Claim Missing Document
Check
Articles

Found 23 Documents
Search

Penyuluhan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Untuk Lansia Indarwati, Suami; Masra, Ferizal; Barus, Linda
Jurnal Perak Malahayati: Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 7, No 1 (2025): Vol 7 No 1 Mei 2025
Publisher : Program Studi Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/jpm.v7i1.20807

Abstract

Dari Aspek kesehatan, semakin bertambah usia keluhan kesehatan semakin meningkat. Hasil susenas (2012) Angka kesakitan (morbidity rates) penduduk lansia tahun 2012sebesar 26,93% (Kemenkes, 2013). Keluhan kesehatan lansia yang paling tinggi adalah keluhan yang merupakan efek dari penyakit kronis seperti asam urat, darah tinggi, rematik, darah rendah dan diabetes (32,99%), Kemudian jenis keluhan yang juga banyak dialami lansia adalah batuk (17,81%) dan pilek (11,75%). Prevalensi obesitas yang paling tinggi menjelang lansia sampai lansia (kelompok umur 55-64 tahun, 65-74 tahun dan 75+ tahun) adalah kelompok umur 55-64 tahun (23,1%). Prevalensi merokok lansia paling tinggi pada kelompok umur 55-64 tahun (37,5%) dengan rerata jumlah batang rokok/hari sebanyak 13 batang rokok. Faktor yang juga mempengaruhi kondisi fisik dan daya tahan tubuh lansia adalah pola hidup yang dijalankan sejak usia balita (Kemenkes, 2013). Tujuan dari pengabdian masyarakat ini adalah untuk memberi edukasi terkait Perilaku Hidup bersih dan Sehat (PHBS). Pada akhirnya, diharapkan agar warga UPTD Pelayanan Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Natar dapat merasakan manfaat dari hasil ilmu yang telah disalurkan oleh tim Pengabdian Masyarakat Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang sehingga dapat menerapkan perilaku Hidup Bersih dann Sehat (PHBS) dalam kehidupan sehari-hari. Metode penyuluhan yang digunakan adalah cemarah dan tanya-jawab. Hasil dari kegiatan ini adalah menambah pengetahuan petugas dan lansia dalam menerapkan Perilaku Hidup bersih dan Sehat (PHBS). Kesimpulan dalam kegiatan pengabdian masyarakat yaitu berupa penyuluhan materi teori dan praktek Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) kepada warga UPTD Pelayanan Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Natar mendapat tanggapan yang sangat baik, dan dalam kegiatan ini peserta pengabdian sangat antusias dalam menerimanya. Kata kunci : Perilaku Hidup Bersih dan sehat
Penguatan Kader Pada Layanan Kesehatan Primer (ILP) Serta Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengembangan Produk Toga Rahayu, Pudji; Fatonah, Siti; Masra, Ferizal; Amien, Zakaria
Jurnal Perak Malahayati: Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 7, No 1 (2025): Vol 7 No 1 Mei 2025
Publisher : Program Studi Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/jpm.v7i1.20797

Abstract

Depokrejo adalah salah satu kampung/Desa dari 12 desa/Kampung yang terdapat di Kecamatan Trimurjo mempunyai Misi “Terwujudnya Kampung Depokrejo yang aman, maju, sejahtera dan berkeadilan” Berdasarkan potensi luas lahan yang dimiliki maka Depok Rejo dapat memanfaatkan tanah dan pekarangan rumah warga untuk penanaman Tanaman Obat Keluarga. Toga dapat mempunyai nilai ekonomis apabila dikelola dengan baik dan serius selain manfaat utamanya alternatif pengobatan yang bersumber dari tanaman.Tujuan Pemerintan di bidang Kesehatan adalah Meningkatnya derajat kesehatan Masyarakat. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu mendekatkan Sarana Pelayanan Kesehatan dengan Masyarakat melalui Pustu, Poskesdes dan Pelayanan Posyandu. Politeknik Kesehatan Tanjungkarang sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah berfungsi mengamankan pelaksanaan Transformasi Kesehatan bekerjasama dengan pemerintah daerah Lampung Tengah.Pada Tahun 2023 bekerjasama dengan Politeknik Kesehatan telah melakukan Pelaksanaan Pengabdian Masyarakat di Desa Depok Rejo dan telah dilakukan beberapa kegiatan meliputi: Pelatihan Posyandu Prima, Bimbingan Teknis Penguatan Posyandu Prima serta pembentukan rintisan pengelola Posyandu Prima. Namun para kader belum melakukan screening dan kunjungan rumah oleh kader untuk pelaksanaan screeaning.Kondisi inilah yang melatarbelakangi membuat Tim Dosen Poltekkes Tanjungkarang untuk melaksanakan Pengabdian Masyarakat terkait ”Penguatan Kader pada Integrasi Layanan Kesehatan Primer (ILP) serta Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Produk TOGA di Desa Depok Rejo, Lampung Tengah” Kata Kunci: Kader, Posyandu Prima, TOGA  
Kemampuan Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes) Sebagai Fitoremediasi Dalam Pengolahan Limbah Cair Industri Tempe Putri, Wilda Nindia; Barus, Linda; Ahyanti, Mei; Prianto, Nawan; Masra, Ferizal; Indarwati, Suami
MIDWIFERY JOURNAL Vol 3, No 3 (2023): Volume 3 Nomor 3 September 2023
Publisher : Universitas Malahayati Bandar Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mj.v3i3.12318

