang mengatur tentang kejahatan kesusilaan. Penyimpangan seks seperti LGBT (lesbian, gay, bisexsual, transgender) merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri terjadi dalam masyarakat. Indonesia dikenal dengan heterosexual namun tidak dapat dipungkiri heterosexual dimungkinkan terjadi karena ada masyarakat kecil yang memiliki kelainan tersebut. Fenomena yang terjadi di masyarakat merupakan hak setiap orang dalam meorientasikan hasrat dan kebutuhan seksualnya, namun sebisa mungkin dapat dicegah dengan nilai dan norma yang berlaku (Manik, 2016: 2).
Pencabutan Izin Usaha Penyelenggaraan Ibadah Umrah Siti Romlah
ADALAH Vol 1, No 11 (2017)
Publisher : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (467.565 KB) | DOI: 10.15408/adalah.v1i11.11435

Abstract

Indonesia sebagai salah satu negara mayoritas muslim di dunia, tentunya selalu mengirimkan jamaah umrah setiap tahunnya, karena umrah juga merupakan salah satu bentuk ibadah umat muslim kepada Allah. Data dari BPS pada tahun 2015 menyatakan bahwa minat masyarakat Indonesia untuk melaksanakan ibadah umrah sangat tinggi dan mencapai 154.455 orang yang berangkat umrah setiap tahunnya. Salman Maggalatung menyebutkan beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab meningkatnya minat masyarakat Indonesia terhadap umrah, yaitu 1) meningkatnya kesadaran religius yang disertai dengan meningkatnya kemampuan ekonomi masyarakat Indonesia, 2) biaya untuk melakukan ibadah umrah tidak terlalu besar dibandingkan dengan biaya haji, 3) peran media elektronik dalam mempromosikan ibadah umrah dan, 4) banyaknya promosi-promosi yang dilakukan oleh penyelenggara ibadah umrah (Maggalatung, 2017: 173-176).
Pemilu dan Kedaulatan Rakyat Latipah Nasution
ADALAH Vol 1, No 9 (2017)
Publisher : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (367.382 KB) | DOI: 10.15408/adalah.v1i9.11323

