Claim Missing Document
Check
Articles

Found 20 Documents
Search

Legal Review of The Criminal Act of Defamation Through Writing Frengki Yulianto; Bastianto Nugroho; Sri Anggraini K. Dewi
YURISDIKSI : Jurnal Wacana Hukum dan Sains Vol. 21 No. 2 (2025): September
Publisher : Faculty of Law, Merdeka University Surabaya, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55173/yurisdiksi.v21i2.300

Abstract

The aim of the research is to determine the application of the law to criminal acts of defamation through writing. The research method is normative research, with a conceptual approach, namely legal research that looks for principles, doctrines and sources of law in a juridical philosophical sense. The basic results of the judge's legal considerations in deciding criminal defamation cases. There are proven facts in the elements of Article 311 paragraph (1) of the Criminal Code, in this case the crime of defamation. There is evidence based on valid evidence as regulated in Article 184 of the Criminal Procedure Code which is proven at trial. Factors that mitigate and aggravate the defendant.
Right To Restitution For Victims of Human Trafficking Criminal ACTS Widi Purnomo; Bastianto Nugroho; Adies Kadir
YURISDIKSI : Jurnal Wacana Hukum dan Sains Vol. 21 No. 2 (2025): September
Publisher : Faculty of Law, Merdeka University Surabaya, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55173/yurisdiksi.v21i2.304

Abstract

The aim is to find out about the Judge's Considerations in Deciding on the Right to Restitution in Decision Number 738/Pid.Sus/2023/Pt Sby) according to Positive Law. The research method used in the research carried out is the Normative Juridical legal research method, also called normative legal research or doctrinal legal research. Results of the Surabaya High Court Decision Number 738/PID.SUS/2023/PT SBY The judge's consideration in granting restitution to the victim was in accordance with the law and justice for the victim.
Upaya Paksa Penahanan pada Perkara Pidana pada Tingkat Penyidikan Tatas, Juang Tatas; Bastianto Nugroho; Mohammad Roesli
PESHUM : Jurnal Pendidikan, Sosial dan Humaniora Vol. 4 No. 6: Oktober 2025
Publisher : CV. Ulil Albab Corp

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/peshum.v4i6.11818

Abstract

Penelitian ini membahas mengenai upaya paksa penahanan dalam perkara pidana pada tingkat penyidikan, yang merupakan salah satu instrumen penting dalam hukum acara pidana di Indonesia. Latar belakang penelitian ini berangkat dari dilema antara kepentingan penegakan hukum dengan penghormatan terhadap hak asasi manusia, mengingat penahanan merupakan bentuk perampasan kemerdekaan seseorang yang sangat sensitif. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan doktrinal, melalui studi literatur terhadap KUHAP, undang-undang terkait, serta pandangan para ahli hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun KUHAP telah memberikan landasan hukum yang jelas terkait penahanan, dalam praktiknya sering muncul permasalahan seperti penyalahgunaan kewenangan, ketidakjelasan syarat subyektif penahanan, hingga potensi perpanjangan penahanan yang merugikan tersangka. Pembahasan menegaskan bahwa upaya paksa penahanan harus memenuhi syarat-syarat hukum yang obyektif maupun subyektif, dilakukan oleh pejabat yang berwenang, serta memperhatikan masa waktu yang diatur undang-undang agar tidak bertentangan dengan prinsip perlindungan hak asasi manusia. Penelitian ini menekankan perlunya koordinasi antara penyidik, penuntut umum, dan hakim untuk meminimalisir potensi penyimpangan dalam praktik penahanan.
Pemidanaan terhadap Pelaku Tindak Pidana Perkosaan terhadap Anak Difabel Ayu, Fira Nindia Adela Shinta Ayu A; Bastianto Nugroho; Sri Anggraini Kusuma Dewi
PESHUM : Jurnal Pendidikan, Sosial dan Humaniora Vol. 4 No. 6: Oktober 2025
Publisher : CV. Ulil Albab Corp

