Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

SISTEM PAKAR MENDIAGNOSA PENYAKIT VAS, KULITIS MENGGUNAKAN METODE VARIABLE CENTERED INTELLIGENT RULE SYSTEM (VCIRS) Susanti, Pipi; Hasibuan, Nelly Astuti; Ulfa, Kurnia
KOMIK (Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan Komputer) Vol 2, No 1 (2018): Peranan Teknologi dan Informasi Terhadap Peningkatan Sumber Daya Manusia di Era
Publisher : STMIK Budi Darma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30865/komik.v2i1.915

Abstract

At this time the use of computer device technology has developed rapidly and the community. Most people use it not only for commercial purposes, but also to get information on disease detection quickly and efficiently with a computer-based application that can help the general public to find out the causes and symptoms of the disease. for that, a system is needed to imitate the expertise of an expert in answering questions and solving problems in accordance with the knowledge of an expert who is entered into a computer system. The development of artificial intelligence technology that has occurred has made it possible for expert systems to be applied to detect disease using programming languages. One of them is in providing information about various problems, especially Vasculitis. The expert system method used is a Variable Centered Intelligent Rule System (VCIRS) used to handle diagnosing vasculitis. With the facilities provided for users and administrators, allowing both users and administrators to use this system according to their individual needs. Users are given ease in knowing information about Vasculitis disease, its causes and deterrents. This expert system is created by using Microsoft Visual Basic 2008 Programming Language.Keywords: Expert System, Variable Centered Intelligent Rule System (VCIRS), Vasculitis
KLARIFIKASI PEMERINTAH DAERAHKABUPATEN KAUR TERHADAP PERATURAN DESA Nika, Tita; Suryaningsih, PE.; Susanti, Pipi
Jurnal Ilmiah Kutei Vol 21 No 2 (2022)
Publisher : UNIB Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33369/jkutei.v21i2.24989

Abstract

Pemerintah Desa diberikan kewenangan untuk membentuk peraturan sebagai landasan hukum bagi kebijakan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan pembangunan desa. Namun dewasa ini banyak Peraturan Desa yang dalam pembentukannya tidak sesuai dengan Permendagri Nomor 111 tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa. Bersadarkan kondisi latarbelakang diatas rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu, apakah klarifikasi Pemerintah Daerah Kabupaten Kaur terhadap Peraturan Desa telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, serta akibat hukum Peraturan Desa yang berlaku walaupun bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Metode Penelitian yang digunakan yaitu hukum empiris dengan menggunakan pendekatan pendekatan non doktrial dan pendekatan perundang-undangan (statue approach). Hasil penelitian yang didapat bahwa pelaksanaan klarifikasi terhadap Peraturan Desa oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kaur tidak terlaksana sebagimana yang telah diatur dalam Pasal 19 dan Pasal 20 Permendagri Nomor 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa. Peraturan Desa yang ada di Kecamatan Tetap, Kecamatan Kaur Selatan dan Kecamatan Maje tidak memenuhi syarat formil pembentukan Peraturan Desa. Walaupun secara normatif Peraturan Desa tersebut cacat formil dan terindikasi memenuhi kebatalan sebagai regulasi, namun sampai saat ini Peraturan Desa tersebut masih berlaku. Kata Kunci : Klarifikasi, Peraturan Desa, Pemerintah Daerah
Tanggung Jawab Negara Mengenai Pelindungan Data Pribadi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Pelindungan Data Pribadi Aqilah, Rosa; Waryenti, Deli; Susanti, Pipi
Jurnal Ilmiah Kutei Vol 23 No 2 (2024)
Publisher : UNIB Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33369/jik.v23i2.34476

Abstract

Pelindungan data pribadi merupakan bagian dari hak asasi manusia sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 28G Ayat (1) UU NRI Tahun 1945. Kehadiran Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi membawa angin segar bagi pelindungan data pribadi di Indonesia. Namun, perlu dilihat kembali bagaimana tanggung jawab negara mengenai pelindungan data pribadi berdasarkan UU PDP dan apa tindakan yang dilakukan oleh pemerintah berkaitan dengan pelindungan data pribadi. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Tanggung jawab negara mengenai pelindungan data pribadi berdasarkan UU PDP belum berjalan sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam UU PDP sebab belum adanya peraturan pelaksana dan lembaga sebagaimana yang diamanatkan sehingga (2) Tindakan yang dilakukan oleh negara dalam pelindungan data pribadi saat ini yakni negara mendelegasikan kewenangan kepada Kemkominfo dan BSSN untuk melaksanakan tugas dan kewenangan dalam pelindungan data pribadi. Kata Kunci: Tanggung Jawab Negara, Pelindungan Data Pribadi, Undang-Undang PDP, Lembaga
Pemberdayaan Lahan Kosong didesa Pukur dalam Upaya Penghijauan Melalui Penyaluran Bibit Tanaman Jengkol dan Durian Silvanti, Amelia; Susanti, Pipi; Malau, Laurensius Steven Roy; Khoiri, Khabb; Putri, Musliva Eka
BERNAS: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol. 5 No. 4 (2024)
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31949/jb.v5i4.11136

