Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

Legal Protection Regarding Medical Record of Prospective Workers in Job Recruitment Health Test Jafar, Faisal Herisetiawan
Law Research Review Quarterly Vol 6 No 1 (2020): L. Research Rev. Q. (February 2020) "Law, Democracy and Crime: How Society Respon
Publisher : Faculty of Law Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/lrrq.v6i1.36624

Abstract

Health is essentially one of the supports for the welfare of human life, therefore, in order to create an increase in the degree of health, a law is needed to regulate and foster everything about health. In the process of getting a decent job several agencies or companies apply a health test at the stage of completion of work acceptance. Health checks before work are health checks carried out by doctors before a worker is accepted to do the jobs. Problems arise when the results of a medikal examination or medikal record in the form of a file containing records and documents about the patient's identity, examination, treatment, actions and other services that have been provided to patients out are fully provided to the agency or employer. This type of research is a normative legal research method. Normative legal research means that the existing problems are examined based on existing laws and regulations and the literature relating to the existing problems. Based on the results of the study that the authors describe, it can be concluded that in the implementation of health tests carried out by the agency or company are not allowed to take the results of the medikal record unilaterally without giving access to prospective workers as parties who are the object of examination at the health test.
TINJAUAN HUKUM PEMBERLAKUAN HARGA RAPID TEST ANTIGEN DAN SWAB TEST PCR Faisal Herisetiawan Jafar
Literasi Hukum Vol 5, No 1 (2021): Literasi Hukum
Publisher : Universitas Tidar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (186.537 KB)

Abstract

Pada  massa pandemi Covid-19 pemerintah Indonesia telah mengeluarkan surat ederan terkait ambang batas maksimun harga rapid test antigen dan swab test PCR bagi penyelenggara pelayanan kesehatan namun fakta dilapangan didapatkan banyak penyelenggara layanan kesehatan non subsidi pemerintah yang mematok harga yang sangat mahal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tinjauan hukum terhadap penentuan harga rapid test antigen dan swab test PCR yang diberlakukan oleh penyelenggara pelayanan kesehatan. Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan adalah metode penelitian hukum normatif, penelitian hukum normatif artinya permasalahan yang ada diteliti berdasarkan peraturan perundang-undangan dan literatur-literatur yang terkait dengan permasalahan yang ada. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa harga rapid test antigen dan swab test PCR yang tidak sesuai dengan surat edaran pemerintah merupakan penyelewengan asas keadilan dalam Undang-undang Kesehatan dan juga Undang-undang Tenaga Kesehatan yang mengamanatkan bahwa penyelenggaraan kesehatan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada semua lapisan masyarakat dengan pembiayaan yang terjangkau. Meski pemerintah Indonesia tidak melarang adanya kegiatan menaikan harga suatu barang menjadi sangat tinggi namun perlu diperhatikan bahwa dalam penyelengaraan layanan kesehatan pihak penyelenggara harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada semua lapisan masyarakat dengan pembiayaan yang terjangkau
Penerapan Asas Pacta Sunt Servanda Pada Perjanjian Lisan Antara Nelayan Pemilik Bagang Ikan Teri (PENJUAL) Dengan Pembeli Di Desa Tanggetada, Kecamatan Tanggetada Yeni Haerani; Patma Sari; Irsan Rahman, Ld; Dedihasriadi Dedihasriadi; Basrawi Basrawi; Faisal Herisetiawan Jafar; Ruhul Amin
Jurnal Multidisiplin Dehasen (MUDE) Vol 2 No 1 (2023): Januari
Publisher : Universitas Dehasen Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37676/mude.v2i1.3688

