Claim Missing Document
Check
Articles

Found 36 Documents
Search

Potensi Jamur Tanah dan Mikoriza dalam Menekan Perkembangan Penyakit Layu Pada Bibit Pala (Myristica fragrans Houtt) di Maluku Sarjoko Sarjoko; Syamsuddin Djauhari; Anton Muhibuddin
The Indonesian Green Technology Journal Vol 7, No 1 (2018)
Publisher : Program Pascasarjana Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (916.958 KB) | DOI: 10.21776/ub.igtj.2018.007.01.04

Abstract

Kematian bibit akibat serangan penyakit layu bibit pala dirasakan sangat merugikan bagi para penangkar bibit. Jamur tanah telah dilaporkan dapat menekan perkembangan berbagai patogen tular tanah. Mikoriza adalah bentuk asosiasi jamur dengan tanaman yang memiliki kemampuan dalam meningkatkan ketahanan dan pertumbuhan tanaman. Tujuan penelitian adalah mengetahui jenis organisme penyebab penyakit layu pada bibit pala, mengetahui jenis-jenis jamur tanah yang berpotensi menekan perkembangan penyakit layu bibit pala dan mengetahui peranan mikoriza dalam meningkatkan ketahanan dan pertumbuhan tanaman. Penelitian dilakukan pada fase in vitro, fase perkecambahan dan pembibitan. Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan tiga ulangan. Penyebab penyakit layu bibit pala adalah jamur Sclerotium rolfsii. Sebanyak 15 isolat jamur tanah diperoleh dari hasil eksplorasi. Hasil uji antagonisme secara in vitro menunjukkan bahwa terdapat 11 jamur tanah yang potensial menekan koloni jamur S. rolfsii  secara signifikan. Empat isolat jamur tanah, yaitu jamur Candida sp, Trichoderma viride, Trichoderma harzianum, dan Botrytis sp.1 konsisten secara nyata mampu menekan perkembangan S. rolfsii mulai dari pengujian in vitro, perkecambahan sampai pembibitan. Dengan penambahan mikoriza, maka Botrytis sp. 2 mampu menekan jamur S. rolfsii secara signifikan pada fase perkecambahan dan pembibitan. Pengujian pada fase perkecambahan, dilihat dari paramater pertumbuhan tanaman (kecuali panjang akar) seluruh perlakuan jamur tanah yang ditambahkan dengan mikoriza menujukkan beda nyata dengan tanaman kontrol. Pada fase pembibitan, dilihat dari parameter pertumbuhan tanaman (kecuali tinggi tanaman) seluruh perlakuan jamur dengan penambahan mikoriza juga menunjukkan beda nyata dengan kontrol, kecuali pada perlakuan jamur Paecilomyces sp.Kata kunci: Bibit pala, Jamur tanah, Mikoriza, Sclerotium rolfsii
EFEKTIVITAS SENYAWA NONATSIRI DARI Curcuma spp. TERHADAP PENEKANAN PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA BUAH CABAI Anella Retna Kumala Sari; Firdaus Auliya Rahmah; Syamsuddin Djauhari
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 31, No 1 (2020): Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v31n1.2020.21-30

Abstract

One of the important diseases on chili is anthracnose caused by Colletotrichum capsici. Curcuma extracts and their essential oils were known as antifungal, but nonessential compounds have not been widely tested. This study aimed to assay the effectiveness of nonessential compounds of Curcuma longa, C. zedoaria, and C. aeruginosa to C. annuum. This study was conducted in November 2014 until Mei 2015 at Brawijaya University. The nonessential compound was obtained by soaking rhizome of C. longa,   C.   zedoaria,  and C.   aeruginosa in methanol, then distilled byusing rotary vacuum evaporator. Nonessential chemical compunds were identified by using HPLC. Effectiveness evaluation of nonessential compounds from three species of Curcuma was done by in vitro and in vivo test. Tested treatments were three species of Curcuma spp and 6 concentration levels of nonessential compounds (0 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, and 12 ppm). The xperiment was performed in Factorial Complete Randomized Design, with 18 treatments combination, and replicated three times. Results of HPLC analysis showed the rhizomes of the three Curcuma species contained curcumin and desmethoxycurcumin in various concentrations. The highest level was found in the C. longa extract (13.792 ppm curcumin and 67.156 ppm desmethoxycurcumin). However, in vitro test results showed nonessential compound of C. zedoaria was most effective in inhibiting C. annuum growth.  The 10 ppm concentration inhibited 81.53 % of fungal growth.  Further, the in vivo test, also indicated the same, it’s most effective in hampering the growth of anthracnose symptoms. Therefore, curcumin and desmethoxycurcumin from three species of Curcuma have potential to be developed as botanical fungicide.
EFEKTIVITAS SENYAWA NONATSIRI DARI Curcuma spp. TERHADAP PENEKANAN PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA BUAH CABAI Anella Retna Kumala Sari; Firdaus Auliya Rahmah; Syamsuddin Djauhari
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 31, No 1 (2020): Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v31n1.2020.21-30

