Claim Missing Document
Check
Articles

Found 24 Documents
Search

METODE TIGA LANGKAH: MENGAJAR BAHASA SUNDA DENGAN MATERI KAWIH ASUH BARUDAK Hendrayana, Dian
LOKABASA Vol 8, No 1 (2017): Vol. 8, No. 1, April 2017
Publisher : UPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hampir di seluruh tingkatan (SD, SMP/MTs, SMA/SMK/MA) di Jawa Barat, para guru mata pelajaran Bahasa Sunda kerap mengeluhkan minimnya media pembelajaran dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Seperti diketahui, dalam Kurikulum 2013 perkakas yang disebut sebagai media pembelajaran sangat dibutuhkan demi membangun kegiatan belajar-mengajar yang kreatif, inovatif, dan menyenangkan. Media pembelajaran boleh jadi bisa berbentuk alat peraga, gambar-gambar, media audio, media audio-visual, pertunjukan, serta media lainnya yang mampu mebantu para guru terhadap kelancaran kegiatan belajar-mengajar. Untuk memenuhi kebutuhan media pembelajaran bahasa Sunda tersebut, dalam empat tahun terakhir muncul salah satu bentuk media pembelajaran yang disebut ‘Kawih Asuh Barudak’. Media ini berbentuk media audio yang berupa nyanyian berbahasa Sunda dengan peruntukan para siswa di tiga tingkatan. Atas rekomendasi Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, dalam satu setengah tahun terakhir, media pembelajaran ‘Kawih Asuh Barudak’ telah disosialisasikan melalui kegiatan pelatihan terhadap para guru di seluruh Jawa Barat, sehingga media pembelajaran ini hingga saat ini sudah mulai dimanfaatkan sebagai bahan penunjang dalam pembelajaran Bahasa Sunda.ABSTRACTAlmost in all school levels (SD, SMP/MTs, SMA/SMK/MA) in West Java, Sundanese language teachers often complain about the lack of teaching-learning media in carrying out teaching and learning activities. As it is known, in the Curriculum 2013 teaching-learning media is needed to build creative,innovative, and fun teaching and learning activities. Teachinglearning media can be designed in the form of teaching media, pictures, audio media, audiovisual media, performances, and other media that can help teachers to smooth teaching and learning activities. To meet the needs of teaching-learning Sundanese language media, in the last four years appeared one teaching-learning media called Kawih Asuh Barudak. The form of this media is audio media in the form of Sundanese language song designed for students devided in three levels. On the recommendation of West Java Provincial Education Office, in the last one and a half years, the teaching-learning media Kawih Asuh Barudak has been socialized through training activities for teachers throughout West Java, so this teachinglearning media has been utilized as a supporting material in Sundanese language learning Sunda.
METODE TIGA LANGKAH: MENGAJAR BAHASA SUNDA DENGAN MATERI KAWIH ASUH BARUDAK Hendrayana, Dian
LOKABASA Vol 8, No 1 (2017): Vol. 8, No. 1, April 2017
Publisher : UPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jlb.v8i1.15963

