Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

Pengaruh Motivasi Kerja, Lingkungan Kerja di Rumah dan Organizational Citizenship Behaviour (OCB) di Masa Work From Home terhadap Kinerja Karyawan dengan Kepuasan Kerja sebagai Mediasi pada PT. Rajakamar Indonesia Timotius, Timotius; Ardi, Ardi; Berlianto, Margaretha Pink
JIIP - Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan Vol. 5 No. 7 (2022): JIIP (Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan)
Publisher : STKIP Yapis Dompu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (727.859 KB) | DOI: 10.54371/jiip.v5i7.724

Abstract

Pada awal Maret tahun 2020, ditemukan virus baru yang mudah menular bernama COVID-19 dan pemerintah Indonesia melakukan pembatasan mobilitas bagi masyarakat dan pelarangan bekerja dari kantor. Agar perusahaan tidak menghentikan operasionalnya maka diberlakukan aturan para karyawan bekerja dari rumah atau work from home. Penelitian ini menganalisis apakah motivasi kerja, lingkungan kerja dirumah, dan organizational citizenship behaviour (OCB) meningkatkan kinerja karyawan di masa work from home dengan mediasi kepuasan kerja. Data diambil dari seluruh karyawan PT Rajakamar Indonesia sebanyak 51 orang yang pernah menjalani masa work from home dan analisa korelasional data menggunakan SmartPLS. Hasil penelitian menunjukkan pada masa bekerja dari rumah, motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan tetapi tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja, lingkungan kerja dirumah tidak berpengaruh terhadap kinerja karyawan tetapi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja, OCB tidak berpengaruh terhadap kinerja karyawan tetapi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja. Kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.
The Relationship Between Protein Whey Milk Consumption and The Occurrence of Acne Vulgaris in Adolescents Aged 18-21 Years Timotius, Timotius; Charity Kamalo, Angelica Joana; Eunike, Debora; Titanic, Pussof Yayazucah; Priyanto, Teguh; Çelik, Semih
Jurnal Kesehatan Vol 14 No 2 (2023): Jurnal Kesehatan
Publisher : Poltekkes Kemenkes Tanjung Karang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26630/jk.v14i2.4018

Abstract

Acne vulgaris is an inflammation that occurs in the pilosebaceous gland with a prevalence of 18-21 years affected adolescents. This study aimed to determine the relationship between consumption of whey protein and the incidence of acne vulgaris. The research design was a literature review by searching medical scientific articles. Over 7,408 articles were found when searching for "protein" and "acne vulgaris." The articles were sorted by relevant publication in the last five years. There were 2,179 pertinent articles, which were then excluded from book studies that read 581 articles. Then, articles were screened only for whey protein research in the form of milk, so the remaining 129 studies were continued by selecting only subjects—adolescents aged 18-21 years so that the remaining 20 relevant articles are summarized in this study. The literature review results show a significant relationship between protein consumption and the incidence of acne vulgaris. The increase in sebum production caused by high protein consumption is the main reason for this correlation. Research findings suggest that people who consume high amounts of whey protein are more likely to develop acne vulgaris. In conclusion, this study lost the importance of nutrition in the incidence of acne vulgaris, with whey protein consumption being a significant contributing factor. The findings of this study may benefit individuals who wish to prevent or treat acne vulgaris by making dietary changes. Further research is needed to determine the optimal amount of protein intake to minimize acne vulgaris.
Menyingkap Perbedaan Mendasar: Evangelikalisme Dan Fundamentalisme – Tidak Serupa Meskipun Terkait Timotius, Timotius; Sni, Ofriana; Susanto, Johanes Lilik; Bintoro, Wahyu; Dewi, Setia
Indonesian Journal of Religious Vol. 5 No. 2 (2022): Indonesian Journal of Religious, Vol.5, No.2 (October 2022)
Publisher : LPPM - Sekolah Tinggi Teologi Indonesia Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46362/ijr.v5i2.23

