cover
Contact Name
laili
Contact Email
laili.wahyunita@iain-palangkaraya.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
maslahah@iain-palangkaraya.ac.id
Editorial Address
G. Obos St., Islamic Centre, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Indonesia, Postal Code 73112
Location
Kota palangkaraya,
Kalimantan tengah
INDONESIA
El-Mashlahah
ISSN : 20891790     EISSN : 26228645     DOI : 10.23971
Core Subject : Social,
Jurnal eL-Maslahah adalah Jurnal yang dikelola oleh Fakultas Syariah IAIN Palangka Raya, terbit dua kali dalam setahun (Juli dan Desember) sebagai wahana transfer dan komunikasi ilmu dalam aspek Syariah, Hukum Islam, Hukum Positif, Hukum Ekonomi Syariah, dan kajian-kajian Keislaman Kontemporer
Arjuna Subject : -
Articles 167 Documents
Kritik Metodologi: Perspektif Muhammad Abed Al-Jabiri Rukyah Khatamunisa
El-Mashlahah Vol 10, No 2 (2020)
Publisher : INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/maslahah.v10i2.1984

Abstract

ABSTRACTAl-Jabiri is one of the Islamic thinkers who is concerned about efforts to reform in the realm of epistemology. The more value that this figure has is his ideas that always take inspiration from the Islamic tradition (Arabic), as much as possible avoiding the adoption of ideas derived from outside traditions, especially Europe, as well as other reform thinkers. The purpose of the study that the author did is to be able to know and understand the criticism methodology perspective abed al-jabiri. The method that the author uses in writing this work is in the form of literature studies, using cauldron analysis methods and using primary and secondary data sources. The conclusion of this research is Al-Jabiri criticized the epistemology of buhani, bayani, and irfani. According to abed al-Jabiri bayani based on burhani and built more rationally, then al-Jabiri completely reject the epistemology irfani because bayani can be eroded by irfani.Keywords: Abed al-Jabiri, Burhani, ‘Irfani, and Bayani.INTISARIAl-Jabiri merupakan salah satu tokoh pemikir Islam yang concern pada upaya pembaharuan dalam ranah epistemologi. Nilai lebih yang dimiliki tokoh ini adalah gagasan-gagasannya yang selalu mengambil inspirasi dari tradisi Islam (Arab), sebisa mungkin menghindari pengadopsian gagasan yang bersumber dari tradisi-tradisi luar, terutama Eropa, sebagaimana para pemikir pembaharuan yang lain. Adapun destinasi pengkajian yang penulis lakukan adalah agar dapat mengenal dan  memahami kritik metodologi perspektif Abed Al-Jabiri. Metode yang penulis gunakan pada penulisan karya ini adalah berbentuk kajian keperpustakaan, dengan menggunakan  metode analisis kualitatif dan menggunakan sumber data primer dan sekunder. Adapun kesimpulan dari penelitian ini yaitu Al-Jabiri mengkritisi epistemologi buhani, bayani, dan ‘irfani. Menurut Abed al-Jabiri bayani dilandasi pada burhani dan dibangun lebih rasional lagi, kemudian al-Jabiri sepenuhnya  menolak epistemologi ‘irfani karena bayani dapat terkikis oleh ‘irfani.Kata Kunci: Abed al-Jabiri, Burhani, ‘Irfani, dan Bayani.
Istitha’ah Dalam Haji (Studi Tematik Tafsir Ahkam Surah Ali Imran ayat. 97) Syaikhu Syaikhu
El-Mashlahah Vol 10, No 1 (2020)
Publisher : INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/maslahah.v10i1.1792

