cover
Contact Name
Markus T. Lasut
Contact Email
lasut.markus@unsrat.ac.id
Phone
+6285298070889
Journal Mail Official
jurnal.asm@unsrat.ac.id
Editorial Address
Jurnal Aquatic Science & Management, Gedung A Lantai 1, Pascasarjana, Universitas Sam Ratulangi, Jln. Kampus UNSRAT Bahu, Manado 95115, INDONESIA
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT
ISSN : 23374403     EISSN : 23375000     DOI : https://doi.org/10.35800/jasm.v10i1.37485
Journal of AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT publishes scientific articles of original research based on in-depth scientific study in the field of aquatic science and management, covering aspects of limnology, oceanography, aquatic ecotoxicology, geomorphology, fisheries, and coastal management, as well as interactions among them.
Articles 139 Documents
Public perception on the application of eco-fishing port in Ocean Fishing Port of Bitung, North Sulawesi Zebblon, Passion Ch.; Undap, Suzanne L.; Lasut, Markus T.
AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT Vol 4, No 1 (2016): April
Publisher : Graduate Program of Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jasm.4.1.2016.14406

Abstract

Title (Bahasa Indonesia): Persepsi masyarakat terhadap penerapan eco-fishing port di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bitung, Sulawesi Utara. This study was aimed to analyze public perception on the Eco Fishing Port, in Ocean Fishing Port of Bitung, North Sulawesi. It used interviews and questionnaires to all  stakeholders of the fisheries port. The analysis employed SWOT to study internal and external factors affecting the Eco Fishing Port management. Based on the SWOT analysis, the policy strategy of the Eco Fishing Port implementation in Bitung should apply many priority action plans, such as program continuity through government and private budget collaboration, possible extension of fisheries port area, appointment of professional manager of fish landing center, product diversification, waste utilization, environmentally friendly and renewable energy utilization, and blue economic concept-based stakeholder development approach. An integrated waste water treatment installation and reporting development of environmental management plan should also be done through implementation of ISO=14.001 management and certification  In addition, increased attention needs to focus on social and economic development, periodic environmental impact analysis, environmental hygiene, port facility restructure, better management of fish landing center space, and port ecology. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persepsi masyarakat terhadap eco-fishing port (EFP) di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bitung, Provinsi Sulawesi Utara. Metode penelitian menggunakan wawancara mendalam dan kuisioner kepada seluruh stakeholder pelabuhan perikanan ini. Analisis SWOT juga digunakan untuk mengawali kajian internal dan eksternal faktor yang mempengaruhi pengelolaan EFP. Hasil analisis menunjukkan, strategi kebijakan penerapan EFP di Kota Bitung, perlu disusun rencana tindak prioritas terkait dengan keberlanjutan program melalui kolaborasi pendanaan antara pemerintah dan konsorsium (swasta nasional/internasional), perluasan daerah PPS Bitung sesuai ketersedian lahan yang memungkinkan, penunjukan pengelola tempat pendaratan ikan (TPI) yang professional, diversifikasi produk, pemanfaatan limbah, pemanfaatan energi ramah lingkungan dan terbarukan, dan pendekatan pembinaan stakeholder dengan konsep blue economy. Pengembangan instalasi pengelolaan air limbah terpadu dan peningkatan pelaporan Rencana Kelola Lingkungan (RPL) juga perlu dilakukan melalui pelaksanaan manajemen dan sertifikasi ISO 14.001. Di samping itu, peningkatan perhatian perlu juga difokuskan pada pengembangan aspek sosial dan ekonomi, dampak lingkungan sesuai kondisi terkini, manajemen sanitasi lingkungan, restrukturisasi fasilitas pelabuhan perikanan, kualitas konstruksi dan tataruang tempat pendaratan ikan (TPI), dan ekologi pelabuhan.
Wind speed data analysis for predictions of sea waves in Bitung Coastal Waters Koagouw, Joanes E; Mamuaya, Gybert E; Tarumingkeng, Adrie A; Angmalisang, P A
AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT Edisi Khusus 1 (2013): Mei
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jasm.0.0.2013.2274

