Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PENYELUNDUPAN ORANG DI INDONESIA Sitorus, Samson Hasonangan; Afrita, Indra; Winstar, Yelia Nathassa
Collegium Studiosum Journal Vol. 7 No. 1 (2024): Collegium Studiosum Journal
Publisher : LPPM STIH Awang Long

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56301/csj.v7i1.1269

Abstract

The purpose of this research is to analyze the application of criminal sanctions against human trafficking offenders in Indonesia, and to examine the legal consequences of applying these sanctions. The method used is sociological legal research. Based on the research findings, the application of criminal sanctions against human trafficking offenders in Indonesia demonstrates the state's commitment to protecting victims and combating human trafficking crimes. Existing laws provide a strong legal basis for firmly addressing offenders, yet in the application of judicial decisions based on the above, judges and prosecutors impose lower penalties, namely Articles 81, 82, 83, and 86 of Indonesian Law No. 18 of 2017 concerning the Protection of Indonesian Migrant Workers and Articles 2, 3, 4, and 10 of Indonesian Law No. 21 of 2007 concerning the Eradication of Human Trafficking. However, more severe penalties aimed at deterrence should ideally be stipulated under Article 120 of Law No. 6 of 2011 concerning Immigration. Human smuggling crimes are classified as serious offenses threatening security and human rights. The legal consequences of applying criminal sanctions against human trafficking offenders in Indonesia include severe punishments such as imprisonment and fines commensurate with the severity of the crimes committed. Moreover, offenders may face additional sanctions such as asset confiscation obtained from illegal activities. The imposed penalties aim to deter both the perpetrators and the general public, serving as a preventive measure against the recurrence of similar crimes and as a warning to those involved in illegal activities. Handling human trafficking crimes also involves aspects of victim protection. Thus, the application of criminal sanctions against human trafficking offenders in Indonesia not only impacts the individual perpetrators but also reflects the state's efforts to strengthen legal protection of human rights and national security.
Pelaksanaan Roya Atas Benda Bergerak di Kota Pekanbaru Winstar, Yelia Nathassa; Harahap, Irawan
Jurnal Hukum Respublica Vol. 16 No. 2 (2017): Hukum Bisnis dan Hukum Tata Negara
Publisher : Faculty of Law Universitas Lancang Kuning

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (180.257 KB) | DOI: 10.31849/respublica.v16i2.1437

Abstract

Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan pelaksanaan roya atas benda bergerak berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia di Kota Pekanbaru. Metode penelitian yang digunakan penelitian hukum sosiologis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa UUJF tidak efektif dijalankan karena adanya hambatan-hambatan. Hambatan dalam pelaksanaan roya dapat terjadi disebabkan lima faktor, yakni faktor hukumnya sendiri (undang-undang), faktor penegak hukum, pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, faktor masyarakat, yakni lingkungan hukum tersebut berlaku atau diterapkan, faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan pelaksanaan roya fidusia merupakan kewajiban hukum dalam pelaksanaannya di Kota Pekanbaru masih terdapat banyak hambatan. Hambatan ini menyebabkan tidak efektifnya pengaturan roya di Pekanbaru. Hambatan tersebut dapat dianalisis dengan menggunakan teori efektifitas.
Perlindungan Hukum Kreditur Terhadap Jaminan Fidusia yang Tidak Dapat di Eksekusi Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-VXII/2019 Welli, Dion; Harahap, Irawan; Winstar, Yelia Nathassa
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 4 No. 5 (2024): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v4i5.15651