Abstract

ABSTRACTHajj is a form of worship that influences the personality of a Muslim. Therefore, the hajj was not just an ordinary trip, or just a sightseeing trip. The hajj became a very special "journey". Muslims will not be able to perform the hajj every year, so Allah wills that this obligation be carried out only once in a lifetime. Therefore, Allah SWT does not oblige hajj except those who are able to do it. The meaning of the ability to perform hajj, namely being in good health, being able to go there and having a safe journey. In various types of mahdhah worship in Islam, Hajj is ranked first in terms of its appeal to the interest of the Muslim community to do it. A good Muslim must aspire to the hajj. In some communities, there are those who prioritize the implementation of the hajj before they organize their economic and family life. But most people first arrange their economic and family life, then they prepare themselves to perform the hajj. Because of this second reason, many pilgrims are old. But what is clear, there is a kind of pride for those who have returned from the holy land to fulfill the fifth pillar of Islam.Keywords: Istitha’ah, Thematic Interpretation and Hajj INTISARIIbadah haji merupakan ibadah yang berpengaruh dalam membentuk kepribadian seorang muslim. Oleh karena itu, ibadah haji bukan hanya perjalanan biasa, atau sekadar perjalanan wisata. Ibadah haji menjadi suatu “perjalanan” yang sangat istimewa.  Umat Islam tidak akan mampu melaksanakan ibadah haji setiap tahun, maka Allah menghendaki kewajiban itu dilaksanakan hanya sekali seumur hidup.  Oleh sebab itu, Allah SWT tidak mewajibkan haji kecuali bagi yang mampu melakukannya. Maksud dari kemampuan untuk melakukan perjalanan haji, yaitu sehat badannya, mampu berangkat ke sana dan aman perjalanannya. Dalam berbagai jenis ibadah mahdhah dalam Islam, haji menduduki peringkat pertama dari segi daya tariknya terhadap minat masyarakat muslim untuk mengerjakannya. Seorang muslim yang baik pasti bercita-cita untuk menunaikan ibadah haji. Pada sebagian masyarakat, ada yang memprioritaskan pelaksanaan ibadah haji sebelum mereka menata kehidupan ekonomi dan keluarga. Tetapi kebanyakan masyarakat menata dulu kehidupan ekonomi dan keluarga, barulah mereka mempersiapkan diri menunaikan ibadah haji. Oleh sebab yang kedua ini, banyak jamaah haji yang sudah tua umurnya. Namun yang jelas, ada semacam kebanggaan tersendiri bagi mereka yang telah kembali dari tanah suci menunaikan rukun Islam yang kelima itu.Kata Kunci: Istitha’ah, Tafsir Tematik dan Haji.
Musyawarah Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Waris Beda Agama: Avidence Based Solution From Indonesia Akhmad Kamil Rizani
El-Mashlahah Vol 10, No 2 (2020)
Publisher : INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/maslahah.v10i2.2063

Abstract

ABSTRACTInheritance in Islam is known as the Faraidh, the science that regulates the distribution of inheritance. The distribution of inheritance given to heirs in the process it can take be without dispute or with dispute. Settlement of inheritance disputes is common, but it is different in the case of a family that has differences in religious beliefs. One of the barrier factors of inheritance in Islam is different religions, namely the existence of religious differences between the heir from and the inheritor. Settlement of disputes with the concept of deliberation is believed to be able to solve problems that tend to occur in the era of this century. The purpose of this research is to provide solutions to the problems of heirs of different religions so that the implementation of inheritance can be resolved without a dispute. This research method used descriptive-qualitative method, the writer will trace and analyze deliberations as an alternative to resolving disputes of diffrent  religions. The results of this research is deliberations can be used as an alternative solution to the resolution of disputes between different religions by prioritizing the public good.Keywords: Islamic inheritance, Deliberation, and Difference in Religion.INTISARIKewarisan Islam dikenal dengan istilah Ilmu Faraidh, yaitu ilmu yang mengatur tentang pembagian harta waris. Pembagian harta warisan yang diberikan kepada ahli waris dalam prosesnya dapat berlangsung tanpa sengketa atau dengan sengketa. Penyelesaian sengketa waris banyak terjadi, namun beda halnya dengan kasus sebuah keluarga yang memiliki perbedaan dalam keyakinan keagamaan. Salah satu faktor penghalang kewarisan dalam Islam ialah berbeda agama, yaitu adanya perbedaan agama yang menjadi kepercayaan antara orang yang mewarisi dengan orang yang mewariskan. Penyelesaian sengketa dengan konsep musyawarah diyakini mampu menyelesaikan masalah yang cenderung terjadi di era abad ini. Tujuan penelitian ini adalah memberikan solusi terhadap permasalahan ahli waris yang berbeda agama sehingga pelaksanaan waris dapat diselesaikan tanpa adanya sengketa. Metode penelitian ini adalah menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Dengan menggunakan metode deskriptif-kualitatif, penulis akan melakukan pelacakan dan analisis terhadap musyawarah sebagai alternatif penyelesaian sengketa beda agama. Hasil penelitian ini adalah musyawarah dapat digunakan sebagai sebuah solusi alternatif penyelesaian sengketa waris beda agama dengan mengedepankan kemaslahatan umum.Kata Kunci: Waris Islam, Musyawarah dan Beda Agama.
Rekontekstualisasi Radha'ah di Era Digital Atika Nur Annisa
El-Mashlahah Vol 10, No 2 (2020)
Publisher : INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/maslahah.v10i2.1816