Abstract

Background: This research is a Quasi-Experimental Design using a pretest-posttest with control group design with 3 repetitions. Objective: To determine the ability of 1 kg water hyacinth plants as phytoremediation in processing tempe liquid waste.Methods: This research is in the form of a Quasi-Experimental Design with the independent variables in the research, namely variations in wastewater volume of 20, 25, 30 liters and the dependent variable, namely reducing BOD, COD, TSS levels and neutralizing pH. This research was conducted at the Environmental Health Department Laboratory of the Tanjung Karang Health Polytechnic in March-May 2023. The sample used was tempeh liquid waste from a household industry located on Jalan Catur Tunggal, Kemiling District, Bandar Lampung.Results: From the research results, it was found that phytoremediation using water hyacinth plants weighing 1kg in a wastewater volume of 20 liters could reduce BOD levels by 57.13%, COD by 67.74%, TSS by 80.82%, and increase pH levels by 20.51%. . In accordance with Governor Regulation No. 7 Governor of 2010 concerning Waste Water Quality Standards for Soybean Processing Activities, only BOD with a waste water volume of 20 liters meets the requirements, other waste water volumes do not meet the standards.Conclusion and Recommendations: With the above results, phytoremediation using 1kg water hyacinth plants in a wastewater volume of 20 liters can reduce BOD levels by 57.13%, COD by 67.74%, TSS by 80.82%, and increase pH levels by 20.51%. A repeat study of similar phytoremediation is needed to get a better grade from this research. Keyword : Water Hyacinth Plants, Tempe Waste, BOD, COD, pH ABSTRAK Latar Belakang: Penelitian ini berupa Quasi-Experimental Design menggunakan rancangan pretest-posttest with control group dengan 3 kali pengulangan.Tujuan: Untuk mengetahui  kemampuan tanaman eceng gondok 1 kg sebagai fitoremediasi dalam pengolahan limbah cair tempe.Metode: Penelitian ini berupa Quasi-Experimental Design dengan Variabel bebas pada penelitian yaitu variasi volume air limbah 20, 25, 30 liter dan variabel terikat yaitu penurunan kadar BOD, COD, TSS dan menetralkan pH. Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Tanjung Karang pada bulan Maret-Mei 2023. Sampel yang digunakan adalah limbah cair tempe dari industri rumah tangga yang berada di Jalan Catur Tunggal Kecamatan Kemiling Bandar Lampung.Hasil: Dari Hasil penelitian diperoleh hasil fitoremediasi menggunakan tanaman eceng gondok berat 1kg dalam volume air limbah 20 liter dapat menurunkan kadar BOD 57,13%, COD sebesar 67,74 %, TSS sebesar 80,82%, dan meningkatkan kadar pH sebesar 20,51%. Sesuai dengan Peraturan Gubernur Lampung No 7 Tahun 2010 Tentang Baku Mutu Air Limbah Kegiatan Pengolahan Kedelai yang memenuhi syarat hanya BOD dengan volume air limbah 20 liter, pada volume air limbah lainnya belum memenuhi standar.Kesimpulan dan Saran: Dengan hasil di atas fitoremediasi menggunakan tanaman eceng             gondok berat 1kg dalam volume air limbah 20 liter dapat menurunkan kadar BOD 57,13%, COD sebesar 67,74 %, TSS sebesar 80,82%, dan meningkatkan kadar pH sebesar 20,51%. Diperlukan kajian ulang tentang fitoremediasi serupa untuk mendapatkan grade yang lebih baik dari penelitian ini. Kata Kunci: Tanaman Eceng Gondok , Limbah Tempe, BOD, COD, pH
Kajian Kebisingan Dan Suhu Di Industri Mebel Kayu Sanran, Lutfiah Dwi; Helmy, Helina; Barus, Linda; Masra, Ferizal
MIDWIFERY JOURNAL Vol 5, No 2 (2025): Volume 5 No 2 Juni 2025
Publisher : Universitas Malahayati Bandar Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mj.v5i2.21078

