cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
LOKABASA
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Education,
Arjuna Subject : -
Articles 285 Documents
PENGARUH METODE IQRA DALAM PELAJARAN MEMBACA AKSARA SUNDA TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS AKSARA SUNDA APRIANI, HERNI
LOKABASA Vol 7, No 1 (2016): Vol. 7, No. 1, April 2016
Publisher : UPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jlb.v7i1.3406

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya kesulitan membaca dan menulis aksara Sunda sering dialami oleh siswa karena metode pembelajaran yang digunakan oleh guru kurang sesuai dengan kompetensi dasar yang diajarkan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan (1) metode iqra dalam pembelajaran membaca aksara Sunda, (2) kemampuan awal dan akhir membaca aksara Sunda, (3) kemampuan awal dan akhir menulis aksara Sunda, dan (4) pengaruh metode iqra dalam pembelajaran membaca aksara Sunda terhadap kemampuan menulis aksara Sunda. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif, sedangkan tehnik yang digunakan untuk pengumpulan dan pengolahan data yaitu tehnik tes. Sumber data dalam peneltian ini yaitu siswa kelas X SMK Pasundan Subang yang berjumlah 36 orang. Hasil penelitian ini adalah (1) nilai rata-rata kemampuan awal membaca aksara Sunda (40,33) dan kemampuan akhir (86,78), dan (2) nilai rata-rata kemampuan awal menulis aksara Sunda (40,78) dan kemampuan akhir  (87,22),  Peningkatan membaca dan menulis aksara Sunda juga dapat di lihat dari hasil uji hipotesis yang menunjukan X²hitung  ≤ X²tabel     -63,31  ≤  7,81 untuk  kemampuan membaca aksara Sunda, dan X²hitung  ≤ X²tabel   yaitu 22,54 ≤ 7,81 untuk kemampuan menulis aksara Sunda. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh metode iqra dalam pembelajaran membaca aksara Sunda terhadap kemampuan menulis aksara Sunda siswa SMK Pasundan Subang.                                                                                                                                  AbstractThis research is motivated by the difficulties of reading and writing Sundanese alphabet experienced by students. It is the caused by the learning method used by the teacher, which is not in accordance with the basic competencies. The purpose of this study was to describe (1) the Iqra method in learning reading Sundanese alphabet; (2) the initial and final ability of reading Sundanese alphabet; (3) the initial and final ability of writing Sundanese alphabet; and (4) the effect of the iqra method in Sundanese alphabet learning on the ability of writing Sundanese alphabet. This research used descriptive method. The data Collection and processing employed a test technique. Source of data in this research is 36 students of Grade X of SMK Pasundan Subang. The results show (1) the average value of initial ability (40.33) and the final ability (86.78) of reading Sundanese alphabet; and (2) the average initial ability (40.78) and the average final ability (87.22) of reading Sundanese alphabet. The improved ability of reading and writing Sundanese alphabet can be seen from the results of the hypothesis test. X²count ≤ X²table (-63.31 ≤ 7.81) for the ability to read Sundanese alphabet, and X²count ≤ X²table i.e. 22.54 ≤ 7,81 for the ability to write Sundanese alphabet. Based on these results, the iqra method in learning reading Sundanese alphabet gives influence on the ability of writing Sundanese alphabet in SMK Pasundan Subang.