Abstract

ABSTRACTAt the time of the Prophet Rodho'ah was only done directly by sucking the nipples, but at this time many donors of ASI were also carried out indirectly taken from the depository or at the ASI bank. The importance of breast milk for babies aged 0-6 month makes breast milk as baby food that contains nutrients can not be replaced with any milk. WHO health facts state that Indonesia's assessment of birth ranks with the highest premature birth rates in the world. In addition, in the period 2017-2019 every 100,000 live births more than a third were born in an orphan state. Likewise, the ASI donor process in Indonesia has been going on for a decade through social media without the presence of appropriate education and facilities to comply with medical and shar'i provisions. Lactashare institutions engaged in the field of ASI donors try to take advantage of progress with the help of applications that can bring together donors and recipients of ASI donors precisely, quickly, easily, safely, and in accordance with Islamic sharia. This study aims to describe the process of breastfeeding donors in Lactasahre and analyze the role of Lactash until the issuance of a certificate of dairy. Review Lactashare to do the donor process in accordance with medical requirements and also the 2013 MUI fatwa on Regarding ASI Donors need to be issued a certificate to avoid one-off marriage.Keywords: Radha’ah, Donor ASI and Lactashare.INTISARIPada zaman Nabi rodho’ah hanya dilakukan secara langsung dengan menghisap puting ibu susuan, namun pada masa sekarang donor ASI juga banyak dilakukan secara tidak langsung yaitu yang diambil dari tempat penyimpanan atau dalam bank ASI. Pentingnya ASI bagi bayi usia 0-6 bulan menjadikan ASI sebagai makanan pokok bayi yang kandungan gizinya tidak dapat digantikan dengan susu apapun. Fakta kesehatan WHO menyatakan bahwa Indonesia menduduki peringkat kelima dengan tingkat kelahiran bayi premature tertinggi sedunia. Selain itu dalam kurun waktu 2017-2019 setiap 100.000 kelahiran bayi hidup terdapat lebih dari sepertiganya lahir dalam keadaan piatu. Begitupun proses donor ASI di Indonesia telah satu decade terjadi melalui media sosial tanpa adanya edukasi dan fasilitas yang memadai agar sesuai dengan ketentuan medis dan syar’i. Lactashare sebagai lembaga yang bergerak dalam bidang donor ASI mencoba memanfaatkan kemajuan teknologi dengan menciptakan sebuah aplikasi yang dapat mempertemukan antara pendonor dan penerima donor ASI secara tepat, cepat, mudah, aman, dan sesuai syari’at Islam. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses donor ASI di Lactasahre dan menganalisis peran Lactashare hingga menerbitkan sertifikat sepersusuan. Hasilnya Lactashare melakukan proses donor sesuai dengan ketentuan medis dan juga merujuk pada Fatwa MUI tahun 2013 tentang Seputar Donor ASI hingga mengeluarkan sertifikat sepersusuan untuk menghindari terjadinya pernikahan sepersusuan.Kata Kunci: radha’ah, donor ASI, Lactashare. 
Pernikahan Adat Dayak Ngaju Perspektif Hukum Islam (Studi di Kabupaten Gunung Mas Kalimantan Tengah) Surya Sukti; Munib Munib; Imam S Arifin
El-Mashlahah Vol 10, No 2 (2020)
Publisher : INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/maslahah.v10i2.2284

