Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

Akselerasi Perlindungan Hukum Produk UMKM Lokal di Kabupaten Bangka Selatan Yokotani, Yokotani; Sari, Rafiqa; Anwar, Muhammad Syaiful
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 6 No. 1 (2022): April 2022
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (149.834 KB)

Abstract

Konsep One Village One Product (OVOP) pada dasarnya merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan program pengembangan kompetensi inti industri daerah sebagai suatu pendekatan pengembangan potensi daerah di satu wilayah dalam mendorong pengembangan suatu produk kelas global yang unik dan khas daerah dengan memanfaatkan sumber daya dan budaya lokal. Menarik untuk dikaji lebih lanjut terkait dengan konsep OVOP sudah sesuai dengan pola pengembangan desa mandiri dan bagaimana bentuk perlindungan terhadap produk UMKM dalam pengembangan produk OVOP di Kabupaten Bangka Selatan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum (legal research) yang disusun dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif. Penelitian ini menunjukan bahwa konsep OVOP yang merupakan program pengembangan desa dengan keunggulan masing-masing agar berdaya saing atas produk-produk unggulan melalui kebijakan yang dilakukan oleh desa ataupun pemerintah daerah di Bangka Selatan. Pola pengembangan desa dengan memaksimalkan Usaha dan Potensi Desa melalui program OVOP, mengurangi kesenjangan ekonomi di pedesaan, meningkatkan nilai kesejahteraan masyarakat, meningkatkan nilai tambah terhadap produk unggulan masyarakat. Kemudian diperlukan salah satu bentuk perlindungan terhadap produk unggulan masyarakat dalam pengembangan produk OVOP di Kabupaten Bangka Selatan melalui perlindungan secara preventif melalui pendaftaran merek maupun perlindungan secara represif yang dilakukan oleh pihak-pihak yang bergerak dalam perlindungan hak atas merek atas produk-produk unggulan desa.
Akselerasi Perlindungan Hukum Produk UMKM Lokal di Kabupaten Bangka Selatan Yokotani, Yokotani; Sari, Rafiqa; Anwar, Muhammad Syaiful
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 6 No. 1 (2022): 2022
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jptam.v6i1.3436

Abstract

Konsep One Village One Product (OVOP) pada dasarnya merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan program pengembangan kompetensi inti industri daerah sebagai suatu pendekatan pengembangan potensi daerah di satu wilayah dalam mendorong pengembangan suatu produk kelas global yang unik dan khas daerah dengan memanfaatkan sumber daya dan budaya lokal. Menarik untuk dikaji lebih lanjut terkait dengan konsep OVOP sudah sesuai dengan pola pengembangan desa mandiri dan bagaimana bentuk perlindungan terhadap produk UMKM dalam pengembangan produk OVOP di Kabupaten Bangka Selatan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum (legal research) yang disusun dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif. Penelitian ini menunjukan bahwa konsep OVOP yang merupakan program pengembangan desa dengan keunggulan masing-masing agar berdaya saing atas produk-produk unggulan melalui kebijakan yang dilakukan oleh desa ataupun pemerintah daerah di Bangka Selatan. Pola pengembangan desa dengan memaksimalkan Usaha dan Potensi Desa melalui program OVOP, mengurangi kesenjangan ekonomi di pedesaan, meningkatkan nilai kesejahteraan masyarakat, meningkatkan nilai tambah terhadap produk unggulan masyarakat. Kemudian diperlukan salah satu bentuk perlindungan terhadap produk unggulan masyarakat dalam pengembangan produk OVOP di Kabupaten Bangka Selatan melalui perlindungan secara preventif melalui pendaftaran merek maupun perlindungan secara represif yang dilakukan oleh pihak-pihak yang bergerak dalam perlindungan hak atas merek atas produk-produk unggulan desa.
PENGAWASAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN PERDATA TERHADAP PERTAMBANGAN TIMAH ILEGAL DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Anwar, Muhammad Syaiful; Sari, Rafiqa; Satrio, Ndaru
JURNAL RISET INDRAGIRI Vol 3 No 1 (2024): Maret
Publisher : Lembaga Marwah Rakyat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61069/juri.v3i1.67