KAJIAN NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA PADA KAKAWIHAN KAULINAN BARUDAK LEMBUR SERTA IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA BERBASIS MULTIKULTURAL GLORIANI, YUSIDA
LOKABASA Vol 4, No 2 (2013)
Publisher : UPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jlb.v4i2.3147

Abstract

Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki kekayaan dan keanekaragaman budaya. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki ciri khas budayanya masing-masing. Kekayaan budaya ini harus dipertahankan dan dilestarikan, karena budaya itu merupakan pribadi asli bangsa Indonesia. Folklor Indonesia merupakan salah satu jenis tradisi lokal yang berkembang pada masyarakat Indonesia. Folklor merupakan salah satu bentuk kekayaan kebudayaan Indonesia yang berkembang sejak zaman dahulu. “Folklore is a way of understanding people and the wide-ranging creative ways we express who are and what we value and believe” (Sims, 2005: xi). Kakawihan merupakan salah satu bentuk folklor lisan hasil kebudayaan lama masyarakat Sunda. Kakawihan ini sering dikaitkan dengan “kaulinan barudak urang Sunda”, artinya bahwa kakawihan tidak terlepas dari sebuah nyanyian yang sering dibawakan pada permainan anak-anak masyarakat Sunda. Kakawihan sebagai sebuah kebudayaan lokal masyarakat Sunda yang harus dijaga kelestariannya, memunculkan sebuah kearifan lokal (local wisdom) yang harus menjadi sebuah kekayaan dan khazanah kebudayaan Indonesia. Upaya untuk menjaga, memelihara, membina, dan menumbuhkembangkan kebudayaan lokal yang ada, diantaranya pemerintah melaksanakan pendidikan multikultural. Penelitian ini difokuskan pada pengkajian secara etnopedagogis tentang kakawihan kaulinan barudak lembur dengan cara mengkaji nilai-nilai sosial dan nilai-nilai budaya yang terdapat di dalamnya. Sebagai bentuk pelestariannya, hasil penelitian ini akan diimplementasikan dalam pendidikan bahasa dan sastra Indonesia yang berbasis multikultural. Indonesia is a nation with a rich variety of culture. Each ethnic group in this country has distinct characteristics. This cultural richness has to be preserved, for culture is Indonesian inherent characteristic. Indonesia’s folklore is a form of local tradition that develops among the Indonesian society. It is part of Indonesian cultural richness, which has developed for ages. Folklore is a way of understanding people and the wide-ranging creative ways we express who are and what we value and believe” (Sims, 2005: xi). Kakawihan (Sundanese songs) is a sort of oral folklore that stems from old Sundanese culture. It is often associated with “kaulinan barudak urang Sunda” (the game of Sundanese children), meaning that kakawihan is inseparable from songs in the game of Sundanese children. Kakawihan as part of local culture of Sunda has to be preserved, since it gives rise to local wisdom that has been inherent part of the richness of Indonesian culture. Among the ways of preserving and cultivating local culture is multicultural education. This research focuses on an etnopedagogical examination of kakawihan kaulinan barudak lembur by investigating their cultural and social values. As a form of preservation measure, the results of the research will be implemented through the multicultural teaching of Indonesian language and culture.
KAJIAN STRUKTUR CERITA RAKYAT DI KABUPATEN CIANJUR PERMANA, RUSWENDI
LOKABASA Vol 6, No 2 (2015): Vol. 6, No. 2 Oktober 2015
Publisher : UPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jlb.v6i2.3170

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan keberadaan cerita rakyat di Wilayah Kabupaten Cianjur. Cerita rakyat yang ada di Kabupaten Cianjur memiliki ragam jenis yang berbeda. Berdasarkan pada isi tersebut cerita rakyat itu ada yang tergolong mite, fabel, parabel, dan legenda. Keempat jenis ragam cerita ini masih cukup dikenal di dalam kehidupan masyarakat, baik anak-anak, remaja maupun dewasa. Dengan demikian jelaslah bahwa cerita rakyat, khususnya legenda merupakan materi yang dapat menciptakan berkembangnya cerita rakyat yang bercorak baru dan selaras dengan perkembangan zaman. Fungsi cerita rakyat khususnya legenda di Kabupaten Cianjur memiliki fungsi sebagai berikut: (1) Sebagai alat untuk mewariskan tata cara hidup, dat istiadat, dan kebiasaan, (2) Sebagai alat untuk mewariskan kepercayaan, (3) Sebagai alat untuk menyampaikan pendidikan, baik pendidikan lahir maupun batin, (4) Sebagai cara untuk meyampaikan asal-usul terjadinya hal-hal yang mengandung sejarah, (5) Sebagai alat hiburan, mengisi waktu senggang. Penutur cerita rakyat