Abstract

Desa Pukur adalah desa yang terletak diProvinsi Bengkulu kecamatan Air Napal, Kabupaten Bengkulu Utara. Desa ini dominan dengan mata pencaharian yaitu dibidang pertanian. Karena umumnya daerah ini adalah penghasil pertanian, maka penghijauan adalah salah satu hal yang tepat  yang dilakukan di Desa ini. Penghijauan ini dilakukan dengan upaya yaitu menyalurkan bibit tanaman secara gratis kepada masyarakat. Bibit tersebut merupakan bibit yang memenuhi kriteria sebagai tanaman yang cocok dilahan desa tersebut. Tujuan dilakukan penghijauan ini salah satunya adalah untuk pemanfaatan lahan tidur yang ada di desa Pukur. Selain itu upaya penyaluran bibit ini dilakukan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat desa Pukur dalam 3 tahun kedepan. Proses penyaluran bibit tanaman diberikan secara gratis dan melalui bantuan pihak Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Lingkungan Hidup Bengkulu Utara (BPDAS LH Ketahun). Penyaluran bbit tersebut juga merupakan permintaan dari masyarakat desa agar kiranya lahan-lahan yang masih kosong dikebun maupun halaman rumah dapat dimanfaatkan dengan baik melalui penanaman tanaman yang bermanfaat bagi masyarakat itu sendiri
PERLINDUNGAN HAK KONSUMEN OLEH BANK DALAM PEMBELIAN PERUMAHAN MELALUI SISTEM PRE PROJECT-SELLING KPR Nuraisyah, Kania; Ohesa, Suci Lestari; Sari, Pepiyanti Ayu Puspita; Susanti, Pipi
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 8 No. 6 (2024): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v8i6.7496

Abstract

Penelitian ini diharapkan memberi fungsi untuk mengkaji aspek perlindungan konsumen dalam transaksi jual beli properti yaitu perumahan yang menggunakan sistem pre project-selling, yang dapat dilakukan melalui pembayaran tunai atau Kredit Kepemilikan Rumah (KPR). Sistem pre-project selling dengan skema KPR diatur dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a angka 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/8/PBI/2018 tentang Rasio Loan to Value (LTV) untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value (FTV) untuk Pembiayaan Properti, serta Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Peraturan ini mewajibkan bank yang menyalurkan Kredit Properti (KP) atau Pembiayaan Properti (PP) untuk properti yang belum sepenuhnya tersedia agar mematuhi ketentuan tersebut, memiliki perjanjian dengan pengembang yang menjamin penyelesaian properti sesuai perjanjian dengan nasabah. Dengan demikian, bank secara tidak langsung bertanggung jawab atas kelalaian pengembang dalam menyelesaikan properti sesuai perjanjian. Penelitian ini mengandalkan metode wawancara sebagai teknik pengumpulan data dari berbagai pihak terkait, termasuk bank, pengembang, dan konsumen. Hasil wawancara menunjukkan bahwa bank wajib menjalin kesepakatan kerja sama dengan pihak pengembang yang menyatakan bahwa pengembang sanggup menyelesaikan properti sesuai perjanjian. Untuk meningkatkan kepercayaan konsumen, bank juga harus memenuhi persyaratan lain sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a angka 3 peraturan tersebut. Bank bertanggung jawab atas kerugian yang dialami konsumen jika pengembang gagal memenuhi perjanjian atau melakukan wanprestasi. Tanggung jawab bank ini didukung oleh jaminan yang diberikan pengembang kepada bank, yang digunakan untuk menjamin penyelesaian kewajiban pengembang kepada konsumen sesuai perjanjian
HAK RESTITUSI BAGI KORBAN KEJAHATAN KORPORASI Rohmah, Adinda Syifa’u; Zulkarnain, Aini Jatsiyah; Susanti, Pipi
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 8 No. 8 (2024): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v8i8.7636