Abstract

ABSTRACTDayak traditional marriage is a solution for those who have problems doing marriage according to the marriage law, such as underage marriages, interfaith marriages, there are even those who are married in customary ways then they live together and after a long time carry out marriage according to Islamic law. From the findings in the field, there are those who marry according to custom and after having new children marry in Islam. This phenomenon is very interesting to discuss and research, especially from the perspective of Islamic law. The requirement for a Dayak customary marriage is 17 points and this is quite heavy for the bridegroom, so do not enforce it, especially for the less fortunate prospective groom. Considering that many of the traditional Dayak marriages originate from the Hindu Kaharingan religion and some of them are against Islamic law, it is better for those who are married to be Muslim, so when opening the lawang sekepeng drinking tuak is replaced by drinking milk or other halal drinks. If there is a customary law that is against Islamic law, then the customary law should be defeated, such as interfaith marriage and underage marriage as well as traditional marriage and then gather as husband and wife before marriage in Islam.Keywords: Customary Marriage, Dayak Ngaju and Islamic Law.INTISARIPerkawinan adat dayak merupakan solusi bagi yang bermasalah melakukan perkawinan menurut undang-undang perkawinan, seperti nikah di bawah umur, nikah beda agama, bahkan masih ada yang nikah secara adat kemudian mereka hidup berkumpul dan setelah lama baru melaksanakan pernikahan secara syari’at Islam. Dari temuan di lapangan ada yang menikah secara adat dan setelah mempunyai anak baru menikah secara Islam. Fenomena ini sangat menarik untuk dibahas dan diteliti, apalagi ditinjau dari perspektif hukum Islam. Persyaratan pernikahan adat dayak ada 17 poin dan ini cukup berat bagi mempelai laki-laki, oleh sebab itu jangan dipaksakan terutama bagi calon mempelai laki-laki yang kurang mampu. Mengingat pernikahan adat dayak itu banyak bersumber dari agama Hindu Kaharingan dan di antaranya ada yang bertentangan dengan hukum Islam, sebaiknya bagi yang menikah itu beragama muslim maka ketika membuka lawang sekepeng itu minum tuak diganti dengan minum susu atau minuman lainnya yang halal. Jika ada hukum adat yang bertentangan dengan hukum Islam maka sebaiknya hukum adat dikalahkan, seperti nikah beda agama dan nikah di bawah umur serta nikah adat kemudian berkumpul sebagaimana suami isteri sebelum nikah secara Islam.Kata Kunci: Pernikahan Adat, Dayak Ngaju dan Hukum Islam.
Konsep Urf sebagai Sumber Hukum dalam Islam Dar Nela Putri
El-Mashlahah Vol 10, No 2 (2020)
Publisher : INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/maslahah.v10i2.1911

Abstract

ABSTRACTProblems of an increasingly complex society require proper resolution. Islamic law that makes the Al-Qur'an and al-Hadith as the main reference there is a time does not explain Islamic law in detail, while Muslims must live their lives according to Islamic rules, norms and laws are required to always be relevant to the development of increasingly complex times. Ijtihad is needed in dealing with this problem, one of the products of ijtihad is t urf which can be used as a solution and as a source of Islamic law. The method used in this study is a descriptive qualitative analysis research method and includes a type of research that is literature study. Now ‘Urf is something that is known by many people and done by them, both from words or deeds or something left behind. This article discuss the concept of urf which can be used as a source of Islamic law. The results of the discussion of the concept are First, 'Urf must apply continuously or mostly apply. Second, 'Urf which is the legal source for an action must be present at the time the action is held. Third, there is no affirmation (nash) that is contrary to 'URF. Fourth, the use of 'urf will not lead to the exclusion of certain texts from the shari'ah because the texts of shara' must take precedence over 'urf.Keywords: The 'urf Concept, Source of Islamic Law, and Ijtihad Ulama.INTISARIPermasalahan masyarakat yang semakin kompleks menghendaki adanya penyelesaian dengan tepat namun tetap sesuai dengan  hukum Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Al-hadist sebagai rujukan utamanya.  Terkadang ada yang tidak dijelaskan oleh keduanya,  ummat Islam harus menjalankan kehidupannya sesuai aturan, norma dan hukum Islam dituntut untuk selalu relevan terhadap perkembangan zaman yang semakin kompleks, maka diperlukan ijtihad para ulama dalam menangani problem ini yang salah satu produk ijtihadnya adalah ‘urf. ‘Urf dapat dijadikan solusi dan sebagai salah satu sumber dalam  hukum Islam. ‘Urf ialah sesuatu yang telah diketahui oleh orang banyak dan mereka mengerjakannya. Artikel ini akan membahas konsep ‘urf  yang dapat dijadikan sebagai sumber hukum Islam tersebut. Adapun hasil pembahasan dari  konsep tersebut adalah Pertama, 'Urf harus berlaku secara kontiniu. Kedua, 'Urf yang dijadikan sumber hukum bagi suatu tindakan harus terdapat pada waktu diadakannya tindakan tersebut. Ketiga, Tidak terdapat  penegasan (nash) yang berlawanan dengan 'urf. Keempat, 'urf digunakan dengan tidak mengesampingkan nash yang pasti dari syari`at.  Sebab nash-nash syara` harus diutamakan atas 'urf.Kata Kunci: Konsep 'urf, Sumber Hukum Islam, dan Ijtihad Ulama.
Sewa Rahim Antara Pro dan Kontra Fika Aufani Kumala
El-Mashlahah Vol 10, No 2 (2020)
Publisher : INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/maslahah.v10i2.1938