Abstract

Indonesia sebagai negara yang berdasarkan hukum (rechstat), mempunyai konsekuensi yakni adanya supremasi hukum. Ini artinya, setiap tindakan administrasi negara harus berdasarkan hukum yang berlaku, selain harus memberikan kepastian hukum (asas legalitas). Sistem demokrasi yang berlandaskan hukum dan berkedaulatan rakyat menjadi dasar kehidupan dalam berbangsa dan bernegara. Demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang dianut oleh Indonesia menyatakan bahwa suatu pemerintahan dipimpin oleh rakyat, dari rakyat, dan untuk rakyat. Bentuk pengejawantahan dari sistem demokrasi adalah diselenggarakannya Pemilu secara langsung. Adapun landasan dasar dilaksanakannya pemilu adalah pasal 22 E ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 yang telah mengamanatkan diselenggarakannya pemilu dengan berkualitas, mengikutsertakan partisipasi rakyat seluas-luasnya atas prinsip demokrasi yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil melalui suatu perundang-undangan (Handayani, 2014: 1). Pemilihan umum sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, jujur, dan adil dengan menjamin prinsip perwakilan, akuntabilitas dan legitimasi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.  Dinamika pada pemilihan umum seringkali diwarnai dengan isu mahar politik oleh para kontestan politik, sebagaimana dipublikasi diberbagai media di Indonesia. Praktik mahar politik dapat dipahami sebagai transaksi dibawah tangan yang melibatkan pemberian sejumlah dana dari calon pejabat tertentu untuk jabatan tertentu dalam pemilu partai politik sebagai kendaraan politiknya (Susilo, 2018: 155). Pemilihan umum sejatinya merupakan sebuah arena yang mewadahi para calon kandidat dalam kontestasi politik yang meraih kekuasaan partisipasi rakyat untuk menentukan pilihan dan sebagai penyalur hak sosial dan politik masyarakat itu sendiri (Simamora, 2014: 2).Pelaksanaan pemilu memberikan harapan rakyat dengan lahirnya seorang pmimpin yang mampu menyejahterakan dan membahagiakan rakyat dengan beberapa kebijakan yang dibuatnya. Namun dalam proses pemilu seringkali dicederai oleh beberapa oknum dari para calon kandidat beserta tim suksesnya yang mengunakan segala cara untuk memenangkan kontestasi politik, selain mahar politik, money politic juga kerap menjadi isu hangat dalam kontestasi politik. Terjadinya politik uang bukan hanya pada pasangan kandidat, namun juga karena masyarakat yang berpikir instan seringkali tertarik dengan politik uang. Penegakan hukum dalam kasus ini perlu diperhatikan guna melestarikan pesta demokrasi yang bersih dari tindak pidana dalam pemilu (Hadi; Fadhlika; Ambarwati, 2018: 398).Prinsip demokrasi dan keadilan dalam pemilihan umum (electoral justice) adalah keterlibatan masyarakat merupakan hal yang mutlak. Hak masyarakat sangat mendasar dan asasi sifatnya. Hal ini diamini, sebagaimana dimuat dalam Universal Declaration of Human Right 1948 yang telah dijamin juga dalam konvenan dan turunannya, terlebih dalam Convenan on Civil and Political Rights and on Economic, Cultural and social Rights atau yang lumrah disebut dengan International Bill of Human Rights.  Dengan dicantumkannya hak dasar dalam pelaksanaan pemilu, maka berlaku pula prinsip-prinsip integritas pemilu  yang mensyaratkan adanya pemantauan masyarakat yang independen dan penyelenggaraan pemilu yang transparan dan akuntabel. Hal ini serupa pentingnya dengan prinsip lain yang juga harus ditetapkan oleh institusi penyelenggara (KPU) dengan memiliki standar perilaku dan beretika, serta mampu menerapkan aturan secara adil tanpa pandang bulu.Untuk menjamin agar pemilu berjalan sesuai dengan ketentuan dan asas pemilu, diperlukan suatu pengawalan terhadap jalannya setiap tahapan pemilu. Dalam konteks pengawasan pemilu di Indonesia, pengawasan terhadap proses pemilu dilembagakan dengan adanya lembaga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Pengawasan dari Bawaslu adalah bentuk pengawasan yang terlembaga dari suatu organ Negara.Terlepas dari aturan tentang pemilihan umum yang diatur sedemikan rupa untuk memberikan kedaulatan bagi rakyat itu sendiri dalam penyelenggaraan pemilihan umum, pada prakteknya terdapat banyak permasalahan yang pada akhirnya mengurangi, merampas, dan meniadakan kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan pemilu. Pemerintahan yang seharusnya berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat berubah menjadi pemerintahan yang berasal, dari, dan untuk kepentingan kelompok tertentu. Hal yang paling mencolok terjadi dalam pemilihan presiden dan wakil presiden yakni Black Campaign. Permasalahan penyelenggaraan pemilihan umum yang berakibat pada  kedaulatan rakyat seperti money politic, budaya money politic marak terjadi dimana – mana dan bukan lagi merupakan rahasia umum. Praktik politik uang terjadi pada saat pengusungan calon yang dilakukan partai dan pada saat pencarian dukungan langsung dari rakyat. Rakyat dibayar, disuap, untuk memilih calon tertentu. Dengan demikian, rakyat dalam menentukan pilihannya tidak lagi dalam kehendak bebas, kesadaran akan bangsa dan negara, maupun dalam pengendalian penuh atas dirinya. Money politic meniadakan prinsip kedaulatan rakyat dalam pemilihan umum. Suara yang diberikan tidak berdasarkan prinsip jujur dan adil.
Saat Kotak Kosong Memenangkan Pilkada Nur Rohim Yunus
ADALAH Vol 2, No 7 (2018)
Publisher : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (803.325 KB) | DOI: 10.15408/adalah.v2i7.8526

Abstract

Kekuatan rakyat ternyata memang masih memiliki peran besar dalam Pemilihan umum. Hal itu terlihat dari Pilkada yang terjadi di kota Makasar. Partai-partai Politik beramai-ramai hanya mengajukan satu calon pasangan,  berhadapan dengan lawan berupa kotak kosong. Hal yang tentunya diyakini oleh kalangan elit partai pasti akan menghasilkan kemenangan gemilang tanpa lawan. Tetapi kenyataan berkata lain, ternyata hasilnya malah berbuah sebaliknya. Masyarakat lebih banyak memilih kotak kosong ketimbang calon tunggal dukungan partai politik, sehingga secara otomatis pemenangnya adalah kotak kosong itu sendiri.  
Keniscayaan Politik Identitas Dari Suatu Bangsa dan Agama Zahrotunnimah Zahrotunnimah
ADALAH Vol 4, No 2 (2020): Keadilan Sosial & Politik
Publisher : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (942.314 KB) | DOI: 10.15408/adalah.v4i2.15529

