Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

URGENSITAS CARRY OVER DALAM PROSES PEMBUATAN UNDANG-UNDANG DI INDONESIA: Kajian Siyasah Maulida, Achmad; Umar, Kusnadi
Jurnal Al Tasyri'iyyah VOLUME 2 ISSUE 1, JUNE 2022
Publisher : Prodi Hukum Tata Negara Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/jat.vi.30176

Abstract

Pembaharuan hukum dibutuhkan setiap waktu untuk melengkapi dan mengisi kekosongan hukum terhadap masalah yang terjadi di masyarakat. Undang-undang sebagai instrument hukum membutuhkan pembaharuan dan perubahan, namun kendalanya adalah prosesnya yang sedemikian Panjang membuat pembaharuan dan pembuatan undang-undang kadang tidak mampu mengisi kekosongan hukum yang terjadi di masyarakat. Penelitian ini membahas mengenai: Bagaimana urgensitas carry over dalam proses pembuatan undang-undang di Indonesia? Bagaimana perspektif siyasah syar'iyyah terhadap proses pembuatan undang-undang di Indonesia?. Jenis penelitian yang digunakan yaitu pustaka. Adapun pendekatan penelitian ini yaitu pendekatan syar'I dan undang-undang. Sumber data primer berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian, serta sumber data sekunder berupa jurnal hukum dan buku fiqih. Hasil penelitian ini menunjukkan dalam dinamika pembentukan undang-undang di Indonesia hanya dua kali mengalami masa dimana produk hukum yang dihasilkan bersifat responsif (masa awal kemerdekaan dan reformasi). proses pembuatan undang-undang di Indonesia berjalan selaras dengan prinsip inferensi. Yakni metode pembuatan undang-undang dengan memahami prinsip-prinsip syari'ah dan kehendah syar’i dari berbagai sumber yang ada utamanya al-Qur’an dan Hadist. Kata Kunci: Dinamika Politik; Pembuatan Undang-undang; Siyasah Syar'iyyah
Dinamika Perkembangan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Umar, Kusnadi; Sofyan, Sofyan
Jurnal Al Tasyri'iyyah VOLUME 3 ISSUE 1, JUNE 2023
Publisher : Prodi Hukum Tata Negara Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/jat.vi.38153

Abstract

The Constitutional Court as the guardian of the constitution has a central role in a constitutional-democratic state. This study aims to reveal the extent of the development of the authority of the Constitutional Court in the constitutional system using a normative juridical approach. The results showed that the Constitutional Court experienced a "growth" of authority born from interpretations as an effort to renew and complement its constitutional authority. There are some powers that are not explicitly attributed to the 1945 NRI Constitution, but in practice, judges of the Constitutional Court interpret them to legitimize the basis of their authority. as in Perppu testing (formal and material), settlement of authority disputes between state institutions whose authority is delegative and settlement of disputes over regional head elections. The move confirms the inclusiveness of Constitutional Court judges on the dynamics of developments and legal needs in resolving every constitutional issue even though it is not stipulated in the Constitution and also as an effort and commitment to protect the constitutional rights of citizens.
PENUNJUKAN PENJABAT KEPALA DAERAH DALAM SISTEM PEMERINTAHAN DEMOKRATIS Afrianti, Firna; Umar, Kusnadi
Siyasatuna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Siyasah Syar'iyyah Vol 6 No 1 (2025): SIYASATUNA
Publisher : Prodi Hukum Tata Negara (Siyasah Syariyyah) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The design of simultaneous national regional elections in 2024 has led to a vacancy in the position of regional head, to anticipate this, the government appoints an acting regional head to carry out the duties, functions, and authorities of the regional head until the inauguration of the definitive regional head. This research aims to analyze the application of democratic principles in the appointment of acting regional heads by using conceptual and statutory approaches. The process of appointing acting governors by the president and acting regents and mayors by the Minister of Home Affairs has ignored several fundamental principles such as the principle of free elections, equal political participation, accountability and transparency, protection of human rights (political rights), and the principle of placing officials with a merit system instead of a spoil system. The Constitutional Court in Decision Number 67/PUU-XIX/2021 has emphasized that the process of appointing acting regional heads must still be carried out democratically. The filling of acting regional heads also lacks strong social legitimacy because it does not involve active participation from the community.
Discourse on the Authority of the Judicial Commission in the Honorary Panel of the Constitutional Court in Indonesia Umar, Kusnadi; Sofyan, Sofyan; Azizah, Nur
International Journal of Law Society Services Vol 5, No 1 (2025): International Journal of Law Society Services
Publisher : LAW FACULTY UNISSULA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26532/ijlss.v5i1.44117