Abstract

This study aims to analyze the Application of the Pacta Sunt Servanda Principle in Oral Agreements Between Fishermen Who Have Anchovy Bagang (sellers) and Buyers in Tanggetada Village, Tanggetada District. The formulation of the problem posed, How is the application of the principles of the agreement to the verbal agreement between fishermen who own anchovy bagang and buyers in the village of Tanggetada, Tanggetada sub-district and What are the legal consequences of not applying the principles of the agreement to an oral agreement between fishermen who own anchovy bagang and buyers, Type the study used the Normative-Empirical research method where the results showed that the application of the pacta sunt servanda principle from the buyer was not fulfilled where in the agreement between the seller and the buyer had agreed on a price of 500,000. but the buyer only paid 400,000. so that the buyer violates the agreement that has been made. Legitimate legal consequences based on Article 1388 of the Civil Code, namely all agreements made legally apply as laws to those who make them, an agreement cannot be withdrawn other than by agreement of both parties or for reasons stated by law. , and an agreement must be implemented in good faith. The consequences for buyers who violate the principle of pacta sunt servanda are giving compensation as stipulated in article 1246. an agreement cannot be withdrawn other than by agreement of both parties or for reasons stated by law, and an agreement must be carried out in good faith. The consequences for buyers who violate the principle of pacta sunt servanda are giving compensation as stipulated in article 1246. an agreement cannot be withdrawn other than by agreement of both parties or for reasons stated by law, and an agreement must be carried out in good faith. The consequences for buyers who violate the principle of pacta sunt servanda are giving compensation as stipulated in article 1246.
Penerapan Restorative Justice Dalam Perkara Korupsi Sebagai Wujud Peradilan Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan Aksan Akbar; La Ode Awal Sakti; Faisal Herisetiawan Jafar
Jurnal Ius Constituendum Vol 8, No 2 (2023): JUNE
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/jic.v8i2.6822

Abstract

This study aims to determine the implementation of criminal law enforcement against perpetrators of corruption in Indonesia today and the application of the concept of restorative justice in the settlement of corruption cases in the future. This research is important to do as input to the legislature in the formation of laws in the future. The type of research used is normative legal research. This research has a novelty value, namely examining the application of the concept of restorative justice in the settlement of cases of corruption to make the principle of justice fast, simple and low cost effective. This research has a focus on the study of the application of the concept of restorative justice in the settlement of corruption cases in realizing a simple, fast and low-cost trial. The results of this study are as follows: First, the enforcement of criminal law for perpetrators of corruption in Indonesia is currently absolutely carried out through the judicial process, meaning that every criminal act of corruption, whether the amount of state financial losses is large or small, must go through a judicial process that ends with a criminal decision. Second, the application of the concept of restorative justice in solving corruption cases in this study only focuses on corruption cases where the loss is relatively small, which is carried out by returning state financial losses, giving fines and carrying out social work for perpetrators which involve perpetrators in their implementation. government and law enforcement officials. The application of the concept of restorative justice in the settlement of cases of corruption in addition to maximizing returns on state financial losses resulting from corruption, is also to reduce the use of state finances which are far greater than the state financial losses resulting from criminal acts of corruption. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia saat ini dan penerapan konsep restorative justice dalam penyelesaian perkara tindak pidana korupsi dimasa yang akan datang. Penelitian ini penting dilakukan sebagai masukan kepada pihak legislatif dalam pembetukan hukum dimasa yang akan datang. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian ini mempunyai nilai kebaruan yakni mengkaji penerapan konsep restoratif Justice dalam penyelesaian perkara tindak pidana korupsi untuk mengefektifkan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan. Penelitian ini memiliki fokus kajian tentang penerapan konsep restorative justice dalam penyelesaian perkara tindak pidana korupsi dalam mewujudkan peradilan yang sederhana, cepat dan berbiaya ringan. Adapun hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: Pertama, penegakan hukum pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia saat ini mutlak dilakukan melalui proses peradilan artinya setiap tindak pidana korupsi baik yang jumlah kerugian keuangan negara besar maupun kecil harus melewati proses peradilan yang berakhir dengan putusan pemidanaan. Kedua, penerapan konsep restorative justice dalam penyelesaian perkara tindak pidana korupsi dalam penelitian ini hanya memfokuskan perkara tindak pidana korupsi yang nilai kerugiannya terbilang kecil yang dilakukan dengan cara pengembalian kerugian keuangan negara, pemberian denda dan pelaksanaan kerja sosial bagi pelaku yang mana dalam pelaksanaannya melibatkan pelaku, pemerintah dan aparat penegak hukum. Penerapan konsep restorative justice dalam penyelesaian perkara tindak pidana korupsi selain memaksimalkan pengembalian kerugian keuangan negara hasil korupsi, juga untuk mengurangi penggunaan keuangan negara yang jauh lebih besar daripada kerugian keuangan negara yang diakibatkan dari tindak pidana korupsi.  
Aspek Hukum Keterbukaan Informasi Identitas Pasien Covid-19 FAISAL HERISETIAWAN JAFAR
Sultra Research of Law Vol 2 No 1 (2020): Sultra Research Of Law
Publisher : Pascasarjana Universitas Sulawesi Tenggara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54297/surel.v2i1.17