Abstract

One of the important diseases on chili is anthracnose caused by Colletotrichum capsici. Curcuma extracts and their essential oils were known as antifungal, but nonessential compounds have not been widely tested. This study aimed to assay the effectiveness of nonessential compounds of Curcuma longa, C. zedoaria, and C. aeruginosa to C. annuum. This study was conducted in November 2014 until Mei 2015 at Brawijaya University. The nonessential compound was obtained by soaking rhizome of C. longa,   C.   zedoaria,  and C.   aeruginosa in methanol, then distilled byusing rotary vacuum evaporator. Nonessential chemical compunds were identified by using HPLC. Effectiveness evaluation of nonessential compounds from three species of Curcuma was done by in vitro and in vivo test. Tested treatments were three species of Curcuma spp and 6 concentration levels of nonessential compounds (0 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, and 12 ppm). The xperiment was performed in Factorial Complete Randomized Design, with 18 treatments combination, and replicated three times. Results of HPLC analysis showed the rhizomes of the three Curcuma species contained curcumin and desmethoxycurcumin in various concentrations. The highest level was found in the C. longa extract (13.792 ppm curcumin and 67.156 ppm desmethoxycurcumin). However, in vitro test results showed nonessential compound of C. zedoaria was most effective in inhibiting C. annuum growth.  The 10 ppm concentration inhibited 81.53 % of fungal growth.  Further, the in vivo test, also indicated the same, it’s most effective in hampering the growth of anthracnose symptoms. Therefore, curcumin and desmethoxycurcumin from three species of Curcuma have potential to be developed as botanical fungicide.
KEANEKARAGAMAN JAMUR ENDOFIT PADA DAUN TANAMAN PADI (Oryza Sativa L.) DENGAN SISTEM PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT) DAN KONVENSIONAL DI DESA BAYEM, KECAMATAN KASEMBON, KABUPATEN MALANG Eko Famuji Ariyanto; Abdul Latief Abadi; Syamsuddin Djauhari
Jurnal HPT (Hama Penyakit Tumbuhan) Vol. 1 No. 2 (2013)
Publisher : Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACTThis research aims to find out is the process of rice cultivation affects the diversity of endophytic fungi in leaf tissues of rice crops. Leaves sampling of rice crops in IPM and conventional done in the Bayem village, Kasembon subdistrict, Malang regency and isolation of endophytic fungi in the mycology laboratory, Department of Plant Pest and Disease Brawijaya University Malang in May to July 2012. The study was conducted by survey, exploration and comparison. Exploration results endophytic fungi in conventional and IPM field obtained Aspergillus sp., Penicillium sp., Nigrospora sp., Trichoderma sp., Curvularia sp. and unidentified fungi. The endophytic fungi only found in the IPM field are Mucor sp., Mastigosporium sp., Alternaria sp., Fusarium sp. and Monosporium sp. whereas fungi are only found in conventional field are Verticillium sp. and Acremonium sp. Endophytic fungi diversity index in IPM field is 4, including in the high category, while in conventional field is 3, including in the medium category, the dominance index of endophytic fungi in IPM field is 0.001010101 whereas in conventional field is 0.024193548. The dry grain yields of rice crops in IPM field higher than conventional field are 45 kw with 4,000 m² of land area, harvest tile are 1.12 kg / m², while in conventional field are 13, 30 kw with 1,600 m² of land area. tile harvest 0.83 kg / m².Keywords: Endophytic fungi, diversity, IPM, rice.