cukup beragam, baik umur, jenis kelamin maupun pekerjaan. Dilihat dari jenis kelamin penutur pria lebih banyak jika dibandingkan dengan wanita, umur penutur rata-rata berkisar dari 36-80 tahun. Adapun pekerjaan umumnya sebagai pendidik (guru). Para penutur umumnya orang-orang yang dianggap mengenal dengan baik daerahnya masing-masing dan dianggap cukup mampu untuk memberikan informasi tentang daerahnya. Para penutur ini umumnya bersuku Sunda. The aim of this study was to describe the presence of folklore in Cianjur Regency. The folklore in Cianjur Regency has a variety of types. Based on the contents, the folklore covers myth, fable, parable, and legend. The four types are still well known in public life, whether children, adolescents and adults. Thus, it is clear that the folklore, in particular the legend, is the material that can create a new development of folklore characters and in tune with the times. The functions of folklore, in particular legend, in Cianjur cover (1) as a means to pass on the way of life, traditions, and customs; (2) as a means to pass on trust; (3) as a means to deliver inner and outer education; (4) as a way to present the origin of the things that contains history; and (5) as a means of entertainment, to fill spare time. The folklore tellers are quite diverse in age, gender, or occupation. Mostly, they are men. The average age of the tellers ranged from 36-80 years old. Generally, they are educators (teachers). The tellers are commonly the people who are considered to know well their regions and are considered capable enough to provide information about the area. The tellers are generally the Sundanese.
ASPEK TATAKRAMA MASYARAKAT SUNDA DALAM BABASAN DAN PARIBASA SUTISNA, ADE
LOKABASA Vol 6, No 1 (2015): Vol. 6, No. 1 April 2015
Publisher : UPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jlb.v6i1.3137

Abstract

Penelitian ini mendeskripsikan aspek-aspek tatakrama masyarakat Sunda dengan merujuk pada budaya babasan dan paribasa Sunda. Babasan dan paribasa Sunda sendiri merupakan produk budaya masyarakat Sunda yang berwujud dalam bentuk frasa dan klausa atau kalimat yang disampaikan secara turun temurun sejak lama sebagai salahsatu cara masyarakat Sunda dalam mengedukasi saudaranya dalam hal berintraksi sosial. Dalam prosesnya, penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis sebagai cara untuk mendapatkan gambaran tentang aspek yang dimaksud. Adapaun data yang digunakan adalah data primer yang merupakan babasan dan paribasa Sunda yang telah didokumentasikan oleh para penulis budaya Sunda. Kemudian data tersebut dianalisis berdasarkan kajian makna dan intervensi peneliti terhadap makna tersebut. Dalam perjalanan panjangnya, peneliti menemukan beberapa babasan dan paribasa Sunda yang memilki makna nilai-nilai tatakrama untuk interaksi sosial. Di antara aspek nilai tatakrama yang diperoleh di antaranya adalah: 1) aspek tatakrama berbahasa, 2) aspek tatakrama kinetis, dan 3) aspek tatakrama hubungan sosial. Setelah dianalisis dan di deskripsikan, selanjutnya didapati adanya pola tatakrama masyarakat Sunda yang mencakup ketiga aspek tersebut yang harus hadir secara bersamaan dalam satu interaksi sosial. Pola tersebut dirangkum dalam lima istilah kata yang terdiri atas: 1) wiwaha, 2) wibawa, 3) wirasa, 4) wirahma, dan 5) wiraga. Abstract This study describes Sundanese aspects of manners by referring to babasan and paribasa (lit. expression and proverb) in Sundanese culture. Babasan and paribasa are tangible products of Sundanese culture in the forms of phrases and clauses, or sentences, which are delivered from generation to generation extensively. They are ways to educate Sundanese people in social interaction. This research employs descriptive analysis method to get an overview of aspects contained in babasan and paribasa. The primary data are babasan and paribasa that have been documented by the authors of Sundanese culture. Then the data was analyzed based on the study of meaning and the intervention of meaning. This study found some Sundanese babasans and paribasas as having the meaning of manner values in social interaction. The aspects of manner values found, among others, are (1) aspects of language etiquette, (2) aspects of kinetic manners, and (3) the aspects of social relation manners. After being analyzed and described, the study found the Sundanese pattern of manners that includes three aspects. The pattern must present simultaneously in a social interaction. The pattern is summarized in five terms: 1) wiwaha; 2) wibawa; 3) wirasa; 4) wirahma; and 5) wiraga.
