Articles
WATERFRONT DEVELOPMENT STRATEGY OF THE OLD KALIMAS PORT BASED ON THE ZONING OF TANJUNG PERAK PORT
Rabbani Kharismawan;
Adi Nugroho Ngestitomo
Journal of Architecture&ENVIRONMENT Vol 19, No 1 (2020)
Publisher : Department of Architecture, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (1169.178 KB)
|
DOI: 10.12962/j2355262x.v19i1.a6837
Waterfront area is a special place in major cities around the world. Place to work, play or fulfilling a sense of curiosity. The old Kalimas Port is also no exception. As well as waterfront areas in other major cities, as a place for change (transition), with so many maritime facilities and a few new activities to attract people to the waterfront. When future generations are look back on this transition as historical moment of Kalimas River, they who are live today would feel that too many waterfront areas are separated from the public for a long time. The challenge of the waterfront development area is not only to help change the Kalimas riverfront as far as 2.5 km, to be a place to reflect modern traditions and a sense of place, but also take into account the history as an important role.By using a qualitative and descriptive method, the study aims to make a comparative analysis from some of the successful waterfront development concepts with the same character of the region, the old industrial riverfront area.The results are the waterfront development strategy, particularly in the Old Kalimas Port which is also part of the Tanjung Perak Port in Surabaya. It requires some special criteria, the vision and missions of the waterfront planning and development concepts. While in the old Port development strategy, in terms of the physical condition of the area and the Port authority policies, formulate zoning strategies as a macro strategy in the future sustainability of the region. The zoning strategy develop three micro zones; the old Port zone, recreational zone and commercial zone. The three zones have their own strategies which will be mutually support the sustainability of economic, social and cultural sector.
Penerapan Tema “Piring” dalam Perancangan Objek Wisata Kuliner
Atikah Atikah;
Bambang Soemardiono;
Rabbani Kharismawan
Jurnal Sains dan Seni ITS Vol 3, No 2 (2014)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), ITS
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (4626.242 KB)
|
DOI: 10.12962/j23373520.v3i2.6726
Didalam merancang terdapat berbagai cara untuk melakukan pendekatan objek rancang, salah satunya dengan tema, adapun tema yang di pilih ialah Piring, dan objek rancang yang menggunakan pendekatan tersebut ialah Pusat Wisata Kuliner Khas Sidoarjo. Wisata Kuliner ialah suatu tempat yang menampung berbagai macam jenis kegiatan kuliner serta menampung para PKL yang ada di Sidoarjo di dalam satu kawasan kuliner. Pendekatan tema rancangan yang di terapkan pada objek tersebut menggunakan pendekatan Metafora, yaitu combine metaphor. Isu yang di pilih berdasarkan dari tema piring akan diwujudkan melalui bentuk dan penataan ruang luar. Hasil rancangan berupa bangunan yang mengambil karakter dari susunan vertikal piring yang fleksibel, sedangkan bagian ruang luar menggunakan karakter piring sebagai tempat sajian, ruang luar akan di rancang sebagai tempat yang menyajikan tempat kuliner yang menarik.