Abstract

The existence and position of the Judicial Commission has added to the list of independent state institutions (state auxiliary institutions) in the Indonesian state structure. The existence of the Judicial Commission in monitoring and enforcing the code of ethics for constitutional judges within the structure of the Honorary Council of the Constitutional Court has undergone a long discussion. For this reason, this research is normative research which aims to determine the legal position of the Judicial Commission in enforcing the judge's code of ethics and the ups and downs of the Judicial Commission's authority in the structure of the Honorary Council of the Constitutional Court. The results of the research show that the efficiency of the Judicial Commission's supervisory function actually strives for judges' compliance with the code of ethics and behavioral guidelines for judges in order to create public trust in judicial institutions in Indonesia, while the presence of the Judicial Commission in the supervision dimension of Constitutional Judges experiences a tug-of-war regarding the norms of Law Number 22 of 2004 concerning Judicial Commissions with material review in Decision 005/PUU-IV/2006, Law Law No. 8 of 2011 with a material review in the Constitutional Court decision no. 49/PUU-IX/2011, Law no. 4 of 2014 concerning Stipulation of Government Regulations in Lieu of Law no. 1 of 2013 concerning the Second Amendment to Law No. 24 of 2003 with material review in Decision No. 1-2/PUU-XII/2014 and Law No. 7 of 2020 with a material review in decision No, 56/PUU-XX/2022. Therefore, the institutional structure of the Judicial Commission in the Honorary Council of the Constitutional Court underwent several repositionings until it was finally judged as a form of legal contravention and unconstitutional (contrary to the 1945 Constitution).
DINAMIKA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MEMUTUS PERKARA JUDICIAL REVIEW Idris, Munawara; Umar, Kusnadi
Siyasatuna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Siyasah Syar'iyyah Vol 1 No 2 (2020)
Publisher : Prodi Hukum Tata Negara (Siyasah Syariyyah) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga pengawal konstitusi (the guardian of the constitution) dalam memutus perkara judicial review berperan sebagai negatif legislator untuk membatalkan norma yang dianggap bertentangan dengan Undang-undang Dasar  Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun seiring perkembangan waktu, Mahkamah Konstitusi tidak hanya membatalkan norma, tetapi juga berperan sebagai positif legislator dengan mengubah frasa dalam undang-undang. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dampak dari putusan Mahkamah Konstitusi yang positif legislator serta bagaimana pandangan hukum Islam terkait permasalahan tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, dengan pendekatan konseptual dan perundang-undangan (conceptual and statute approach). Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan teknik deskriptif-analitis kemudian disimpulkan. Hasil penelitian disimpulkan bahwa, Mahkamah Konstitusi dalam memutus perkara judicial review dimaksudkan untuk memberikan rasa keadilan, sehingga dituntut tidak hanya memosisikan diri sebagai negatif legislator, tetapi juga sebagai positif legislator. Putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat positif legislator tidak menimbulkan kerugian bagi pembuat undang-undang, sepanjang tujuan dari putusan yang bersifat positif legislator adalah untuk mengisi kekosongan hukum. Kedepan, diharapkan adanya penguatan kelembagaan dan kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam menerapkan positif legislator, sehingga akan lebih berkepastian hukum sekaligus menghindari polemik ditengah-tengah masyarakat. Kata Kunci: Judicial Review; Mahkamah Konstitusi; Positif Legislator
NILAI-NILAI KEADILAN DALAM KETETAPAN MPR-RI PERSPEKTIF SIYASAH SYAR’IYYAH Siska, Siska; Hisbullah, Hisbullah; Umar, Kusnadi
Siyasatuna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Siyasah Syar'iyyah Vol 2 No 2 (2021)
Publisher : Prodi Hukum Tata Negara (Siyasah Syariyyah) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Nilai keadilan telah menjadi bahan kajian baik dikalangan ahli filsafat, agamawan, politikus, maupun para pemikir atau ahli hukum. Keadilan memiliki sejarah pemikiran yang panjang dalam diskursus hukum dan negara. Selain itu, negara merupakan figur sentral dalam perwujudan keadilan. Studi ini membahas tentang nilai-nilai keadilan dalam Keputusan MPR RI dalam perspektif Siyasah Syar’iyyah. Penelitian ini termasuk penelitian pustaka dengan pendekatan konseptual dan perundang-undangan. Sebagai bagian dari jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan yang perumusannya terikat dengan ketentuan Pasal 6 Ayat (1) huruf g Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011, maka perumusan Ketetapan MPR wajib mengandung dan mencerminkan nilai-nilai keadilan secara proporsional bagi setiap warga Negara tanpa terkecuali, meskipun perwujudan dari nilai keadilan tersebut dalam kehidupan bernegara tidak mudah dioperasionalkan. Keadilan dalam Islam bersifat komprehensif, asas keadilan dalam Islam merupakan pola kehidupan yang memperlihatkan keberpihakan kepada kebenaran, tidak sewenang-wenang, istiqamah, bertanggungjawab baik dalam relasi sosial maupun politik. Keharusan setiap bentuk peraturan, termasuk Ketetapan MPR untuk mengadopsi dan mencerminkan nilai keadilan dapat diartikan bahwa Ketetapan MPR telah sejalan dengan pandangan siyasah syar’iyyah.Kata Kunci: Keadilan; Ketetapan MPR; Siyasah Syar’iyyah