Abstract

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-XIX/2021 telah mengubah secara signifikan mekanisme eksekusi jaminan fidusia di Indonesia. Sebelumnya, kreditor memiliki hak untuk mengeksekusi jaminan fidusia secara langsung jika debitor wanprestasi, tanpa perlu melalui pengadilan. Namun, dengan putusan ini, kreditor kini diharuskan memperoleh penetapan eksekusi dari pengadilan terlebih dahulu sebelum dapat melaksanakan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia. Perubahan ini bertujuan untuk memberikan perlindungan yang lebih besar kepada debitor dengan memastikan bahwa proses eksekusi dilakukan secara adil, transparan, dan sesuai dengan prosedur hukum. Namun, perubahan ini juga membawa dampak signifikan bagi kreditor. Proses yang harus dilalui menjadi lebih panjang dan kompleks, dengan tambahan biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan penetapan eksekusi dari pengadilan. Hal ini berpotensi mengurangi efektivitas jaminan fidusia sebagai alat perlindungan bagi kreditor, karena kreditor kini harus menghadapi risiko kredit yang lebih besar dan prosedur eksekusi yang lebih memakan waktu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia pasca putusan tersebut dan perlindungan hukum yang diberikan kepada kreditor. Kesimpulannya, meskipun putusan ini meningkatkan perlindungan hukum bagi debitor, ia juga menghadirkan tantangan baru bagi kreditor. Oleh karena itu, kreditor perlu mengadopsi strategi baru dan memanfaatkan mekanisme perlindungan hukum yang ada untuk memastikan hak-hak mereka tetap terlindungi. Penting untuk melakukan upaya kolaboratif antara pemerintah, lembaga peradilan, dan pihak-pihak terkait guna menciptakan sistem yang adil dan efektif dalam eksekusi jaminan fidusia.
IMPLEMENTASI SYARAT MATERIIL RESTORATIF JUSTICE UNTUK PELAKU PENGULANGAN TINDAK PIDANA BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN DI WILAYAH HUKUM POLRES SIAK Manurung, Fernando; Kadaryanto, Bagio; Winstar, Yelia Nathassa
The Juris Vol. 8 No. 1 (2024): JURNAL ILMU HUKUM : THE JURIS
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat STIH Awang Long

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56301/juris.v8i1.1261

Abstract

In Article 5 letter e of the Republic of Indonesia State Police Regulation Number 8 of 2021 concerning Handling of Criminal Acts Based on Restorative Justice states that the Material Requirements as intended in Article 4 letter a, are not perpetrators of repeat criminal acts based on Court Decisions. The purpose of this research is to analyze the implementation of material restorative justice requirements for repeat criminals based on court decisions in the legal area of ​​the Siak Police, to analyze obstacles and efforts to overcome obstacles in the implementation of material restorative justice requirements for repeat criminals based on court decisions in the legal area. Siak Police. The method used is sociological legal research. Based on the research results, it is known that the implementation of material requirements for restorative justice for perpetrators of repeat crimes based on court decisions in the jurisdiction of the Siak Police is not running optimally because especially at the Siak Police, restorative justice is not carried out repeatedly because in general the same criminal acts are given sanctions. in accordance with applicable regulations. Obstacles in implementing material restorative justice requirements for repeat criminals based on court decisions in the jurisdiction of the Siak Police are social stigma against recidivist perpetrators, lack of understanding in implementing these police regulations in the jurisdiction of the Siak Police, and law enforcers at the Siak Police show resistance to implementation. restorative justice, and taking a more repressive approach. Efforts to overcome obstacles in implementing material requirements for restorative justice for repeat offenders based on court decisions in the Siak Police jurisdiction include encouraging policies that support improving social stigma towards recidivist offenders, improving education and training, and law enforcers can strive for second Restorative Justice. Repeat offender of the same crime.
Perlindungan Hukum Direksi Melalui Bussiness Judgement Rules (Bjr) Terkait Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perusahaan Winstar, Yelia Nathassa; Fahmi, Fahmi; Rai Iqsandri, Rai Iqsandri
Pagaruyuang Law Journal Volume 9 Nomor 1, Juli 2025
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31869/plj.v0i0.6913