Konsep Perancangan Menara Surabaya Sebagai Landmark dalam Fenomena ‘Iconisation’
Angga Dwi Susilohadi;
Bambang Soemardiono;
Rabbani Kharismawan
Jurnal Sains dan Seni ITS Vol 3, No 2 (2014)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), ITS
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (2647.461 KB)
|
DOI: 10.12962/j23373520.v3i2.6739
Keunikan dan keistimewaan adalah hal yang penting yang harus dimiliki untuk mendapatkan perhatian. Citra yang dihasilkan dari keunikan inilah yang akan membentuk suatu keistimewaan yang akan menjadi pembeda akan suatu hal lainnya. Arsitektur merupakan cara dalam pembentukan citra pada lingkup kota, salah satunya adalah dengan menghadirkan Titik Orientasi Visual (Landmark). Ikonisasi Menara Surabaya hendaknya memiliki tolak ukur untuk menentukan keberhasilan dari kehadirannya. Dengan dirumuskan terlebih dahulu mengenai kriteria yang tepat, maka dihasilkan konsep perancangan Menara Surabaya
Arsitektur dalam Konservasi Lingkungan dan Masyarakat
Kadek Hendra Robiawan;
Rabbani Kharismawan
Jurnal Sains dan Seni ITS Vol 5, No 2 (2016)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), ITS
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (432.87 KB)
|
DOI: 10.12962/j23373520.v5i2.18023
Lingkungan merupakan suatu hal yang mudah berubah di mana manusia memiliki andil yang besar dalam perubahan lingkungan tersebut. Salah satu contohnya adalah terumbu karang. Karena berbagai alasan, terumbu karang tersebut dirusak sehingga mengganggu keseimbangan ekosistem di laut. Namun, belakangan ini usaha pelestarian terumbu karang mulai digalakkan. Bagaimana peran arsitektur dalam hal ini? Arsitektur bukan hanya untuk manusia saja, tapi juga bagi lingkungan tempatnya berada. Arsitektur di sini berperan mewadahi usaha pelestarian terumbu karang yang muncul karena kepedulian terhadap keseimbangan alam. Metode yang digunakan adalah Inquiry by Design. Mengembangkan desain terus-menerus sehingga bisa memenuhi apa yang dibutuhkan. Dengan demikian, fasilitas ini bisa memberikan opsi bagi masyarakat agar beralih dari kegiatan penambangan karang. Selain itu, obyek juga menyajikan sebuah wisata yang bersifat edukatif. Melalui objek rancangan ini, masyarakat setempat dan para wisatawan diajak untuk lebih peduli terhadap terumbu karang dan perannya terhadap ekosistem. Arsitektur di sini memiliki peran dalam kegiatan konservasi, baik terhadap alam maupun kehidupan masyarakat tempatnya berada
Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan
Shinta Octaviana Putri;
Rabbani Kharismawan
Jurnal Sains dan Seni ITS Vol 5, No 2 (2016)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), ITS
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (713.703 KB)
|
DOI: 10.12962/j23373520.v5i2.18062
Banyak bangunan bersejarah atau cagar budaya yang mengalami kerusakan di Indonesia. Kerusakan ini dapat ditimbulkan oleh dua faktor. Faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain usia dan proses pelapukan. Sedangkan faktor eksternal antara lain faktor alam, lingkungan, dan manusia. Salah satu cagar budaya yang mengalami kerusakan adalah Candi Gambarwetan yang terletak di Desa Sumberasri, Kab. Blitar tepatnya di kaki Gunug Kelud. Candi ini masih dalam proses observasi oleh pihak BPCB (Badan Pelestarian Cagar Budaya) Mojokerto. Pelestarian cagar budaya yang baik adalah pelestarian dengan mempertimbangkan aktifitas masyarakat lokal dan wisatawan serta kondisi lingkungan. Metode narasi adalah metode penyampaian informasi dengan melibatkan elemen bangunan dan pengguna. Metode narasi diterapkan pada jalur sirkulasi, dimana terdapat dua pengguna yang memiliki jalur sirkulasi berbeda namun selaras dan tidak saling terganggu. Dalam proses pelestarian candi Gambarwetan tidak hanya menjaga candi dari kerusakan, tetapi juga membuat interaksi antar pengguna berjalan harmonis. Preservasi Candi Gambarwetan dikemas dalam bentuk museum terbuka, dimana wisatawan mendapatkan informasi mengenai kegiatan masyarakat lokal dan menikmati alam dari kawasan candi Gambarwetan
Optimalisasi Fungsi Masjid Pendekatan superimposisi (Desain masjid bulak)
Akbar Fala;
Rabbani Kharismawan
Jurnal Sains dan Seni ITS Vol 5, No 2 (2016)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), ITS
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (745.095 KB)
|
DOI: 10.12962/j23373520.v5i2.18080