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/peshum.v4i6.11827

Abstract

Tindak pidana perkosaan terhadap anak difabel merupakan kejahatan yang memiliki dampak serius, tidak hanya terhadap korban yang mengalami trauma fisik maupun psikis, tetapi juga terhadap keadilan dan moralitas masyarakat. Anak difabel, sebagai kelompok rentan, membutuhkan perlindungan hukum khusus karena keterbatasan fisik maupun mental menjadikan mereka lebih mudah menjadi sasaran kejahatan. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan studi kepustakaan, yang menitikberatkan pada analisis terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta literatur hukum pidana dan viktimologi. Pembahasan difokuskan pada dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap pelaku perkosaan anak difabel, serta perbedaan putusan jika dibandingkan dengan kasus perkosaan terhadap anak non-difabel. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemidanaan tidak hanya dimaksudkan sebagai pembalasan, melainkan juga sebagai upaya pembinaan pelaku, pemulihan korban, dan perlindungan masyarakat. Namun, terdapat disparitas putusan hakim yang dipengaruhi faktor subjektif maupun pembuktian di persidangan, khususnya ketika korban mengalami keterbatasan komunikasi. Penelitian ini menegaskan pentingnya konsistensi penerapan hukum, perlindungan khusus bagi anak difabel, serta peningkatan peran hakim dalam memberikan rasa keadilan yang seimbang antara pelaku, korban, dan masyarakat.
Penyalahgunaan Kewenangan yang Dilakukan oleh Pejabat Oktakirana, Dhema Oktakirana; Mohammad Roesli; Bastianto Nugroho
PESHUM : Jurnal Pendidikan, Sosial dan Humaniora Vol. 4 No. 6: Oktober 2025
Publisher : CV. Ulil Albab Corp

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/peshum.v4i6.11859

Abstract

Judul penelitian "Penyalahgunaan Kewenangan Yang Dilakukan Oleh Pejabat" mengkaji masalah gratifikasi dan suap yang melibatkan pejabat di Indonesia. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh budaya "uang pelicin" yang masih marak di masyarakat, meskipun ancaman pidana bagi pejabat yang menerima hadiah telah diperberat. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, pasal 413 sampai 437 KUHP yang berkaitan dengan kejahatan jabatan telah dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan fokus pada peraturan perundang-undangan, teori, dan asas hukum yang relevan. Pembahasan skripsi mencakup hubungan antara KUHP dan undang-undang pidana di luar KUHP, serta pengertian kejahatan dan pelanggaran jabatan. Analisis kasus Raden Sonson Natalegawa menyoroti bagaimana Pengadilan Negeri membebaskan terdakwa, sementara Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung membatalkan putusan tersebut dan menyatakan terdakwa bersalah atas tindak pidana korupsi. Berdasarkan analisis tersebut, skripsi ini menyimpulkan bahwa klasifikasi pasal 418 KUHP sebagai tindak pidana korupsi telah meningkatkan ancaman pidana secara signifikan. Skripsi ini juga menyarankan perlunya peningkatan kesejahteraan dan kesadaran mental pegawai negeri untuk mengurangi godaan menerima hadiah.
Pengembalian Barang Hasil Tindak Pidana Penggelapan Menurut Aturan Hukum Pidana Adlina, Adlina Ratri Maulidya; Bastianto Nugroho; Sri Anggraini K. Dewi
PESHUM : Jurnal Pendidikan, Sosial dan Humaniora Vol. 4 No. 6: Oktober 2025
Publisher : CV. Ulil Albab Corp