Abstract

Hampir di seluruh tingkatan (SD, SMP/MTs, SMA/SMK/MA) di Jawa Barat, para guru mata pelajaran Bahasa Sunda kerap mengeluhkan minimnya media pembelajaran dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Seperti diketahui, dalam Kurikulum 2013 perkakas yang disebut sebagai media pembelajaran sangat dibutuhkan demi membangun kegiatan belajar-mengajar yang kreatif, inovatif, dan menyenangkan. Media pembelajaran boleh jadi bisa berbentuk alat peraga, gambar-gambar, media audio, media audio-visual, pertunjukan, serta media lainnya yang mampu mebantu para guru terhadap kelancaran kegiatan belajar-mengajar. Untuk memenuhi kebutuhan media pembelajaran bahasa Sunda tersebut, dalam empat tahun terakhir muncul salah satu bentuk media pembelajaran yang disebut ‘Kawih Asuh Barudak’. Media ini berbentuk media audio yang berupa nyanyian berbahasa Sunda dengan peruntukan para siswa di tiga tingkatan. Atas rekomendasi Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, dalam satu setengah tahun terakhir, media pembelajaran ‘Kawih Asuh Barudak’ telah disosialisasikan melalui kegiatan pelatihan terhadap para guru di seluruh Jawa Barat, sehingga media pembelajaran ini hingga saat ini sudah mulai dimanfaatkan sebagai bahan penunjang dalam pembelajaran Bahasa Sunda.ABSTRACTAlmost in all school levels (SD, SMP/MTs, SMA/SMK/MA) in West Java, Sundanese language teachers often complain about the lack of teaching-learning media in carrying out teaching and learning activities. As it is known, in the Curriculum 2013 teaching-learning media is needed to build creative,innovative, and fun teaching and learning activities. Teachinglearning media can be designed in the form of teaching media, pictures, audio media, audiovisual media, performances, and other media that can help teachers to smooth teaching and learning activities. To meet the needs of teaching-learning Sundanese language media, in the last four years appeared one teaching-learning media called 'Kawih Asuh Barudak'. The form of this media is audio media in the form of Sundanese language song designed for students devided in three levels. On the recommendation of West Java Provincial Education Office, in the last one and a half years, the teaching-learning media 'Kawih Asuh Barudak' has been socialized through training activities for teachers throughout West Java, so this teachinglearning media has been utilized as a supporting material in Sundanese language learning Sunda.
METODE SOSIODRAMA DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PUPUH DI SMK PASUNDAN 3 BANDUNG TAHUN AJARAN 2013/2014 Fatimah, Seni Baetuli; Haerudin, Dingding; Hendrayana, Dian
LOKABASA Vol 5, No 2 (2014): Vol. 5, No. 2, Okt 2014
Publisher : UPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jlb.v5i2.15957

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fakta yang menunjukan bahwa minat dan kemampuan siswa dalam memahami isi teks pupuh masih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa membaca pemahaman pupuh sebelum dan sesudah menggunakan metode sosiodrama, dan untuk mengetahui perbedaan antara keduanya. Metode yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen dengan teknik pengumpulan data menggunakan teknik tes. Adapun instrumen yang digunakan yaitu berupa lembar tes. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (1) kemampuan siswa dalam memahami isi teks pupuh meningkat dari 64,66% menjadi 83,33% dengan perbedaan uji gain 18,66% (2) adanya perbedaan uji gain menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan sebelum dan sesudah menggunakan metode sosiodrama (3) hasil uji hipotesis diperoleh thitung ttabel yaitutitung (7,14) ttabel (2,46), hal ini menunjukkan bahwa hipotesis kerja (Ha) diterima dan hipotesis kerja (Ho) ditolak. Dengan demikian, metode sosiodrama bisa digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa membaca pemahaman pupuh serta dapat menjadi salah satu alternatife dalam teknik pembelajaran.AbstractThis researchwas conducted by the fact which shows that students interest and ability in understanding pupuh text content are still low. This study is aimed to find out students ability in pupuh reading comprehension before and after use sociodrama method, and to discover the difference between both of them. The method used is quasi experimental method with data collection technique using test technique. While, the instrument used is test sheets. According to the result, it can be concluded that (1) the students ability in understanding pupuh text content increases from 64.66% into 83.33% with the difference of gain test 18.66% (2) the difference of gain test shows that there is a significant difference between the ability before and after using sociodrama method (3) hypothesis test result was obtained t-value t-table (7.14) (2.46), it indicates that working hypothesis (Ha) is accepted and working hypothesis (Ho) is rejected. Thus, sociodrama method can be used to increase students ability in pupuh reading comprehension and also can be an alternative in learning technique.
MEMELIHARA RIAK SASTRA SUNDA Hendrayana, Dian
Paramasastra Vol 4, No 2 (2017): VOL 4 NO 2 BULAN SEPTEMBER 2017
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26740/parama.v4n2.p%p