LIRIK TEMBANG SUNDA CIGAWIRAN (Kajian Historis, Struktural, dan Etnopedagogik) Astriani, Dian; Kosawara, Dedi
LOKABASA Vol 8, No 1 (2017): Vol. 8, No. 1, April 2017
Publisher : UPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian ini mendeskripsikan perkembangan, struktur, dan nilai étnopédagogik lirik tembang Sunda Cigawiran. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan menggunakan teknik observasi, telaah pustaka, dan wawancara. Instrumen yang digunakan berupa pedoman wawancara, pedoman inventaris, dan kartu data. Sumber data dalam penelitian ini adalah 14 lirik tembang yang diperoleh dari wawancara dan studi pustaka. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa tembang Sunda Cigawiran mengalami perkembangan dan struktur puisi yang tentu. Perkembangan tembang Sunda Cigawiran berubah dari waktu ke waktu seiring dengan perkembangan zaman. Struktur lirik tembang Sunda Cigawiran mempunyai struktur fisik (imaji, simbol, musikalitas, dan gaya bahasa) serta struktur batin (tema, rasa, nada, dan amanat). Lirik tembang Sunda Cigawiran secara umum ditulis dalam bentuk pupuh, tapi tidak sepenuhnya memenuhi aturan pupuh yang digunakannya. Téma dari teks tembang Sunda Cigawiran pada umumnya berkaitan erat dengan keagamaan. Imaji yang paling banyak ditemukan dalam teks ini adalah imaji visual (penglihatan). Musikalitas/wirahma tembang Sunda Cigawiran mencakup pada bentuk pupuh, yang mempunyai guru gatra, guru wilangan, dan guru lagu. Gaya bahasa umumnya merupakan bahasa yang umum, hiperbol, dan konotatif. Rasa yang paling banyak ditemukan menunjukkan rasa takut. Sedangkan amanat secara umum adalah memebrikan peringatan kepada manusia agar selamanya memohon perlindungan kepada Alloh swt. Dalam lirik tembang Sunda Cigawiran terkandung nilai etnopedagogik, yaitu Prilaku Nyunda Trisilas (silih asih, silih asah, silih asuh), Catur Jatidiri Insan (pengkuh agamana, jembar budayana, luhung élmuna, rancagé gawéna), Gapura Panca Waluya (cageur, bageur, bener, pinter, singer), dan Moral Kemanusiaan (moral manusia kepada Tuhan, moral manusia kepada diri pribadi, moral manusia kepada manusia, moral manusia kepada alam, moral manusia kepada waktu, dan moral manusia dalam mencapai kepuasan lahir dan batin). ABSTRACTThe purpose of this study describes the development, structures, and etnopedagogic values of Cigawiran Sundanese song lyrics. The method used in this research is descriptive method, while the data is taken by observation technique, literature review, and interview. The instruments used are interview guides, inventory guides, and data cards. The data sources in this study are 14 songs lyrics obtained from the interviews and literature study. From the research results found that Cigawiran Sundanese song has developed and formed its structures of poetry. The development of Cigawiran Sundanese song changed from time to time along with the period. Cigawiran Sundanese song structure has the physical structures (images, symbols, musicalities, and language styles) and the inner structures (themes, tastes, tones, and messages). Cigawiran Sundanese song lyrics in generally are written in stanzas, but does not fully comply with the rules of the stanzas it used. The theme of the Cigawiran Sundanese song texts are generally closely related to religion. The most common images found in this text is the visual image (sight). Musicality of Cigawiran Sundanese song includes the stanza form, which has guru gatra, guru wilangan, and guru lagu. Language styles are generally a common language, hyperbole, and connotative. The most common sense shows fear. While the message in generally gives warning that people must always ask protection to Alloh SWT. In the Cigawiran Sundanese song lyrics contained etnopedagogic values. That are Prilaku Nyunda Trisilas (silih asih, silih asah, silih asuh), Catur Jatidiri Insan (pengkuh agamana, jembar budayana, luhung élmuna, rancagé gawéna), Gapura Panca Waluya (cageur, bageur, bener, pinter, singer), and humanity moral (the moral of human to God, the moral of human to themself, the moral of human to other human being, the moral of human to nature, the moral of human to the time, and the moral of human in achieving physical and mental satisfaction).