PERAN KOMISI PEMILIHAN UMUM DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI KABUPATEN SINJAI Muharis, Abdul; Umar, Kusnadi; Laman, Ilham
Siyasatuna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Siyasah Syar'iyyah Vol 2 No 3 (2021)
Publisher : Prodi Hukum Tata Negara (Siyasah Syariyyah) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah merupakan momentum pergantian tampuk kepemimpinan di daerah yang diselenggarakan secara demokratis oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Sinjai pada tahun 2018. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana kedudukan KPU dalam proses penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah, dan apa kendala serta bagaimana pandangan masyarakat terkait proses pelaksanaannya. Keseluruhahan tahapan penelitian ini menggunakan konsep penelitian kualitatif. Adapun hasil penelitian menujukkan bahwa dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepada Daerah, KPU Kabupaten Sinjai berkedudukan sebagai pelaksana dari ketentuan peraturan perundang-undangan, yang mengacu pada tahapan-tahapan pemilihan yang telah ditetapkan. Secara garis besar, kendala yang dihadapi ada dua, yaitu kendala yang bersifat teknis seperti pendistribusian surat suara ke daerah-daerah yang lokasinya jauh dan sulit dijangkau, dan keterbatasan personil. Sementara kendala non teknis seperti tingkat partipasi pemilih, khususnya pemilih pemula dan lansia. Masyarakat menilai kinerja KPU Kabupaten Sinjai masih perlu ditingkatkan, khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan sosialisasi yang harusnya dilakukan secara menyeluruh kesemua daerah, termasuk untuk daerah-daerah pelosok yang sangat potensial terjadi pelbagai bentuk kecurangan karena rendahnya pengetahuan masyarakat.
KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM KEANGGOTAAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA: Studi Desa Tabbinjai Kecamatan Tombolo Pao Kabupaten Gowa Muhliza, Nurul; Risal, M. Chaerul; Umar, Kusnadi
Siyasatuna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Siyasah Syar'iyyah Vol 4 No 3 (2023): SIYASATUNA
Publisher : Prodi Hukum Tata Negara (Siyasah Syariyyah) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Women's representation in the Badan Permusyawaratan Desa is mandated by the Village Law to encourage women's involvement in policy formulation at the village level. This study aims to analyze women's representation in the Badan Permusyawaratan Desa in Tabbinjai Village, Tombolo Pao District, Gowa Regency in the perspective of Islamic law. This research is a qualitative field research with a legislative and theological approach to syar'i. Data is sourced from primary and secondary data obtained through observation, interviews, and literature studies. Women's representation in the structure of the Badan Permusyawaratan Desa in Tabbinjai Village has fulfilled the provisions of laws and regulations, even though the quota does not reach 30%. The lack of interest and representation of women is influenced by various factors, such as lack of socialization about the role and function of the Badan Permusyawaratan Desa, an election system that seems closed, education level and the choice to focus on other professions. The involvement of women in the public sphere caused dissent among scholars, some expressly forbidding on the basis of hadith narrated by Abu Abkrah. Other scholars, however, argue that the hadith does not apply in general, but only applies to the Persian empire. Because historically, there are examples of women's leadership, both those described in the Qur'an and those that occurred during the time of the Holy Prophetsa and his companions.
KONSEP PEMERINTAHAN DALAM ISLAM MENURUT ABU AL-A’LA AL-MAUDUDI SERTA KEMUNGKINAN PENERAPANNYA DI INDONESIA Otoluwa, Andhika Pratama Putra; Umar, Kusnadi
Siyasatuna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Siyasah Syar'iyyah Vol 5 No 2 (2024): SIYASATUNA
Publisher : Prodi Hukum Tata Negara (Siyasah Syariyyah) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Differences in views regarding governance in Islam have caused debate among the people, for that al-Maududi tries to answer this problem by returning to the Qur'an, the sunnah, and the example given by Khulafa al-Rasyidun. This study aims to determine the system of government in Islam and the division of power according to Abu al-A'la al-Maududi and the possibility of its application in Indonesia. The research method used is library research, with a normative syar'i and philosophical approach. The results show that the Islamic government system according to Abu al-A'la al-Maududi can be grouped as a caliphate Islamic government system based on shura. Power is divided into legislative (ahl al-hal wa al-aqd), executive (ulu al-amr) and judicial (qadha). The application of the concept of Islamic government according to Abu al-A'la al-Maududi in Indonesia is faced with opportunities in the form of the existence of Islamic law in Indonesia, the view of Indonesia as an Islamic state and Islamic values ​​in line with the nation's goals. The obstacles faced are the plurality of Indonesia, the view that there is no need to establish an Islamic state and the rejection of women's groups. The challenge is in the form of nationalist Islamic intellectual groups and secularization.
AMBIVALENSI PENANGANAN FIKTIF POSITIF PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 Umar, Kusnadi
Jurnal Yudisial Vol. 16 No. 2 (2023): NOODWEER
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v16i2.555