Abstract

Abstract:The discussion of this simple article was inspired by a book entitled The Politics of Identity and the Future of Our Pluralism. The problem in this book is whether the identity politics in Indonesia will jeopardize the nationalist position and pluralism in Indonesia in the future? If dangerous in what form? How to handle it? The source of this book relies on the opinion of L. A Kauffman who first explained the nature of identity politics, and who first introduced the term political identity which is still unknown. However, in this book explained substantively, identity politics is associated with the interests of members of a social group who feel blackmailed and feel alienated by large currents in a nation or state.Keywords: Identity Politics, Nation, ReligionAbstrak:Pembahasan artikel sederhana ini terinspirasi dari buku berjudul Politik Identitas dan Masa Depan Pluralisme Kita. Permasalahan dalam buku ini adalah apakah poitik identitas di Indonesia ini akan membahayakan posisi nasionalis dan pluralisme di Indonesia di masa yang akan datang? Jika berbahaya dalam bentuk apa? Bagaimana cara mengatasinya? Sumber buku ini bersandarkan pada pendapat L. A Kauffman yang pertama kali menjelaskan tentang hakekat politik identitas, dan siapa yang pertama kali memperkenalkan istilah politik identitas yang masih belum diketahui sampai saat ini. Tetapi, didalam buku ini dijelaskan secara substansif, politik identitas dikaitkan dengan kepentingan anggota-anggota sebuah kelompok sosial yang merasa diperas dan merasa tersingkir oleh arus besar dalam sebuah bangsa atau negara. Kata Kunci: Politik Identitas, Bangsa, Agama   
Penerapan Sanksi Pidana bagi Penimbun Masker di Indonesia Selama Masa Pandemi Covid-19 Imas Novita Juaningsih
ADALAH Vol 4, No 1 (2020): Spesial Issue Covid-19
Publisher : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/adalah.v4i1.15455

Abstract

AbstrakCovid-19 menjadi permasalahan terbesar untuk negara –negara di dunia termasuk Indonesia. Menjalarnya wabah covid-19 ini telah menyebabkan beberapa dampak yaitu diantaranya; angka kematian yang meningkat, perekonomian negara dan masyarakat yang menurun, hingga terjadinya tindakan kejahatan yang dapat menguntungan diri sendiri atau kelompok. Sehingga asas daripada keadilan dan asas kekeluargaan tergeserkan karena peran pemerintah yang dirasa kurang memberikan fasilitas yang layak bagi masyarakatnya. Untuk mengharmonisasikan peran pemerintah dengan implementasi yang ada di maysarkat, maka pemerintah perlu mengambil sikap tegas dengan melakukan penganggulangan penerapan hukuman yang setimpal bagi para pelaku penimbun masker di masa pandemic covid-19 ini.Kata kunci: Covid-19, Penimbunan, asas kekeluargan dan kemanfaatan.AbstractCovid-19 is the biggest problem for countries around the world including Indonesia. The outbreak of the Covid-19 epidemic has caused several impacts, including; The increasing mortality rate, the economy of the country, and the declining community, to the occurrence of crimes that can be self-harm or a group. So that the principle of justice and family principle is rolled out because the role of government that is felt is lacking in providing decent facilities for the community. To harmonize the role of the Government with the implementation of the community, the government needs to take a firm stance by countermeasures the implementation of a solid sentence for masks hoarders pandemic this covid-19. Keywords: Covid-19, backfilling, the principle of familial and benefit.
Hak Kesehatan Masyarakat dan Hak Permintaan Pertanggungjawaban Terhadap Lambannya Penanganan Pandemi Global Coranavirus Covid-19 Latipah Nasution
ADALAH Vol 4, No 1 (2020): Spesial Issue Covid-19
Publisher : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1567.715 KB) | DOI: 10.15408/adalah.v4i1.15384

