Adopsi anak merupakan praktik hukum yang telah lama ada di Indonesia, yang dilakukan dengan tujuan memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada anak yang tidak dapat diasuh oleh orang tua kandungnya. Namun, praktik ini juga berpotensi disalahgunakan untuk tujuan ilegal, seperti perdagangan anak. Sehingga di perlukan pengawasan dalam pelaksanaan adopsi baik selama proses maupun setelah adopsi. Pengawasan setelah adopsi sebagai langkah preventif terhadap tindak pidana perdagangan anak, dengan fokus pada implementasi regulasi yang berlaku di Indonesia, terutama berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 3 Tahun 2018 tentang Bimbingan Pengawasan dan Pelaporan Pelaksanaan Pengangkatan Anak. Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang bersifat deskriptif analitis, dengan pendekatan perundang-undangan, kasus, dan konseptual. Peraturan Menteri Sosial Nomor 3 Tahun 2018 tentang Bimbingan Pengawasan dan Pelaporan Pelaksanaan Pengangkatan Anak kurang efektif dalam pengawasan setelah adopsi karena kekosongan hukum pada Pasal 15 terhadap pengawasan setelah adopsi bagi adopsi yang dilakukan oleh warga negara Indonesia. Kemudian, dalam kasus perkara Nomor 30/Pid.Sus/2023/PN Cbi, terlihat bahwa adopsi menjadi salah satu cara terjadinya tindak pidana perdagangan anak. Perkara ini menyoroti bahwa perlu dilakukan pengawasan dalam pelaksanaan adopsi maupun setelah.