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/peshum.v4i6.11861

Abstract

Penelitian ini mengkaji permasalahan yuridis dan konsekuensi hukum dari pengembalian barang atau uang hasil tindak pidana penggelapan di Indonesia. Latar belakangnya adalah adanya perbedaan dalam praktik penegakan hukum terkait pengembalian kerugian, meskipun secara hukum pidana formal perbuatan penggelapan telah selesai saat unsur-unsur pidana terpenuhi. Secara spesifik, penelitian ini merumuskan dua masalah utama: hubungan pengembalian kerugian dengan penggelapan menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dan konsekuensi hukum dari pengembalian barang yang digelapkan. Metode yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan menganalisis peraturan hukum pidana positif dan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, seperti Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), jurnal hukum, dan kamus. Berdasarkan analisis, secara yuridis pengembalian barang hasil penggelapan tidak mengubah status pidana perbuatan tersebut. Namun, dalam praktik penegakan hukum, pengembalian ini dapat menjadi pertimbangan yang meringankan hukuman bagi terdakwa, baik di tingkat penyelidikan, penyidikan, maupun persidangan. Faktor-faktor seperti itikad baik terdakwa, nominal kerugian, kondisi psikis korban, dan fakta hukum yang terungkap di persidangan sangat memengaruhi keputusan jaksa dan hakim. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengembalian barang menjadi faktor pertimbangan penting, meskipun tidak menghapus tindak pidana itu sendiri, dan merekomendasikan adanya perbaikan KUHP untuk merinci batas nominal kerugian guna menghindari ketidakseragaman dalam penegakan hukum.
Tindak Pidana Penganiayaan dalam Keluarga Menurut UU No. 23/2004 tentang Penghapusan KDRT Miendi, Miendi Citra Avitama; Bastianto Nugroho; M. Hidayat
PESHUM : Jurnal Pendidikan, Sosial dan Humaniora Vol. 4 No. 6: Oktober 2025
Publisher : CV. Ulil Albab Corp

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/peshum.v4i6.11865

Abstract

Kekerasan dalam rumah tangga yang berbentuk penganiayaan merupakan salah satu permasalahan hukum yang terus berkembang di masyarakat. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur penganiayaan secara umum, namun hadirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) memberikan pengaturan yang lebih khusus terhadap tindak pidana tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan dan menganalisis tindak pidana penganiayaan dalam lingkup rumah tangga serta relevansinya dengan perlindungan hukum bagi korban. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual, menggunakan bahan hukum primer berupa KUHP dan UU PKDRT, serta bahan hukum sekunder dari literatur hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa UU PKDRT memberikan perlindungan lebih komprehensif terhadap korban dibandingkan KUHP, dengan mengatur berbagai bentuk kekerasan yang meliputi fisik, psikis, seksual, dan penelantaran rumah tangga. Meskipun demikian, terdapat kelemahan karena sebagian bentuk tindak pidana dalam UU PKDRT masih dikategorikan sebagai delik aduan, sehingga bergantung pada pengaduan korban untuk diproses secara hukum. Temuan ini menegaskan perlunya penguatan penerapan UU PKDRT guna mewujudkan perlindungan hukum yang optimal bagi korban kekerasan dalam rumah tangga.
Proses Penyidikan Tentang Perkara Kesaksian Palsu Menurut Pasal 242 KUHP Yuliana, Novita; Mohammad Roesli; Bastianto Nugroho
PESHUM : Jurnal Pendidikan, Sosial dan Humaniora Vol. 4 No. 6: Oktober 2025
Publisher : CV. Ulil Albab Corp

