This study aims to analyze the effect of liquidity and capital structure on profit growth in food and beverage subsector companies listed on the Indonesia Stock Exchange (IDX) during the 2019–2023 period. The research employed a quantitative method using secondary data in the form of annual financial reports. The sample consisted of 21 companies selected through purposive sampling, resulting in 105 observation data. Data analysis was conducted using multiple linear regression with the assistance of SPSS. The findings show that, partially, neither liquidity measured by the current ratio nor capital structure measured by the debt-to-equity ratio had a significant effect on profit growth. Simultaneously, both variables also did not have a significant effect, with an adjusted R² value of 0.040, indicating that only 4% of the variation in profit growth can be explained by the model. This confirms the existence of other factors outside the study that more dominantly influence profit growth. These findings imply that investors and management cannot solely rely on liquidity and capital structure indicators in decision-making but need to consider other relevant variables more comprehensively to assess financial performance and profit growth prospects. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh likuiditas dan struktur modal terhadap pertumbuhan laba pada perusahaan subsektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2019–2023. Penelitian menggunakan metode kuantitatif dengan data sekunder berupa laporan keuangan tahunan. Sampel terdiri atas 21 perusahaan yang dipilih melalui teknik purposive sampling, menghasilkan 105 data observasi. Analisis dilakukan dengan regresi linier berganda menggunakan SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial, likuiditas yang diukur dengan current ratio maupun struktur modal yang diukur dengan debt to equity ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba. Secara simultan, kedua variabel juga tidak berpengaruh signifikan, dengan nilai adjusted R² sebesar 0,040 yang mengindikasikan hanya 4% variasi pertumbuhan laba dapat dijelaskan oleh model. Hal ini menegaskan adanya faktor lain di luar penelitian yang lebih dominan dalam memengaruhi pertumbuhan laba. Temuan ini mengimplikasikan bahwa investor dan manajemen tidak dapat hanya bergantung pada indikator likuiditas dan struktur modal dalam pengambilan keputusan, melainkan perlu mempertimbangkan variabel lain yang lebih komprehensif untuk menilai kinerja keuangan dan prospek pertumbuhan laba.