Abstract

Sastra merupakan wahana untuk mengekspresikan sebuah situasi tertentu pada periode tertentu pula melalui tafsir dan kacamata sastrawan. Dengan pengertian lain, sastra bisa menjadi media perekaman sosial kemasyarakatan tertentu untuk dibaca, ditelaah, dan dijadikan acuan untuk membentuk suasana serta karakter masyarakatnya di kemudian hari. Sastra Sunda tentu saja merupakan rekaman dari situasi kehidupan sosial masyarakat Sunda. Sastra Sunda bisa menjadi media dan menjadikannya album sosial kemasyarakatan untuk ditelaah dan dijadikan pijakan demi menunaikan pola sosial kemasyarakatan di kemudian hari bagi masyarakat Sunda yang lebih berkembang dan maju. Sementara itu, nyaris di setiap sudut, pengaruh asing seolah berlomba-lomba merangsek ke masyarakat kita. Tak terkecuali di masyarakat Sunda. Berkembangnya dunia teknologi, serta merta akan mampu mengubah cara bersikap dan berfikir bagi masyarakat agar tetap melaju sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zamannya.Persoalannya adalah, bagaimana masyarakat Sunda mampu memelihara dan mempertahankan keberadaan sastra Sunda sebagai media rekam masyarakatnya. Padahal, di samping upaya pemeliharaan dan pelestarian keberadaan sastra, baik tulis maupun lisan, pengaruh asing tadi begitu deras menerjang tatanan sosial kemasyarakatan di tatar Sunda. Sebagai sebuah entitas yang serta-merta bisa memorak-porandakan keberadaan sosial masyarakat, maka pengaruh asing itu jelas harus disikapi dengan hati-hati dan pikiran bijak.Tentu saja, upaya-upaya dengan cara bekerja keras dan upaya-upaya konstruktif harus segera dilakukan. Pemberlakuan upaya ini tentu dengan melibatkan berbagai pihak, lembaga-lembaga terkait baik pemerintah maupun swasta.  
Nilai Moral dalam Novel Si Bohim jeung Tukang Sulap Karangan Samsoedi Untuk Bahan Pembelajaran Membaca Novel Haryanti, Haryanti; Permana, Ruswendi; Hendrayana, Dian
LOKABASA Vol 12, No 1 (2021): Vol. 12 No. 1, April 2021
Publisher : UPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jlb.v12i1.34139

Abstract

Kawih Asuh Barudak: Innovative Media of Sunda Learning in Elementary School Hendrayana, Dian; Suherman, Agus
International Conference on Elementary Education Vol. 2 No. 1 (2020): Proceedings The 2nd International Conference on Elementary Education
Publisher : Elementary Education Study Program School of Postgraduate Studies Universitas Pendidikan Indonesia in collaboration with UPI PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (206.229 KB)

Abstract

For a long time elementary school students in West Java did not have songs based on education and character development. Therefore, students often sing songs belonging to adults who are not intended. Lately Kawih Asuh Barudak material has appeared in the educational environment. The purpose of this study is to explain how the material of Kawih Asuh Barudak is used for learning Sundanese in elementary schools. Kawih Asuh Barudak are Sundanese songs containing moral messages such as strengthening piety, respect for parents, love for the environment, love for others, knowledge, character, and love for the motherland; packed with musical compositions that are lightweight and easy to learn. The results obtained are, 1) students prefer to absorb learning material with innovative, creative, interactive, and enjoy; 2) students prefer to follow learning material by singing method which is more fun than lecture method; and 3) students are easier to absorb applicable learning material than theoretical and rote learning. Therefore, language learning methods through media with kawih material are seen as alternatives to innovative learning media
MEMELIHARA RIAK SASTRA SUNDA Hendrayana, Dian
Paramasastra: Jurnal Ilmiah Bahasa Sastra dan Pembelajarannya Vol 4, No 2 (2017): VOL 4 NO 2 BULAN SEPTEMBER 2017
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26740/parama.v4n2.p%p