Abstract

ABSTRACTOne of the marriage’s aim is to have offspring. It is commonly coveted by newly married couples. Various methods are used, but reality not all spouses are able to have a biological child. This can be caused by infertility or diseases. Nowadays, medical technology gives alternative way for intended parent with surrogate mother. However, this practice has gained attention among society and scholars. Some of them agree this practice and the others forbid it. Their opinions who forbid surrogacy more observe to social aspect. This practice can attract to the standard of animal life and the occurrence of mixing nasab. In the ethical aspect, inserting seeds into another woman's womb is forbidden (harām) based on the ḥadīth of Prophet Mohammed Saw. This practice can eliminate the nature of motherhood and damage the order of life. The opinion that allows practice of surrogacy is more emphasis on the concept of emergency, where the desire to get offspring is high. The results of this research indicate that the practice of surrogate mother cannot be categorized as an emergency and urgent matter because the subject of this practice is not fill requirement.Keywords: Surrogate Mother, Children, Disease, Emergency.INTISARISalah satu tujuan dari perkawinan adalah untuk memperoleh keturunan, hal ini lazim diinginkan bagi pasangan suami istri yang baru menikah. Berbagai cara dilakukan untuk dapat memiliki anak, namun dalam kenyataannya tidak semua pasangan suami istri mampu menghasilkan keturunannya sendiri, hal ini dapat disebabkan karena adanya kelainan atau cacat/penyakit yang membuat pasangan tersebut tidak dapat mengahasilkan keturunan. Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi yang semakin berkembang lantas memberikan alternatif dengan jalan sewa rahim bagi pasangan yang ingin memiliki keturunannya sendiri namun terhalang oleh suatu penyakit atau kelainan. Namun hadirnya praktik sewa rahim ini juga menjadi perdebatan di berbagai kalangan masyarakat dan ulama, ada yang membolehkan juga ada yang melarangnya, Diantara pendapat yang melarangnya lebih meninjau dari segi sosial, dapat menarik ketaraf kehidupan binatang dan terjadinya pencampuran nasab. Segi etika, bahwa memasukkan benih ke rahim wanita lain hukumnya haram berdasarkan hadis Nabi serta bagi seorang wanita bisa menghilangkan sifat keibuannya dan dapat merusak tatanan kehidupan. Adapun pendapat yang membolehkan lebih menekankan pada konsep darurat, dimana keinginan untuk memperoleh keturunan sangatlah besar. Namun hasil dari penelitian ini mengkaji bahwa praktik sewa rahim tidak dapat dikategorikan sebagai hal yang darurat dan mendesak, karena pelaku praktik sewa rahim tidak memenuhi persyaratan sebagai seseorang yang bisa dikatakan dalam kondisi darurat.Kata Kunci: Sewa Rahim, Anak, Penyakit, Kelainan. 
Konstribusi Muhammad Aṭ-Ṭāhir Ibnu ‘Āsyūr terhadap Maqāṣid Asy-Syarī’ah Darul Faizin
El-Mashlahah Vol 11, No 1 (2021)
Publisher : INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/elma.v11i1.2067