Abstract

ABSTRAKPendahuluan: Industri mebel kayu merupakan salah satu sektor usaha yang berkembang di Indonesia dan berkontribusi dalam menyediakan lapangan kerja serta meningkatkan perekonomian masyarakat. Namun, di balik pertumbuhannya, sektor ini menyimpan potensi risiko terhadap kesehatan lingkungan kerja, terutama akibat paparan suhu tinggi dan faktor fisik lainnya yang dapat memengaruhi kesehatan serta produktivitas pekerja.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kebisingan dan suhu di lingkungan kerja tiga industri mebel kayu yang berada di Kecamatan Sukarame, Kota Bandar Lampung, serta menilai kesesuaiannya dengan standar kesehatan lingkungan kerja.Metode Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data primer diperoleh melalui observasi langsung menggunakan alat Sound Level Meter dan Thermohygro Meter, serta wawancara terhadap pekerja dan pengelola industri. Data sekunder diperoleh dari studi literatur dan dokumen pendukung lainnya.Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu lingkungan kerja di ketiga industri melebihi ambang batas kenyamanan kerja yang ditetapkan, yaitu di atas 30°C. Sementara itu, tingkat kebisingan di ketiga industri masih berada di bawah Nilai Ambang Batas (NAB) 85 dBA, sehingga tidak melebihi ambang yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran.Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa meskipun tingkat kebisingan masih dalam kategori aman, suhu kerja di industri mebel kayu di Kecamatan Sukarame belum memenuhi standar kenyamanan. Diperlukan upaya pengendalian suhu melalui perbaikan ventilasi dan peningkatan kesadaran pekerja terhadap pentingnya penggunaan alat pelindung diri (APD). Kata Kunci: Kebisingan, Suhu, Industri Mebel, Kesehatan Kerja, Lingkungan Kerja.
Faktor Resiko Cacingan Pada Anak Usia Sekolah Dasar Masra, Ferizal; Barus, Linda; Indarwati, Suami
MIDWIFERY JOURNAL Vol 2, No 4 (2022): Volume 2 Nomor 4, Desember 2022
Publisher : Universitas Malahayati Bandar Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mj.v2i4.8505