Abstract

Pemerintah Indonesia melalui menetapkan penyebaran virus Covid-19 sebagai bencana nasional dengan menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2012 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disase 2019 (Covid-19) Sebagai Bencana Nasional. Permasalahan terbesar adalah mengenai klaster virus Covid-19 yang masih sangat sulit untuk terdeteksi penyebarannya. Tidak terbacanya contact tracing pasien positive di suatu daerah sangat berbahaya karena akan terus memunculkan kasus klaster terbaru khususnya dari orang-orang yang masuk katagori Pasien Dalam Pengawasan (PDP) ataupun Orang Tanpa gejala (OTG). Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan adalah metode penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif artinya permasalahan yang ada diteliti berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada dan literatur-literatur yang terkait dengan permasalahan yang ada . Berdasarkan hasil penelitian bahwa Kewajiban pelayanan kesehatan untuk menyimpan rahasia berlaku terhadap setiap orang yang saling mengikatkan diri dalam perjanjian terapeotik, namun atas asas tersebut terdapat pengecualian, yaitu peraturan perundang-undangan, pemberian izin untuk mengungkapkan dari pasien sebagai yang berhak atas rahasia dan konflik kepentingan yang berkaitan dengan perbedaan kewajiban. Sedangkan dalam Undang-undang kesehatan kerahasian informasi data pasien dapat dibuka apabila berhubungan dengan kepentingan publik. Hal ini seharusnya menjadi landasan yang kuat bagi pemerintah untuk segera mengambil kebijakan untuk membuka kerahasian identitas pasien positive Covid-19.
Optimizing Intellectual Property as a Fiduciary Security Object After the Issuance of Governmental Regulation No. 24 of 2022 Jafar, Faisal Herisetiawan; Akbar, Muhamad Aksan; Sakti, La Ode Awal
Law Research Review Quarterly Vol 9 No 3 (2023): Contemporary Issues in Crime and Justice
Publisher : Faculty of Law, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/lrrq.v9i4.71913

Abstract

The issuance of Governmental Regulation no. 24 of 2022 on the Executory Regulation of Law no. 24 of 2019 on Creative Economy has become a zephyr for creative economy actors with regard to intellectual property-collateralized financing schemes for their businesses. The regulation also further reinforces intellectual property ownership as a standalone fiduciary object that should no longer be viewed as supplementary collateral. This paper aims to study the optimization of governmental regulation on the creative economy with respect to intellectual property-collateralized financing. To this end, a normative legal method was applied by focusing on the secondary data. The research topic was scrutinized following the prevailing regulation and relevant literature. With the issuance of Governmental Regulation no. 24 of 2022 Creative Economy, it further strengthens the ownership status of intellectual property rights as objects of material guarantees. Every citizen, especially creative economy actors, can apply for business capital loans, which can be used as collateral objects and can be classified in the form of intellectual property which must be registered or registered with the Director General of Intellectual Property, Ministry of Law and Human Rights. This consequence has an impact on the establishment of an intellectual property appraisal institution that has the task of evaluating intellectual property that will be used as collateral.
The Juridical Sociological Review of Zakat Fitrah Distribution in Pomalaa Subdistrict, Kolaka Regency Chasanah, Rosda; sari, Patma; Muhammad As Ari. AM; Yeni Haerani; Irabiah; Ernita Ramadhani bym; Faisal Herisetiawan Jafar
Jurnal Hukum Volkgeist Vol. 8 No. 2 (2024): JUNE
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35326/volkgeist.v8i2.5296