Abstract

Coastal area of Bitung Municipality is one of the economical activities centers in North Sulawesi Province such as for land-uses and the exploitation of natural resources. Those activities are exaggerating day bay day and tended to be uncontrollable. The excess of those conditions, it has been recorded the change of waves in Bitung waters that has impacts to coastal areas and can affect the utilization of coastal and marine resources. This research was aimed to observe waves altitude variations in Bitung waters with Svedrup Munk and Bretchsneider (SMB) method that had been used to predict waves altitudes. The results showed that the wind speed during West Season was 0.33 m and were dominant to the East, while during East season was 0.91m from South-East to North-West, and then on transition period (March to May) was 1.08m from South-East to East. The results of those wind speed to the waves altitudes in Bitung waters is discussed in this paper© Pesisir pantai Kota Bitung merupakan salah satu pusat aktivitas ekonomi (misalnya pemanfaatan lahan dan eksploitasi sumberdaya) di Provinsi Sulawesi Utara. Aktivitas tersebut semakin hari semakin meningkat dan memiliki kecenderungan tidak terkontrol. Akibat dari keadaan tersebut, telah terjadi perubahan fenomena gelombang di perairan Bitung yang berdampak pada keberadaan daerah pesisir pantai di mana hal ini dapat mengganggu aktivitas pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi tinggi gelombang di perairan Bitung dengan menggunakan metode Svedrup Munk and Bretchsneider (SMB) yang biasa digunakan untuk peramalan tinggi gelombang signifikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan angin pada Musim Barat sebesar 0,33 meter dan dominan ke arah Timur, sementara pada Musim Timur sebesar 0,91 meter dari arah Tenggara ke Barat Laut, serta pada Musim Peralihan (antara bulan Maret-Mei) adalah sebesar 1,08 meter dari arah Tenggara dan Timur. Pengaruh kecepatan angin tersebut terhadap gelombang laut di perairan Bitung dibahas dalam tulisan ini©
The use of baker’s yeast (Saccharomyces cereviciae) as immunostimulant to enhance resistance of nile tilapia (Oreochromis niloticus) to Aeromonas hydrophila Manurung, Usy N; Manoppo, Henky; Tumbol, Reiny A
AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT Edisi Khusus 2 (2014): Oktober
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jasm.0.0.2014.7300