Abstract

Background: Worm disease is a disease caused by Soil Transmitted Helminth (STH) infection or intestinal worm parasitic infection that is transmitted through the soil. Worm parasites that often cause intestinal worms in Indonesia are roundworms (Ascaris lumbricoides), whipworms (Trichuris trichuria) and hookworms (Necator americanus and Ancylostoma duodenale). Worm disease is still a public health problem in developing countries like Indonesia, because of its high morbidity and mortality. More than 1.5 billion people, or 24% of the world's population, are infected with soil-borne helminths worldwide. Infection is widespread in tropical and subtropical regions, with the greatest number occurring in sub-Saharan Africa, America, China and East Asia. (WHO, 2022). The results of a survey by the Ministry of Health of the Republic of Indonesia from several provinces in Indonesia showed that the general worm prevalence was 40-60%. While the number of events increases to 30-90%, if the prevalence is calculated in school-age children. (Rosyidah & Prasetyo, 2018). The age range that often experiences worms is the age of 6-12 years or at the elementary school (SD) level because it is influenced by the level of personal hygiene. (Rahma et al., 2020; Suriani et al., 2019)Many factors play a role as risk factors for worms to occur, especially in elementary school-age children. (Amoah, 2018) states that Water, Sanitation and Hygiene (WASH) is the main risk factor for STH infection in humans, in addition to socioeconomic risk factors (poverty). Meanwhile, according to (Gabrie, 2013) the risk factors for worm infection are Host Biology Factor, Host Behavior Factor, Socio-Economic Factor, Environmental Factor, and Other Factors.Purpose: The aim of this study was to get an overview of the risk factors experienced by worms sufferers. The research was conducted in July-August 2022 in the Working Area of the Kelumbayan Induk Health Center, Tanggamus Regency.Method: This research was conducted using quantitative methods with a descriptive research design. The population and sample of this study were students in grades 1 to 6 at SDN 1 Kiluan Negeri, Kelumbayan District, Tanggamus Regency, where the population consisted of all 218 students (Dapodik Students at SDN 1 Kiluan Negeri). While the research sample consisted of 71 students who were selected using the Simple Random Sampling technique, and the determination of the sample size used the Slovin and Kotler formula. Data collection was carried out by observing for 1 week the presence of risk factors, both in the home environment, school environment, and other factors. The research results were processed and analyzed descriptively and presented using a frequency table to get an overview of the risk factors for helminthiasis in the Working Area of the Kelumbayan Induk Health Center, Tanggamus Regency in 2022Results: The results showed that 80.3% of the number of family members living in the same house was quite large, 21.1% of the respondents' houses had dirt floors, 2.8% of the respondents did not have a healthy family latrine, 5.6% of the respondents' houses did not have access to clean water, 88.7% raise livestock in the yard, 43.7% of respondents do not have the habit of washing hands with soap and running water, 36.6% still have the habit of not using footwear when playing outside, 39.4% respondents have games that come into contact with the ground, and 95.8% stated that they had consumed deworming medicationConclusion: The condition of the respondent's home environment and the respondent's habits are still at risk of causing transmission and spread of worms in the community. For this reason, it is necessary to increase the role of teachers in schools to pay even greater attention to students to always maintain personal hygiene and the cleanliness of their environment, and parents need to remind their children to always maintain personal hygiene, especially at home. Meanwhile, the Puskesmas is routinely monitoring the growth and development of elementary school-age children as well as carrying out continuous helminthiasis surveys accompanied by treatment efforts for children who are proven to have worms.Suggestion For parents to pay more attention to their children's health by checking them at a health facility, giving deworming medication to children who are positive for worms, and providing examples of proper hand washing. The school should make hand washing facilities so that students can practice the correct way of washing hands. To the puskesmas to reactivate the deworming program for elementary school childrenKeywords: Worms, Personal Hygiene, Elementary school age  ABSTRAK Latar Belakang: Penyakit cacingan adala penyakit yang diakibatkan oleh infeksi Soil Transmitted Helminth (STH) atau infeksi parasit cacing usus yang penularan melalui tanah. Parasit cacing yang sering menyebabkan penyakit cacingan di Indonesia adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichuria) dan cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale). Penyakit cacingan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang masih tinggi. Lebih dari 1,5 miliar orang, atau 24% dari populasi dunia, terinfeksi cacing yang ditularkan melalui tanah di seluruh dunia. Infeksi tersebar luas di daerah tropis dan subtropis, dengan jumlah terbesar terjadi di sub-Sahara Afrika, Amerika, Cina dan Asia Timur.(WHO, 2022). Hasil survei Departemen Kesehatan Republik Indonesia dari beberapa provinsi di Indonesia didapatkan persentase kecacingan secara umum sebesar 40-60%. Sedangkan jumlah kejadian meningkat hingga 30-90%, jika prevalensi dihitung pada anak usia sekolah.(Rosyidah & Prasetyo, 2018). Rentang usia yang sering mengalami cacingan yaitu usia 6-12 tahun atau pada jenjang sekolah dasar (SD) karena dipengaruhi oleh tingkat personal hygiene. (Rahma et al., 2020; Suriani et al., 2019)Banyak faktor yang berperan sebagai faktor resiko terjadi cacingan, terutama pada anak usia sekolah dasar. (Amoah, 2018)  menyatakan bahwa Air, Sanitasi dan Kebersihan (WASH) merupakan faktor resiko yang utama terjadinya infeksi STH pada manusia, selain faktor resiko sosial ekonomi (kemiskinan). Sedangkan menurut (Gabrie, 2013) faktor resiko terjadinya infeksi cacingan adalah Host Biology Factor, Host Behaviou Factor, Socio-Economic Factor, Environmental Factor, dan Other Factors.Tujuan: Penelitian bertujuan untuk mendapatkan gambaran faktor resiko yang dialami penderita cacingan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus tahun 2022 di Wilayah Kerja Puskesmas Kelumbayan Induk Kabupaten Tanggamus.Metode: Penelitiain ini dilakukan menggunakan metode kuantitatif dengan desain penelitian Deskriptif. Populasi dan sampel penelitian ini adalah siswa-siswi kelas 1 sampai 6 SDN 1 Kiluan Negeri Kecamatan Kelumbayan Kabupaten Tanggamus, dimana populasinya adalah seluruh siswa sebanyak 218 Siswa (Dapodik Siswa SDN 1 Kiluan Negeri). Sedangkan sampel penelitian adalah siswa yang terpilih dengan menggunakan teknik Simple Random Sampling berjumlah 71 orang, dan penentuan besar sampel menggunakan rumus Slovin and Kotler. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi selama 1 minggu terhadap keberadaan faktor resiko, baik di lingkungan rumah  lingkungan sekolah, dan faktor lainnya. Hasil penelitian diolah dan dianalisis secara deskriptif dan disajikan menggunakan tabel frekuensi untuk mendapatkan gambaran faktor resiko penyakit cacingan di Wilayah Kerja Puskesmas Kelumbayan Induk Kabupaten Tanggamus Tahun 2022Hasil: Hasil penelitian menunjukan bahwa 80,3% jumlah anggota keluarga yang tinggal serumah cukup besar, 21,1% rumah responden berlantai tanah, 2,8 % responden tidak memiliki jamban keluarga yang sehat, 5,6% rumah responden tidak memiliki akses ke air bersih, 88,7% memelihara hewan ternak di pekarang rumah, 43,7% responden tidak memiliki kebiasaan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, 36,6% masih memiliki kebiasaan tidak menggunakan alas kaki saat bermain di luar, 39,4% responden memiliki permainan yang bersentuhan dengan tanah, dan 95,8% menyatakan pernah mengkonsumsi obat cacingKesimpulan: Kondisi lingkungan rumah responden dan kebiasaan responden masih banyak beresiko menimbulkan penularan dan penyebaran penyakit cacingan di masyarakat. Untuk itu perlu ditingkatkannya peran guru di sekolah untuk memberikan perhatian lebih besar lagi kepada anak didik untuk selalu menjaga kebersihan dirii dan kebersihan lingkungannya, dan pihak orang tua perlu harus mengingatkan anak-anaknya untuk selalu menjaga kebersihan diri terutama di rumah. Sedangkan pihak Puskesmas untuk rutin memantau tumbuh kembang anak-anak usia sekolah dasar sekaligus menjalankan melaksanakan survey kecacingan secara terus menerus disertai dengan upaya pengobatan buat anak-anak yang terbukti mengindap cacinganSaran Agar orang tua lebih memperhatikan kesehatan anaknya dengan memeriksakannya ke sarana kesehatan, memberikan obat cacing pada anak yang posif kecacingan, dan memberikan contoh mencuci tangan yang benar. Pada pihak sekolah agar membuat sarana cuci tangan agar siswa dapat mempraktekkan cara cuci tangan yang benar. Kepada pihak puskesmas agar mengaktifkan kembali program kecacingan pada anak sekolah dasar Kata Kunci: Cacingan, Personal Hygiene, Usia SD
Kajian Perilaku Penderita DBD Terhadap Penggunaan Lotion Antinyamuk, 3M, Dan Pengelolaan Sampah Di Puskesmas Sukadana Lampung Timur Purwaningtyas, Stefhanie; Helmy, Helina; Kadarusman, Haris; Barus, Linda; Masra, Ferizal
MIDWIFERY JOURNAL Vol 5, No 2 (2025): Volume 5 No 2 Juni 2025
Publisher : Universitas Malahayati Bandar Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mj.v5i2.21077