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah adalah untuk menganalisa bagaimanakah konsep Business Judgement Rule (BJR) dapat diterapkan dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan (Corporate Social Responsibility) / CSR oleh perusahaan yang termaktub dalam Pasal 74 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Hanya saja dalam pelaksanaan CSR ini tidak selamanya mendatangakan keuntungan pada perusahaan. Gagalnya program CSR dapat berdampak pada penurunan reputasi perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada bisnis perusahaan itu sendiri. Hanya saja direksi sebagai ujung tombak perusahaan wajib melaksanakan tanggung jawab yang dibebankan undang undang tersebut. Direksi dapat saja di persalahkan atas kerugian atau kegagalan yang dilakukan dalam rangka pelasanaan csr itu. Metode penelitian menggunakan metode Yuridis Normatif,. Hasil penelitian maka dapat diketahui bahwa Pelaksanaan Prinsip CSR merupakan suatu kewajiban yang awalnya merupakan tanggung jawab moral kemudian bergerak menjadi tanggung jawab hukum. dalam pelasanaan CSR terdapat kemungkinan kegagalan. tidak jarang direksi menjadi bertanggung jawab terhadap kegagalan itu. terkadang kegagalan itu bukanlah akibat langsung dari putusan direksi. tetapi adanya pihak ke tiga yang menciptakan kegagalan tersebut. utnuk itu perlu adanya perlindungan hukum bagi direksi.hukum perusahaan dikenal adanya prinsip Business Judgment Rule. Prinsip BJR ini, sebagai perlindungan hukum kepada direksi dalam pengambilan keputusan. Untuk itu dalam penelitian ini peneliti akan menganalisis perlindungan hukum bagi direksi dalam pelaksanaan CSR terkait prinsip BJR yang ada di Indonesia dan sudahkah prinsip ini dapat yaitu suatu penelitian hukum yang menitik beratkan pada kajian hukum positif, dalam hal ini pendekatan tersebut digunakan untuk menganalisis secara kualitatif tentang perlindungan hukum direksi melalui business judgement rules terkait tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan.
Perlindungan Hukum Direksi Melalui Bussiness Judgement Rules (Bjr) Terkait Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perusahaan Winstar, Yelia Nathassa; Fahmi, Fahmi; Iqsandri, Rai
Pagaruyuang Law Journal Volume 9 Nomor 1, Juli 2025
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31869/plj.v0i0.6916

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah adalah untuk menganalisa bagaimanakah konsep Business Judgement Rule (BJR) dapat diterapkan dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan (Corporate Social Responsibility) / CSR oleh perusahaan yang termaktub dalam Pasal 74 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Hanya saja dalam pelaksanaan CSR ini tidak selamanya mendatangakan keuntungan pada perusahaan. Gagalnya program CSR dapat berdampak pada penurunan reputasi perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada bisnis perusahaan itu sendiri. Hanya saja direksi sebagai ujung tombak perusahaan wajib melaksanakan tanggung jawab yang dibebankan undang undang tersebut. Direksi dapat saja di persalahkan atas kerugian atau kegagalan yang dilakukan dalam rangka pelasanaan csr itu. Metode penelitian menggunakan metode Yuridis Normatif,. Hasil penelitian maka dapat diketahui bahwa Pelaksanaan Prinsip CSR merupakan suatu kewajiban yang awalnya merupakan tanggung jawab moral kemudian bergerak menjadi tanggung jawab hukum. dalam pelasanaan CSR terdapat kemungkinan kegagalan. tidak jarang direksi menjadi bertanggung jawab terhadap kegagalan itu. terkadang kegagalan itu bukanlah akibat langsung dari putusan direksi. tetapi adanya pihak ke tiga yang menciptakan kegagalan tersebut. utnuk itu perlu adanya perlindungan hukum bagi direksi.hukum perusahaan dikenal adanya prinsip Business Judgment Rule. Prinsip BJR ini, sebagai perlindungan hukum kepada direksi dalam pengambilan keputusan. Untuk itu dalam penelitian ini peneliti akan menganalisis perlindungan hukum bagi direksi dalam pelaksanaan CSR terkait prinsip BJR yang ada di Indonesia dan sudahkah prinsip ini dapat yaitu suatu penelitian hukum yang menitik beratkan pada kajian hukum positif, dalam hal ini pendekatan tersebut digunakan untuk menganalisis secara kualitatif tentang perlindungan hukum direksi melalui business judgement rules terkait tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan.
INKONSISTENSI HUKUM PENGATURAN PENGEMBALIAN UANG HASIL KORUPSI DARI PERSPEKTIF KEPASTIAN HUKUM Qadri, Rahmat Tul; Kadaryanto, Bagio; Winstar, Yelia Nathassa
Collegium Studiosum Journal Vol. 8 No. 1 (2025): Collegium Studiosum Journal
Publisher : LPPM STIH Awang Long

