cover
Contact Name
laili
Contact Email
laili.wahyunita@iain-palangkaraya.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
maslahah@iain-palangkaraya.ac.id
Editorial Address
G. Obos St., Islamic Centre, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Indonesia, Postal Code 73112
Location
Kota palangkaraya,
Kalimantan tengah
INDONESIA
El-Mashlahah
ISSN : 20891790     EISSN : 26228645     DOI : 10.23971
Core Subject : Social,
Jurnal eL-Maslahah adalah Jurnal yang dikelola oleh Fakultas Syariah IAIN Palangka Raya, terbit dua kali dalam setahun (Juli dan Desember) sebagai wahana transfer dan komunikasi ilmu dalam aspek Syariah, Hukum Islam, Hukum Positif, Hukum Ekonomi Syariah, dan kajian-kajian Keislaman Kontemporer
Arjuna Subject : -
Articles 167 Documents
PENALARAN FIK{IH TERHADAP RUMUSAN ANCAMAN PIDANA TA’ZI>R PADA PELAKU KHALWAT DALAM QANUN ACEH NO. 6 TAHUN 2014 Ali Geno Berutu
El-Mashlahah Vol 9, No 2 (2019)
Publisher : INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/maslahah.v9i2.1294

Abstract

Islam dengan tegas melarang melakukan zina, sementara khalwat/mesum  merupakan wash}ilah atau peluang untuk terjadinya zina. Hal ini mengindikasikan bahwa perbuatan zina terjadi disebabkan adanya perbuatan lain yang menjadi penyebab terjadinya zina, maka khalwat (mesum) juga termasuk salah satu jari>mah (perbuatan pidana) dan diancam dengan ‘uqu>bat ta’zi>r. Khalwat dilarang dalam Islam karena perbuatan ini bisa menjerumuskan orang kepada zina yakni hubungan suami istri di luar perkawinan yang sah. Di Aceh Khalwat merupakan suatu tindak pidana yang telah diatur dalam Qanun 14 Tahun 2003 dan Qanun 6 Tahun 2014 tapi yang menjadi pertanyaan mendasar dalam peneyelesaian kasus khalwat di Aceh selama ini adalah apa yang menjadi ukuran seseorang yang dikatakan telah melakukan pelanggaran/berbuat khalwat tersebut.
CITA HUKUM DAN SISTEM NILAI ETIKA ADVOKAT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA HUKUM KELUARGA ISLAM Jefry Tarantang
El-Mashlahah Vol 9, No 2 (2019)
Publisher : INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/maslahah.v9i2.1693

Abstract

The purpose of the advocacy process in resolving Islamic family law disputes is to bring about justice, so that it requires treatment and advocacy in accordance with Islamic teachings that originate from the Koran and hadith by promoting commendable morals. This condition is a legal ideal (rechtsidee) and an ethical value system for advocates in resolving Muslim family law disputes. This research is a normative legal research with a statue approach, a conceptual approach and a philosophical/ushul fiqh approach (philosophy of Islamic law approach) then analyzed qualitatively. The ideals of the law and the ethical value system of advocates in the resolution of Islamic family law disputes are not limited to justice in positive law but also explore broader values and principles beyond positive law. These values and principles can be found through legal foundations and principles, namely the foundation of the Koran and Hadith, the basis of laws and regulations consisting of Pancasila and the 1945 Constitution, Law Number 18 of 2003 Concerning Advocates, and the Indonesian Advocate Code of Ethics for the Year 2002, philosophical foundation, theoretical foundation, juridical foundation, and sociological foundation which become advocate ethical values system through values, norms, and morals that have concepts and are interrelated and complement each other in the advocate ethics system through basic values then are translated into instrumental and concrete values be a praxis value in resolving Islamic family law disputes.
SEBUAH TINJAUAN TERKAIT HAK DASAR KAUM DIFABEL DALAM BINGKAI KESETARAAN WARGA NEGARA Rahmad Rahmad
El-Mashlahah Vol 9, No 2 (2019)
Publisher : INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/maslahah.v9i2.1349