Abstract

Pendahuluan: Industri mebel kayu merupakan salah satu sektor usaha yang berkembang di Indonesia dan berkontribusi dalam menyediakan lapangan kerja serta meningkatkan perekonomian masyarakat. Namun, di balik pertumbuhannya, sektor ini menyimpan potensi risiko terhadap kesehatan lingkungan kerja, terutama akibat paparan suhu tinggi dan faktor fisik lainnya yang dapat memengaruhi kesehatan serta produktivitas pekerja.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kebisingan dan suhu di lingkungan kerja tiga industri mebel kayu yang berada di Kecamatan Sukarame, Kota Bandar Lampung, serta menilai kesesuaiannya dengan standar kesehatan lingkungan kerja.Metode Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data primer diperoleh melalui observasi langsung menggunakan alat Sound Level Meter dan Thermohygro Meter, serta wawancara terhadap pekerja dan pengelola industri. Data sekunder diperoleh dari studi literatur dan dokumen pendukung lainnya.Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu lingkungan kerja di ketiga industri melebihi ambang batas kenyamanan kerja yang ditetapkan, yaitu di atas 30°C. Sementara itu, tingkat kebisingan di ketiga industri masih berada di bawah Nilai Ambang Batas (NAB) 85 dBA, sehingga tidak melebihi ambang yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran.Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa meskipun tingkat kebisingan masih dalam kategori aman, suhu kerja di industri mebel kayu di Kecamatan Sukarame belum memenuhi standar kenyamanan. Diperlukan upaya pengendalian suhu melalui perbaikan ventilasi dan peningkatan kesadaran pekerja terhadap pentingnya penggunaan alat pelindung diri (APD). Kata Kunci: Kebisingan, Suhu, Industri Mebel, Kesehatan Kerja, Lingkungan Kerja.
Sanitasi Lingkungan Rumah Balita Stunting Di Wilayah Kerja Puskesmas Karang Rejo Metro Utara Indarwati, Suami; Barus, Linda; Masra, Ferizal
MIDWIFERY JOURNAL Vol 3, No 4 (2023): Volume 3 Nomor 4 Desember 2023
Publisher : Universitas Malahayati Bandar Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mj.v3i4.13371