Abstract

The purpose of this research is to develop supervision and accountability towards the environment in a legal state dimension and to determine the ideal form of accountability for illegal miners in the Province of Bangka Belitung Islands. Illegal mining activities damage environmental quality standards both on land and in coastal areas. Based on this, it will become a derivative problem of the mining activity related to civil supervision and accountability for mining activities on land and in coastal areas. This research is a normative juridical study, with data collection methods through library research. The form of environmental supervision of illegal mining can be applied in a sustainable legal state dimension through the integration process of systems, increasing human resource capacity and proving environmental problems preventively and protectively. The ideal form of civil liability can be carried out through litigation and non-litigation, but strengthening is needed through litigation decisions by conducting rehabilitation, reclamation, restoration, and recovery. Keywords: Supervision, Liability, Illegal Mining
Exclusive Economic Zone: Contemporary Law of the Sea Fisheries Regulations Toni, Toni; Kusuma, Winanda; Kurnia, A Cery; Anwar, Muhamad syaiful; sari, Rafiqa
Ikatan Penulis Mahasiswa Hukum Indonesia Law Journal Vol 3 No 2 (2023): IPMHI Law Journal, July 2023
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/ipmhi.v3i2.71165

Abstract

The sea as an important area in a country must be able to be maintained both for state sovereignty and respect for sovereign rights. This is regulated in the jurisdiction of the territorial sea regime which applies sovereignty and the EEZ regime which applies sovereign rights. This research analyzes the background of agreements on international regulation of the sea and the utilization of fisheries which are also regulated in international law. The current international law of the sea only strictly regulates regional regimes and territorial jurisdiction, while the nature of fisheries cannot follow this. This research method is normative where international fisheries law arrangements still do not exist. The vacuum of international norms is only filled by weak international agreements and their implementation cannot be forced. The history of the current international law of the sea shows that the basis of the agreement is only related to territory and respect for maritime law in the form of international customs. It needs to be understood that the sea as a natural area must be used in a sustainable manner and also must not violate, so the marine potential, especially fisheries, needs to be agreed with strict sea area regulations and optimal utilization within the framework of the welfare and sustainability of marine ecosystems.
OPTIMALISASI PENCEGAHAN KEKERASAN TERHADAP ANAK DILINGKUNGAN SEKOLAH SMP N 2 TUKAK SADAI KECAMATAN TUKAK SADAI KABUPATEN BANGKA SELATAN Rahayu, Sri Rahayu; Sari, Rafiqa; Anwar, Muhammad Syaiful
Prosiding Seminar Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 4 (2023): PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT - SNPPM2023
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Negeri Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract Children are the next generation of the nation who have aspirations and hopes for the future for the sake of sustainable development and the Indonesian nation, so that children should receive protection from their parents, family, society and the state. The number of violence against children has increased in recent years, making it sad for parents, society, academics and practitioners, because this will definitely have an impact on the future of children and the nation. One reason is the environment. Socialization regarding violence against children will be very much needed for every parent, educator and community in providing understanding to children considering that times will always develop in the digital era like today. This can also provide benefits in preparation for a child's puberty period. Indonesia even has a Law on Child Protection and various other regulations related to child protection issues which have articles that normatively provide protection for children to ensure efforts to fulfill children's rights. Every year the number of violence against children in Indonesia continues to increase, one of which is in South Bangka Regency which is classified as an emergency. So it is important to carry out this service through counseling at Junior high school 2 Tukak Sadai, Tukak Sadai District, South Bangka Regency. A series of activities carried out with partners, socialization activities, with the main output of this activity is optimizing the prevention of violence against children in the school environment, so that the community, especially the nation's next generation, can understand the impact of violence on children. The result of socialization is that students know and understand the rules and prevention of violence against children. Abstrak Anak merupakan generasi penerus bangsa yang memiliki cita-cita dan harapan untuk masa depan demi keberlangsungan pembangunan dan bangsa Indonesia, sehingga sudah seharusnya anak-anak mendapatkan perlindungan dari orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara. Angka kekerasan terhadap anak beberapa tahun belakangan ini semakin meningkat, sehingga membuat miris bagi orang tua, masyarakat, akademisi, maupun praktisi, karena hal tersebut pasti akan berdampak bagi masa depan anak dan bangsa. Salah satu penyebabnya adalah lingkungan. Sosialisasi mengenai kekerasan pada anak ini akan sangat dibutuhkan bagi setiap orangtua, pendidik maupun masyarakat dalam memberikan pemahaman kepada anak mengingat zaman akan selalu berkembang di era digital seperti saat ini. Hal tersebut juga dapat memberikan manfaat dalam persiapan dimasa pubertas anak. Indonesia bahkan telah memiliki Undang-Undang Tentang Perlindungan Anak dan berbagai aturan-aturan lainnya yang berkaitan dengan masalah perlindungan anak yang mana memiliki pasal yang secara normative memberikan perlindungan kepada anak-anak demi menjamin upaya pemenuhan hak-hak anak. Setiap tahunnya angka kekerasan terhadap anak di Indonesia terus meningkat, salah satunya di Kabupaten Bangka Selatan yang masuk kategori darurat. Metode yang digunakan dalam pengabdian ini adalah observasi dan sosialisasi ke mitra. Sehingga pengabdian ini penting dilaksanakan melalui penyuluhan di SMP N 2 Tukak Sadai, Kecamatan Tukak Sadai, Kabupaten Bangka Selatan. Serangkaian kegiatan dilakukan dengan mitra kegiatan sosialisasi, dengan luaran utama kegiatan ini adalah pengoptimalan pencegahan kekerasan terhadap anak di lingkungan sekolah, sehingga masyarakat terutama generasi penerus bangsa dapat memahami dampak dari kekerasan terhadap anak. Hasil dari sosialisasi adalah, para siswa mengetahui dan memahami terkait dengan aturan-aturan dan pencegahan kekerasan terhadap anak.
URGENSI DAN IMPLIKASI KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH SEBAGAI PEMOHON INDIKASI GEOGRAFIS DALAM MEWUJUDKAN PERLINDUNGAN HAK KOMUNAL Darwance, Darwance; Sari, Rafiqa; Ramadhani, Tiara
SUPREMASI: Jurnal Pemikiran, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum dan Pengajarannya Vol 19, No 2 (2024)
Publisher : Universitas Negeri Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26858/supremasi.v19i2.66642