Abstract

Kaum disabilitas merupakan bagian masyarakat yang tidak terpisahkan. Mereka seringkali mendapat perlakuan yang tidak adil, misalnya saja dalam akses fasilitas sosial yang cenderung tidak ramah terhadap mereka. Negara telah mengeluarkan dasar hukum terkait perlindungan mereka, secara yuridis negara  sudah mempersiapkan instrumen terkait. Tetapi yang menjadi permasalahan adalah sejauh mana implementasi aturan tersebut di masyarakat. Tulisan ini coba menelaah dasar hukum terkait permasalahan tersebut yang coba di kaitkan dengan ideologi Pancasila. Apabila kita telaah melalui ideologi bangsa ini dalam jabaran pada butir-butir penjelmaannya juga menunjukkan bagaimana kesetaraan dan keadilan menjadi sangat diperhatikan. Khusus bidang pendidikan, dasar hukum terkait telah lengkap ada dan lengkap serta sesuai tingkatan, untuk akses yang berkeadilan dalam bidang pendidikan. Beberapa fakta ini tentu menunjukkan bahwa Pancasila dengan operasionalisasinya yang tertuang dalam butir-butir pada silanya, kemudian dengan konstitusi tertulisnya yaitu Undang-Undang Dasar 1945 baik sebelum amandemen maupun sesudah amandemen. Hal tersebut menunjukkan bahwa Negara dengan ideology Pancasila dan dasar hukum lainnya telah memberi sebuah bukti bagaimana Pancasila telah membuktikan sebagai sebuah ideology yang meletakkan harkat dan martabat manusia menjadi sama atau tidak ada perbedaaan karena asal usul ataupun bentuk fisik yang berbeda.
KEDUDUKAN FATWA DALAM KONSTRUKSI HUKUM ISLAM Ibnu Elmi AS Pelu
El-Mashlahah Vol 9, No 2 (2019)
Publisher : INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/maslahah.v9i2.1692

Abstract

Fatwas as a result of human thought use the main legal sources, but can be categorized into ijtihad, because the process of determining fatwas is done through methods determined by the science of ushul fiqh. In judicial practice in Indonesia, fatwas can be included as legal experts' opinions. Fatwa is a legal opinion or opinion on Islamic law on considerations that can be taken from legal sources as legal considerations for judges to give decisions. Fatwas are issued by Islamic scholars or jurisprudents who are able to raise the problem of needs that require basic answers on the basis of the law about activities or activities that can be religious or non-religious in nature. Fatwa becomes one of the sessions in Islamic law to provide answers and solutions to problems raised by the people. While the Muslims at the time of the fatwa as a reference in contradiction and behavior. The position of the fatwa among the general public, is like the argument among the mujtahids (al-Fatwa fi Haqqil 'Ami kal Adillah fi Haqqil Mujtahid), that is, the placement of the fatwa in the construction of Islamic law that asks for the proposition of the mujtahid. The position of fatwa in the construction of Islamic law becomes the legal basis for an act or activity which is good in nature muamalah. The classic fatwa that was transferred (ikhtiyariah) or a choice that is not legally binding.However, associating morals with mustafti or someone who requests a fatwa. This is reinforced through the theory of acceptance of Islamic law, which is the basis of the obligation of every Muslim to approve and comply with Islamic law, the source of which is fatwa, both from philosophical, juridical, and sociological sources.
Penerapan Sanksi Tindak Pidana Adat Dayak (Singer/Denda) Terhadap Pelaku Pembakaran Hutan dan Lahan Di Wilayah Kalimantan Tengah Citranu Citranu
El-Mashlahah Vol 10, No 1 (2020)
Publisher : INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/maslahah.v10i1.1786

Abstract

ABSTRACTThis paper aims to determine the benefits of applying Adat Dayak criminal sanctions against perpetrators of burning forests and land in Central Kalimantan. This study uses a normative method with a conceptual approach. The results of this study include the renewal of Adat Dayak law and the application of sanctions for criminal acts in the form of singers against perpetrators of forest or land burning, which must be carried out because they are in accordance with community developments and natural conditions that are increasingly alarming, especially smog disasters caused by forest or land fires occurred in Central Kalimantan. Burning forests or land at this time can be categorized as an act against Adat Dayak law and is contrary to the Belom Bahadat term as article 96 of the Tumbang Anoi Peace Agreement. The benefit of implementing Adat Dayak criminal sanctions against perpetrators of burning forests or land is to restore the damaged balance between humans and God, humans and humans and humans with nature, by performing rituals following the beliefs of Dayak indigenous peoples. Another benefit is the harmonization of national law with the Adat Dayak law for order in the Adat Dayak community.Keywords: Sanctions, Adat criminal acts and Dayak Central Kalimantan INTISARITulisan ini bertujuan mengetahui manfaat penerapan sanksi tindak pidana adat dayak terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan di wilayah kalimantan tengah. Kajian ini menggunakan metode normatif dengan pendekatan konseptual. Hasil dari kajian ini meliputi Pembaharuan hukum adat dayak dan penerapan sanksi tindak pidana adat berupa singer terhadap pelaku pembakaran hutan atau lahan harus dilakukan karena menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat dan keadaan alam yang sudah semakin memprihatinkan, terutama bencana kabut asap yang diakibatkan oleh kebakaran hutan atau lahan yang terjadi diwilayah kalimantan tengah. Pembakaran hutan atau lahan pada saat ini dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum adat dayak dan bertentangan dengan istilah Belom Bahadat sebagaimana Pasal 96 Perjanjian Damai Tumbang Anoi. Manfaat diterapkannya sanksi tindak pidana adat dayak terhadap pelaku pembakaran hutan atau lahan adalah mengembalikan keseimbangan yang rusak antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia serta manusia dengan alam, dengan cara melakukan ritual sesuai dengan keyakinan masyarakat adat dayak. Manfaat lainnya adalah melakukan harmonisasi hukum nasional dengan hukum adat dayak guna ketertiban didalam masyarakat adat dayak.Kata Kunci: Sanksi, Tindak Pidana Adat dan Dayak Kalimantan Tengah
Fasakh Nikah is Talak Khulu ' in the Perceptive of Muqaranah Mazahib Fil Al-Fiqh and Maqashid Syari'ah Nurhadi Nurhadi
El-Mashlahah Vol 10, No 1 (2020)
Publisher : INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/maslahah.v10i1.1421