KEJADIAN PENYAKIT PADA TANAMAN BAWANG MERAH YANG DIBUDIDAYAKAN SECARA VERTIKULTUR DI SIDOARJO Ade Supriyadi; Ika Rochdjatun Sastrahidayat; Syamsuddin Djauhari
Jurnal HPT (Hama Penyakit Tumbuhan) Vol. 1 No. 3 (2013)
Publisher : Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKBudidaya bawang merah saat ini hanya menggunakan teknik konvensional yangdalam budidayanya membutuhkan banyak lahan seperti lahan persawahan. Budidaya bawang merah tidak hanya dapat dibudidayakan secara konvensional tetapi dapat juga dengan teknik vertikultur. Terdapat beberapa faktor yang menjadi hambatan dalam budidaya bawang merah. Salah satunya yaitu adanya infeksi penyakit yang disebabkan oleh jamur, bakteri, virus dan berbagai macam patogen lainnya yang mampu menurunkan hasil produksi bawang merah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyakit yang menyerang tanaman bawang merah yang ditanam secara vertikultur dan untuk mengetahuiintensitas serangan penyakit pada bawang merah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei yang dilakukan terhadap budidaya tanaman bawang merah dengan teknik vertikultur dan inventarisasi penyakit yang menyerang daun, umbi maupun akar tanaman bawang merah yang dibudidayakan dengan teknik vertikultur yang dilakukan dengan cara mengamati langsung di lapangan. Dari hasil penelitian penyakit yangditemukan pada budidaya tanaman bawang merah yang dibudidayakan secara vertikultur yaitu layu Fusarium sp. dan defisiensi unsur hara N dan K. intensitas serangan patogen Fusarium sp. mulai tampak pada umur 20 HST dengan rata-rata 0,15 %. Intensitas serangan Fusarium sp. pada umur 24 HST terus meningkat hingga umur 48 HST yaitu 5,99 %. Berdasarkan letak lubang tanam pada paralon, intensitas serangan penyakit layu Fusarium sp. tertinggi terdapat pada paralon bagian bawah dengan rata-rata 7,5 % dan yang terendah terdapat pada paralon bagian atas dengan rata-rata 4,99 %. Gejala defisiensi unsur haramulai tampak pada umur 20 HST dan terus mengalami peningkatan hingga umur 36 HST dengan persentase 100% tanaman yang sakit.Kata kunci: bawang merah, vertikultur, Fusarium sp, defisiensi unsur hara
KEJADIAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN CABAI KECIL YANG DIBUDIDAYAKAN SECARA VERTIKULTUR DI SIDOARJO Fatkur Roziq; Ika Rochdjatun Sastrahidayat; Syamsuddin Djauhari
Jurnal HPT (Hama Penyakit Tumbuhan) Vol. 1 No. 4 (2013)
Publisher : Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan, hama dan penyakitpada tanaman cabai kecil yang dibudidayakan secara vertikultur. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah bunga, jumlah buah cabai, bobot buah cabai yang dipanen, jenis hama cabai dan jumlahnya, dan penyakit yang menyerang serta intensitasnya. Pertumbuhan tanaman cabai kecil dilihat dari tinggi tanaman, jumlah bunga dan buah serta bobot buah yang mengalami kenaikan pada tiap pengamatan menunjukkan bahwa budidaya tanaman cabai kecil secara vertikultur dapat dilakukan pada lahan sempit. Hama yang ditemukan pada lahan budidaya cabai secara vertikultur yaitu kutu daun aphid dan kutu kebul Bemisia tabacci. Penyakit yang ditemukan pada lahan budidaya cabai secara vertikultur yaitu penyakit yang disebabkan oleh virus gemini yang ditularkan oleh kutu kebul. Posisi tanaman pada paralon mempengaruhi tinggi tanaman, jumlah bunga, jumlah buah, bobot buah, jumlah kutu daun aphid, kutu kebul B. tabacci dan persentase tanaman terserang.Kata kunci: aphid, B. tabaci, gemini virus