Abstract

Indonesia memiliki keberagaman hayati, salah satunya dipengaruhi oleh faktor geografis yang berbeda, dan ini mengindikasikan banyak komoditas atau produk potensi indikasi geografis yang berpotensi untuk dilindungi. Dengan potensi yang dimiliki, sudah seharusnya Indonesia memiliki sistem perlindungan indikasi geografis yang memadai. Pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, pemohon indikasi geografis diperluas meliputi di antaranya adalah pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/ kota, sebaliknya menghapus kelompok konsumen sebagai pemohon. Dijadikannya pemerintah daerah sebagai salah satu pihak yang dapat berperan sebagai pemohon dalam proses pendaftaran indikasi geografis, tentu didasari dengan dasar dan pertimbangan. Di lain sisi, diberikannya kewenangan kepada pemerintah daerah sebagai pemohon, ternyata tidak berbanding lurus dengan jumlah indikasi terdaftar di Indonesia. Dengan kata lain, tidak ada peningkatan yang terlalu signifikan dari sebelum diberikannya kewenangan kepada pemerintah daerah, sampai diberikannya kewenangan itu kepada pemerintah daerah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis urgensi dan implikasi diberikannya kewenangan kepada pemerintah daerah sebagai pemohon dalam proses pendaftaran indikasi geografis. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif dengan pendekatan undang-undang, sumber data berupa undang-undang sebagai bahan hukum primer, serta bahan hukum sekunder yang terdiri berupa undang-undang, serta didukung oleh bahan hukum sekunder berupa naskah akademik, risalah rapat, buku-buku hukum, jurnal-jurnal, dan data indikasi geografis yang terdaftar di DJKI, kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasilnya, diberikannya kewenangan ini urgensinya adalah masyarakat lokal perlu difasilitasi oleh pemerintah daerah agar lebih mudah mendaftarkan indikasi geografis sehingga jumlah indikasi geografis yang terdaftar meningkat pula. Akan tetapi, berdasarkan data yang ada, tujuan pemberian kewenangan ini belum tercapai, meskipun hal ini menunjukkan bahwa kesadaran kolektif hukum masyarakat mulai terbangun ditandai dengan banyaknya indikasi geografis yang diajukan oleh masyarakat secara kolektif melalui MPIG.
Government Responsibility for The Fulfillment Basic Rights of Unprosperous people In Education Sector Susanti, Pipi; Sari, Rafiqa
Susbtantive Justice International Journal of Law Vol 4 No 1 (2021): Substantive Justice International Journal of Law
Publisher : Faculty of Law, Universitas Muslim Indonesia, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33096/substantivejustice.v4i1.106