Abstract

Restitution is a loss recovery mechanism for victims of corporate crime, which is regulated in various laws and regulations, especially PERMA Number 13 of 2016 concerning Procedures for Handling Criminal Cases by Corporations. This mechanism allows victims to obtain compensation in the form of return of property, compensation, or reimbursement of costs provided by the perpetrator or third party through a judge's decision, with the aim of returning the victim to the original condition before the crime occurred. The implementation of Law No. 31/2014 on Witness and Victim Protection still faces challenges, especially in dealing with complex corporate crimes. Law enforcement agencies need to increase capacity, both in terms of human resources and infrastructure, to ensure victims get justice and proper recovery. Fulfilling the right to restitution requires a comprehensive, sustainable approach and full support from all parties. Restitusi merupakan mekanisme pemulihan kerugian bagi korban tindak pidana korporasi, yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, khususnya PERMA Nomor 13 Tahun 2016. Mekanisme ini memungkinkan korban memperoleh kompensasi berupa pengembalian harta, ganti kerugian, atau penggantian biaya yang diberikan oleh pelaku atau pihak ketiga melalui putusan hakim, dengan tujuan mengembalikan korban pada kondisi semula sebelum terjadinya kejahatan. Lalu, implementasi dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban masih menghadapi tantangan, terutama dalam menangani kejahatan korporasi yang kompleks. Lembaga penegak hukum perlu meningkatkan kapasitas, baik dalam hal sumber daya manusia maupun infrastruktur, untuk memastikan korban mendapatkan keadilan dan pemulihan yang layak. Pemenuhan hak restitusi membutuhkan pendekatan menyeluruh, berkelanjutan, dan dukungan penuh dari semua pihak.
Government Responsibility for The Fulfillment Basic Rights of Unprosperous people In Education Sector Susanti, Pipi; Sari, Rafiqa
Susbtantive Justice International Journal of Law Vol 4 No 1 (2021): Substantive Justice International Journal of Law
Publisher : Faculty of Law, Universitas Muslim Indonesia, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33096/substantivejustice.v4i1.106

Abstract

In fact, there are still many people living in poverty where they cannot fulfil their basic needs, be it food or clothing, there are still many children who drop out of school which causes ignorance. Education is one of the things that can change a family to be prosperous, therefore the government is obliged to fulfil this right. The problem in this paper is what form of government responsibility to fulfil the basic rights of the unprosperous people in education? The writing method used is normative with more emphasis on positive legal norms in the form of statutory regulations. The result of the discussion of this writing is that education is the basic right of the unprosperous people fulfilled by the government. In carrying out its responsibilities, the government fulfils the basic rights of the unprosperous people in several programs. Education which is the basic right of the unprosperous people is provided by the social service through PKH, while the Education Office provides these rights through (PIP) As stated in Article 31 of the 1945 Constitution, the community is required to get an education and the government is responsible for this, with some Indonesian program has fulfilled the rights of the unprosperous people in education.
Dampak Hukum Ketidakpatuhan Terhadap Kewajiban Mediasi Dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Julianda, Adela; Wijaya, Ano Dwi; Fadhilah, Amanda Fathonah; Susanti, Pipi; Yamani, M.
Jurnal Kompilasi Hukum Vol. 10 No. 1 (2025): Jurnal Kompilasi Hukum
Publisher : Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jkh.v10i1.224