Abstract

Pergeseran pemaknaan terhadap sikap diam pejabat pemerintahan dari konsep fiktif negatif menjadi fiktif positif merupakan terobosan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, dengan mekanisme penyelesaian akhirnya dapat melibatkan PTUN. Namun mekanisme tersebut mengalami perubahan seiring diundangkannya UndangUndang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implikasi berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 terhadap penanganan permohonan fiktif positif oleh PTUN. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Hasil analisis menunjukkan bahwa sekalipun sikap diam pejabat pemerintahan tetap dimaknai sebagai bentuk mengabulkan sebuah permohonan, tetapi rumusan Pasal 175 ayat (6) Undang-Undang Nomor 11 Tahun2020 tidak lagi mengatribusikan kewenangan kepada PTUN untuk menangani permohonan fiktif positif sebagai upaya judicial control; dan perubahan mekanisme penanganan fiktif positif dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 menimbulkan ketidakpastian hukum dan kontradiksi putusan, seperti yang terjadi antara Putusan PTUN Kendari Nomor 1/P/FP/2021/PTUN.KDI dengan Putusan PTUN Surabaya Nomor 17/P/FP/2020/PTUN.SBY. Hakim PTUN Kendari secara tegas menyatakan tidak berwenang pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020, sementara Hakim PTUN Surabaya melakukan penafsiran dengan memosisikan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun 2017 sebagai sumber kewenangan dengan menarik legitimasi keberlakuannya dari ketentuan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 (ketentuan penutup). Padahal jika dicermati, rumusan Pasal 175 ayat (6) tidak bersifat interpretatif dan tidak pula terjadi kekosongan hukum, sehingga tidak terbuka ruang untuk melakukan penafsiran hukum.