Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Penguatan Wawasan Nusantara Melalui Seni Gerabah Tradisional di Desa Melikan Klaten (Pendekatan Studi Literatur Kualitatif) Purbasari, Verbena Ayuningsih; Samidi, R; Hapsari, Yuanita Dwi; Kurniawan, Bekti Galih
Jurnal Pendidikan dan Penciptaan Seni Vol 4, No 2 (2024): Jurnal Pendidikan dan Penciptaan Seni - November
Publisher : Mahesa Research Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34007/jipsi.v4i2.693

Abstract

Wawasan nusantara merupakan cara pandang bangsa Indonesia terhadap potensi diri dan lingkungan tempat tinggalnya. Saat ini bangsa Indonesia tengah dihadapkan pada arus westernisasi yang semakin melemahkan nilai-nilai budaya daerah dan menggerus pemahaman generasi bangsa tentang wawasan usantara. Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya penguatan wawasan nusantara melalui seni kerajinan gerabah tradisional Desa Melikan, Klaten, Jawa Tengah. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi literatur. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu. pelestarian seni gerabah tradisional Desa Melikan dilakukan sebagai upaya untuk menguatkan wawasan Nusantara di Indonesia. Upaya ini diawali dengan langkah masyarakat yang tetap mempertahankan teknik tradisionalnya dalam membuat kerajinan gerabah. Selanjutnya, menjadikan Desa Melikan sebagai desa wisata dengan tujuan untuk mengenalkan salah satu bentuk kebudayaan Indonesia kepada masyarakat luas, mengajarkan ketrampilan cara membuat gerabah dan menjaga kontinuitas pelestarian seni kerajinan gerabah.
Bertahan di tengah keterbatasan: studi fenomenologi pemulung di Surabaya Imami, Teguh; Kurniawan, Deni Aries; Hapsari, Yuanita Dwi; Reftantia, Ghina; Annisa, Silvia
Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi Vol 14, No 1 (2025): Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi
Publisher : Departemen Pendidikan Sosiologi FISHIPOL UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/dimensia.v14i1.76751

Abstract

Studi ini bertujuan untuk mendalami pengalaman kaum urban yang menjadi pemulung serta tinggal di atas makam Rangkah Surabaya. Studi kualitatif dengan wawancara mendalam digunakan oleh peneliti untuk mendeskripsikan kehidupan mereka. Studi ini menggunakan teori fenomenologi yang digagas oleh Alfred Schutz. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa subjek studi memiliki pengalaman hidup dalam kondisi yang serba terbatas ketika berada di desa. Kondisi yang serba terbatas itu menjadi alasan untuk mereka melakukan urbanisasi ke kota Surabaya. Akan tetapi, kehidupan mereka ketika di Surabaya juga tidak lebih baik daripada kondisi sebelumnya, karena ketrampilan dan pendidikan yang kurang memadai—bahkan harus mengalami tantangan baru berupa stigmatisasi atas pekerjaan mereka sebagai pemulung. Pengalaman yang tidak pernah mereka dapatkan ketika tinggal di desa. Pada akhirnya, di tengah kehidupan yang serba terbatas di kota itu, membuat mereka harus tinggal di makam Rangkah dengan berbagai resiko seperti penggusuran dan penyakit sebagai cara mereka untuk bertahan hidup. This study explores the experiences of urbanites who are scavengers and live above the Rangkah grave in Surabaya. Researchers use qualitative studies with in-depth interviews to describe their lives. This study uses the phenomenological theory initiated by Alfred Schutz. The results of this study show that the study subjects had experience of living in limited conditions when they were in the village. These limited conditions became the reason for them to urbanize to the city of Surabaya. However, their lives in Surabaya were no better than before, due to inadequate skills and education - they even had to experience new challenges in the form of stigmatization of their work as scavengers. An experience they never had when living in the village. In the end, amidst the limited life in the city, they had to live in the cemetery area. 
REPRODUKSI BUDAYA PADA SANGGAR SENI PINCUK DALAM PELESTARIAN TARI TRADISIONAL DI SURAKARTA Hapsari, Yuanita Dwi; Ghina Reftantia; Verbena Ayuningsih Purbasari; Deni Aries Kurniawan; Ahmad Wildan Habibi
An-Nas Vol. 9 No. 2 (2025): AN-NAS: Jurnal Humaniora
Publisher : Fakultas Syariah dan Adab Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32665/annas.v9i2.5519