Abstract

In fact, there are still many people living in poverty where they cannot fulfil their basic needs, be it food or clothing, there are still many children who drop out of school which causes ignorance. Education is one of the things that can change a family to be prosperous, therefore the government is obliged to fulfil this right. The problem in this paper is what form of government responsibility to fulfil the basic rights of the unprosperous people in education? The writing method used is normative with more emphasis on positive legal norms in the form of statutory regulations. The result of the discussion of this writing is that education is the basic right of the unprosperous people fulfilled by the government. In carrying out its responsibilities, the government fulfils the basic rights of the unprosperous people in several programs. Education which is the basic right of the unprosperous people is provided by the social service through PKH, while the Education Office provides these rights through (PIP) As stated in Article 31 of the 1945 Constitution, the community is required to get an education and the government is responsible for this, with some Indonesian program has fulfilled the rights of the unprosperous people in education.
INVENTARISASI PRODUK POTENSI INDIKASI GEOGRAFIS OLEH PEMERINTAH DAERAH DI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Darwance, Darwance; Sari, Rafiqa; Ramadhani, Tiara
Jurnal Yustisiabel Vol. 7 No. 2 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Luwuk

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32529/yustisiabel.v7i2.2294

Abstract

Sampai saat ini, ada sekitar 92 indikasi geografis yang terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asai Manusia Republik Indonesia. Salah satu di antaranya adalah Lada Putih Muntok (Muntok White Pepper) yang terdaftar oleh Badan Pengelola, Pengembangan dan Pemasaran Lada (BP3L) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan ID G 000000004 pada 28 April 2010. Sesuai dengan ketentuan Pasal 70 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, pembinaan indikasi geografis dilakukan oleh pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya, meliputi di antaranya inventarisasi potensi produk indikasi geografis. Hanya saja, bila merujuk pada Lada Putih Muntok yang menjadi satu-satunya indikasi geografis terdaftar dari Kepulauan Bangka Belitung di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, timbul pertanyaan terkait pembinaan berupa inventarisasi potensi produk indikasi geografis, terutama yang dilakukan oleh pemerintah daerah di Kepulauan Bangka Belitung. Penelitian ini dilakukan berdasarkan metode penelitian yang sudah disusun sedemikian rupa, yakni bersifat yuridis empiris. Dari hasil penelitian yang dilakukan di seluruh pemerintah daerah kabupaten/ kota yang ada di Kepulauan Bangka Belitung, secara umum dapat dikatakan bahwa pemerintah daerah kabupaten/ kota belum melakukan upaya optimal terkait inventarisasi. Belum optimalnya upaya inventarisasi diakibatkan oleh banyak hal, di antaranya adalah tugas pokok dan fungsi yang dianggap tidak ada kaitanya dengan kekayaan intelektual terutama indikasi georafis, tidak ada program kerja yang berkaitan dengan kekayaan intelektual terutama indikasi geografis, secara kelembagaan terjadi miss-persepsi instansi mana yang dianggap berwenang.
Edukasi Pendidikan Seks Usia Dini untuk Meningkatkan Self-Efficacy Remaja dalam Pencegahan Pelecehan Seksual Sari, Rafiqa; Rahayu, Sri; Ramadhani, Tiara
Jurnal Masyarakat Madani Indonesia Vol. 4 No. 3 (2025): Agustus
Publisher : Alesha Media Digital