Abstract

The objective of this research was to evaluate the efficacy of Baker’s Yeast S. cereviciae in enhancing the resistance of nile tilapia (Oreochromis niloticus) to A. hydrophila. As many as 250 fish with an average weight of 28.78±2.44 g were obtained from Fish Culture Development and Training Center of Tateli. After acclimatization, the fish were fed pellet supplemented with Baker’s Yeast as treatments at five different doses, A=0 gr/kg feed, B=5 gr/kg feed, C=10 gr/kg feed, D=15 gr/kg feed, and E=20 gr/kg feed each of which was with three replications.  They were fed for four weeks at 5%/BW/day, twice a day at 08.00 and 16.00, respectively. After feeding period, the fish were challenged intraperitoneally with A. hydrophila.  Before injection, a pathogenicity test of bacteria A. hydrophila was conducted for LD50. Challenged test was carried out by injecting fish with 0.2 ml of bacterial suspension containing 5 x 106 cfu/ml. The fish resistance was observed for 14 days. Dead fish were taken out and bacterial isolation was performed to confirm the cause of the dead.  Results showed that supplementation of Baker’s Yeast into fish pellet had significant effect  on the fish resistance (p=0.00).  The highest resistance (66.6%) was recorded in fish fed with pellet supplement of 5 g Baker’s Yeast per kg of pellet while control fish was only 50%.  As conclusion, supplementation of Baker,s Yeast into fish pellet could enhance resistance of fish to the pathogen. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efikasi ragi roti S. cereviciae dalam meningkatkan resistensi ikan nila (Oreochromis niloticus)terhadap bakteri patogen A. Hydrophila. Sebanyak 250 ekor ikan nila dengan berat awal rata-rata 28,78±2,44 g yang diambil dari Balai Pengembangan dan Pembinaan Pembudidayaan Ikan (BP3I) Tateli. Setelah aklimatisasi, ikan diberi ragi roti sebagai perlakuan dengan lima dosis berbeda dan masing-masing perlakuan memiliki tiga ulangan.Perlakuan ragi roti yang digunakan adalah A=0 gr/kg pakan, B=5 gr/kg pakan, C=10 gr/kg pakan, D=15 gr/kg pakan, E=20 gr/kg pakan. Lama pemberian pakan perlakuan empat minggu dengan dosis 5%/bb/hari dan diberikan 2 kali sehari yaitu Pukul 08.00 dan Pukul 16.00. Setelah diberikan ragi roti selama empat minggu ikan diuji tantang dengan bakteri A. Hidrophyla secara Intraperopeneal (ip). Sebelum penyuntikan, dilakukan uji patogenitas bakteri yang memberikan tingkat kematian 50% (LD50). Uji tantang dilakukan dengan cara menyuntikkan 0,2 ml suspensi bakteri pada kepadatan 5 x 106 cfu/ml (sesuai hasil uji patogenitas) pada rongga tubuh ikan. Pengamatan resistensi ikan akan dilakukan setiap hari selama 14 hari. Ikan mati dikeluarkan dan dilakukan isolasi bakteri untuk mengkonfirmasi penyebab kematian ikan. Hasil penelitian mendapatkan bahwa pemberian ragi roti berpengaruh sangat nyata (P=0,00) pada resistensi ikan terhadap bakteri A. Hydrophila. Resistensi tertinggi dicapai pada ikan yang diberi perlakuan B (5 g/kg pakan) dengan tingkat resistensi mencapai 66,6%. Sedangkan ikan yang tidak diberi perlakuan ragi roti (control) memiliki resistensi 50 %. Sebagai kesimpulan penambahan ragi roti dalam pakan dapat meningkakan resistensi ikan terhadap infeksi pathogen.
Organoleptic quality and TPC of smoked skipjack tuna (Katsuwonus pelamis, L) in Jayapura, Papua Jeujanan, Samuel; Ijong, Frans G.; Onibala, Hens; Mentang, Feny
AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT Vol 3, No 1 (2015): April
Publisher : Graduate Program of Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jasm.3.1.2015.12435

Abstract

Title (Bahasa Indonesia): Mutu organoleptik dan TPC ikan cakalang [Katsuwonus pelamis, L] asap di Kota Jayapura, Papua. This study was aimed at knowing the smoked skipjack tuna (Katsuwonus pelamis, L) marketed in JayapuraMunicipality. Sampling sites were Youtefa market and Hamadi market. The organoleptic paramters observed were appearance,smell, taste, texture, and Total Plate Count (TPC). The TPC analysis used a quantitative dispersion method. Results showed that different smoking duration and temperature, and the use of poor-quality used wood caused differences in organoleptic value. The highest organoleptic value was smell, (6.8) from Youtefa marketand the lowest was appearance (6) from Hamadi market). The TPC analysis revealed that the highest TPC was the samples from Youtefa market in February and March (4.1 x 105 and 3 x 105) followed by those from Hamadi market in February (4.8 x 105). The lowest TPC was recorded in April (3.7 x 103) in samples from Youtefa market and Hamadi market in March and April (4.7 x 104and 7.8 x 104). High contamination occurred at each processing phase to marketing. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian mutu ikan cakalang (Katsuwonus pelamis, L) asap yang dipasarkan di Kota Jayapura. Lokasi pengambilan sampel adalah Pasar Youtefa dan Pasar Hamadi. Mutu organoleptik yang diamati adalah kenampakan, bau, rasa, tekstur, dan mutu Total Plate Count (TPC). Analisis TPC menggunakan metode sebar yang bersifat kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan lama waktu pengasapan, suhu, dan penggunaan kayu bekas yang kurang baik menyebabkan perbedaan nilai organoleptik. Nilai organoleptik tertinggi adalah bau dengan nilai 6,8 (Pasar Youtefa) dan terendah adalah kenampakan dengan nilai 6 (Pasar Hamadi). Hasil analisis TPC menunjukkan bahwa jumlah nilai TPC tertinggi adalah  sampel dari Pasar Youtefa pada bulan Februari dan Maret, (4,1x105 dan 3x105)  diikuti Pasar Hamadi pada bulan Februari (4,8x105). Kemudian perolehan nilai TPC terendah pada bulan April (3,7x103) di  Pasar Youtefa dan Pasar Hamadi bulan Maret dan April (4,7x104 dan 7,8x104). Tingginya kontaminasi terjadi pada setiap tahapan pengolahan sampai pada pemasaran.
Study on ecotourism development in Olele Coastal Area, Bone Bolango Regency, Gorontalo Province Mahale, Moch Machtino A; Mandagi, Stephanus V; Lasut, Markus T
AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT Vol 6, No 2 (2018): October
Publisher : Graduate Program of Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jasm.6.2.2018.24837