Abstract

ABSTRACTFasakh nikah or khulu' is the husband's divorce right which is given to his wife to break away from the marriage bond which is considered to have no benefit. This study is a study of muqaranah mazahib fil al-fiqh. Khulu 'according to the school of Daud al-Zhahiri, Ibnu Hazm represented, argues that the khulu' is the king's divorce (talak that can be reconciled). According to the Hanbali School represented by Ibn Qudamah that khulu‘ is the fasakh of marriage. Strengthened by Imam Ahmad with the argument of the authentic hadith of Ibn Abbas, as well as the opinion of the Shafi'iyyah school. The maqasid syari'ah review of khulu' in marriage with the maqasid Ammah and Khassah approach, then analyzed using circular theory by understanding the meaning of khulu' based on general benefit, then khulu 'is the wife's divorce, because talak can basically arise from the husband referred to as the rights of divorce and also from the wife referred to as divorce divorce or khulu' or fasakh. Then the wisdom of khulu’ is the solution to the incomplete household that is not resolved, so that the wife is not neglected, the law allows the wife of the talak or divorces the husband with the concept of khulu’ or fasakh in the religious court (sharia court), in return for divorce rights for the wife.Keywords: Fasakh Nikah, Talak Khulu' and Maqashid Syari'ahINTISARIFasakh nikah atau khulu' adalah hak perceraian suami yang diberikan kepada istrinya untuk melepaskan diri dari ikatan pernikahan yang dianggap tidak memiliki manfaat. Penelitian ini adalah penelitian muqaranah mazahib fil al-fiqh. Khulu' menurut mazhab Daud al-Zhahiri, Ibnu Hazm mewakili, berpendapat bahwa khulu' adalah perceraian (talak yang dapat direkonsiliasi). Menurut mazhab Hanbali diwakili oleh Ibn Qudamah bahwa khulu‘ adalah fasakh pernikahan. Diperkuat oleh Imam Ahmad dengan argumen hadis shahih Ibnu Abbas, serta pendapat mazhab Syafi'iyyah. Maqasid syari'ah mengulas khulu' dalam pernikahan dengan maqasid Ammah dan Khassah, kemudian dianalisis menggunakan teori sirkular dengan memahami makna khulu' berdasarkan manfaat umum, maka khulu' adalah perceraian istri, karena talak pada dasarnya dapat timbul dari suami sebagai hak perceraian dan juga dari istri disebut perceraian atau khulu' atau fasakh. Maka khulu' merupakan solusi untuk permasalahan rumah tangga yang tidak dapat diselesaikan, sehingga hak istri tidak diabaikan, hukum memperbolehkan istri menceraikan suami dengan konsep khulu' atau fasakh di pengadilan agama, sebagai imbalan atas hak perceraian untuk istri.Kata Kunci: Fasakh Nikah, Talak Khulu’ dan Maqashid Syariah
Kontrak Waralaba Perspektif Teori Multi Akad (Analisis Kontrak Waralaba Makanan Seblak Coy di Surakarta) Devi Nilam Sari
El-Mashlahah Vol 10, No 1 (2020)
Publisher : INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/maslahah.v10i1.1869