Abstract

Artikel ini membahas urgensi dan konsekuensi hukum dari pelaksanaan mediasi sebagai prosedur wajib dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Namun, dalam praktiknya sering kali terdapat ketidaksesuaian dalam proses mediasi yang dapat menghambat kelanjutan proses hukum, seperti yang terjadi dalam Kasus Nomor 38/Pdt.Sus-PHI/2024/PN Smg, di mana Tergugat menyatakan bahwa ia tidak pernah dilibatkan dalam proses mediasi yang dilakukan oleh Penggugat. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mediasi bukan sekadar mekanisme alternatif, tetapi merupakan syarat formal yang harus dipenuhi sebelum gugatan diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), sebagaimana diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 6 ayat (1), serta ditekankan dalam Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang PPHI yang mengharuskan adanya laporan mediasi atau konsiliasi sebagai lampiran dalam gugatan. Kegagalan untuk mematuhi ketentuan ini, baik oleh Penggugat maupun petugas yang gagal memverifikasi kelengkapan administrasi, dapat mengakibatkan gugatan dianggap prematur, tidak diterima, dan menyebabkan cacat prosedural yang memengaruhi keabsahan proses peradilan. Kegagalan untuk melaksanakan mediasi juga mengganggu prinsip keadilan prosedural, memperlebar kesenjangan kekuatan tawar antara pekerja dan pengusaha, serta merusak kredibilitas lembaga peradilan karena lemahnya pengawasan internal. Oleh karena itu, pelaksanaan mediasi secara sah dan benar tidak hanya penting secara administratif, tetapi juga merupakan instrumen utama untuk memastikan proses hukum yang adil, cepat, dan murah yang berorientasi pada perlindungan hak pekerja dan terciptanya hubungan industrial yang harmonis.
Legal Analysis Of Legal Protection Of Workers' Rights Based On Unilateral Termination Of Employment By PT Fast Food Indonesia (KFC Indonesia) Siagian, Afny Azzahra; Amanda Fauzi, Rizka; Haptoro, Dyanhza Aji; Susanti, Pipi; Yamani, M.
Ilmu Hukum Prima (IHP) Vol. 8 No. 1 (2025): JURNAL ILMU HUKUM PRIMA
Publisher : jurnal.unprimdn.ac.id

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34012/jihp.v8i1.7062

Abstract

This article discusses unilateral termination of employment (PHK) by employers is a practice that still often occurs in the world of employment in Indonesia and raises legal issues, especially related to the protection of workers' rights. This study analyzes legal protection for workers in the case of unilateral layoffs carried out by PT Fast Food Indonesia (KFC Indonesia), and assesses its legal implications for the mechanism for resolving industrial relations. The issues raised include the suitability of unilateral layoffs with the provisions of Law Number 6 of 2023 and the extent to which workers' rights are legally protected. This study uses a normative legal method with a statutory approach and a case approach. Data were obtained through literature studies and analysis of real cases of mass layoffs by KFC Indonesia. The results of the study indicate that unilateral layoffs by the company do not comply with legal procedures as stipulated in Article 151 of Law Number 6 of 2023, which requires notification, bipartite negotiations, and settlement of industrial relations disputes. In addition, workers' rights such as severance pay and job loss guarantees are not provided proportionally. The legal implications put workers in a disadvantaged position and pave the way for dispute resolution through legal mechanisms in the Industrial Relations Court. This study emphasizes the importance of enforcing strict and comprehensive legal protection for workers in facing unilateral layoffs.  
Pengawasan Internal terhadap Tindakan Koruptif Pejabat Pemerintahan Daerah oleh Aparatur Pengawasan Intern Pemerintahan (Studi Kasus Pemerasan Kepala Dinas Provinsi Bengkulu) Vianka, Tania; Wati, Linda; Adzkia, Nurul; Susanti, Pipi
Indonesian Journal of Law and Justice Vol. 2 No. 4 (2025): June
Publisher : Indonesian Journal Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47134/ijlj.v2i4.4108

Abstract

This study aims to evaluate the effectiveness of internal supervision conducted by the Government Internal Supervisory Apparatus (APIP), particularly the Regional Inspectorate, in preventing and addressing corruption within local governments. The research uses a normative juridical approach by analyzing laws and regulations, combined with case studies specifically, extortion practices within the Bengkulu Provincial Government. The findings reveal that internal supervision has not functioned optimally. Several factors contribute to this ineffectiveness, including the failure of the internal control system, limited independence of the Government Internal Supervisory Apparatus (APIP), and insufficient coordination with external oversight bodies. These issues suggest that the current internal supervision mechanism remains vulnerable to political intervention and is inadequate in detecting or preventing structural corruption. In practice, the Government Internal Supervisory Apparatus (APIP) often lacks the authority and resources necessary to carry out thorough and independent investigations, especially in politically sensitive cases. To address these shortcomings, the study recommends a series of reforms. These include strengthening the institutional position and independence of the Government Internal Supervisory Apparatus (APIP), revising and updating technical regulations related to the Government Internal Control System (SPIP), and enhancing coordination and information-sharing between internal and external supervisory institutions. A more empowered and independent the Government Internal Supervisory Apparatus (APIP) would be better equipped to uphold integrity, transparency, and accountability in local governance. In conclusion, comprehensive improvements in internal supervision are essential to support anti-corruption efforts and ensure good governance at the regional level. Strengthening internal control is not only a legal necessity but also a strategic step toward building public trust in government institutions.