Abstract

Title (Bahasa Indonesia): Studi pengembangan ekowisata di Kawasan Pesisir Olele, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo The purpose of this research is to evaluate coral reef and reef fish condition in coastal waters of Olele village; to study the feasibility of ecotourism development in that area and to formulate ecotourism development strategy. This study reveals that theecological condition of Olele waters is good, and it was shown bythe average coral cover which ishigher than 50%. Similarly, fish species is in very high abundance, with a total of 36 species and a total number of more than 12.993 fish, wherePseudanthias tukais the highest population. In terms of ecotourism feasibility development, total of Pirkins Score were 3,2, andthis can be categorized as moderate, meaning that Olele coastal area can be developed as ecotourism area. Finally, strategies for ecotourism development of Olele coastal area are; a) using Olele coastal resources for ecotourism destiny by promoting conservation values, b) infrastructure ecotourism development needs to be improved, c) integratrated ecotourism management policies should be included in policy for development of Kabupaten (disrict) government level; d) development of ecotourism need to cooperation between district government and private sectors.Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi kondisi terumbu karang dan ikan karang yang berada di perairan pesisir Olele, mengkaji kelayakan pengembangan ekowisata di kawasan pesisir Olele dan merumuskan strategi pengembangan kawasan ekowisata. Dari hasil penelitian dan analisis data, kondisi ekologi perairan Olele berada pada kategori baik: karang pada stasiun 1 rata-rata memiliki tutupan karang hidup >50%, artinya bahwa keragaman karang tinggi. Sama halnya dengan spesies ikan, jumlah species sebanyak 36 spesies dan total jumlah individu sebanyak 12.993 dimana spesies terbanyak yaitu Pseudanthias tuka. Selanjutnya analisis kelayakan pengembangan ekowisata, total nilai scoringPirkins 3,2 atau berada pada level moderat, artinya dapat dikembangkan menjadi kawasan ekowisata. Untuk pengembangan ekowisata dikawasan Pesisir Olele, di rekomendasikan beberapa strategi yaitu; a) memanfaatkan sumberdaya pesisir sebagai target utama ekowisata dengan menjunjung nilai-nilai konservasi, b) infrastruktur penunjang pengembangan ekowisata perlu dibenahi, c) perlu dibuat kebijakan pengelolaan dan pengembangan ekowisata secara terpadu antar pemerintah daerah, d) adanya kerja sama antara pemerintah dan pihak swasta dalam hal pengelolaan objek wisata.
The effect of several kinds of baits and moon phases on the catch of mangrove crab (Scylla serrata) with trap Kaim, Mukhlis A; Reppie, Emil; Budiman, Johnny
AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT Vol 1, No 1 (2013): April
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jasm.1.1.2013.1968