Abstract

Abstract:The spread of Corona Virus causes various kinds of problems in all aspects of life. Disaster management and determination of disaster status are necessary in carrying out every government policy in Indonesia because basically Indonesia adheres to the civil law legal system which results in a legal certainty that must be accompanied by written legal documents. Negligence and inaction of the government in issuing policies in the event of a disaster can cause harm to the country and its own people. Negligence of a ruler against his authority can be filed by a group of people in the matter of fulfilling their rights as a whole society.Keywords: Policy, Government Responsibility, Fulfillment of Community Rights. Abstrak:Penyebaran Virus Corona menimbulkan berbagai macam permasalahan di segala aspek kehidupan. Penanggulangan bencana serta penetapan status bencana merupakan hal yang diperlukan dalam menjalankan setiap kebijakan pemerintahan di Indonesia, karena pada dasarnya Indonesia menganut sistem hukum civil law yang berakibat adanya suatu kepastian hukum yang harus disertai dengan adanya dokumen hukum tertulis. Kelalaian dan kelambanan pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan pada saat adanya bencana dapat menimbulkan kerugian bagi negara dan masyarakatnya sendiri. Kelalaian seorang penguasa terhadap kewenangannya dapat diajukan gugatan oleh sekelompok masyarakat dalam hal pemenuhan hak sebagai masyarakat yang utuh.Kata Kunci: Kebijakan, Tanggung jawab Pemerintah, Pemenuhan Hak Masyarakat 
Asimilasi dan Peningkatan Kriminalitas Di Tengah Pembatasan Sosial Berskala Besar Pandemi Corona Mohamad Anwar
ADALAH Vol 4, No 1 (2020): Spesial Issue Covid-19
Publisher : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1522.58 KB) | DOI: 10.15408/adalah.v4i1.15504

Abstract

Abstract:At present the community is not only concerned with the Covid-19 campaign, the public must also be introspective of criminal acts. The crime phenomenon that is brought about by the large-scale social restrictions (PSBB), the perpetrators are mostly eczema programs issued by the government through the Ministry of Law and Human Rights. How not to worry, this problem that creates security vulnerabilities in the community, in the current conditions that are complicated by social vulnerability. This relates to the current economic conditions that are chaotic amid the corona virus pandemic or Covid-19, which requires a lot of, difficult life so that the potential for criminology is enormous. So no wonder the number will return.Keyword: Criminality, Covid-19, PSBB  Abstraksi:Saat ini masyarakat tak hanya dirisaukan dengan penyebaran Covid-19, masyarakat juga harus mawas diri dari aksi kriminalitas. Fenomena kejahatan ditengah kondisi PSBB ini, para pelakunya kebanyakan merupakan eks napi program asimilasi yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM. Bagaimana tidak risau, kebijakan tersebut justru menimbulkan kerawanan keamanan ditengah masyarakat, dalam kondisi saat ini yang tengah panik dengan kerawanan social. Hal tersebut dikarenakan kondisi ekonomi saat ini yang carut-marut ditengah pandemic corona virus atau Covid-19, pengangguran yang banyak, hidup susah sehingga menjadikan potensi kriminologinya besar sekali. Maka tak heran sejumlah napi nekat berulah kembali.Kata Kunci: Kriminalitas, Covid-19, PSBB
Legislatif Kuat, Demokrasi Stabil? Munadhil Abdul Muqsith
ADALAH Vol 4, No 2 (2020): Keadilan Sosial & Politik
Publisher : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1895.392 KB) | DOI: 10.15408/adalah.v4i2.15265

Abstract

Abstract:The concept of people's sovereignty truly lies in the representation of the people's representatives or legislators. The strong legislative control over the executive makes the allocation of natural and human resources well controlled. The power granted by the people to the executive can be limited constitutionally by the legislature. In this article the author wants to discuss the urgency of strengthening the legislature to strengthen a country's democratic system. Without a strong legislature, it is certain that a country's democratic system is weak, and vice versa.Keywords: Legislature, Democracy, State Abstrak:Konsep kedaulatan rakyat sejatinya berada pada representasi perwakilan rakyat atau legislator. Kuatnya kontrol legislatif terhadap eksekutif maka alokasi sumber daya alam dan manusia dapat terkontrol dengan baik. Kekuasaan yang diberikan rakyat kepada eksekutif dapat dibatasi secara konstitusional oleh legislatif. Dalam artikel ini penulis ingin membahas urgensi penguatan legislatif  untuk menguatkan sistem Demokrasi suatu negara. Tanpa adanya legislatif yang kuat, maka dipastikan system demokrasi suatu negara menjadi lemah, begitu pula sebaliknya.Kata Kunci: Legislatif, Demokrasi, Negara  