Abstract

ABSTRACTFranchise is an agreement regarding the method of distributing goods or services to consumer. This business must be run according to the procedure and manner specified by the franchisor to the franchisee. Franchise contracts in Indonesia have legal provisions issued by government authorities to bring order to regulate franchise business activities. On the other hand, to protect Indonesian people who are predominantly muslim, it is necessary to study the legal clarity of the franchise business in therm of Islamic law. The focus of the problem in this research is how the franchise contract according to the perspective of multi-contract theory. Seblak Coy is one of the culinary franchise business in Indonesia wich is the object of this research, and uses multi-contract theory as the contract analysis knife. This research is a qualitative descriptive study using secondary data sources such us using books on franchising and research related contract as a theory of analysis and primari sources from direct interviews with Seblak Coy owners. The result showed that the franchise practices carried out by the culinary business of Seblak Coy belong to the multi-contract category, and the elements have been fulfilled because the contract that occur are interdependent with each other, namely the musyarakah, ijarah, ibtikar (copyright). This is known through analysis that shows the fulfillment of multi-contract elements contained in the franchise contract in Seblak Coy.Keyword: Franchisor, Franchisee, Musyarakah, Ijarah, Ibtikar. INTISARIWaralaba merupakan sebuah perjanjian mengenai metode pendistribusian barang ataupun jasa kepada konsumen. Usaha ini harus dijalankan sesuai prosedur dan cara yang ditetapkan oleh franchisor kepada franchisee. Kontrak Waralaba di Indonesia terdapat ketentuan hukum yang dikeluarkan oleh otoritas pemerintah untuk menertibkan kegiatan bisnis waralaba. Di sisi lain, untuk melindungi masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, perlu dikaji kejelasan hukum dari bisnis waralaba tersebut dipandang dari sudut hukum Islam. Fokus masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kontrak waralaba menurut perspektif teori multi akad. Seblak Coy merupakan salah satu bisnis waralaba kuliner di Indonesia yang menjadi objek penelitian ini, dan menggunakan tori multi akad sebagai pisau analisis kontraknya. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan sumber data sekunder seperti menggunakan buku-buku mengenai waralaba dan akad-akad terkait penelitian sebagai teori bahan analisis dan sumber primer dari wawancara langsung dengan pemilik Seblak Coy. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik waralaba yang dilakukan oleh usaha kuliner Seblak Coy termasuk kedalam kategori multi akad, dan telah terpenuhi unsur-unsurnya karena akad yang terjadi saling berketergantungan satu sama lain, yaitu akad musyarakah, akad Ijarah dan Ibtika>r (hak cipta). Hal tersebut diketahui melalui analisis yang menunjukkan terpenuhinya unsur-unsur multi akad yang terdapat pada kontrak waralaba di Seblak Coy.Kata Kunci: Franchisor, Franchisee, Musyarakah, Ijarah, Ibtikar.
QIYAS IMPLIKASINYA SEBAGAI SALAH SATU METODE ISTINBĀṬ AL-ḤUKM Putri, Wisra Okta; Okta, Fauzuni Kurnia
El-Mashlahah Vol 10, No 1 (2020)
Publisher : INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/maslahah.v10i1.1723

Abstract

Salah satu metode penggalian hukum Islam yang banyak dikenal dalam kajian usul fikih adalah qiyas.Qiyas sangat populer di kalangan ulama mazhab Syafi?i. Secara sederhana, qiyas dapat diartikan sebagai upaya menyamakan suatu hukum dari peristiwa yang tidak memiliki nas hukum dengan peristiwa yang sudah memiliki nas hukum, sebab adanya persamaan ?illat. Adapun artikel ini mencoba menelaah qiyas sebagai salah satu metode dalam istinb?? al-?ukm dengan memaparkan beberapa aspek termasuk unsur-unsur, prasyarat dan tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh seorang mujtahid yang hendak menggali hukum Islam melalui metode qiyas.
Omnibus Law Dalam Tinjauan Hifdzul Mal Mohammad Farid Fad
El-Mashlahah Vol 10, No 1 (2020)
Publisher : INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/maslahah.v10i1.1768