Abstract

This paper discusses the concept of Ibn ‘Āsyūr's maqāṣid asy-syarī'ah in his renewal of the previous maqāṣid asy-syarī'ah. Based on the results of the author's study, there are some important things that became the idea of renewing Ibn ‘Āsyūr; first: the idea of liberating (istiqlāl) maqāṣid asy-syarī'ah from the discipline of the Uṣūl Fiqh to become a discipline that stands alone. Second: three sources in establishing the maqāṣid asy-syarī'ah, namely; istiqrā', the Qur'an which has clear legal reasons, and the Sunnah mutawātir. Third: maqāṣid asy-syarī’ah has three levels (martabah), namely; definite (qaṭ’iy), approaching definite (qarīban min al-Qaṭ’iy), and conjecture (ẓanniy). Fourth: maqāṣid asy-syarī’ah is divided into two kinds; maqāṣid asy-syarī’ah al-‘ammah and maqāṣid asy-syarī’ah al-khaṣṣah. In the maqāṣid asy-syarī’ah al-‘ammah there are four basic foundations of the Shari'a; fitrah (al-fitrah), moderate (as-samāḥah), egalitarian (al-musāwāh) and freedom (al-hurriyah). Whereas maqāṣid asy-syarī’ah al-khaṣṣah works to implement maqāṣid asy-syarī’ah al-‘ammah in certain laws.Keywords: Ibnu ‘Āsyūr, maqāṣid asy-syarī’ah and uṣul fiqh.Tulisan ini membahas gagasan maqāṣid asy-syarī’ah Ibnu ‘Āsyūr dalam pembaharuannya terhadap maqāṣid asy-syarī’ah sebelumnya. Berdasarkan hasil telaah penulis, ada beberapa hal penting yang menjadi gagasan pembaharuan  Ibnu ‘Āsyūr; pertama: gagasan membebaskan (istiqlāl) maqāṣid asy-syarī’ah dari disiplin ilmu usul fikih menjadi suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Kedua: tiga sumber dalam menetapkan maqāṣid asy-syarī’ah, yaitu; istiqrā’, al-Qur’an yang memiliki kejelasan alasan hukum, dan sunnah mutawātir. Ketiga: maqāṣid asy-syarī’ah memiliki tiga tingkatan (martabah), yaitu; pasti (qaṭ’iy), mendekati pasti (qarīban min al-Qaṭ’iy), dan dugaan (ẓanniy). Keempat: maqāṣid asy-syarī’ah terbagi dua macam; maqāṣid asy-syarī’ah al-‘ammah dan maqāṣid asy-syarī’ah al-khaṣṣah. Dalam maqāṣid asy-syarī’ah al-‘ammah terdapat empat pondasi dasar syariat; fitrah (al-fitrah), moderat (as-samāḥah), egaliter (al-musāwāh) dan kebebasan (al-hurriyah). Sedangkan maqāṣid asy-syarī’ah al-khaṣṣah bekerja mengimplementasikan maqāṣid asy-syarī’ah al-‘ammah dalam hukum-hukum tertentu.Kata Kunci: Ibnu ‘Āsyūr, maqāṣid asy-syarī’ah dan uṣul fiqh.
Perbandingan Hukum Pidana Perzinaan di Malaysia dan Brunei Darussalam Sudarti Sudarti
El-Mashlahah Vol 11, No 1 (2021)
Publisher : INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/elma.v11i1.2643

