Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Potential of Wild Yeast from Banana to Control Colletotrichum musae Fungi Caused Anthracnose Disease and Its Short Antagonistic Mechanism Assay Muhibuddin, Anton; Sektiono, Antok Wahyu; Sholihah, Dewi Maratus
Journal of Tropical Life Science Vol 9, No 1 (2019)
Publisher : Journal of Tropical Life Science

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (396.745 KB)

Abstract

Anthracnose caused by Colletotrichum musae is one of several important disease in banana fruit. An effective, cheap, and safe control method are necessary as a postharvest disease control alternative. This research aimed to obtain and identify wild yeast from banana which was isolated from its peel that has antagonist ability effectively in controlling anthracnose disease of banana fruit.  This research was started with an isolation of C. musae and yeast from banana, followed by in vivo assay with count percentage antagonist level, slide culture, and in vivo assay to know pathogen incubation stage and incident disease level. The yeast that isolated from ambon variety was Candida sp. and Pichia sp. Metchnikowia sp. from kepok variety respectively.
ANALISIS KELAYAKAN DETEKSI CEPAT PENYAKIT HAWAR DAUN TANAMAN KENTANG PADA FASE AKHIR MENGGUNAKAN UAV: LATE BLIGHT FEASIBILITY ANALYSIS IN POTATOES USING UAV FOR QUICK DETECTION IN LATE-STAGE Nita, Istika; Putra, Aditya Nugraha; Sektiono, Antok Wahyu; Riza, Sativandi; Wicaksono, Kurniawan Sigit; Sholikah, Dinna Hadi; Kristiawati, Wanda; Rahma, Melati Julia
Jurnal HPT (Hama Penyakit Tumbuhan) Vol. 11 No. 3 (2023)
Publisher : Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.jurnalhpt.2023.011.3.2

Abstract

Produksi kentang di Indonesia berkontribusi + 0,3% dari total produksi dunia sebesar + 388.191.000 ton. Kentang merupakan komoditas hortikultura esensial di Indonesia dengan permintaan sekitar 2,82 kg ha-1 kapita-1 pada tahun 2021. Saat ini terjadi defisit ketersediaan kentang yang mencapai 4.845.910 ton yang diperparah dengan terus menurunnya produksi kentang nasional (1.164.738 ton). Penyakit hawar daun (Phytophthora infestans) merupakan salah satu masalah utama penyebab penurunan produksi kentang (kehilangan hasil antara 10-100%). Penyebaran penyakit hawar daun sulit untuk diidentifikasi secara real time, sehingga diperlukan teknologi tepat guna yang dapat memberikan informasi secara cepat dan akurat. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana foto udara (dari UAV) memperkirakan sebaran penyakit hawar daun pada kentang. Foto UAV diubah menjadi indeks NDVI, RDVI, SAVI, SR, ARVI-2, DVI, IPVI, dan GCI. Data pengukuran indeks penyakit hawar daun akan dikorelasikan dan dipilih yang terbaik untuk mendapatkan rumus regresi distribusi spasial penyakit hawar daun. Lokasi penelitian berada di Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Indonesia. Titik pengamatan di lapangan sebanyak 50 titik pengamatan untuk setiap luasan 3 Ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua indeks berkorelasi positif (> r tabel 0,34). Korelasi tertinggi pada estimasi model dari indeks NDVI (0,72). Kondisi ini sejalan dengan koefisien regresi (R2) pada NDVI yang mencapai 0,51 dengan persamaan y = 20,779 * (angka indeks NDVI) + 49,146. Analisis t-paired menunjukkan bahwa t hitung pada model (-1,10) ada pada grafik t-tabel (2,16), dan ini menegaskan bahwa rumus tersebut dapat diandalkan untuk digunakan.
UJI POTENSI JAMUR PENGHASIL IAA SEBAGAI PENGENDALI HAYATI PATOGEN LAYU Fusarium oxysporum PADA TANAMAN CABAI: INVESTIGATING THE POTENTIAL OF IAA-PRODUCING FUNGUS AS A BIOLOGICAL CONTROL OF FUSARIUM WILT ON CHILI Khoirunisa, Fenti Rahma; Sektiono, Antok Wahyu; Djauhari, Syamsuddin; Aini, Luqman Qurata
Jurnal HPT (Hama Penyakit Tumbuhan) Vol. 12 No. 1 (2024)
Publisher : Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.jurnalhpt.2024.012.1.3

