Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Gambaran Morfologi Sel Granulosit dengan Pewarnaan Wright, Giemsa, dan May Grunwald-Giemsa Fathun, Dianingrum; Anggraeni, Rosmita; Suryanto, Suryanto
GALENICAL : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Mahasiswa Malikussaleh Vol. 4 No. 4 (2025): GALENICAL : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Mahasiswa Malikussaleh - Agustus 20
Publisher : Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jkkmm.v4i4.22721

Abstract

Metode Apusan darah tepi adalah suatu metode dalam mikroteknik yang digunakan untuk membuat preparat. Granulosit disebut juga dengan sel polymorphonuclear (PMN) karena intinya tak beraturan. Salah satu sel yang dapat diamati pada sediaan apus darah tepi adalah jenis leukosit. Leukosit digolongkan menjadi 2 yaitu granulosit (leukosit polimorfonuklear) dan agranulosit (leukosit mononuclear). Granulosit mencakup neutrofil, eosinofil, dan basofil. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran sel granulosit dengan teknik pewarnaan yang berbeda yaitu wright, giemsa, dan May Grunwald-Giemsa. Penelitian ini berguna untuk menentukan teknik pewarnaan mana yang lebih efektif dalam pengamatan sel granulosit, Serta dapat dijadikan referensi bagi institusi dan dapat membantu suatu laboratorium dalam membuat keputusan berbasis bukti tentang pemilihan teknik pewarnaan yang cost effective. Metode yang digunakan adalah eksperimental laboratory dari 30 sampel. Hasil pengamatan sel granulosit yang baik dan buruk dipersentasekan, kemudian dilanjutkan uji statistik dengan uji normalitas (Shapiro wilk) dan uji non parametrik (Kruskal Wallis). Hasil pengamatan sel granulosit dengan pewarnaan Wright lebih baik persentase 96,6%, kemudian pewarnaan May Grunwald-Giemsa persentase 93,3%, sedangkan pewarnaan Giemsa terdapat hasil yang kurang baik dengan persentase 66,6%. Pewarna Wright dan May Grunwald-Giemsa terbukti efektif untuk pewarnaan sel granulosit.
Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol 96% Daun Pepaya (Carica Papaya L) Terhadap Bakteri Salmonella Typhi Penyebab Demam Tifoid Yanduke, Pradita Putri; Putri, Widaninggar Rahma; Anggraeni, Rosmita
Malahayati Nursing Journal Vol 7, No 9 (2025): Volume 7 Nomor 9 (2025)
Publisher : Universitas Malahayati Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/mnj.v7i9.22134