Abstract

Trap is one of the common fishing gears used by the fishermen to catch mangrove crabs. Using several kinds of bait could increase the fishing power of the traps. The objective of this research was to study experimentally the effect of several kinds of trap baits and moon phases toward the capture of mangrove crab. Catch data were collected using 12 units of traps,which operated in the estuary waters of Kalurae Village, Regency of Sangihe Islands. Four kinds of bait were used to trap: scads mackerel (Decapterus macarellus), little tuna (Euthynnus sp.), trevally(Caranx sp.) and chicken innards. Data were analyzed by randomized block design. Analysis of variance showed that different types of bait on the trap and moon phase caused highly significant effect on catch. Least significant differences test showed that using scads mackerel bait on the trap was not significantly different from little tuna bait, but differed significantly from trevally and chicken innards baits. Similarly, using little tuna bait was not significantly different from trevally bait, but differed significantly from chicken innards bait; and trevally bait was not different from chicken innards bait. Catching mangrove crabs with traps should use scads mackerel and little tuna baits, and be operated around the new moon phase© Bubu merupakan alat tangkap yang umum digunakan nelayan untuk menangkap kepiting bakau. Penggunaan beberapa jenis umpan, diduga dapat meningkatkan fishing power dari alat tangkap bubu. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh jenis umpan bubu dan fase umur bulan di langit terhadap hasil tangkapan kepiting bakau; dikerjakan dengan metode eksperimental. Data tangkapan dikumpulkan dengan mengoperasikan 12 unit bubu, di perairan estuari Kampung Kalurae, Kabupaten Kepulauan Sangihe. Empat jenis umpan yang diperlakukan, yaitu ikan layang (Decapterus macarellus), tongkol (Euthynnus sp.), selar (Caranx sp.) dan jeroan ayam. Data dianalisis berdasarkan Rancangan Acak Kelompok. Analisis Sidik Ragam menunjukkan bahwa perbedaan jenis umpan pada bubu dan fase umur bulan berpengaruh sangat nyata terhadap hasil tangkapan. Uji Beda Nyata Terkecil menyatakan bahwa penggunaan jenis umpan layang pada bubu tidak berbeda nyata dengan umpan tongkol, tetapi berbeda sangat nyata dengan penggunaan umpan selar dan umpan jeroan. Demikian juga penggunaan umpan tongkol tidak berbeda nyata dengan umpan selar, tetapi berbeda sangat nyata dengan umpan jeroan; sedangkan penggunaan antara umpan selar dan jeroan tidak ada perbedaan yang nyata. Umpan ikan layang dan ikan tongkol serta fase umur bulan I dan fase IV memberikan hasil tangkapan kepiting bakau yang lebih baik©
The role of Bakasang as immunostimulant on non-specific immune response in Nile Tilapia (Oreochromis niloticus) Pangaribuan, Rosa D; Tumbol, Reiny A; Manoppo, Hengky; Sampekalo, Julius
AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT Vol 1, No 2 (2013): Oktober
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jasm.1.2.2013.7280