Abstract

Background: Stunting is a disruption in the growth and development of children due to chronic malnutrition and recurrent infections, which is characterized by their length or height being below standard. Stunting conditions can have an impact on the lives of toddlers, both short-term and long-term impacts.Purpose: Understand the risk factors for environmental sanitization of the home of stunting toddler in the Work Area of Puskesmas Karang Rejo Metro Utara.Methods: The research carried out is descriptive in nature, because it describes the risk factors for environmental sanitization of the home of stunting toddler in the Work Area of Puskesmas Karang Rejo Metro Utara in 2023. The population and sampel were all house of stunted toddlers recorded in the Puskesmas Karang Rejo Metro Utara up to August 2022, totaling 31 houses. (Puskesmas Karang Rejo Metro Utara Report 2022). The research was carried out in the Work Area of Puskesmas Karang Rejo Metro Utara in April - August 2023.Results: Of the 31 houses of stunted toddlers based on data from the Puskesmas Karangrejo, researchers only managed to get data for 25 houses. The analysis used in this research is univariate analysis which is used to determine the frequency distribution of the variables studied, and is displayed in the form of a frequency distribution table of respondents based on physical home facilities and home sanitation facilities in the working area of the Puskesmas Karang Rejo Metro Utara, Kota Metro in 2023.Conclusion: In this study, there were 5 stunted toddlers living in houses with physical facilities that met the requirements and 20 stunted toddlers living in houses with physical facilities that did not meet the requirements, and there was 1 stunted toddler living in a house with household sanitation facilities that met the requirements and 24 Stunted toddlers live in houses with household sanitation facilities that do not meet the requirements. Keywords: Stunting, Sanitization, House, Toddler ABSTRAK Latar Belakang: Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar. Kondisi stunting dapat memberikan dampak terhadap kehidupan balita, baik dampak jangka pendek maupun jangka panjang.Tujuan: Mengetahui gambaran factor resiko sanitasi lingkungan rumah balita stunting di Wilayah Kerja Puskemas Karang Rejo Metro Utara.Metode: Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif, karena menggambarkan faktor resiko sanitasi lingkungan rumah balita stunting di Wilayah Kerja Puskemas Karang Rejo Metro Utara Tahun 2023. Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah seluruh rumah dari balita stunting yang tercatat di Wilayah Puskemas Karang Rejo Metro Utara sampai dengan bulan Agustus tahun 2022 sebanyak 31 buah rumah. (Laporan Puskemas Karang Rejo tahun 2022). Penelitian dilaksanakan di Wilayah kerja Puskemas Karang Rejo Metro Utara pada bulan April - Agustus tahun 2023.Hasil: Dari 31 rumah balita stunting berdasarkan data Puskesmas Karangrejo, peneliti hanya berhasil mendapatkan datanya sebanyak 25 rumah saja. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat yang digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi pada variable yang diteliti, dan ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi responden berdasarkan sarana fisik rumah dan sarana sanitasi rumah di wilayah kerja Puskesmas Karangrejo, kecamatan Metro Utara, Kota Metro tahun 2023.Kesimpulan: Dalam penelitian ini terdapat 5 orang balita stunting mendiami rumah dengan sarana fisik rumah yang memenuhi syarat dan 20 orang balita stunting mendiami rumah dengan sarana fisik rumah yang tidak memenuhi syarat, serta terdapat 1 orang balita stunting mendiami rumah dengan sarana sanitasi rumah yang memenuhi syarat dan 24 orang balita stunting mendiami rumah dengan sarana sanitasi rumah yang tidak memenuhi syarat. Kata Kunci: Stunting, Sanitasi, Rumah, Balita,
Kondisi Sanitasi Rumah Penderita TB Paru Lestari, Dwanti; Masra, Ferizal
MIDWIFERY JOURNAL Vol 3, No 2 (2023): Volume 3 Nomor 2 Juni 2023
Publisher : Universitas Malahayati Bandar Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mj.v3i2.10364