Abstract

ABSTRACT Typhoid fever is a disease caused by consuming food or beverages contaminated with Salmonella typhi bacteria. Antibiotics are the main treatment. However, this can lead to resistance due to inappropriate use of antibiotics. Currently, the level of Salmonella typhi resistance is reported to be quite high, both in the Asia-Pacific region and in Indonesia. Therefore, effective natural antibacterial alternatives are needed. One natural ingredient with such potential is papaya leaves (Carica papaya L), which contain active compounds such as alkaloids, flavonoids, saponins, triterpenoids, and tannins. This study aims to determine the effectiveness of 96% ethanol extract of papaya leaves in inhibiting the growth of Salmonella typhi at varying concentrations of 50%, 70%, and 90%. This experimental study used the disk diffusion method (Kirby-Bauer) with extracts obtained through maceration with 96% ethanol. The antibacterial test was conducted on Salmonella typhi bacteria with five repetitions at each extract concentration of 50%, 70%, 90%, chloramphenicol (+), and distilled water (-) with five repetitions. Data analysis was performed using the Shapiro-Wilk, Kruskal-Wallis, and Mann-Whitney tests. The results obtained showed that the concentrations of 50%, 70%, and 90% had average values of 7.4 mm, 12 mm, and 15 mm, respectively. The Kruskal-Wallis test indicated a significant difference between groups (p=0.001), the Mann-Whitney test showed a significant difference between the 90% concentration and the 50% and 70% concentrations (p<0.05). Papaya leaf ethanol extract has antibacterial activity against Salmonella typhi, with effectiveness increasing with increasing concentration. The 90% concentration showed the highest inhibitory activity and was classified as strong antibacterial activity. Papaya leaves have the potential as a natural antibacterial alternative in efforts to address antibiotic resistance. Keywords: Salmonella Typhi, Papaya Leaf, Carica Papaya L, Papaya Leaf Extract, Antibacterial  ABSTRAK Demam tifoid merupakan penyakit yang terjadi dikarenakan kontaminasi bakteri Salmonella typhi yang berada di dalam makanan atau minuman. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan utama. Namun, hal ini dapat menyebabkan resistensi akibat penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Tingkat resistensi Salmonella typhi dilaporkan cukup tinggi, baik dikawasan Asia-Pasifik maupun di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan alternatif antibakteri alami yang efektif. Salah satu bahan alami yang memiliki potensi tersebut adalah daun pepaya (Carica papaya L) yang di dalamnya terdapat beberapa kandungan senyawa aktif seperti sapnin, flavonoid, alkaloid, triterpenoid, dan tanin. Tujuan ditulisnya penelitian ini untuk menjelaskan efektivitas yang dihasilkan oleh ekstrak etanol 96% daun papaya dalam menghambat pertumbuhan Salmonella typhi dengan variasi konsentrasi 50%, 70%, dan 90%. Penelitian eksperimental ini menggunakan metode difusi cakram (Kirby-Bauer) menggunakan ekstrak yang diperoleh melalui metode maserasi dengan etanol 96%. Uji antibakteri dilakukan terhadap bakteri Salmonella typhi dengan lima kali pengulangan pada masing-masing konsentrasi ekstrak 50%, 70%, 90%, kloramfenikol (+) dan aquades (-) dengan lima kali pengulangan. Analisis data dilakukan dengan uji Shapiro-Wilk, Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa konsentrasi 50%, 70%, dan 90% dengan rata-rata 7,4 mm, 12 mm, 15 mm. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan adanya perbedaan signifikan antar kelompok (p=0,001), dan uji Mann-Whitney menunjukkan perbedaan signifikan antara konsentrasi 90% dengan 50% dan 70% (p<0,05). Ekstrak etanol daun pepaya memiliki aktivitas antibakteri terhadap Salmonella typhi, dengan efektivitas yang meningkat seiring bertambahnya konsentrasi. Konsentrasi 90% menunjukkan daya hambat paling tinggi dan tergolong aktivitas antibakteri kuat. Daun pepaya berpotensi sebagai alternatif antibakteri alami dalam upaya mengatasi resistensi antibiotik. Kata Kunci: Salmonella Typhi, Daun Pepaya, Carica Papaya L, Ekstrak Daun Pepaya, Antibakteri
GAMBARAN HASIL PEMERIKSAAN DEMAM TIFOID METODE WIDAL DAN IgM ANTI Salmonella typhi DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING Daifa, Khulikal Insanu Daifa; Anggraeni, Rosmita; Putri, Widaninggar Rahma
PREPOTIF : JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT Vol. 9 No. 2 (2025): AGUSTUS 2025
Publisher : Universitas Pahlawan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/prepotif.v9i2.48253