Abstract

This research aims to examine and analyze the Sociological Juridical Review of Zakat Fitra Distribution in Pomalaa District, Kolaka Regency. The analysis technique in this research uses qualitative analysis techniques. Provisions for the Distribution of Zakat Fitrah must be distributed immediately to mustahik for 8 groups (asnaf), poor people, poor people, those who have softened their hearts (converts), to (free) servants, to (free) people who donate, filsabilillah and for people who are on a journey, as Allah says in the Qur'an surah at-Taubah 60. If you have not had time to pay zakat fitrah before the Eid al-Fitr holiday, it is sunnah to pay zakat after the morning prayer before the Eid al-Fitr prayer. The makruh time to pay zakat is after Eid al-Fitr and before sunset on Hari Raya. Even though this time is considered quite risky, it is still recommended to pay zakat fitrah at this time if Muslims have not had the opportunity to do it before, so that no Muslims go hungry on Eid al-Fitr. Delays in the distribution of zakat fitrah in the district. Pomalaa in Kab. Kolaka at the Nurul Huda Mosque is due to the awareness of the community in collecting zakat and the zakat distribution committee which is a new form of youth during the month of Ramadhan, which always changes every year and does not understand and does not review the provisions of zakat fitrah so that the community receiving zakat fitrah does not receive zakat. Accordingly, the distribution of zakat becomes uneven.
Sosialisasi Sumber Hukum dan Ketentuan-Ketentuan Inti Pelaksanaan Pertambangan di Indonesia Rahman, Irsan; Mayasari, Riezka Eka; Rijal, Syamsul; Basrawi, Basrawi; Jafar, Faisal Herisetiawan; Jusafri, Jusafri; Sakti, La Ode Awal; Sari, Patma; Alimuddin, Nur Hidayani; Wonua, Almansyah Rundu; Syahrir, Sasmita Nabila; Anggraini, Yuyun; Nekstriani, Nekstriani; Mardiana, Mardiana
Abdimas Galuh Vol 6, No 2 (2024): September 2024
Publisher : Universitas Galuh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25157/ag.v6i2.15921

Abstract

Pertambangan di Indonesia dari berbagai riset telah menunjukan dampak positif diantaranya adalah sebagai lokomotif perekonomian yang secara langsung berkontribusi langsung pada peningkatan PDB, selain itu pada aspek ekonomi sektor riil berkontribusi terhadap peningkatan serapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan, mempunyai multi efek player dengan meningkatkan usaha mikro masyarakat, namun disatu sisi riset yang lain menunjukan  dampak negatif terutama dampak lingkungan, konflik agraria, alih fungsi lahan dari pertanian menjadi kawasan eksploitasi pertambangan menyebabkan defisit  persediaan pangan. Khusus untuk permasalahan mitra pada pengabdian masyarakat ini karena terdapat protes warga soal kerusakan lingkungan, konflik horizontal antara masyarakat dan perusahaan, aktifitas ilegal memuat nikel tanpa memiliki syarat admininstrasi yang lengkap, untuk  itu kami melakukan pengabdian kepada masyarakat kiranya dengan informasi yang kami transformasikan masalah dapat diselesaikan oleh stake holders yang didaerah Lokasi mitra. Metode yang kami lakukan ialah metode pra pelaksanaan dan pelaksanaan; pra pelaksanaan dengan  memperhatikan base line visi misi fakultas hingga menentukan topik yang sesuai, kemudian melaksanakan observasi berita dan konfirmasi lapangan untuk memastikan urgensi kebutuhan mitra yang sesuai dengan topik, mengiventaris bahan materi lalu merumuskannnya hingga sistematis dan tersaji dengan baik, kemudian pelaksanaan  dilakukan dengan metode  service learning. Hasil dan pembahasan kami mengemukakan sumber hukum dan ketentuan inti pertambangan di Indonesia, tata kelola dan manejem lingkungan, penanganan konflik agraria, norma yang dapat diterapkan apabila perusahan badan hukum atau perorangan memuat nikel keatas kapal yang belum lengkap syarat admininstrasinya, layanan pengaduan masyarakat yang dapat diakomodir pemeritah daerah sesuai dengan norma undang-undang saat ini.
Tinjauan Hukum Tanggung Jawab Penyelenggara Perjalanan Ibadag Umrah (PPIU) Atas Keberangkatan Jemaah Transgender : Legal Review of the Responsibility of Umrah Pilgrimage Organizers (PPIU) for the Departure of Transgender Pilgrims Faisal Herisetiawan Jafar; Yahyanto
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 8 No. 1: Januari 2025
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v8i1.6929