KARAKTERISTIK PEREMPUAN SUNDA DALAM NASKAH “WAWACAN PRANATA ISTRI KA CAROGÉ” (Kajian Filologi dan Strukturalisme) Nurhidayat, Kuswan
LOKABASA Vol 7, No 2 (2016): Vol. 7, No. 2, Oktober 2016
Publisher : UPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jlb.v7i2.9167

Abstract

Penelitinan ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik perempuan Sunda yang terdapat dalan Naskah Wawacan “Pranata Istri ka Caroge”. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis, data dikumpulkan dengan teknik dokumentasi dan studi pustaka. Hasil penelitian ini adalah berupa bagian-bagian naskah, struktur formal, dan struktur naratif. Naskah Wawacan PIkC ini terdiri dari pembukaan (1%), wejangan-wejangan Sunan Bagus (59%), cerita tentang seorang istri yang sempurna (40%), dan ditutup dengan alopon. Struktur formal terdiri dari analisis guru lagu, guru wilangan, karakter pupuh, dan samita pupuh. Struktur naratif terdiri dari tema, latar, tokoh, alur dan motif cerita. Isi naskah berupa wejangan dalam menjalani hidup berumahtangga. ABSTRACTThis study aims to investigate the characteristics of women Sunda contained in the manuscript Wawacan "Pranata Istri ka Carogé". The method used is descriptive analysis method, the data collected by technical documentation and literature. The results of this study are in the form of fragments, formal structure and narrative structure. PIkC Wawacan manuscript consists of opening (1%), discourses Sunan Bagus (59%), the story of a perfect wife (40%), and closed with kolopon. Formal structure consists of the analysis of guru lagu, guru wilangan, character pupuh, and Samita Pupuh. Narrative structure consists of a theme, setting, characters, plot and story motif. Fill in manuscript form of discourse in life housekeeping.
PIRANTI KOHESI SUBSTITUSI DALAM CERITA RADIN DJAMBAT (Kajian Intertekstual sebagai Pelansir Martabat dan Budaya Masyarakat Lampung) Suyanto, Edi; Agustina, Eka Sofia; Ariyani, Farida
LOKABASA Vol 8, No 1 (2017): Vol. 8, No. 1, April 2017
Publisher : UPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Indonesia kaya akan peninggalan cerita rakyat, termasuk cerita Radin Djambat yang ada di Lampung. Cerita Radin Djambat memuat nilai-nilai perjuangan, persahabatan, dan filosofi yang dapat dijadikan teladan bagi perkembangan dan pembangunan budaya bagi masyarakat Lampung secara khusus dan masyarakat Indonesia secara umum untuk kehidupan saat ini dan masa datang. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan piranti kohesi substitusi dalam legenda Radin Djambat, sebagai pelansir martabat dan budaya masyarakat Lampung. Metode penelitian yang digunakan adalah studi dokumentasi melalui pendekatan intertekstual yang bersifat kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa piranti kohesi substitusi yang terdapat dalam cerita Radin Djambat meliputi piranti yang bersifat anafora dan katafora. Piranti kohesi substitusi yang bersifat anafora ditemukan dalam bentuk substitusi nominal, verbal, dan klausal. Selanjutnya,  piranti kohesi substitusi yang bersifat katafora yang ditemukan hanya dalam bentuk substitusi nominal dan klausal. Selanjutnya, hasil penelitian dapat dijadikan rujukan bagi masyarakat akademisi (peneliti), guru/dosen, mahasiswa, tokoh adat, dan masyarakat luas.ABSTRACTIndonesia is rich in relics of folklore, including the story of Radin Djambat in Lampung. Radin Djambats story contains the values of struggle, friendship, and philosophy that can be exemplary for the development and cultural development for the people of Lampung in particular and the people of Indonesia in general This study aims to describe the substitution cohesion device in the legend of Radin Djambat, as the spreader of the dignity and culture of the people of Lampung. The research method used is documentation study through qualitative intertextual approach. The results showed that the substitution cohesion devices contained in the Radin Djambat story include anaphoric and cataphoric devices. Anaphoric substitution cohesion devices are found in the form of nominal, verbal, and clausal substitutions. Furthermore, the cataphoric substitution cohesion device is found only in the form of nominal substitution and clause. The results of the research can be used as a reference for other researchers, teachers, lecturers, students, traditional leaders, and the others community.