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56301/csj.v8i1.1674

Abstract

From the perspective of legal certainty, inconsistency in the regulation of the return of corruption proceeds can create uncertainty in the implementation of the law and the legal process in general. Inconsistency or inconsistency between these three regulations can create confusion in the legal process related to the return of corruption proceeds. Legal certainty is an important principle in the legal system that demands consistency and clarity in the applicable regulations. Therefore, there needs to be an effort to formulate more consistent and comprehensive regulations regarding the return of corruption proceeds to ensure better legal certainty. The purpose of this study is to analyze the legal inconsistency of the regulation of the return of corruption proceeds from the perspective of legal certainty and to analyze the legal consequences of the inconsistency of the regulation of the return of corruption proceeds from the perspective of legal certainty. The method used is normative legal research. Based on the results of the study, it is known that the Inconsistency of the Law on the Return of Corruption Proceeds from the Perspective of Legal Certainty is that the Indonesian legal system is weak in guaranteeing legal certainty. Multi-interpretable legal provisions, the absence of standard asset return mechanisms, and inconsistent judicial practices create confusion in implementation.
PEMBERHENTIAN ANGGOTA DPRD KARENA PINDAH PARTAI POLITIK DALAM PERSPEKTIF KEADILAN Reski; Ardiansah; Winstar, Yelia Nathassa
Collegium Studiosum Journal Vol. 8 No. 1 (2025): Collegium Studiosum Journal
Publisher : LPPM STIH Awang Long

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56301/csj.v8i1.1711

Abstract

Article 28E paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia explicitly states that "every person shall have the right to freedom of association, assembly, and expression." The right to associate should not be narrowly interpreted as applying only to the general public but must also include the rights of politicians or members of parliament to freely determine their political affiliations and stances. Therefore, when someone chooses to switch parties for ideological, ethical, or constituent-related reasons, such action is constitutionally protected. Upholding dismissal solely on the basis of party-switching, as affirmed by the Constitutional Court, indirectly restricts citizens’ constitutional rights to associate, potentially amounting to a systemic human rights violation, carried out through legal mechanisms that ought to protect individual freedoms. The purpose of this research is to analyze the legal provisions regarding the dismissal of regional legislative council (DPRD) members who change political parties according to Indonesian legislation, and to evaluate whether such dismissal reflects the principle of justice for all parties involved. The method employed in this study is normative legal research. Based on the research findings, it is evident that the legal provisions for the dismissal of DPRD members who switch parties are regulated in several legislative instruments in Indonesia. The main legal basis is found in Law Number 23 of 2014 concerning Regional Government, reinforced by Law Number 7 of 2017 concerning General Elections, and rulings of the Constitutional Court (MK). These provisions are controversial as they potentially conflict with Article 28E paragraph (3) of the 1945 Constitution, which guarantees every citizen the right to association, assembly, and expression. Thus, while positive law grants political parties the legal right to dismiss their members who switch parties, from a normative and constitutional perspective, this remains a contentious issue in the context of human rights and the principles of a rule-of-law state. The dismissal of DPRD members for switching parties may reflect the principle of justice when viewed through the lens of procedural and substantive justice. In the context of positive law, such action is often justified as fair treatment toward political parties that feel disadvantaged by a legislator switching parties after winning a seat. According to this logic, parties believe they have the right to reclaim the political mandate, as the legislative seat is legally considered the property of the party. However, when viewed through the lens of justice theory, especially John Rawls’ concept of justice as fairness, such action is not necessarily substantively just. Rawls asserts that justice requires a balanced protection of each individual’s basic rights, and systems must be arranged to be as fair as possible to all parties—particularly to those who are least advantaged. In this context, a DPRD member dismissed for switching parties is exercising their constitutionally protected freedom of association and expression. If justice is assessed solely from the party’s perspective, then substantive justice for the DPRD member and the constituents they represent is overlooked. Therefore, even though the dismissal of DPRD members for party-switching has a normative legal basis, from a justice perspective, such actions may not reflect genuine justice for all parties. Voters and the DPRD members as political individuals may be harmed if such decisions are made without comprehensive consideration of their rights and voices.
Perlindungan Hukum Direksi Melalui Bussiness Judgement Rules (Bjr) Terkait Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perusahaan Winstar, Yelia Nathassa; Fahmi, Fahmi; Iqsandri, Rai
Pagaruyuang Law Journal Volume 9 Nomor 1, Juli 2025
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31869/plj.v0i0.6965