Abstract

 Malaysia and Brunei Darussalam are country which is being in  Southeast Asia Area, the majority is population of religion islam. Both of them have equality and difference in applying islamic law about criminal sanction in adultery such as contained in Enakmen Jenayah Syariáh Selangor Number 9 in 1995 and Kanun Jenayah Syariáh Brunei Darussalam.  The research is aim to analysis the problem of criminal sanction in adultery Enakmen Syariáh Selangor Number 9 in 1995 and Kanun Jenayah Syariah Brunei Darussalam that used maqasid syariah such as methodology. Type of research will  be used library research by  analytical descriptive method. The results show the aspect of daruriyyah, who applied by punishment for the adultere are the aspect of keeping offspring  (hifdz al-asl). The aspect is related to children’s rights and  the civil relationship between a child with their biological parents.Keywords: the crime of adultery, Enakmen Jenayah Syari'ah Selangor Number 9 of 1995, Kanun Jenayah Syari'ah Brunei Darussalam, maqasid ash-sharia.Malaysia dan Brunei Darussalam merupakan negara yang berada di kawasan Asia Tenggara yang memiliki penduduk yang mayoritasnya beragama Islam. Kedua wilayah ini memiliki persamaan maupun perbedaan dalam pemberlakuan syariat Islam tentang penerapan sanksi tindak pidana perzinaan di wilayahnya sebagaimana yang terdapat dalam Enakmen Jenayah Syari’ah Selangor Nomor 9 Tahun 1995 dan Kanun Jenayah Syari’ah Brunei Darussalam. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persoalan tindak pidana perzinaan dalam Enakmen Jenayah Syari’ah Selangor Nomor 9 Tahun 1995 dan Kanun Jenayah Syari’ah Brunei Darussalam dengan menggunakan maqa>s{id asy-syari>’ah. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pustaka dengan metode deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek d{aru>ri>yyat yang berkenaan dengan hukuman bagi pelaku zina adalah aspek pemeliharaan keturunan (h{ifż al-nasl). Aspek ini merupakan aspek yang berkaitan dengan hak-hak anak dan hubungan keperdataan seorang anak dengan orangtua kandungnya, dalam hal ini adalah ayah biologisnya.Kata Kunci: tindak pidana perzinaan, Enakmen Jenayah Syari’ah Selangor Nomor 9 Tahun 1995, Kanun Jenayah Syari’ah Brunei Darussalam, maqa>s{id asy-syari>’ah.
The Mustahik Zakat in Various Dimensions of Fiqh in Era Society 5.0 Desi Refnita
El-Mashlahah Vol 11, No 1 (2021)
Publisher : INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/elma.v11i1.2285

Abstract

This article will discuss mustahik zakat, who are the groups who will receive "mustahik" zakat, and what are the conditions for recipients (mustahik) zakat and who are not entitled to receive zakat in era society 5.0. Mustahik zakat is people who are entitled to receive zakat assets. Groups of zakat recipients, namely, needy, poor, who organize and deliver, converts, slave servants, people in debt, fi Sabilillah, and traveling (Ibnu Sabil). We conducted literature studies, and descriptive analysis approaches the theory and reality in distributing zakat from various thought reviews schools. According to Imam Syafi'i, people who are in debt are also entitled to receive zakat. However, not everyone who owes a lot is entitled to receive zakat. This paper is taken from several references on zakat fiqh, especially mustahik zakat. It is developed in the discussion of zakat recipients such as leaders with weak faith or non-Muslims who are feared that it will create chaos. Acceptance and payment of zakat are more transparent, and era society 5.0 is in line with technological developments. It is hoped that the amount of zakat collection and distribution will be maximized.Keywords: Zakat, Fiqh, and Era Society 5.0.Artikel ini membahas mustahik zakat, siapa saja golongan yang akan menerima zakat “mustahik”, dan bagaimana syarat penerima (mustahik) zakat dan siapa yang tidak berhak menerima zakat di era society 5.0. Mustahik zakat adalah orang yang berhak menerima zakat harta. Kelompok penerima zakat, yaitu fakir, miskin, yang mengatur dan mengantarkan, mualaf, hamba, orang terlilit hutang, fi Sabilillah, dan musafir (Ibnu Sabil). Kami melakukan studi literatur, dan pendekatan analisis deskriptif teori dan realitas dalam pendistribusian zakat dari berbagai tinjauan pemikiran mazhab. Menurut Imam Syafi'i, orang yang berhutang juga berhak menerima zakat. Namun, tidak semua orang yang berhutang banyak berhak menerima zakat. Tulisan ini diambil dari beberapa referensi tentang zakat fiqh, khususnya mustahik zakat. Hal ini berkembang dalam diskusi penerima zakat seperti para pemimpin yang lemah iman atau non-Muslim yang dikhawatirkan akan menimbulkan kekacauan. Penerimaan dan pembayaran zakat lebih transparan, dan era society 5.0 sejalan dengan perkembangan teknologi. Diharapkan jumlah penghimpunan dan penyaluran zakat dapat dimaksimalkan.Kata Kunci: Zakat, Fiqh, dan Era Society 5.0. 

Page 6 of 17 | Total Record : 167