KEMAMPUAN GURU DALAM MERENCANAKAN, MELAKSANAKAN DAN MENILAI PENGAJARAN DONGENG DI SMP PILOTING PROJECT KURIKULUM 2013 KOTA CIMAHI Budiwati, Susi
LOKABASA Vol 7, No 2 (2016): Vol. 7, No. 2, Oktober 2016
Publisher : UPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jlb.v7i2.9172

Abstract

Penelitian ini membahas kemampuan guru bahasa Sunda di SMP Piloting Project Kurikulum 2013 dalam merencanakan, melaksanakan dan menilai kemampuan mendongeng berdasarkan Kurikulum 2013 pada tahun pelajaran 2015-2016. Latar belakang penelitian ini adalah (1) perkembangan Kurikulum 2013 yang sangat dinamis dan; (2) pedoman pelaksanaannya yang terus berubah, sehingga muncul pertanyaan apakah perubahan ini sampai kepada guru bahasa Sunda. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kemampuan guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan menilai pembelajaran khususnya materi dongeng berdasarkan Kurikulum 2013. Metode penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Populasi sekaligus sampel penelitian ini adalah guru bahasa Sunda kelas VII, dengan teknik observasi dan study dokumenter. Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah: (1) guru bahasa Sunda mampu merencanakan pengajaran dongeng berdasarkan Kurikulum 2013; (2) dalam proses pembelajarannya perlu ditingkatkan dan; (3) guru bahasa Sunda mampu menilai pengajaran dongeng berdasarkan Kurikulum 2013. ABSTRACTThis article discusses the ability of Sundanese teachers in junior high school Piloting Project Curriculum 2013 in planning, implementing, and assessing the ability of storytelling based on Curriculum 2013 in the academic year 2015-2016. The backgrounds of this study were (1) the development of Curriculum 2013, which is very dynamic and; (2) the implementation guidance that is constantly changing, so the question arises whether this change reaches the teachers. The purpose of this study is to determine the ability of teachers to plan, implement, and assess fairytale learning materials based on curriculum 2013. This research employed descriptive method with qualitative approach. The population and sample is Sundanese language teacher of Grade VII. It used observation and documentary study. The instrument was the observation sheet. The conclusion of this study are that (1) the Sundanese teacher is able to plan teaching fairytale based on Curriculum 2013; (2) the learning process needs to be improved; and (3) the Sundanese teacher is able to assess fairytale learning based on the Curriculum 2013. 
FENOMENA BAHASA NAMA DALAM BUDAYA JAWA: KAJIAN ASPEK FILOSOFIS DAN FAKTA SOSIAL Basir, Udjang Pr. M.