Abstract

Background: Tuberculosis or often called TB is an infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis, which can be caused by Mycobacterium tuberculosis. attacks the lungs and other organs. The source of transmission of this disease is TB patients, especially patients who contain TB germs in their sputum. When the patient coughs or sneezes, the patient spreads germs into the air in the form of phlegm droplets.Purpose: Get an overview of the condition of the house in pulmonary TB patients in the working area of the Puskesmas Rajabasa Inpatient, South LampungMethods: This research is descriptive study. It was carried out in March 2022. The population as well as the sample for this study were all the houses with pulmonary TB patients, which were registered at the Puskesmas Rajabasa Inpatient from January to December 2021 as many as 38 patients.Results: The results of the research that have been carried out are 38 respondents. regarding the discussion of the condition of the house in patients with pulmonary TB who do not meet the requirements, including 55.3%, Humidity 78.9%, Lighting 47.4%, Floor 15.8%, Walls 23.7%, and Density of occupants of the house 68.4%Conclusion: The condition of the houses of pulmonary TB sufferers in the working area of Puskesmas Rajabasa is still a risk factor for pulmonary TB disease for residentssuggestion: Puskesmas must continue to socialize and educate the public about the dangers of pulmonary TB, as well as outreach about efforts that must be made by the community so that this disease can be prevented Keywords: Tuberculosis, Healthy House, Ventilation, Humidity ABSTRAK Latar Belakang: Tuberculosis atau sering disebut TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang paru dan organ lainnya. Sumber penularan penyakit ini adalah pasien TBC terutama pasien yang mengandung kuman TBC dalam dahaknya. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak.Tujuan: Mendapatkan gambaran kondisi rumah pada penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Rajabasa Lampung SelatanMetode: Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu untuk mendapatkan gambaran keadaan rumah penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Rajabasa Lampung Selatan. Dilaksanakan pada bulan Maret 2022. Populasi sekaligus sebagai sampel penelitian ini adalah seluruh rumah penderita TB paru, yang teregistrasi pada Puskesmas Rawat Inap Rajabasa dalam kurun waktu bulan januari sampai bulan desember 2021 sebanyak 38 penderita.Hasil: Kondisi yang tidak memenuh syarat rumah penderita TB Paru diantaranya adalah ventilasi 55,3%, kelembaban 78,9%, pencahayaan 47,4%, lantai 15,8%, dinding 23,7%, dan kepadatan hunian 68,4%.Kesimpulan: Kondisi rumah penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Rajabasa masih merupakan faktor resiko terjadi penyakit TB Paru bagi penghuninyaSaran: Pihak Puskesmas harus terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang bahayanya penyakit TB Paru, dan sosialisasi tentang upaya-upaya yang harus dilakukan masyarakat agar penyakit ini dapat dicegah Kata kunci: TB Paru, Rumah Sehat, ventilasi, kelembaban  
Sanitasi Lingkungan Rumah Penderita TB Paru Barus, Linda; Masra, Ferizal; Indarwati, Suami
MIDWIFERY JOURNAL Vol 4, No 4 (2024): Volume 4, Nomor 4 Desember 2024
Publisher : Universitas Malahayati Bandar Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mj.v4i4.18402

Abstract

Background: Tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by infection with the Mycobacterium Tuberculosis bacteria. This disease can spread through droplets from people who have been infected with TB bacilli. Pulmonary tuberculosis is a direct infectious disease caused by the bacterium Mycobacterium Tuberculosis. Most TB germs attack the lungs but also affect other body organs.Purpose: The aim of the research is to determine the relationship between home environmental factors and the incidence of pulmonary tuberculosis in the work area of the Bogatama Health Center, Tulang Bawang Regency.Methods: This type of research is descriptive research, because it will describe the sanitary conditions of the home environment of pulmonary TB sufferers in the working area of the Bogatama Community Health Center, Tulang Bawang Regency, Lampung Province.  The population is 25 houses and the sample is the total population, this research is all the houses of pulmonary TB sufferers who were registered for treatment at the Bogatama Community Health Center, Tulang Bawang Regency, Lampung Province during 2023, 25 houses and 25 houses that were not pulmonary TB sufferers as controls. (Report of the Bogatama Health Center, Tulang Bawang Regency, 2023). The research location was carried out in the work area of the Bogatama Community Health Center, Tulang Bawang Regency, Lampung Province in July-November 2024.Results: The results of the research obtained data that there was no relationship between the type of floor and the incidence of pulmonary tuberculosis in the working area of the Bogatama Community Health Center with a p value of 0.185. There was a relationship between lighting intensity and the incidence of pulmonary tuberculosis in the working area of the Bogatama Community Health Center with a p value of 0.046. There was a relationship between humidity and the incidence of tuberculosis. Lungs in the Bogatama Community Health Center working area with a p value of 0.048, there is a relationship between ventilation area and the incidence of pulmonary tuberculosis in Bogatama Community Health Center working area with a p value of 0.001. There is a relationship between residential density and the incidence of Pulmonary Tuberculosis in the Bogatama Community Health Center working area with a value.Conclusion: There is no relationship between floor type and the incidence of pulmonary tuberculosis in the working area of the Bogatama Community Health Center, but there is a relationship between lighting intensity, humidity, ventilation area, and occupancy density and the incidence of pulmonary tuberculosis in the working area of the Bogatama Community Health Center, Tulang Bawang Regency.Suggestion: For Bogatama Community Health Center Health Officers to improve environmental health services in order to reduce the incidence of Pulmonary Tuberculosis, it is necessary to empower the community including providing outreach to families regarding education about environmental-based diseases, as well as playing a major role in education by using the sanitation clinic services available at the community health center. Sanitation clinics at community health centers play a role as counseling, inspection and environmental sanitation interventions which will reduce the incidence of pulmonary tuberculosis. The community should also always pay attention to the condition of the home environment, including information about members of the community experiencing signs and symptoms of Tuberculosis, so that Tuberculosis patients can be detected and treatment can be carried out immediately. Keywords: Sanitation, Home Environment, Pulmonary TB 
Hubungan Kejadian Demam Berdarah Dengue( DBD) Berdasarkan Faktor Lingkungan Dan Faktor Perilaku Masyarakat Retroningrum, Della; Barus, Linda; Masra, Ferizal; Indarti, Suami
MIDWIFERY JOURNAL Vol 4, No 2 (2024): Volume 4, Nomor 2 Juni 2024
Publisher : Universitas Malahayati Bandar Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mj.v4i2.15490