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara mendalam peran Sanggar Seni Pincuk dalam pelestarian tari tradisional Surakarta melalui perspektif teori reproduksi budaya Pierre Bourdieu. Sebagai salah satu pusat pembelajaran dan pengembangan seni tari tradisional, sanggar ini memainkan peranan strategis dalam mentransmisikan keterampilan teknis, pengetahuan sejarah, nilai-nilai budaya, dan makna simbolik yang terkandung dalam tradisi tari kepada generasi muda. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Data diperoleh melalui observasi partisipatif terhadap proses pembelajaran, wawancara mendalam dengan pengajar, siswa, serta tokoh masyarakat, dan analisis dokumen terkait sejarah serta aktivitas sanggar. Analisis data dilakukan secara tematik dengan memanfaatkan konsep habitus, ranah (field), dan modal (capital) dari Bourdieu untuk mengidentifikasi mekanisme pewarisan dan reproduksi budaya. Hasil penelitian mengungkap bahwa proses reproduksi budaya di Sanggar Seni Pincuk berlangsung melalui pembiasaan yang konsisten, latihan intensif, penanaman disiplin seni, serta keterlibatan aktif dalam pementasan di tingkat lokal hingga nasional. Modal budaya terwujud dalam keterampilan teknis dan pengetahuan tradisi, modal sosial terbentuk melalui jejaring antar seniman dan komunitas seni, sedangkan modal simbolik muncul melalui pengakuan prestasi sanggar. Habitus yang dihasilkan tidak hanya menginternalisasi teknik tari, tetapi juga membentuk identitas kultural yang kuat. Temuan ini menegaskan pentingnya dukungan lintas pihak dan strategi adaptif dalam pelestarian tari tradisional tanpa menghilangkan esensi budayanya.
Mengurai Mitos Perundungan terhadap Disabilitas (Analisis Semiotika Roland Barthes dalam Film “Ayah, Mengapa Aku Berbeda?”) Puteri, Ayu Afifah; Sartika, Diana Dewi; Hapsari, Yuanita Dwi; Nugraheni, Dyah Hapsari Eko; Aziz, Muhammad Fakhri
Jurnal Empirika Vol. 10 No. 1 (2025): Jurnal Empirika
Publisher : Master Program in Sociology, Faculty of Social and Political Sciences, Universitas Sriwijay

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47753/je.v10i1.187

Abstract

This study aims to analyze the myth of bullying experienced by the main character in the film “Ayah, Mengapa Aku Berbeda?” through Roland Barthes’ semiotic approach. The film portrays the life of Angel, a girl with a hearing disability, who frequently faces discrimination and bullying from her surroundings. This analysis applies Barthes’ concepts of denotation, connotation, and myth to uncover the hidden meanings behind the visual and narrative signs in the film. The findings reveal that the bullying of Angel is represented through various signs that indicate injustice, negative stereotypes, and the marginalization of people with disabilities. Denotatively, the signs in the film directly depict bullying, such as mockery and social rejection. The connotative meanings of these signs highlight the fear, sadness, and struggles the main character faces in confronting stigma. At the level of myth, the film both reproduces and challenges various social myths related to disability. Four central myths are identified: (1) persons with disabilities are portrayed as weak and objects of pity, (2) the belief that they do not need equal opportunities and recognition, (3) the dominance of power that determines their fate, and (4) the use of emotional expression, such as anger, as a means of social control. This study concludes that “Ayah, Mengapa Aku Berbeda?” is not merely a story of struggle, but also a form of social critique of the bullying still commonly experienced by people with disabilities.  
The Practices of Divorce by Petitions in Transmigration Area Reftantia, Ghina; Sartika, Diana Dewi; Isyanawulan, Gita; Hapsari, Yuanita Dwi; Azzahri, Rizka; Yusda, Ihsanul Fuadi
Jurnal Sosiologi Andalas Vol. 11 No. 2 (2025)
Publisher : Department of Sociology, Faculty of Social and Political Sciences, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jsa.11.2.245-254.2025

Abstract

The divorce rate on Java Island tends to increase every year. These indicate a breakdown in marriages. But Javanese people do not only live in Java Island but are spread across many islands in Indonesia, primarily due to the transmigration program. Riau Province, situated on the island of Sumatra, is one of the areas designated for transmigration, resulting in a large number of Javanese people settling in these villages. It turns out that divorce cases are also common in these locations. Therefore, this study was conducted to examine the practice of divorce by petition among Javanese women in a transmigration village in Riau Province. The research approach employed in this study was qualitative, with an exploratory research style and a feminist methodology that prioritizes considering women's voices and experiences as worthy of being heard. The results of suggest that certain factors contribute to divorce, particularly in the context of marriage values within Javanese culture: legal system and women’s growing legal awareness, reinterpretations of Javanese familial and cultural values, economic independence and the gendered dimension of divorce, and the search for legal and social legitimacy. Even in transmigration areas far from Java Island, Javanese transmigrants and their descendants continue to uphold Javanese traditional values. These values persist and are internalized in their daily practices, including in the practice of divorce by petition in the transmigration area of Java.