Abstract

This writing explains the frequent misunderstanding that many evangelical figures who still like to call themselves Fundamentals, are unable to distinguish between the Evangelical and Fundamentalist movements to seem to be the same as the Fundamentalistic. Evangelical movements are different from fundamentalist movements. These evangelicals have emerged since the early 20th century as a reaction to the rejection of Modern/Liberal Theology. Fundamentalism is a movement that emphasizes the preservation of the truth of doctrine and beliefs that are considered fundamental to religion. Fundamentalists believe that religious teachings should be preserved in their original form and should not undergo adaptation or reinterpretation. They tend to be skeptical of social and cultural changes that are considered contrary to their religious beliefs and principles. Fundamentalism is often identified with a rigid attitude and rejection of modernist approaches in theology and religious life. In this article, the author uses the qualitative method of literary research as a reference in describing the problems studied. The outcome of the authors would show that the Evangelical is not the same as the fundamentalist so the equation caused by the lack of understanding of the Evangelistic can be explained.   Tulisan ini untuk menjelaskan akan kesalahpahaman yang sering terjadi dimana banyak tokoh Evangelikal masih suka menyebut dirinya sendiri Fundamentalis, mereka tidak bisa membedakan antara gerakan Evangelikal dan Fundamentalis sehingga seolah-olah gerakan Evangelikal sama dengan Fundamentalis. Padahal gerakan Evangelikal berbeda dengan Fundamentalis. Kaum Evangelical ini muncul sejak awal abad ke-20 sebagai reaksi penolakan terhadap Teologi Modern/Liberal. Sedangkan Fundamentalisme adalah gerakan yang menekankan pemeliharaan kebenaran doktrin dan keyakinan yang dianggap mendasar (fundamental) bagi agama. Para fundamentalis percaya bahwa ajaran-ajaran agama harus dijaga dalam bentuk aslinya dan tidak boleh mengalami penyesuaian atau reinterpretasi. Mereka cenderung bersikap skeptis terhadap perubahan sosial dan budaya yang dianggap bertentangan dengan keyakinan dan prinsip-prinsip agama mereka. Fundamentalisme sering kali diidentifikasi dengan sikap yang kaku dan penolakan terhadap pendekatan modernis dalam teologi dan kehidupan beragama. Dalam artikel ini,  penulis memakai metode kualitatif yaitu penelitian literatur  sebagai  acuan dalam  mendeskripsikan masalah yang  dikaji. Hasil akhir penulis akan menunjukkan bahwa Evangelikal tidak sama dengan fundamentalis sehingga penyamaan yang disebabkan oleh kurang mengertinya tentang Evangelikal bisa dijelaskan.
Katekismus Heidelberg: Sebuah Eksposisi Atas Pertanyaan Pertama khususnya kata “Penghiburan” Timotius, Timotius; Putrawan, Bobby Kurnia
Indonesian Journal of Religious Vol. 6 No. 1 (2023): Indonesian Journal of Religious, Vol.6, No.1 (April 2023)
Publisher : LPPM - Sekolah Tinggi Teologi Indonesia Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46362/ijr.v6i1.31

Abstract

The Heidelberg Catechism’s opening question, with its emphasis on “consolation,” represents a profound theological and pastoral exploration of the human condition. It underscores the enduring quest for true comfort, rooted in faith in Jesus Christ, and offers solace and hope amid life’s uncertainties and the inevitability of death. Understanding the historical context, theological depth, and practical implications of this question enhances one’s appreciation for the enduring relevance of the Heidelberg Catechism in the Christian tradition. Further study and reflection on its teachings can enrich the spiritual journey of believers seeking lasting consolation in their faith. This article aims to explain that the first question in the Helderberg Catechism is Theocentric. This is because there are scholars who say that the Heidelberg Catechism is very people-centered because it starts with a question that seems to tend to emphasize human needs. The author uses the literature method in this study. The final result of this study the author will show that the Helderberg Catechism is Theocentric, not People-Centered because the first question in the Helderberg Catechism is based on the awareness that God is the true source of comfort so that Christians only want to seek true comfort from God.   Pertanyaan pembuka Katekismus Heidelberg, dengan penekanannya pada "penghiburan", mewakili sebuah eksplorasi teologis dan pastoral yang mendalam tentang kondisi manusia. Katekismus ini menggarisbawahi pencarian abadi akan penghiburan sejati, yang berakar pada iman kepada Yesus Kristus, dan menawarkan penghiburan serta pengharapan di tengah ketidakpastian hidup dan keniscayaan kematian. Memahami konteks historis, kedalaman teologis, dan implikasi praktis dari pertanyaan ini akan meningkatkan apresiasi seseorang terhadap relevansi abadi Katekismus Heidelberg dalam tradisi Kristen. Studi lebih lanjut dan refleksi atas ajaran-ajarannya dapat memperkaya perjalanan spiritual orang-orang percaya yang mencari penghiburan yang kekal dalam iman mereka. Artikel ini bertujuan menjelaskan bahwa pertanyaan pertama dalam Katekismus Helderberg bersifat Theosentris. Hal ini dikarenakan ada sarjana yang mengatakan bahwa Katekismus Heidelberg tersebut sangat people-centered karena memulainya dengan pertanyaan yang terkesan cenderung menekankan kebutuhan manusia. Penulis memakai metode literatur dalam penelitian ini. Hasil akhir dari penelitian ini penulis akan menunjukkan bahwa  Katekismus Helderberg bersifat Theosentris bukan People Centered karena pertanyaan pertama dalam Katekismus Helderberg didasarkan atas kesadaran bahwa Allah adalah sumber penghiburan sejati sehingga orang Kristen hanya mau mencari penghiburan sejati dari Allah.
An Exploration of God’s Love in John Calvin’s Theology: Does God Love Everyone or Only the Elect? Timotius, Timotius
MAHABBAH: Journal of Religion and Education Vol 6, No 1 (2025): MAHABBAH: Journal of Religion and Education, Vol.6, No.1 (January 2025)
Publisher : Scriptura Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47135/mahabbah.v6i1.105