Abstract

Pembatasan jumlah jamaah haji setiap tahunnya menyebabkan tingginya minat masyarakat indonesia untuk menunaikan ibadah umrah sebagai alternatif ibadah haji. Ibadah umrah, yang dapat dilaksanakan kapan saja sepanjang tahun tanpa terikat musim haji, menjadi solusi bagi mereka yang ingin segera beribadah ke Tanah Suci tanpa harus menunggu antrian panjang kuota haji. Di Indonesia penyelenggaraan ibadah umrah berdasarkan undang-undang diserahkan kepada Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). fenomena yang terjadi saat ini terdapat beberapa kasus dimana seorang jamaah transgender berhasil mendapatkan visa dan berangkat melaksanakan ibadah umroh. penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu bagaimana tanggung jawab Penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) atas keberangkatan jamaah transgender. penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian hukum normatif, yang lebih menekankan pada analisis terhadap data sekunder. Dalam sistem hukum positif di indonesia jenis kelamin hanya dikenal dua jenis yaitu laki-laki (Pria) dan perempuan (Wanita), hal itu secara jelas termuat dalam berbagai macam peraturan perundang-undangan. adanya fenomena jamaah transgender yang berhasil berangkat umroh secara hukum tidak dapat dibebankan kesalahan dan tanggung jawab kepada Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Sistem pengecekan data yang sifatnya hanya administrasi akan menjadi cela tersendiri bagi siapa saja yang memenuhi persyaratan secara administrasi untuk bisa berangkat umroh termasuk transgender. namun apabila ditemukan ada penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) yang dengan sengaja memalsukan identitas jamaah untuk mendapatkan visa dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia dan jika merugikan negara tujuan maka negara tujuan dalam hal ini arab saudi dapat melarang penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) untuk mengajukan visa dan masuk ke Arab saudi.
Tinjauan Hukum Peran Kepala Desa Sebagai Paralegal Hakim Perdamaian Guna Mewujudkan Desa Damai Dan Berkeadilan Faisal Herisetiawan Jafar; Yeni Haerani; Femas Aditya; Nurul Adha; Mahrani Mahrani
COMSERVA : Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Vol. 4 No. 10 (2025): COMSERVA: Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Publisher : Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/comserva.v4i10.2914

Abstract

Undang-undang Dasar mengamanatkan bahwa Setiap warga negara indonesia harus mendapatkan perlakukan yang sama di muka hukum dan pemerintahan, tanpa adanya perbedaan suku, agama, ras dan golongan, namun salah satu permasalahan penyelesaian sengketa hukum yang terjadi di indonesia saat ini adalah tidak meratanya jumlah penegak hukum yang berada di wilayah perkotaan dan pedesaan. mendorong pemerintah melaksanakan mempercepat sertifikasi kepala desa sebagai paralegal dan mediator. tujuannya adalah untuk mengoptimalisasikan peran kepala desa berdasarkan amanat undang-undang desa bahwa setiap kepala desa wajib menyelesaikan perselisihan masyarakat di desa. sehingga penelitian ini ingin mengkaji peran kepala desa sebagai paralegal hakim perdamaian guna mewujudkan desa damai dan berkeadilan. metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif yang menekankan pada data sekunder. Kepala Desa sebagai Paralegal hakim perdamaian memiliki peran strategis dalam menjaga stabilitas sosial di masyarakat desa dengan menyelesaikan konflik secara damai tanpa harus melibatkan sistem peradilan formal. Peran ini memanfaatkan pengetahuan mendalam tentang aspek sosial, budaya, dan nilai lokal yang dimiliki kepala desa, sehingga penyelesaian konflik dapat lebih efektif dan sesuai dengan norma masyarakat setempat. pemerintah desa harus dibekali dengan pelatihan dan sertifikasi paralegal sehingga dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai hakim perdamaian desa kepala desa dapat bekerja sesuai dengan norma hukum yang berlaku.