Abstract

Bakasang produced from fermented fish’s offals contains some type of Lactic Acid Bacteria (LAB) and have potential as imunostimulant. LAB that can live and grow in the digestive tract of fish serve to suppress the growth of pathogenic bacteria, and produce metabolites that can stimulate the activity of the immune system. The purpose of this study was to examine the effect of bakasang as imunostimulant and to determine the optimal dose of bakasang for increasing non-specific immune response and growth in tilapia (Oreochronomis niloticus). This research was conducted using completely randomized design with four treatments and three replicates: B0 (0 ml/kg feed), B1 (50 ml/kg feed), B2 (100 ml/kg feed), and B3 (150 ml/kg feed). The treatment feed was given for 4 weeks at a dose of 3% /body weight/day with a frequency of twice a day (08:00 and 17:00). The data taken were immune parameters (total leukocytes and phagocytic activity) and growth. To evaluate the effect of bakasang, the observed parameters were subjected to analysis of variance performed to evaluate differences between the treatments. The results show that after 4 weeks of feeding, the total leukocyte of tilapia treated with bakasang B2 (100 ml/kg feed) on week three was significantly different compared to the total leukocytes in the other treatments with total leukocytes of 68% more than the control. Phagocytic activity in treated fish with 100 and 150 ml/kg (Treatment B2 and B3) were significantly different (p<0.05) from the other treatments. Nevertheless, the phagocytic activity in treatment B2 (100 ml/kg) was higher than B3 (150 ml/kg). Bakasang has an influence on growth during 4 weeks treatment in B1 and B2 which were significantly different to other treatments, but the difference between B1 and B2 treatment was not significantly different. The weight gain of tilapia in treatment B1 was 17.06 ± 3.17 g or 34.75% more than the control treatment, while the B2 body weight reached 17.72 ± 2.63 g or 39.96% greater than the control. In conclusion, the inclusion of bakasang in fish feed by using oral technique with a dose of 100 ml/kg could increase the nonspecific immune response and growth of tilapia. Bakasang yang dihasilkan dari fermentasi jeroan ikan mengandung beberapa jenis Bakteri Asam Laktat (BAL) dan mempunyai potensi sebagai immunostimulan. BAL, yang dapat hidup dan tumbuh di dalam saluran pencernaan, berfungsi menekan pertumbuhan bakteri patogen dan menghasilkan produk metabolit yang dapat merangsang aktivitas sistem kekebalan tubuh. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh bakasang sebagai imunostimulan serta menentukan  dosis yang optimal  dalam meningkatkan respon imun non spesifik dan pertumbuhan pada ikan nila (Oreochronomis niloticus). Penelitian dilaksanakan menggunakan  Rancangan Acak Lengkap dengan empat perlakuan B0 (0 ml/kg pakan), B1 (50 ml/kg pakan), B2 (100 ml/kg pakan), dan B3 (150 ml/kg pakan); masing-masing dengan tiga ulangan.  Pakan perlakuan diberikan selama 4 minggu dengan dosis sebanyak 3%/bb/hari dengan frekwensi pemberian 2x sehari pagi (08.00), dan sore (17.00). Data yang diamati terdiri dari parameter imun (total leukosit dan aktivitas fagositik) dan pertumbuhan. Untuk mengevaluasi pengaruh bakasang terhadap parameter yang diamati dilakukan analisis ragam, sedangkan untuk mengevaluasi perbedaan pengaruh antar perlakuan dilakukan Uji Duncan. Setelah diberikan selama  4 minggu, total leukosit ikan nila yang diberi perlakuan bakasang  B2 (100 ml/kg pakan) minggu ke-3 berbeda sangat nyata dibandingkan dengan total leukosit pada perlakuan lainnya dengan total leukosit mencapai 68% lebih banyak dari kontrol. Aktivitas fagositosis pada ikan yang diberi perlakuan 100 ml/kg dan 150 ml/kg (Perlakuan B2 dan B3 ) berbeda nyata (p< 0.05) dengan perlakuan lainnya. Meskipun demikian aktivitas fagositosis pada perlakuan B2 (100 ml/kg) lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan B3 (150 ml/kg). Pengaruh bakasang  terhadap pertumbuhan selama minggu ke 4 perlakuan B1 dan B2 berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan lainnya, namun antar perlakuan B1 dan B2 tidak berbeda nyata. Perolehan berat ikan nila pada perlakuan  B1 sebesar 17,06 ± 3,17 g atau 34,75% lebih berat dari kontrol, sedangkan pada perlakuan B2 berat tubuh mencapai  17,72 ± 2,63 g atau 39,96% lebih besar dari kontrol. Sebagai kesimpulan, pemberian bakasang secara oral pada pakan ikan dapat menjadi imunostimulan dan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ikan dengan dosis 100 ml/ kg pakan.
First maturity assessment and allometric growth of skipjack tuna, Katsuwonus pelamis (Linnaeus, 1758), landed at Ternate Island Susanto, Adi Noman; Lumingas, Lawrence J.L
AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT Vol 2, No 2 (2014): Oktober
Publisher : Graduate Program of Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jasm.2.2.2014.12396