Abstract

The love of God is a central topic in Christian theology. However, views on the love of God are not always consistent in Christian theology. One well-known theologian who is considered inconsistent in his theology of God’s love is John Calvin. Calvin believed that God chose some people to be saved, which raises questions about whether Calvin truly believed in God’s universal love, since there are those who are not chosen. T.H.L. Parker argued that although Calvin spoke a lot about God’s love, his views often contained inconsistencies in his theology, leading to questions about whether Calvin truly believed in God’s universal love. On the other hand, Richard A. Muller stated that the concept of God’s love in Calvin’s theology is very consistent and not ambiguous. According to him, Calvin viewed God’s love as a love that is not dependent on humans and not limited to those who receive it. God’s love in Calvin’s view is a praiseworthy and noble love because it encompasses all of humanity, both the elect and the non-elect. This article is written to explain the misunderstanding about John Calvin being inconsistent in his theology of God’s love. To answer the above issue, the author will use the literature method. The author will examine all of Calvin’s writings to explain that Calvin is very consistent in his theology of God’s love, so those who consider the theology of God’s love to be inconsistent can clearly see that what is accused of Calvin is not true.
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN PARTAI POLITIK DALAM MENINGKATKAN PENDIDIKAN POLITIK DI DEWAN PIMPINAN PUSAT PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN Timotius, Timotius
Public Administration Journal (PAJ) Vol 7, No 2 (2023): Public Administration Journal
Publisher : Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Fokus yang menjadi pokok pemikiran dalam penelitian ini adalah implementasi kebijakan, hambatan, dan upaya yang dilakukan guna mengatasi hambatan kebijakan penggunaan bantuan keuangan partai politik dalam meningkatkan pendidikan politik di Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis implementasi kebijakan, hambatan, dan upaya yang dilakukan guna mengatasi hambatan kebijakan penggunaan bantuan keuangan partai politik dalam meningkatkan pendidikan politik di Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif dengan rancangan pendekatan postpositivisme yaitu modifikasi dari pendekatan positivisme. Informan dalam penelitian ini berjumlah 5 orang yang berasal dari Kementerian Dalam Negeri, Badan Pemeriksa Keuangan, dan pimpinan serta anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Dari hasil penelitian didapatkan kesimpulan, yaitu: (1) Kebijakan bantuan keuangan bagi partai politik merupakan pemberian bantuan keuangan kepada partai politik oleh pemerintah dengan tujuan untuk memberikan pemahaman dan kemandirian kepada partai politik dalam mengelola anggaran bantuan politik, agar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Adapun selama ini implementasinya sudah berjalan dengan baik sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2018 tentang Bantuan Keuangan Partai Politik, yang mana dijelaskan bahwa besaran nilai bantuan keuangan kepada Partai Politik tingkat Pusat yang mendapatkan kursi di DPR sebesar Rp. 1.000,00 (seribu rupiah) per suara sah. (2) Hambatan dalam implementasi kebijakan penggunaan bantuan keuangan partai politik di Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, antara lain dari aspek administrasi keuangan masih banyak berkas pertanggungjawaban yang belum dapat diselesaikan oleh partai. Selanjutnya dari aspek sumber daya manusia, masih ada pengelola keuangan di partai politik yang belum terbiasa mengadministrasikan pertanggungjawaban sesuai dengan Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2015. Lebih lanjut dari aspek regulasi, peraturan perundang-undangan tentang bantuan keuangan bagi partai politik saat ini masih perlu direvisi karena kurang mengakomodaisi kepentingan partai politik. (3) Upaya yang dilakukan dalam meningkatkan pendidikan politik di Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dapat dilakukan melalui penambahan anggaran untuk kegiatan pendidikan politik agar semakin banyak kader dan anggota partai yang memiliki moral dan pemahaman baik terhadap dunia perpolitikan di Indonesia. Selanjutnya mengupayakan penggunaan anggaran yang bersumber dari iuran dari kader partai dan sumbangan lain yang sah menurut undang-undang, sebelum dana bantuan dari pemerintah diterima.
ETIKA PEMERINTAHAN BERBASIS MORALITAS KRISTEN DAN NASIONALISME: IMPLEMENTASI TEOLOGI POLITIK CALVIN DALAM KERANGKA SOEKARNO Timotius, Timotius
RERUM: Journal of Biblical Practice Vol. 5 No. 2 (2025): RERUM: The Journal of Biblical Practice
Publisher : Moriah Theological Seminary