Abstract

Pemanfaatan mikroba antagonis sebagai agens pengendali hayati penyakit tumbuhan telah banyak dilakukan. Diketahui beberapa jamur antagonis mampu menghasilkan hormon Indole Acetic Acid (IAA) sehingga memiliki peranan yang lengkap dalam menunjang pertumbuhan tanaman karena dapat bertindak sebagai bioprotectant dan biofertilizer. Saat ini berbagai upaya untuk meningkatkan efektifitas pengendalian dengan agens hayati terus dilakukan guna mendapatkan cara pengendalian hayati yang efektif dan efisien sehingga memiliki daya tarik bagi pelaku budidaya pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi jamur penghasil IAA dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman serta menghambat patogen Fusarium oxysporum pada tanaman cabai. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 kali ulangan. Hasil penelitian ini didapatkan kedelapan isolat jamur memiliki daya hambat lebih dari 60% dan persentase daya hambat tertinggi pada hari ketujuh terdapat pada isolat jamur G sebesar 80,89%. Sedangkan hasil uji IAA secara kualitatif menggunakan reagen Salkowski dari kedelapan isolat jamur didapatkan dua isolat jamur yang mengalami perubahan warna menjadi merah muda yaitu isolat jamur AMR dan AR dengan konsentrasi masing-masing sebesar 22,29 ppm dan 11,65 ppm. Penelitian yang dilakukan di Rumah Kaca didapatkan hasil bahwa perlakuan P1 pada 7 MST efektif untuk meningkatkan tinggi tanaman dan perlakuan P2 pada 7 MST efektif menambah jumlah daun tanaman cabai rawit. Selain itu, semua perlakuan jamur antagonis berpotensi sebagai agens hayati dengan perlakuan P3 memiliki intensitas penyakit terendah pada 7 MST sebesar 10%.
Effect of Temperature on the Germination and Spread of the Mycelia of Sporisorium scitamineum Fungus Causes Smut Disease in Sugarcane Tasya, Tasya; Muhibuddin, Anton; Sektiono, Antok Wahyu; Hidayah, Nurul
Research Journal of Life Science Vol 11, No 1 (2024)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.rjls.2024.011.01.3

Abstract

Sugarcane is presumed to be susceptible to smut disease caused by a basidiomycete fungus, Sporisorium scitamineum. One environmental condition that influences the disease's development is temperature. However, information related to smut disease, especially the influence of the environment (temperature) on the growth of S. scitamineum in sugarcane, is limited. Therefore, studying the effect of different temperature ranges on S. scitamineum growth is necessary. The research, which was arranged using a completely randomized design with 3 (replicates) consisted of two treatments, including temperatures (20, 25, 30, and 35°C) and incubation time (1, 2, 4, and 6 hours). The teliospore suspension was inoculated on a water agar medium and incubated at different times and temperatures. After each allocated time, the plates were taken from the incubator, and then germination of teliospores was observed under a compound microscope. In addition, we also conducted research on the effect of inoculation temperature (25, 30, and 35°C) on the mycelial distribution within sugarcane tissue. The bud setts were immersed in teliospore suspension for 10 minutes at different temperatures, then planted in the polybags and kept for one and two weeks. The results showed that temperature affected the germination of S. scitamineum teliospores, in which the highest germination (92,3%) occurred at 30°C. On the other hand, the lowest germination was at 20°C with 0% germination after 1 hour incubation time. The in vivo study revealed that the distribution of mycelia within sugarcane tissue was similar, either incubated in one or two weeks.
Perbanyakan agens hayati, pembuatan kompos, dan budidaya ikan guna menunjang implementasi sistem pertanian terpadu Sektiono, Antok Wahyu; Widyawati, Yuni; Yanuar, Adi Tiya; Swara, Suluh Elman; Mustofa, Oki
Jurnal Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (JP2M) Vol. 4 No. 3 (2023)
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33474/jp2m.v4i3.20947

Abstract

Desa Simo memiliki luas wilayah 268,85 ha dengan 23% wilayahnya berupa lahan pertanian dan sebagian wilayah berupa bentang alam lainnya yang menyimpan potensi besar yang belum termanfaatkan secara optimal terutama guna pembangunan pertanian. Oleh karena itu, dilakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat menggunakan metode Asset Based Community Development (ABCD). Praktik dalam kegiatan terfokus pada, 1) pengenalan dan perbanyakan agens hayati, 2) pembuatan kompos dari limbah ternak, 3) pembudidayaan ikan yang baik. Dengan adanya kegiatan tersebut diketahui pemahaman petani di desa Simo mengenai pemanfaatan beberapa potensi desa yang dapat dioptimalkan dalam pertanian mengalami perubahan. Masyarakat petani setempat mulai mengenal dan bahkan memperbanyak agens hayati sebagai pengendali hama dan penyakit tumbuhan, memanfaatkan kotoran ternak sebagai bahan baku kompos, serta mengelola kolam sebagai pertumbuhan dan perkembangan ikan.