Abstract

Background: Dengue hemorrhagic fever (DHF) is an infectious disease caused by the dengue virus, transmitted through the bite of the Aedes aegypti mosquito. Purpose: To determine the relationship between environmental factors and community behavioral factors with the incidence of dengue fever in the Gedong Tataan Community Health Center Working Area, Gedong Tataan District, Pesawaran Regency. Methods: This research is an analytical type with a case control approach, with a sample size of 136 respondents consisting of 68 case respondents and 68 control respondents. The data analysis used was the Chi Square test.Results: The results of the bivariate analysis revealed that there was a statistically significant relationship between the availability of lids on containers (p-value: 0.000), the frequency of landfill drainage (p-value: 0.000), the number of plants in the home environment (p-value: 0.001), the habit of hanging clothes (p-value: 0.000), the habit of using mosquito repellent (p-value: 0.000), the habit of burying used goods (p-value: 0.041) with the incidence of dengue fever, and there is no statistically significant relationship between the presence of larvae-eating fish. (p-value: 0.174), the habit of napping at 09.00-10.00 and 16.00-17.00 2022 (p-value: 0.301) with the incidence of dengue fever.Conclusion: With the results above, there is a statistically significant relationship between the availability of lids on containers, the frequency of landfill drainage, the number of plants in the home environment, the habit of hanging clothes, the habit of using mosquito repellent/anti-mosquitoes, the habit of burying used items. Recommendations: For the Gedong Tataan Community Health Center are to encourage the community through outreach activities to always cover the landfill, drain the landfill at least ≥1 a week, keep larvae-eating fish, look after and care for plants, avoid the habit of hanging clothes in the house, avoid sleeping at midnight. 09.00-10.00 and 16.00-17.00, use mosquito repellent/anti-mosquito and bury used items that can collect rainwater. Keyword : DHF, Environment, Mosquitoes, Behavior ABSTRAK Latar Belakang: Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue, ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.Tujuan: Untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan dan faktor perilaku masyarakat dengan kejadian DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Gedong Tataan Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran.Metode: Penelitian ini merupakan jenis analitik dengan pendekatan case control, dengan jumlah sampel 136 responden terdiri dari 68 responden kasus dan 68 responden kontrol. Analisis data yang digunakan adalah uji Chi Square.Hasil: Hasil analisis bivariat diketahui adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara ketersediaan tutup pada kontainer (p-value : 0,000), frekuensi pengurasan TPA (p-value : 0,000), banyaknya tanaman di lingkungan rumah (p- value : 0,001), kebiasaan menggantung pakaian (p-value : 0,000), kebiasaan menggunakan obat/anti nyamuk (p-value : 0,000), kebiasaan mengubur barang bekas (p-value : 0,041) dengan kejadian DBD, serta tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik antara keberadaan ikan pemakan jentik (p-value : 0,174), kebiasaan tidur siang pada pukul 09.00-10.00 dan pukul 16.00-17.00 2022 (p-value : 0,301) dengan kejadian DBD.Kesimpulan: Dengan hasil di atas adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara ketersediaan tutup pada container, frekuensi pengurasan TPA, banyaknya tanaman di lingkungan rumah, kebiasaan menggantung pakaian, kebiasaan menggunakan obat/anti nyamuk, kebiasaan mengubur barang bekas.Saran: Bagi pihak puskesmas Gedong Tataan untuk dapat menghimbau masyarakat melalui kegiatan penyuluhan untuk selalu memberi tutup pada TPA, melakukan pengurasan TPA minimal ≥1 dalam seminggu, memelihara ikan pemakan jentik, menjaga dan merawat tanaman, menghindari kebiasaan menggantung pakaian didalam rumah, menghindari tidur pada jam 09.00-10.00 dan 16.00-17.00, menggunakan obat/anti nyamuk dan mengubur barang bekas yang dapat menampung air hujan. Kata Kunci: DBD,Lingkungan, Nyamuk, Perilaku