Abstract

Title (Bahasa Indonesia): Pendugaan pertama matang kelamin dan pertumbuhan alometri ikan cakalang, Katsuwonus pelamis (Linnaeus, 1758), yang didaratkan di Pulau Ternate Skipjack tuna, Katsuwonus pelamis (Linnaeus, 1758), is a very important species for Indonesian fisheries.  A total of 462 specimens (254 males and 208 females) collected from fish landings in Ternate Island from November 2013 to April 2014 were used to estimate length at first sexual maturity, length-weight relationship, and length-head circumference relationship. The length at first sexual maturity (FL50) was 489.68 mm. The length-weight relationship equations were  W = 0.0001*FL2.7232 for males and W = 0.0002*FL2.6595 for females, respectively. Student’s t-test indicated significant deviation of ‘b’ from ‘3’ towards negative allometric growth (p< 0.05).  The length-head circumference relationship equations were HC = 0.5453*FL1.0263for males and HC = 0.6519*FL0.9985for females, respectively. Student’s t-test indicated no significant deviation of ‘b’ from ‘1’ towards isometric growth (p> 0.05).  Analysis of covariance showed that there was no significant difference between sexes (p> 0.05) for both relationships. Hence, a common length-weight relationship and a common length-head circumference relationship can be derived using pooled data of both sexes. Ikan cakalang, Katsuwonus pelamis (Linnaeus, 1758) merupakan  spesies yang sangat penting untuk perikanan Indonesia.  Sejumlah 462 spesimen (254 jantan dan 208 betina) ikan cakalang yang diperoleh dari ikan yang didaratkan di Pulau Ternate, selama periode November 2013 sampai April 2014 telah digunakan untuk menduga panjang matang kelamin pertama, hubungan panjang-berat, dan hubungan panjang-keliling lingkar kepala. Panjang pada saat matang kelamin pertama (PC50) adalah  489,68 mm. Persamaan hubungan panjang-berat diperoleh BT = 0,0001*PC2,7232 untuk jantan dan BT = 0,0002*PC2,6595 untuk betina. Hasil uji-t Student menunjukkan penyimpangan yang nyata ‘b’ dari ‘3’ cenderung ke arah pertumbuhan alometrik negatif (p < 0,05).   Persamaan hubungan panjang-keliling lingkar kepala diperoleh LK = 0,5453*PC1,0263 untuk jantan dan LK = 0,6519*PC0,9985 untuk betina. Hasil uji-t Student menunjukkan deviasi yang tidak nyata nilai ‘b’ dari ‘1’ yang cenderung ke arah pertumbuhan isometrik (p > 0,05).   Analisis kovarians menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara jantan dan betina (p > 0,05) untuk kedua hubungan tersebut di atas. Oleh karena itu, suatu hubungan panjang-berat umum dan suatu hubungan panjang-lingkar kepala umum dapat dibuat dengan menggunakan data gabungan kedua jenis kelamin.
The analysis of capture fisheries performance in Lembeh Island, Bitung City, North Sulawesi Arifin, Muhammad Z; Reppie, Emil; Budiman, Johnny
AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT Vol 5, No 2 (2017): October
Publisher : AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jasm.5.2.2017.24569