Page 11 of 43 | Total Record : 430


Filter by Year

2017 2025


Filter By Issues
All Issue Vol. 9 No. 6 (2025) Vol 9, No 6 (2025) Vol. 8 No. 6 (2024) Vol 8, No 6 (2024) Vol 8, No 5 (2024) Vol. 8 No. 5 (2024) Vol 8, No 4 (2024) Vol. 8 No. 4 (2024) Vol. 8 No. 3 (2024) Vol 8, No 3 (2024) Vol. 8 No. 2 (2024) Vol 8, No 1 (2024) Vol. 8 No. 1 (2024) Vol. 7 No. 6 (2023) Vol 7, No 6 (2023) Vol. 7 No. 5 (2023) Vol 7, No 5 (2023) Vol 7, No 4 (2023) Vol. 7 No. 4 (2023) Vol. 7 No. 3 (2023) Vol 7, No 3 (2023) Vol. 7 No. 2 (2023) Vol 7, No 2 (2023) Vol. 7 No. 1 (2023) Vol 7, No 1 (2023) Vol 6, No 6 (2022) Vol 6, No 5 (2022) Vol 6, No 4 (2022) Vol 6, No 3 (2022) Vol 6, No 2 (2022) Vol 6, No 1 (2022) Vol. 5 No. 6 (2021) Vol 5, No 6 (2021) Vol 5, No 5 (2021) Vol. 5 No. 5 (2021) Vol 5, No 4 (2021) Vol. 5 No. 4 (2021) Vol 5, No 3 (2021) Vol. 5 No. 3 (2021) Vol. 5 No. 2 (2021) Vol 5, No 2 (2021) Vol. 5 No. 1 (2021) Vol 5, No 1 (2021) Vol 4, No 1 (2020): Spesial Issue Covid-19 Vol 4, No 1 (2020): Coronavirus Covid-19 Vol 4, No 4 (2020): Keadilan Masyarakat Vol 4, No 3 (2020): Keadilan Hukum & Pemerintahan Vol 4, No 2 (2020): Keadilan Sosial & Politik Vol 3, No 6 (2019): Philosophy of State Vol. 3 No. 6 (2019): Philosophy of State Vol. 3 No. 5 (2019): Budaya Hukum Masyarakat Rusia Vol 3, No 5 (2019): Budaya Hukum Masyarakat Rusia Vol. 3 No. 4 (2019): Keadilan Sosial & Politik Vol 3, No 4 (2019): Keadilan Sosial & Politik Vol 3, No 3 (2019): Keadilan Budaya & Masyarakat Vol. 3 No. 3 (2019): Keadilan Budaya & Masyarakat Vol 3, No 2 (2019): Keadilan Negara & Konstitusi Vol. 3 No. 2 (2019): Keadilan Negara & Konstitusi Vol. 3 No. 1 (2019): Keadilan Hukum & Pemerintahan Vol 3, No 1 (2019): Keadilan Hukum & Pemerintahan Vol 2, No 11 (2018) Vol 2, No 10 (2018) Vol 2, No 9 (2018) Vol 2, No 8 (2018) Vol 2, No 7 (2018) Vol 2, No 6 (2018) Vol 2, No 5 (2018) Vol 2, No 4 (2018) Vol 2, No 3 (2018) Vol 2, No 2 (2018) Vol 2, No 1 (2018) Vol 1, No 12 (2017) Vol 1, No 11 (2017) Vol 1, No 10 (2017) Vol 1, No 9 (2017) Vol 1, No 8 (2017) Vol 1, No 7 (2017) Vol 1, No 6 (2017) Vol 1, No 5 (2017) Vol 1, No 4 (2017) Vol 1, No 3 (2017) Vol 1, No 2 (2017) Vol 1, No 1 (2017) More Issue