LOKABASA Vol 8, No 1 (2017): Vol. 8, No. 1, April 2017
Publisher : UPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Nama dalam budaya Jawa tidaklah sekedar identitas belaka. Di dalamnya terkandung berbagai makna terselubung yang terkait dengan hidup dan perikehidupan masyarakat secara tradisi dan filosofi. Tradisi budaya yang umumnya berkembang secara turun-temurun itu merupakan potret sosial nyata tentang pola pemikiran dan keyakinan yang ada dalam komunitas masyarakatnya. Fenomena tersebut masih berkembang hingga saat ini. Sebagian masih menjadi keyakinan ritualistik masyarakat Jawa secara masif, tetapi tidak sedikit yang menggunakannya sebagai identitas budaya semata. Lebih dari itu ada pula yang memanfaatkannya sebagai unsur pembeda (brand) untuk kepentingan promosi dan kompetisi bisnis di tengah era globalisasi. Dengan konsep sosiopragmatik (didaktik) dan pendekatan semioantropologi (filsafat), sajian data akan digali menggunakan metode deskriptif dengan teknik observasi, dokumentasi, dan wawancara terbatas terkait dengan aspek latar penamamaan, tujuan, sumber rujukan, pemahaman dan fakta sosial. Vokus bahasan akan dipusatkan pada aspek fenomena penggunaan bahasa nama dalam budaya Jawa yang terkait dengan nama anak (orang). ABSTRACTThe name in Javanese culture is not just  merely an identity. It contains a variety of hidden meanings related to life, traditional and philosophical value of life. Cultural tradition that generally develops from generation to generation is a real social portrait of the patterns of thought and belief that exist in the society. The phenomena is still developing recently. Some of them still become ritualistic beliefs of mostly Javanese society, and many of them use it only as cultural identity. More than that there is also Javanese people use names as a differentiator for the benefit of promotion and business competition in the globalization era. With the concept of sociopragmatic and semioanthropological approach, the data presentation will be extracted by using the descriptive method with observation, documentation, and limited interviewing techniques related to aspect of naming backgrounds, objectives, referral sources, understanding and social facts. The focus of the discussion will be concerned on the phenomenon of the use of language of name in Javanese culture that is related to the name of the child.
METODE TIGA LANGKAH: MENGAJAR BAHASA SUNDA DENGAN MATERI KAWIH ASUH BARUDAK Hendrayana, Dian
LOKABASA Vol 8, No 1 (2017): Vol. 8, No. 1, April 2017
Publisher : UPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hampir di seluruh tingkatan (SD, SMP/MTs, SMA/SMK/MA) di Jawa Barat, para guru mata pelajaran Bahasa Sunda kerap mengeluhkan minimnya media pembelajaran dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Seperti diketahui, dalam Kurikulum 2013 perkakas yang disebut sebagai media pembelajaran sangat dibutuhkan demi membangun kegiatan belajar-mengajar yang kreatif, inovatif, dan menyenangkan. Media pembelajaran boleh jadi bisa berbentuk alat peraga, gambar-gambar, media audio, media audio-visual, pertunjukan, serta media lainnya yang mampu mebantu para guru terhadap kelancaran kegiatan belajar-mengajar. Untuk memenuhi kebutuhan media pembelajaran bahasa Sunda tersebut, dalam empat tahun terakhir muncul salah satu bentuk media pembelajaran yang disebut ‘Kawih Asuh Barudak’. Media ini berbentuk media audio yang berupa nyanyian berbahasa Sunda dengan peruntukan para siswa di tiga tingkatan. Atas rekomendasi Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, dalam satu setengah tahun terakhir, media pembelajaran ‘Kawih Asuh Barudak’ telah disosialisasikan melalui kegiatan pelatihan terhadap para guru di seluruh Jawa Barat, sehingga media pembelajaran ini hingga saat ini sudah mulai dimanfaatkan sebagai bahan penunjang dalam pembelajaran Bahasa Sunda.ABSTRACTAlmost in all school levels (SD, SMP/MTs, SMA/SMK/MA) in West Java, Sundanese language teachers often complain about the lack of teaching-learning media in carrying out teaching and learning activities. As it is known, in the Curriculum 2013 teaching-learning media is needed to build creative,innovative, and fun teaching and learning activities. Teachinglearning media can be designed in the form of teaching media, pictures, audio media, audiovisual media, performances, and other media that can help teachers to smooth teaching and learning activities. To meet the needs of teaching-learning Sundanese language media, in the last four years appeared one teaching-learning media called Kawih Asuh Barudak. The form of this media is audio media in the form of Sundanese language song designed for students devided in three levels. On the recommendation of West Java Provincial Education Office, in the last one and a half years, the teaching-learning media Kawih Asuh Barudak has been socialized through training activities for teachers throughout West Java, so this teachinglearning media has been utilized as a supporting material in Sundanese language learning Sunda.

Page 7 of 29 | Total Record : 285