Masjid memiliki peran penting dalam kemajuan peradaban manusia pada masa kejayaan islam. Namun saat ini di Indonesia masjid mengalami penyempitan makna dan fungsi. Jumlahnya banyak namun tidak berkualitas dan tidak makmur. Menghadirkan peran fungsi masjid yang sebenarnya diharapkan dapat menjadikan masjid pusat kegiatan masyarakat dan menyelesaikan masalah kemiskinan di kelurahan kedung cowek. Permasalahan desain yang timbul adaalah bagaimana masjid dapat menjadi pusat dari beragam kegiatan dan ibadah masyarakat kecamatan kedung cowek. Untuk mewujudkan itu berarti masjid harus mewadahi berbagai aktivitas dengan beragam program, berarti menggabungkan tempat ibadah yang diharuskan kondusif dengan tempat umum yang kurang kondusif. Untuk menjawab permasalahan desain tersebut digunakan pendekatan desain superimposisi. Program di eksplorasi sedemikian rupa untuk menimbulkan event-event baru yang tidak terduga agar masjid hidup dan makmur. Metode desain yang dipakai adalah programmatic dissociations yang dipakai Bernard tschumi dalam mendesain Tokyo opera house. Hasil rancangan berupa masjid yang terbuka dan menjadi wadah pusat kegiatan masyarakat.
Redesain Ruang Publik di Tepi Sungai Winongo dengan Konsep Landscape as Architecture
Amalina Budiati;
Rabbani Kharismawan
Jurnal Sains dan Seni ITS Vol 6, No 2 (2017)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), ITS
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.12962/j23373520.v6i2.26347
Ruang terbuka juga menjadi salah satu kunci keberhasilan sebuah kota untuk memfasilitasi kehidupan warganya agar seimbang dan peduli dengan lingkungannya, contohnya seperti taman dan sentra kuliner. Sungai merupakan salah satu sumber kehidupan dan fasilitas bagi sebuah kota, dan ruang terbuka yang dapat diakses oleh banyak orang di sebuah kawasan. Dari kedua hal yang berpotensi di atas, maka redesain ruang publik akan lebih menarik bila direncanakan secara kontekstual dan mengangkat kekayaan alam atau budaya yang ada di sekitarnya, salah satunya bentang alam sungai, sehingga ruang publik ini menjadi lebih khusus dan tidak akan ditemukan di daerah lain. Ruang publik ini menggunakan prinsip yang sama, yaitu mendesain ulang programnya dengan beberapa evaluasi, menggunakan pendekatan lansekap dan konsep landscape as architecture. Di dalamnya, ruang publik ini berisi museum dan pusat informasi versi mini yang dapat memberitahu pengunjung mengenai sejarah Sungai Winongo, keadaan terkini Sungai Winongo, dan taman air yang menjadi sarana belajar langsung bagi masyarakat untuk bisa belajar mengoptimalkan kawasan di tepi sungai dan membudidayakan air. Agar selanjutnya masyarakat dapat memanfaatkan air dan sungai secara optimal dan bijaksana.
Pengembangan Budaya Surabaya Melalui Pendekatan Sense Manusia
Henriansah Wahyu Utomo;
Rabbani Kharismawan
Jurnal Sains dan Seni ITS Vol 8, No 2 (2019)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), ITS
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (1515.231 KB)
|
DOI: 10.12962/j23373520.v8i2.47856
Kemajuan teknologi yang semakin berkembang di jaman globalisasi saat ini dapat mengakibatkan dampak positif dan juga negatif bagi kebudayaan di sebuah daerah. Pada saat ini muncul berbagai macam kebudayaan baru yang dihasilkan oleh jaman globalisasi. Dengan seiring jalannya waktu, budaya lama tetap ada dan beralih pada budaya baru, sehingga kurangnya minat dan keinginan untuk melestarikan budaya lama dan beralih pada budaya baru. Kebudayaan lama yang kental sering dilakukan pada masa lalu kini seakan menghilang dan berkurangnya minat pada budaya tersebut. Seharusnya kebudayaan lama tetap dilestarikan dan kebudayaan baru dapat tetap dilakukan. Terdapat banyak kebudayaan baru yang muncul, sebagai contohnya olahraga. Sehingga olahraga sangat populer dikalangan remaja dan tidak tertarik dengan kebudayaan lama. Dibutuhkan sebuah respon arsitektur yang dapat mewadahi kebudayaan lama dan kebudayaan baru di satu area, sehingga budaya lama dan masa kini tetap dilakukan dan dikembangkan. Metode trans-programming diterapkan untuk meningkatkan kualitas dan minat budaya lama. Dengan menggunakan pendekatan architecture and the sense, pengunjung dapat merekam kejadian, suasana dan aktivitas yang terjadi pada objek rancang. Sehingga pengunjung juga secara sadar atau tidak sadar dapat belajar budaya secara langsung.