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah adalah untuk menganalisa bagaimanakah konsep Business Judgement Rule (BJR) dapat diterapkan dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan (Corporate Social Responsibility) / CSR oleh perusahaan yang termaktub dalam Pasal 74 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Hanya saja dalam pelaksanaan CSR ini tidak selamanya mendatangakan keuntungan pada perusahaan. Gagalnya program CSR dapat berdampak pada penurunan reputasi perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada bisnis perusahaan itu sendiri. Hanya saja direksi sebagai ujung tombak perusahaan wajib melaksanakan tanggung jawab yang dibebankan undang undang tersebut. Direksi dapat saja di persalahkan atas kerugian atau kegagalan yang dilakukan dalam rangka pelasanaan csr itu. Metode penelitian menggunakan metode Yuridis Normatif,. Hasil penelitian maka dapat diketahui bahwa Pelaksanaan Prinsip CSR merupakan suatu kewajiban yang awalnya merupakan tanggung jawab moral kemudian bergerak menjadi tanggung jawab hukum. dalam pelasanaan CSR terdapat kemungkinan kegagalan. tidak jarang direksi menjadi bertanggung jawab terhadap kegagalan itu. terkadang kegagalan itu bukanlah akibat langsung dari putusan direksi. tetapi adanya pihak ke tiga yang menciptakan kegagalan tersebut. utnuk itu perlu adanya perlindungan hukum bagi direksi.hukum perusahaan dikenal adanya prinsip Business Judgment Rule. Prinsip BJR ini, sebagai perlindungan hukum kepada direksi dalam pengambilan keputusan. Untuk itu dalam penelitian ini peneliti akan menganalisis perlindungan hukum bagi direksi dalam pelaksanaan CSR terkait prinsip BJR yang ada di Indonesia dan sudahkah prinsip ini dapat yaitu suatu penelitian hukum yang menitik beratkan pada kajian hukum positif, dalam hal ini pendekatan tersebut digunakan untuk menganalisis secara kualitatif tentang perlindungan hukum direksi melalui business judgement rules terkait tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan.
PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM MELALUI APLIKASI ONLINE DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERJANJIAN INDONESIA Triana, Yeni; Winstar, Yelia Nathassa
Abdi Laksana : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 4 No 1 (2023): Abdi Laksana : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : LPPM Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32493/abdilaksana.v4i1.28363

Abstract

Tujuan dari pengabdian kepada masyarakat ini adalah untuk menganalisis terhadap permasalahan perjanjian pinjaman melalui apklikasi online dalam perspectif hukum perjanjian Indonesia, dalam berbagai aspek akibat hukum perjanjian sebagai hukum positif di Indonesia. Target Luaran penelitian perjanjian pinjaman online, merupakan hal sangat penting bagi masyarakat tersebut dan, tindak lanjut dari hasil sebagai acuan sumber hukum, yang berguna untuk hukum di Indonesia, maupun pihak luar terkait dengan perjanjian pinjaman online ini, adalah berupa artikel bahan kajian perkuliahan bagi mahasiswa serta memungkinkan sekaligus untuk pemecahan sengketa perjanjian. Metode penelitian adalah Sifat hukum normatif adalah ketentuan undang-undang, yang menjadi dasar hukumnya, serta kasus yang ada pada masyarakat, dalam putusan pengadilan, maupun doktrin.  Dalam pembahasan penelitian ditemukan bahwa permasalahan yang timbul adanya tidak sesuai dengan ketentuan dalam perjanjian, sehingga menimbulkan wanprestasi, baik yang dilakukan  oleh pelaku usaha, maupun masyarakat sebagai peminjam. pemecahan masalahnya dengan memberikan gambaran yang jelas, dengan menganalisis perkaranya, terhadap asas-asas dalam perjanjian pinjaman dan akibat hukum yang ditimbulkan, beberapa temuan dalam penelitian ini dijadikan bahan untuk perbaikan pelaksanaan pendayagunaan perjanjian pinjaman online, guna peningkatan terhadap masyarakat. Luaran yang dihasilkan sesuai rencana kegiatan bagi pengusul berupa artikel ilmiah, dan bahan kajian pembelajaran untuk mahasiswa.Kata Kunci : Perjanjian, Pinjaman, Online