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55076/rerum.v5i2.383

Abstract

This study explores the synergy between Christian morality, especially in the political theology of John Calvin, and Soekarno's nationalism in building governmental ethics in Indonesia. Christian morality in Calvin's political thought strongly emphasizes the values of integrity, honesty, accountability, love, and justice—values that are particularly relevant for addressing issues of corruption, abuse of power, and social inequality. Meanwhile, Soekarnoism prioritizes inclusive nationalism, the spirit of mutual cooperation (gotong royong), and national unity to advance the people's welfare. The author employs a qualitative approach through a literature review to examine the possibility of merging these two value systems to establish governance that is ethical, fair, and centered on people. The results show that this synergy can strengthen the principles of justice, public service, sustainable development, and responsible resource management, especially within the framework of Indonesia's pluralism. This analysis highlights the significance of cooperation among religions, cultures, and institutions in fostering a political culture that is healthy, transparent, and fair.. In the Indonesian context, this collaboration includes Christian values according to Calvin, Soekarno's nationally oriented nationalism, as well as Islamic morality which emphasizes trust (responsibility), ‘adl (justice), and ukhuwah (brotherhood). Thus, this study not only connects the ideas of two figures but also integrates them within the framework of national pluralism.   Penelitian ini mengeksplorasi sinergi antara moralitas Kristen terkhusus dalam teologi politik John Calvin, dan nasionalisme Soekarno dalam membangun etika pemerintahan di Indonesia. Moralitas Kristen dalam konsep politik Calvin sangat menekankan nilai-nilai integritas, kejujuran, akuntabilitas, kasih, dan keadilan yang relevan untuk menangani masalah korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, dan ketimpangan sosial. Sementara itu, Soekarnoisme mengedepankan nasionalisme inklusif, semangat gotong royong, dan kesatuan bangsa untuk memajukan kesejahteraan rakyat. Penelitian ini menerapkan metode kualitatif, di mana penulis akan meneliti potensi penggabungan kedua kerangka nilai ini untuk menciptakan pengelolaan pemerintahan yang etis, adil, dan berfokus pada kesejahteraan masyarakat. Hasilnya mengindikasikan bahwa kolaborasi ini dapat memperkuat prinsip keadilan, pelayanan publik, pembangunan berkelanjutan, dan manajemen sumber daya yang bertanggung jawab, terutama dalam konteks pluralisme di Indonesia.. Studi ini menegaskan pentingnya kolaborasi lintas agama, budaya, dan institusi untuk membangun budaya politik yang sehat, transparan, dan berkeadilan. Dalam konteks Indonesia, kolaborasi ini mencakup nilai-nilai Kristiani menurut Calvin, nasionalisme Soekarno yang bercorak kebangsaan, serta moralitas Islam yang menekankan amanah (tanggung jawab), ‘adl (keadilan), dan ukhuwah (persaudaraan). Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya menghubungkan pemikiran dua tokoh, tetapi juga mengintegrasikannya dalam kerangka pluralisme bangsa.
METODE MENGGAMBAR DALAM MELATIH MOTORIK ANAK Timotius, Timotius; Sutrisno, Sutrisno; Mulyani, Sri
Jurnal Abdimas Terapan Vol. 2 No. 2 (2023): JURNAL ABDIMAS TERAPAN (MEI)
Publisher : Program Vokasi Universitas Negeri Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (290.876 KB) | DOI: 10.56190/jat.v2i2.23