KEANEKARAGAMAN JAMUR ENDOFIT DAUN KANGKUNG DARAT (Ipomoea reptans Poir.) PADA LAHAN PERTANIAN ORGANIK DAN KONVENSIONAL Redha Qadiani Ariyono; Syamsuddin Djauhari; Lilik Sulistyowati
Jurnal HPT (Hama Penyakit Tumbuhan) Vol. 2 No. 1 (2014)
Publisher : Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Mikroorganisme endofit merupakan asosiasi antara mikroorganisme dengan jaringan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk  mengetahui perbedaan keanekaragaman jamur endofit antara daun kangkung darat yang dibudidayakan di lahan pertanian organik dan konvensional. Penelitian dilaksanakan lahan budidaya kangkung di Kecamatan Cemorokandang dan laboratorium penyakit tumbuhan jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang. Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari sampai Juli 2013. Eksplorasi jamur endofit dilakukan pada daun kangkung darat yang dibudidayakan dengan sistem pertanian organik dan konvensional. Data identifikasi jamur endofit yang didapatkan dianalisis keanekaragaman, keseragaman, dan dominasi setiap genus yang diperolah, kemudian dibandingkan antara lahan pertanian organik dengan konvensional.Berdasarkan hasil identifikasi pada lahan organik didapatkan 47 spesies jamur endofit dengan total 60 koloni. Genus jamur endofit yang didapatkan, yaitu : Aspergillus sp., Aueroobasidium sp., Botritys sp., Cephalosporium sp., Cladosporium sp., Colletotrichum sp., Fusarium sp., Gloesporium sp., Helminthosporium sp., Monocillium sp., dan Penicillium sp. Pada lahan konvesional didapatkan 44 spesies jamur endofit dengan total 57 koloni. Genus jamur endofit yang didapatkan, yaitu : Aspergillus sp., Cephalosporium sp., Colletotrichum sp., Fusarium sp., Gloesporium sp., Helminthosporium sp., Martensiomyces sp., Monocillium sp., Nigrospora sp., Nodulsporium sp., dan Penicillium sp. Nilai indek keanekaragaman jamur endofit daun kangkung di lahan organik lebih tinggi yaitu dengan nilai 3,785 sedangkan di lahan konvensional bernilai 3,664. Proses budidaya tanaman secara organik berpengaruh dalam menjaga keanekaragaman jamur endofit. Nilai indek dominasi jamur endofit daun kangkung di lahan konvensional lebih tinggi yaitu dengan nilai 0,030 sedangkan di lahan organik bernilai 0,024. Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi keanekaragaman dalam jaringan daun yang berbeda di lahan organik lebih baik daripada di lahan konvensional karena di lahan organik tidak terdapat dominasi dari satu spesies.   Kata kunci : jamur endofit, keanekaragaman, organik, konvensional, kangkung
KEANEKARAGAMAN JAMUR FILOPLAN TANAMAN KANGKUNG DARAT (Ipomoea reptans Poir.) PADA LAHAN PERTANIAN ORGANIK DAN KONVENSIONAL Tijani Ahmad Wijaya; Syamsuddin Djauhari; Abdul Cholil
Jurnal HPT (Hama Penyakit Tumbuhan) Vol. 2 No. 1 (2014)
Publisher : Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

  ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jamur filoplan pada daun kangkung darat antara pertanian organik dan konvensional. Pada penelitian ini dilakukan metode eksplorasi dan komparasi hasil eksplorasi. Penelitian dilakukan di lahan kangkung darat di kecamatan Cemorokandang dan labotarorium penyakit tumbuhan, jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya dari bulan Februari sampai Agustus 2013. Eksplorasi jamur filoplan dari daun kangkung darat yang dibudidayakan secara organik dan konvensional. Jamur filoplan yang teridentifikasi kemudian di hitung indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominasi setiap genus yang diperoleh. Hasil menunjukkan bahwa pada lahan organik ditemukan 45 jenis jamur filoplan dengan jumlah 47 koloni dan 11 jamur filoplan yang tidak teridentifikasi. Pada lahan konvensional ditemukan 29 jenis jamur dengan jumlah 30 koloni dan 5 jamur filoplan yang tidak teridentifikasi. Indeks Keanekaragaman (H’) jamur filoplan tergolong kategori sedang karena pada lahan organik (1,6465) lebih tinggi dibandingkan dengan lahan konvensional (1,4571). Indeks keseragaman (E) tergolong kategori tinggi dengan nilai indeks pada lahan organik (0,9959) lebih rendah dibandingkan dengan lahan konvensional (0,9963). Indeks dominansi pada lahan konvensional (0,0356) lebih tinggi dari pada lahan organik (0,0231). Kata kunci: jamur filoplan, Ipomoea reptans, keanekaragaman, sistem pertanian
KEANEKARAGAMAN JAMUR ENDOFIT AKAR KANGKUNG DARAT (Ipomoea reptans Poir.) PADA LAHAN PERTANIAN ORGANIK DAN KONVENSIONAL Rezyta Tri Yuli Hapsari; Syamsuddin Djauhari; Abdul Cholil
Jurnal HPT (Hama Penyakit Tumbuhan) Vol. 2 No. 1 (2014)
Publisher : Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan keanekaragaman jamur endofit akar kangkung darat (Ipomoea reptans Poir.) yang dibudidayakan dengan sistem pertanian organik dan konvensional. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2013. Pengambilan contoh akar kangkung darat pada lahan pertanian organik dan konvensional di Kelurahan Cemorokandang, Kecamatan Kedungkandang, Malang. Isolasi jamur endofit akar kangkung darat dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman bagian Mikologi, Jurusan HPT FP-UB, Malang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yakni metode eksplorasi dan komparasi antara lahan pertanian organik dengan konvensional. Hasil penelitian dapat diketahui bahwa jamur endofit yang ditemukan pada akar kangkung darat dari lahan pertanian organik (45 isolat) lebih banyak daripada lahan konvensional (41 isolat). Jamur endofit yang diperoleh dari lahan pertanian organik dan konvensional sebanyak 18 genus antara lain Acremonium sp., Aspergillus sp., Bo-tryotrichum sp., Botrytis sp., Cephalosporium sp., Colletotrichum sp., Curvularia sp., Cylindrocephalum sp., Fusarium sp., Helicosporium sp., Hyalodendron sp., Mastigosporium sp., Mycotypha sp., Nigrospora sp., Paecilomyces sp., Passalora sp., Torula sp., Trichoderma sp. Nilai indeks keanekaragaman jamur endofit akar kangkung darat pada lahan pertanian organik (3,807) dan konvensional (3,122) yang termasuk dalam kriteria keanekaragaman tinggi. Indeks keseragaman jamur endofit akar pada lahan pertanian organik (1,089) dan konvensional (0,947) termasuk dalam keseragaman tinggi. Nilai indeks dominansi jamur endofit akar pada lahan pertanian organik dan konvensional < 0,5 sebesar 0,044 dan 0,055 termasuk dalam kriteria rendah. Genus jamur endofit dominan yang terletak pada lahan pertanian organik dan lahan konvensional yaitu genus Fusarium sp. dan Cephalosporium sp. Kata kunci:    Keanekaragaman, jamur endofit, akar, kangkung darat, pertanian organik  
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle L.) SEBAGAI FUNGISIDA NABATI TERHADAP PENYAKIT HAWAR DAUN JAGUNG (Exserohilum turcicum (Pass.) Leonard and Suggs) PADA KONSENTRASI YANG BERBEDA Maulidatur Rahmawati Ningrum; Abdul Cholil; Syamsuddin Djauhari; Edi Priyo Utomo
Jurnal HPT (Hama Penyakit Tumbuhan) Vol. 2 No. 1 (2014)
Publisher : Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACT The research is to determined the ability of active compounds containing in the extract of Piper betle leaf to control the growth and development of Exserohilum turcicum. The active compounds were extracted from dry leaves of P. betle using methanol and n hexane as solvent. GC-MS was used to characterize the composition of the extract. There were in vitro and in vivo tests. The research used Completely Randomized Design (CRD) with 5 treatments that replaced 5 times, they were concentrated extract on concentration 0.1 g/l, 2.5 g/l, 4 g/l and 7 g/l, compared with media without P. betle leaf extract as control. The GC-MS test showing that the n hexane extract has active compounds of eugenol 44.04% naphtalene 11.21%, alpha-selinene 11.63% and chavicol 3.84%. The methanol extract has active compounds of carvacrol 68.34%, eugenol 14.68% and chavicol 8.95%. Furthermore, in vitro test finds out that n hexane extract with concentration 7 g/l effectively inhibited fungal growth of 47.8%. Concentration 7 g/l in metanol extract find out effective to inhibit of 59.92% the growth of E. turcicum. Whereas, in vivo test using concentration 7 g/l showed effective inhibit the growth and the development of lesion with 6 spot/leaves.   Keyword : P. betle leaf extract, active compounds of P. betle leaf, Exserohilum turcicum.