Abstract

Title (Bahasa Indonesia): Analisis keragaan perikanan tangkap Pulau Lembeh, Kota Bitung, Sulawesi UtaraAccording to the statistics of 2014 Bitung City, fisheries production value of the city increased. This needs to be analyzed in order to establish whether the development provides economic benefit to the society and whether the fishing activities are efficient. The objectives of the study were to study the capture fisheries performance and its impact on the responsible fisheries management in Lembeh (as part of the Bitung City); to know the efficiency level of the fishing activities carried out by fishermen of Lembeh; and to analyze the economic benefit of the capture fisheries to the fishermen. The data were analyzed using descriptive methods. Results found that dominant fishing gears used by Lembeh fishermen were handlines(multihooks-handline, octopus handline, squid handline, and tuna handline), nets (beach seineand gill net), mini purse seine, and fish aggregating device (such as light boat). Those fishing gears were distributed in all villages of Lembeh. Efficient fishing activities are those with efficiency value of 1. From 111 fishermen respondents in Lembeh, 29 of them did efficient fishing operations. The range of investment needed for each fishing gear varied among different types. Mean fishermen’s exchange rate of Lembeh island was 1.29, meaning that there was positive impact of fishing activities on the fulfillment of family’s daily needs.Menurut data statistik Kota Bitung dalam angka tahun 2014, nilai produksi perikanan Kota Bitung mengalami kenaikan. Kenaikan ini perlu di analisis apakah memberi manfaat secara ekonomi kepada masyarakat dan apakah penangkapannya sudah efisien. Tujuan penelitian ini adalah 1) menganalisis keragaan perikanan tangkap dan dampaknya pada pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab di Pulau Lembeh (yang merupakan bagian dari Kota Bitung), 2) menetapkan tingkat efisiensi kegiatan perikanan tangkap yang telah dilakukan oleh nelayan di Pulau Lembeh, dan 3) menganalisa manfaat kegiatan perikanan tangkap secara ekonomi bagi para nelayan. Analisis data menggunakan metode deskriptif. Hasil penelitian menujukkan, bahwa alat tangkap yang dominan dioperasikan oleh nelayan Pulau Lembeh adalah jenis handline(pancing noru, pancing, pancing gurita, pancing cumi, pancing tuna), soma (beach seinedan gillnet), mini purse seine(pajeko), dan pengumpul ikan (perahu lampu). Alat tangkap tersebut tersebar di seluruh kelurahan di Pulau Lembeh. Kegiatan penangkapan yang efisien adalah kegiatan penangkapan dengan nilai efisiensi 1. Dari 111 responden nelayan pulau Lembeh, 29 di antaranya melakukan operasi penangkapan yang efisien. Kebutuhan modal usaha masing-masing alat tangkap berbeda antara satu dan lainnya. Rata-rata Nilai Tukar Nelayan (NTN) di pulau tersebut adalah 1,29 di mana menunjukkan adanya dampak positif kegiatan penangkapan ikan dalam pemenuhan kebutuhan sehari hari.
Sea slugs - divers' favorites, taxonomists' problems Jensen, Kathe R
AQUATIC SCIENCE & MANAGEMENT Vol 1, No 2 (2013): Oktober
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jasm.1.2.2013.7271

Abstract

Sea slugs, or opisthobranch molluscs, are small, colorful, slow-moving, non-aggressive marine animals. This makes them highly photogenic and therefore favorites among divers. The highest diversity is found in tropical waters of the Indo-West Pacific region. Many illustrated guidebooks have been published, but a large proportion of species remain unidentified and possibly new to science. Lack of funding as well as expertise is characteristic for taxonomic research. Most taxonomists work in western countries whereas most biodiversity occurs in developing countries. Cladistic analysis and molecular studies have caused fundamental changes in opisthobranch classification as well as “instability” of scientific names. Collaboration between local and foreign scientists, amateurs and professionals, divers and academics can help discovering new species, but the success may be hampered by lack of funding as well as rigid regulations on collecting and exporting specimens for taxonomic research. Solutions to overcome these obstacles are presented. Siput laut, atau moluska golongan opistobrancia, adalah hewan laut berukuran kecil, berwarna, bergerak lambat, dan tidak bersifat agresif. Alasan inilah yang membuat hewan ini sangat fotogenik dan menjadi favorit bagi para penyelam. Keanekaragaman tertinggi hewan ini ditemukan di perairan tropis Indo-Pasifik bagian Barat. Banyak buku petunjuk tentang hewan ini telah diterbitkan, tetapi sebagian besar spesimen belum teridentifikasi dan bisa menjadi hal baru bagi ilmu pengetahuan. Kekurangan dana dan keahlian merupakan cirikhas dari penelitian taksonomi. Umumnya para taksonom bekerja di negara-negara Barat sedangkan keanekaragaman tertinggi hewan ini berada di negara-negara berkembang. Analisis cladistik dan kajian molekuler menyebabkan perubahan mendasar dalam klasifikasi opistobrancia, demikian juga sering berubahnya nama ilmiah hewan ini. Kerjasama antara ilmuan lokal dan asing, amatir dan profesional, penyelam dan akademisi dapat membantu dalam menemukan jenis-jenis baru, tetapi keberhasilannya dapat dihambat oleh kurangnya biaya dan peraturan yang kaku dalam mengumpul dan mengirim spesimen untuk penelitian taksonomi. Solusi dalam menyelesaikan masalah tersebut disampaikan dalam tulisan ini.

Page 6 of 14 | Total Record : 139