Abstract

Sastra merupakan wahana untuk mengekspresikan sebuah situasi tertentu pada periode tertentu pula melalui tafsir dan kacamata sastrawan. Dengan pengertian lain, sastra bisa menjadi media perekaman sosial kemasyarakatan tertentu untuk dibaca, ditelaah, dan dijadikan acuan untuk membentuk suasana serta karakter masyarakatnya di kemudian hari. Sastra Sunda tentu saja merupakan rekaman dari situasi kehidupan sosial masyarakat Sunda. Sastra Sunda bisa menjadi media dan menjadikannya album sosial kemasyarakatan untuk ditelaah dan dijadikan pijakan demi menunaikan pola sosial kemasyarakatan di kemudian hari bagi masyarakat Sunda yang lebih berkembang dan maju. Sementara itu, nyaris di setiap sudut, pengaruh asing seolah berlomba-lomba merangsek ke masyarakat kita. Tak terkecuali di masyarakat Sunda. Berkembangnya dunia teknologi, serta merta akan mampu mengubah cara bersikap dan berfikir bagi masyarakat agar tetap melaju sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zamannya.Persoalannya adalah, bagaimana masyarakat Sunda mampu memelihara dan mempertahankan keberadaan sastra Sunda sebagai media rekam masyarakatnya. Padahal, di samping upaya pemeliharaan dan pelestarian keberadaan sastra, baik tulis maupun lisan, pengaruh asing tadi begitu deras menerjang tatanan sosial kemasyarakatan di tatar Sunda. Sebagai sebuah entitas yang serta-merta bisa memorak-porandakan keberadaan sosial masyarakat, maka pengaruh asing itu jelas harus disikapi dengan hati-hati dan pikiran bijak.Tentu saja, upaya-upaya dengan cara bekerja keras dan upaya-upaya konstruktif harus segera dilakukan. Pemberlakuan upaya ini tentu dengan melibatkan berbagai pihak, lembaga-lembaga terkait baik pemerintah maupun swasta.  
Pelurusan Istilah Kawih, Tembang, dan Cianjuran Dian Hendrayana; Reiza Dienaputra; Teddi Muhtadin; Widyo Nugrahanto
PANGGUNG Vol 30, No 3 (2020): Pewarisan Seni Budaya: Konsepsi dan Ekspresi
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (378.426 KB) | DOI: 10.26742/panggung.v30i3.1268

Abstract

ABSTRACTLately, people are often confused with the definition of kawih, tembang, and cianjuran. Quite often the term kawih is dichotomized by the term tembang, or the term tembang is equated with cianjuran. This mistake even applies to educational institutions, both in high schools and in universities. Likewise with the media. This study aims to describe the meaning of kawih, tembang, and cianjuran. The method used is descriptive qualitative through an epistemological approach, which examines the exposure of the meanings of the three terms from several sources, as well as comparing from other sources who also describe the three terms to obtain meaning that is considered ideal. The results obtained are, kawih is a vocal art owned by the Sundanese people and has been around for a long time, long before the sixteenth century. Kawih is also interpreted as all kinds of songs that exist in Sundanese society. Tembang is a type of kawih or song that uses lyrics from the dangding and only emerged and was known in Sundanese society around the XVIII century as an influence of Mataram; cianjuran is a part of Sundanese kawih originating from Cianjur Regency.Keywords: Kawih, Tembang, Tembang Sunda, Cianjuran, Tembang Sunda CianjuranABSTRAKAkhir-akhir ini masyarakat kerap dikelirukan dengan definisi kawih, tembang, dan cianjuran. Tak jarang istilah kawih didikotomikan dengan istilah tembang, atau istilah tembang disamakan artinya dengan cianjuran. Kekeliruan ini bahkan berlaku pada dunia pendidikan, baik di sekolah menengah maupun di perguruan tinggi. Demikian pula pada dunia pers. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan makna dari kawih, tembang, dan cianjuran. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif melalui pendekatan epistimologi, yakni menelaah dari paparan makna ketiga istilah dari beberapa sumber, serta membandingkan dari sumber-sumber lain yang juga memaparkan ketiga istilah tadi untuk memperoleh makna yang dianggap ideal. Hasil yang diperoleh adalah, kedudukan kawih merupakan seni suara atau nyanyian yang dimiliki masyarakat Sunda, serta sudah ada sejak lama, jauh sebelum abad XVI. Kawih dimaknai pula sebagai segala jenis nyanyian yang ada pada masyarakat Sunda. Tembang adalah jenis kawih atau nyanyian yang menggunakan lirik dari dangding dan baru muncul serta dikenal di masyarakat Sunda sekitar abad XVIII sebagai pengaruh dari Mataram; sedangkan cianjuran merupakan bagian dari kawih Sunda yang berasal dari daerah Cianjur.Kata kunci: Kawih, Tembang, Tembang Sunda, Cianjuran, Tembang Sunda Cianjuran
GUGURITAN SUNDA DALAM TIGA GAYA PENYAIR Dian Hendrayana
JENTERA: Jurnal Kajian Sastra Vol 7, No 1 (2018): Jurnal Jentera
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (707.943 KB) | DOI: 10.26499/jentera.v7i1.681