Abstract

The government has initiated the omnibus law nomenclature which was triggered by the overlapping and disharmonious implementation of laws and regulations regarding licencing in various sectors which aims at resolving business licencing constraints to lure investors and resolve taxation issues in Indonesia. However, the implementation of omnibus law needs to be reviewed on its benefits in perspective of maqashid syari’ah particularly hifdzul mal concept mainly related to the effectiveness of using the budget to create a conducive tax and investment climate. The qualitative method was used in this research. Descriptive-analytical method was then used to analyze collected data. The results showed that the purpose of establishing omnibus law is to fulfil an urgent need for a concise solution to conflicting laws and regulations, both vertically and horizontally for the benefits and consistency of such conflicting laws. Omnibus law is needed in order to maintain the stability of the State's economy (hifdzul mal) since it is time consuming and costly to address the laws one by one.Keywords: omnibus law, investment, taxation, hifdzul mal. AbstrakBelakangan ini, nomenklatur omnibus law digagas oleh pemerintah yang bermula dari fenomena tumpang tindihnya atau disharmoni peraturan perundang-undangan yang disebut di atas yaitu terkait perizinan di berbagai sektor, yang bertujuan untuk menyelesaikan hambatan perizinan usaha sehingga menarik para investor untuk menanamkan investasinya dan persoalan perpajakan di Indonesia. Namun penggunaan omnibus law ini perlu ditinjau dari sisi kemaslahatannya, dalam perspektif maqashid syari’ah, khususnya konsep hifdzul mal, utamanya terkait efektivitas penggunaan anggaran demi tercapainya iklim investasi dan perpajakan yang kondusif. Jenis metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Setelah data terkumpul, akan dilakukan analisis dengan menggunakan metode deskriptif-analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tujuan dari pembentukan RUU omnibus law adalah dikarenakan ada kebutuhan mendesak untuk teknik merumuskan undang-undang yang mengubah lebih dari satu peraturan yang relevan, demi menciptakan kemaslahatan dan konsistensi berbagai undang-undang. Omnibus law diperlukan karena berdasarkan pertimbangan kemaslahatan demi menjaga kestabilan perekonomian Negara (hifdzul mal), sebab bila dibenahi satu persatu maka akan memerlukan waktu yang lama dan biaya yang banyak.
KOMPARATIF HUKUM ACARA PIDANA POSITIF DAN HUKUM ACARA PIDANA ISLAM (JINAYAH) ACEH DALAM PROSES PENYIDIKAN Dahyul Daipon
El-Mashlahah Vol 10, No 1 (2020)
Publisher : INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23971/maslahah.v10i1.1780

Abstract

AbstractThis research aims to examine the differences of investigation process between the book of Procedural Criminal Law Constitution (KUHAP) or the Constitution number 8 of 1981 about Positive Procedural Criminal Law and Qanun Aceh number 7 of 2013 about Jinayat Procedural Law. The method used is the yuridis normative law research method. The Identification of problem is How is the investigation process based on the book of Procedural Criminal Law Constitution (KUHAP)? How is the investigation process based on Qonun Aceh number 7 of 2013 about Jinayat Procedural Law? What is the differences of investigation process based on Positive Procedural Criminal Law and Qanun Aceh number 7 of 2013 about Jinayat Procedural Law? The Result of analysis is Investigation process in KUHAP starts of the Investigation. Enforcement, Examination, Settlement, and Submition the case file to the public presecutor, it is process of investigation that written in the Constutition number 7 of 2013 about Jinayat Procedural Law. It mentions in verse 110 until 132. The differences of investigation process based on Positive Procedural Criminal Law and Qanun Aceh number 7 of 2013 about Jinayat Procedural Law are (1)related to paradigms of investigation description that different managed, (2) related to the investigator authority, and (3) related to the direct investigation of crime/jarimah.  AbstrakTujuan penelitian ini ialah untuk mengkaji perbedaan proses penyidikan antara Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) atau Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Positif dengan Qonun Aceh Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Hukum Acara Jinayat. Adapun metode yang digunakan ialah metode penelitian hukum normatif yuridis (yuridis normative). Rumusan masalahnya ialah Bagaimana Proses Penyidikan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)? Bagaimana Proses Penyidikan menurut Qonun Aceh Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Hukum Acara Jinayat? Apa Perbedaan Proses Penyidikan menurut Hukum Acara Pidana Positif dan Qonun Aceh Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Hukum Acara Jinayat? Adapun hasil dan pembahasannya ialah Proses Penyidikan menurut KUHAP ialah mulai dari Penyelidikan. Penindakan, Pemeriksaan, Penyelesaian dan serta penyerahan berkas perkara kepada Jaksa Penuntut Umum, Bahwa proses Penyidikan yang tercatum di dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Hukum Acara Jinayat ialah tercantum di dalam Pasal 110 sampai dengan Pasal 132. Adapun terkait Perbedaan Proses Penyidikan menurut Hukum Acara Pidana Positif dan Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Hukum Acara Jinayat ialah (1) terkait tentang paradigma penjelasan penyidikan yang diatur berbeda, (2) terkait tentang wewenang penyidik dan (3) terkait dengan penyidikan langsung tindak pidana/jarimah.Kata Kunci: Proses, Penyidikan, Qonun, Aceh,

Page 5 of 17 | Total Record : 167