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59025/ne5cj547

Abstract

Anak adalah aset bagi bangsa dan masyarakat, mereka merupakan penerus yang memiliki cita-cita dan harapan untuk masa depan demi keberlanjutan pembangunan serta kemajuan Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, kasus kekerasan seksual terhadap anak semakin banyak terjadi, menimbulkan kepedihan bagi orang tua, pendidik, akademisi, dan praktisi, mengingat hal ini akan berdampak pada masa depan anak-anak. Salah satu faktor penyebab yang mendasarinya adalah cara pengasuhan orang tua yang tidak tepat. Di samping itu, anak-anak yang menjadi korban perceraian dan anak yang ditinggalkan orang tua juga menjadi penyebab meningkatnya kasus pelecehan atau kekerasan seksual terhadap anak. Selain itu, orang tua yang belum memiliki kedewasaan secara mental akibat pernikahan di usia muda berpotensi untuk menciptakan situasi kekerasan terhadap anak. Pendidikan tentang seksual untuk anak sangat dibutuhkan oleh setiap orang tua, pendidik, dan masyarakat, agar dapat memberikan pemahaman kepada anak-anak di tengah perkembangan era digital saat ini. Pengetahuan ini juga dapat memberikan manfaat bagi persiapan anak menghadapi masa pubertas. Indonesia sudah memiliki Undang-Undang terkait Perlindungan Anak serta berbagai regulasi lain yang menangani isu perlindungan anak, di mana terdapat pasal-pasal yang  melindungi anak-anak untuk menjamin pemenuhan hak-hak mereka. Setiap tahun, jumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia terus meningkat, termasuk di Kabupaten Belitung Timur yang sudah berada dalam kategori darurat. Oleh karena itu, pengabdian ini menjadi sangat penting untuk dilaksanakan melalui program penyuluhan di SMA N 1 Manggar Kabupaten Belitung Timur
Penggunaan Konjungsi “Kecuali” dan “Selain” dalam Bahasa Buku Kesatu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek Voor Indonesie) Asista, Aruna; Sari, Rafiqa
Stilistika: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Vol 16 No 1 (2023)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30651/st.v16i1.16211

Abstract

The Use Of The Conjunction "Except" And "Besides" In The Language Of The First Book Of The Civil Code (Burgerlijk Wetboek Voor Indonesie)ABSTRAKHukum dan bahasa adalah dua entitas yang terpisah, tetapi sangat erat hubungannya. Hukum bergantung pada bahasa, dan tanpa bahasa hukum tidak dapat memanifestasikan bentuknya sehingga dapat dipahami oleh mereka yang kepadanya hukum itu disampaikan. Penulisan yang dilakukan untuk memaknai konjungsi “kecuali” dan “selain” yang terdapat dalam buku kesatu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) bersumber pada Burgerlijk Wetboek peninggalan kolonial Belanda yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diresmikan melalui Staatsblad Nomor 23 Tahun 1847, BAB IV tentang Perkawinan. Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan kualitatif deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah jenis analisis deskriptif. Hasil penulisan ini menunjukan bahwa penggunaan konjungsi “kecuali” dan “selain” dalam buku kesatu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bersumber pada Burgerlijk Wetboek, sudah sesuai dengan penempatannya, yaitu pasal 31 ayat 1, pasal 33, 34, 39, 45, 57, 69, 70 aline pertama, 99 dan 100. Sedangkan, satu pasal yang terdapat konjungsi “selain”, yaitu pasal 36.Kata kunci: undang-undang, bahasa, konjungsiABSTRACTLaw and language are two separate entities, but they are very closely related. The law depends on language, and without language the law cannot manifest its form so that it can be understood by those to whom it is delivered. The writing carried out to interpret the conjunction "except" and "besides" contained in the first book of the Civil Code (Civil Code) is sourced from Burgerlijk Wetboek of Dutch colonial heritage which was translated into Indonesian and inaugurated through the Staatsblad No. 23 of 1847, CHAPTER IV on Marriage. The approach used in this writing is a descriptive qualitative approach.  The type of research used by theauthor is a type of descriptive analysis.   The results of this paper show that the use of the conjunction "except" and "besides" in the first book of the Civil Code sourced from Burgerlijk Wetboek, is in accordance with its placement, namely article 31 paragraph 1, articles 33, 34, 39, 45, 57, 69, 70 first inline, 99 and 100. Meanwhile, one article that has a conjunction "besides", namely article 36.Keyword: legislation, language, and conjunctions