Abstract

Puisi guguritan dalam khazanah sastra Sunda merupakan materi puisi lama yang hingga kini masih ditulis dan diminati. Tradisi menulis guguritan dalam sastra Sunda banyak dilakukan sejak awal abad XX. Puisi ini masih pula ditulis dan dibaca oleh masyarakat Sunda, terutama para peminat sastra hingga awal abad XXI. Penelitian ini mendeskripsikan bagaimana gaya penulisan guguritan dari tiga penyair Sunda yang pada tiga dekade terakhir dianggap tokoh penulis guguritan. Ketiga penyair guguritan tersebut yakni Dedy Windyagiri, Dyah Padmini, dan Wahyu Wibisana. Mereka merupakan tokoh penyair yang dianggap baik dalam menulis puisi guguritan seperti yang terbaca pada  Jamparing Hariring (1992) karya Dedy Windyagiri, Jaladri Tingtrim (1999) karya Dyah padmini,  dan Riring-riring Ciawaking (2004) karya Wahyu Wibisana. Penelitian dimaksudkan untuk memperlihatkan sejauh mana gaya kepenulisan dari ketiga penyair ini beserta pembeda yang dimilikinya masing-masing, terutama dalam pemilihan tema, pemilihan diksi, pengimajinasian, kata konkret, serta bahasa figuratif dengan menggunakan metode deskriptif-analitik. Dari hasil penelitian ini muncul kecenderungan-kecenderungan gaya kepenulisan sebagai pembeda dari masing-masing penyair, yakni kecenderungan nuansa feminin pada guguritan karya Dedy, kecenderungan nuansa maskulin pada guguritan Dyah Padmini, serta kecenderungan nuansa netral pada guguritan karya Wahyu Wibisana. Abstract: Guguritan Poetry in the Sundanese literature is a matter of old poetry which is still written and have a good demand in current condition. The tradition of writing guguritan in Sundanese literature is mostly done since the beginning of the XX century. This poem is still written and read by Sundanese people, especially literary enthusiasts until the early of XXI century. This study describes how the style of writing the guguritan of three Sundanese poets who in the last three decades are considered as guguritan authors. The three poets are Dedy Windyagiri, Dyah Padmini, and Wahyu Wibisana. They are well-known poets in writing guguritan poetry as it reads in works Jamparing Hariring (1992) by Dedy Windyagiri, Jaladri Tingtrim (1999) by Dyah Padmini, and Riring-Riring Ciawaking (2004) by Wahyu Wibisana. The research is intended to show the extent of the authorship style among the three poets and their respective distinctions; especially in the themes selection, dictionary selection, imagination, concrete words, and figurative languages which using descriptive-analytic methods. From the results of this study appeared the tendencies of the authorship style as a differentiator of each poet, namely the tendency of feminine nuances in the Dedy's work, the tendency of masculine nuance in Dyah Padmini's work, and the tendency of neutral nuances in the work of Wahyu Wibisana.
Sastra Sunda dalam Kurun Waktu Tiga Dasawarsa Terakhir Dian Hendrayana
Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Vol 22, No 1 (2022): APRIL 2022
Publisher : Universitas Pendidikan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/bs_jpbsp.v22i1.47659

Abstract

Sundanese literature is still being written and read today. Its existence is still supported by discussions and studies, festivals, and performances. In its development, Sundanese literature shows its characteristics periodically through writing techniques, style of expression, and the themes it raises. The purpose of writing this article is to describe the existence of Sundanese literature in the last three decades. The method used is phenomenology and narrative research from Creswell by analyzing events and activities related to Sundanese literary life in the last three decades, as well as observations on Sundanese literary life based on literary works written in Sundanese magazines and Sundanese newspapers, in the 1990s until now. The study of drama literature is carried out on performances that are usually performed by Sundanese theater communities. The data obtained shows that the life of Sundanese literature, namely poetry, prose, and drama is still developing when compared to other regional literature in Indonesia. This can be seen from literary activities, literary performances, and literary prizes.