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/peshum.v4i6.11869

Abstract

Kesaksian palsu merupakan persoalan serius dalam proses peradilan pidana karena dapat mengaburkan fakta hukum serta menghambat terwujudnya keadilan. Pasal 242 KUHP telah mengatur ancaman pidana bagi saksi yang terbukti memberikan keterangan palsu di bawah sumpah, namun praktik di lapangan sering kali menunjukkan adanya penyimpangan prosedural. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses penyidikan terhadap saksi yang memberikan kesaksian palsu, mekanisme koordinasi antar aparat penegak hukum, serta kewenangan pihak-pihak terkait dalam penerapan sanksi. Metode yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan deskriptif-analitis, melalui kajian terhadap peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, dan literatur hukum. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa penyidikan perkara kesaksian palsu harus mengacu pada KUHP dan KUHAP, khususnya terkait pemeriksaan saksi, prosedur penahanan, serta peran hakim dalam mengeluarkan penetapan. Namun demikian, praktik di lapangan masih ditemukan pelanggaran, seperti penahanan saksi tanpa penetapan hakim, sebagaimana terjadi pada kasus Tommy Soeharto. Hal ini menegaskan pentingnya koordinasi fungsional antara penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam kerangka integrated criminal justice system. Profesionalisme aparat penegak hukum menjadi faktor utama untuk menjamin penyelesaian perkara kesaksian palsu sesuai dengan prinsip keadilan dan kepastian hukum.
Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Berkaitan dengan Menjaga Rahasia oleh Bank Nurvana Ali, Yunindya; M. Roesli; Bastianto Nugroho
PESHUM : Jurnal Pendidikan, Sosial dan Humaniora Vol. 4 No. 6: Oktober 2025
Publisher : CV. Ulil Albab Corp

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/peshum.v4i6.11871

Abstract

Penelitian ini menganalisis perlindungan hukum terhadap nasabah bank dalam menjaga kerahasiaan data mereka, berfokus pada sistem perbankan di Indonesia. Latar belakangnya adalah pentingnya kepercayaan nasabah bagi keberlangsungan bank dan kurangnya pemahaman masyarakat mengenai rahasia bank dan penerapannya. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan pendekatan deskriptif analitis, penelitian ini mengkaji peraturan perundang-undangan terkait. Pembahasannya menyimpulkan bahwa meskipun bank wajib merahasiakan data nasabah, terdapat pengecualian yang diatur secara limitatif dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, yang memungkinkan pembukaan rahasia bank untuk kepentingan perpajakan, penyelesaian piutang, perkara pidana dan perdata, serta pertukaran informasi antarbank, atau atas permintaan nasabah sendiri. Pihak-pihak yang berwenang meminta pembukaan rahasia ini, seperti pejabat pajak, polisi, jaksa, dan ahli waris, juga telah ditetapkan secara jelas. Upaya perlindungan nasabah dilakukan baik secara implisit melalui pengawasan bank maupun secara eksplisit melalui lembaga penjamin simpanan.
Implikasi Hukum Peralihan Hak Atas Tanah Tanpa Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Puhas Dirja Dewantara; Mohammad Roesli; Bastianto Nugroho
J-CEKI : Jurnal Cendekia Ilmiah Vol. 4 No. 6: Oktober 2025
Publisher : CV. ULIL ALBAB CORP

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/jceki.v4i6.11977

Abstract

Peralihan hak atas tanah merupakan bagian penting dalam sistem hukum pertanahan Indonesia yang wajib dilakukan melalui prosedur formal, yakni dengan menggunakan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Namun, dalam praktiknya masih banyak terjadi transaksi jual beli tanah yang dilakukan tanpa akta PPAT, baik karena ketidaktahuan hukum, alasan biaya, maupun kesengajaan yang melanggar asas legalitas. Hal ini menimbulkan persoalan serius terkait status hukum peralihan hak, kepastian hukum, serta perlindungan hukum bagi pihak yang beritikad baik. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah mengenai bagaimana status hukum peralihan hak atas tanah yang dilakukan tanpa akta PPAT serta apa implikasi hukumnya terhadap perlindungan dan kepastian hukum bagi para pihak. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan analisis terhadap putusan pengadilan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peralihan hak tanpa akta PPAT tidak diakui dalam sistem administrasi pertanahan dan membuka ruang sengketa hukum, terutama dalam hal balik nama dan klaim pihak ketiga. Oleh karena itu, dibutuhkan penguatan regulasi, pengawasan terhadap PPAT, serta edukasi hukum bagi masyarakat untuk mencegah praktik serupa di masa depan.