Abstract

Kualitas peserta didik sangat tergantung pada profesionalisme pendidik yaitu guru, termasuk perkembangan motorik siswa. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan kualitas peserta didik, sangat mendesak untuk meningkatkan mutu dan kemampuan pendidik di ruang kelas terkhusus sebagai metode pembelajaran. Maka dari itu, guru harus dikembangkan dan dibekali dengan metode pembelajaran yang kreatif dan tepat guna. Di antara banyak metode belajar yang ada, mengambar adalah satu diantara banyaknya metode pembelajaran yang berkaitan dengan pengembangan keterampilan motorik siswa. Kontribusi penulis dalam pelaksanaan kegiatan amal adalah pendampingan. Hasil kegiatan ini dirancang untuk meningkatkan kemampuan motorik siswa Rusunawa Marunda. Pengaruh peningkatan kemampuan motorik siswa tentunya berkaitan dengan kedisiplinan, emosi, keterampilan dan kreativitas anak-anak Rusunawa Marunda, Cilincing Jakarta Utara
Occuli dextra proptosis in symptomatic hiperthyroidism with diffuse goitre in 45 year old woman: A case report with literature review Timotius, Timotius; Putra, Ananda; Johansen, Johansen; Titanic, Pussof Yayazucah; Novitasari, Diana
Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu Kesehatan Vol 8, No 3: September 2023
Publisher : Universitas Aisyah Pringsewu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30604/jika.v8i3.2450

Abstract

Hyperthyroid is refers to increased of thyroid synthesis hormon production by the thyroid gland that cause an excessive amount thyroid homrone circulate in the blood and eventually cause protrusion of unilateral or both eyes at the anterior out of the orbit due to an increased orbital content within the rigid bony orbit. We report the case of 45 -year-old woman with major complaints of blurred vision on her right eye. Blurred vision on this patient is without a red eye but have a tension on his eye that feel like going out. On local examination of the neck area, there was visible mass during inspection, and on palpation there mass in the neck area. On laboratory examination, TSHs levels were 0.085 uIU/mL, FT4 levels were 12.8 pmol/L, creatinine was 0.9 mg/dL, Calcium was 1.23 mmol/L, Natrium 134 mmol/L, Kalium 3.30 mmol/L. On Colli ultrasound, multiple lymphadenopathy were found on the right and left Colli measuring 1.65 cm x 0.6 cm in the right Colli and 2.10 cm x 0.35 cm in the left Colli and on Head CT-scan with contrast orbita centration, Brain edema and proptosis on occuli dextra were found. The patient underwent oral therapy using propylthiouracil and intravenous methylprednisolone therapy. Administered intravenous methylprednisolone pulse therapy show a significant decrease on grave opthalmopathy severity.
Hubungan Screen Time Smartphone Dengan Kejadian Obesitas Pada Masyarakat Usia 15-22 Tahun Timotius, Timotius; Novitasari, Diana; Titanic, Pussof Yahyazucah; Chyntia, Chyntia; Ashari, Shoimatul Fitriyah
Jurnal Ners Vol. 8 No. 1 (2024): APRIL 2024
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jn.v8i1.18077

Abstract

Smartphones are no longer necessary in everyday life. Smartphone use has been shown to have a wide-ranging impact on health. Obesity is one of the modern-day health problems that can be exacerbated by excessive smartphone use. The study's goal is to look at the link between smartphone screentime and obesity prevalence. This study's design is a cut width. Data is collected online using Google Forms (G-form). The information gathered included respondents' identities, screen times via smartphone screenshots, and degrees of obesity as indicated by height and weight measurements. There were 135 responses between the ages of 15 and 22. The bulk of respondents (83.7%) utilized cellphones for 6 hours every day. The outcomes of measuring the body mass index revealed that the majority of the respondents (71.11%) were obese. The chi-square test reveals a substantial association between screen time and metabolic health, such as obesity