Ekplorasi Program Ruang sebagai Aspek Redefinisi Penjara
Fachri Abidzar;
Rabbani Kharismawan
Jurnal Sains dan Seni ITS Vol 8, No 2 (2019)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), ITS
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (95.156 KB)
|
DOI: 10.12962/j23373520.v8i2.48645
Penjara merupakan sebuah sistem penghukuman kepada manusia yang melakukan kesalahan, yang berakhir dari mulai penahanan hingga eksekusi. Yang tentunya hal tersebut telah dilatur oleh hukum yang berlaku pada wilayah tersebut. Namun seiring berjalannya waktu, kehadiran penjara dianggap tidak dapat menyelesaikan masalah, ia malah menciptakan masalah masalah sosial baru yang lebih pelik. Redefinisi penjara mencoba untuk melihat dan mempertanyakan kembali fungsi penjara dan perannya dalam institusi hukum yang memiliki kewenangan tidak hanya dalam menjalani putusan hukuman para narapidana, namun juga dapat merehabilitasi mereka menuju arah yang lebih baik, yang dalam hal ini ditinjau dari studi mengenai tipologi program ruang yang terdapat pada penjara yang kemudian akan di eliminasi menjadi sebuah tipologi program ruang baru yang terfokus pada sirkulasi dari penghuninya.
Penerapan Arsitektur Simbiosis dalam Perancangan Hunian Mahasiswa sebagai Katalis Interaksi
Zuhrotul Mawaddatil Ula;
Rabbani Kharismawan
Jurnal Sains dan Seni ITS Vol 9, No 2 (2020)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), ITS
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.12962/j23373520.v9i2.56403
Kehidupan berdampingan antara mahasiswa dengan masyarakat kampung beserta dampaknya terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat memberikan konsekuensi adanya interaksi antar keduanya. Seiring waktu, kualitas interaksi antara mahasiswa dengan masyarakat kampung kian menurun. Jika sebelumnya hubungan yang terjadi bersifat kekeluargaan, kini cenderung bersifat ekonomis saja. Hal ini diantaranya disebabkan oleh kondisi fisik lingkungan binaan yang tidak mendukung terjadinya interaksi. Arsitektur sebagai lingkungan binaan berperan besar dalam membentuk budaya masyarakat penggunanya. Hunian mahasiswa kemudian menjadi objek yang diharapkan dapat menjadi sintesis dari permasalahan ini, yakni dengan menjadi wadah dan katalis interaksi mahasiswa dan masyarakat. Arsitektur simbiosis digunakan sebagai pendekatan utama untuk mengintegrasikan hunian mahasiswa dan hunian masyarakat sesuai dengan konteks wilayah guna meningkatkan kemungkinan terjadinya interaksi, yakni dengan keberadaan konsep intermediate space. Dengan metode pemetaan tipologi dan behavioral mapping, perancangan ini mencoba menciptakan sebuah pola pikir baru akan bagaimana hunian mahasiswa di wilayah kampung sekitar kampus dirancang hingga menghasilkan sebuah kondisi hidup berdampingan antara mahasiswa dan masyarakat yang ideal.