Abstract

Demam tifoid adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica serovar typhi (S. typhi) dan Salmonella enterica serotype enteritidis (S. enteritidis). Secara global, kasus demam tifoid berkisar antara 11 hingga 21 juta dengan kematian 126.000-161.000 per tahun. Di Indonesia, insidensinya sekitar 81 per 100.000 penduduk. Meningkat di wilayah dengan standar hidup dan kebersihan rendah (Verliani et al., 2022). Pada 2017, demam tifoid termasuk 10 besar penyakit terbanyak dengan 1.566 kasus secara nasional dan 5.692 kasus di puskesmas. Di kabupaten Sleman, tercatat 11.343 kasus (Ilmiahet al., 2020). Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan Gambaran hasil pemeriksaan demam tifoid menggunakan metode Widal dan IgM anti-Salmonella typhi (TUBEX) di RS PKU Muhammadiyah Gamping. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional Kelompok penelitian terdiri dari pasien demam tifoid yang diperiksa di RS PKU Muhammadiyah Gamping dari Januari hingga Desember 2024. Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling. Variabel penelitian meliputi hasil pemeriksaan metode Widal dan IgM anti-Salmonella typhi. Temuan menunjukkan bahwa kasus demam tifoid lebih banyak ditemukan pada perempuan, yaitu 74 (61,7%). Usia terbanyak pada kelompok 26-45 tahun (33,3%). Pemeriksaan IgM Salmonella Typhi (TUBEX) merupakan metode yang paling sering digunakan, yaitu sebanyak 114 kasus (95,0%).
Description of Hemoglobin, Hematocrit, Erythrocyte Count and Erythrocyte Indices in Chronic Kidney Disease Patients Rosmala, Mila Ashri; Suryanto; Anggraeni, Rosmita
Jurnal Kesehatan Cendikia Jenius Vol. 2 No. 3 (2025): Agustus
Publisher : CV. CENDIKIA JENIUS INDONESIA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.70920/jenius.v2i3.254

Abstract

Chronic kidney failure is caused by abnormal kidney function and will affect the body's system processes. Chronic kidney failure is the 12th leading cause of death in the world with a death rate of 163,275 per year. In Indonesia, the prevalence is 0.38% or 3.8 per 1,000 population. In Yogyakarta, it increased from 0.3% (2013) to 0.43% (2018). Chronic kidney failure patients undergoing hemodialysis often experience anemia due to decreased production of the hormone erythropoietin. Anemia is generally normocytic normochromic, but there are also microcytic hypochromic and macrocytic. This study describes the levels of hemoglobin, hematocrit, erythrocytes, and erythrocyte indices based on age and sex at PKU Muhammadiyah Gamping Hospital using descriptive observational methods and medical record data from hemodialysis patients. The majority of respondents were male (71.2%). Most patients based on hemoglobin levels experienced mild anemia, as many as 27 patients (61.4%) with an average of 9.45 ± 1.53 g / dL. Hematocrit 30-40% in 23 patients (52.3%) with an average of 29.57 ± 5.19%. All patients had low erythrocytes with an average of 3.33 ± 0.72 million / µL and some patients (86.4%) experienced normocytic normochromic anemia. It was concluded that patients with chronic kidney failure often experience anemia because the production of the hormone erythropoietin decreases, causing the number of red blood cells to decrease even though their shape remains normal. Suggestions for further research are to find the exact cause and appropriate treatment so that the condition improves.
PENGARUH VARIASI WAKTU FIKSASI TERHADAP GAMBARAN MORFOLOGI SEDIAAN APUSAN DARAH TEPI (SADT) DENGAN PEWARNAAN GIEMSA Wati, Untari dewi Kurnia; Ismarwati, Ismarwati; Anggraeni, Rosmita
Jurnal Kesehatan Tambusai Vol. 6 No. 3 (2025): SEPTEMBER 2025
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jkt.v6i3.47093

Abstract

Pemeriksaan Sediaan Apusan Darah Tepi (SADT) dengan pewarnaan Giemsa digunakan untuk mengevaluasi bentuk dan kondisi sel darah dalam mendiagnosis penyakit. Proses fiksasi dengan menggunakan methanol absolute sebelum pewarnaan harus dilakukan dengan tepat agar sel darah tidak rusak atau muncul artefak. Penelitian ini bertujuan membandingkan pengaruh fiksasi selama 3 menit dan 4 menit terhadap morfologi eritrosit, leukosit, dan trombosit pada SADT. Penelitian eksperimental dengan desain penelitian one shot case study. Populasi penelitian yaitu mahasiswa Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta. Sampel yang digunakan sebanyak 18 sampel yang dihitung dengan rumus federer dan dipilih secara simple random sampling. SADT difiksasi dengan methanol absolute, kemudian diwarnai dengan Giemsa. Data diuji normalitas menggunakan Shapiro–Wilk dan dibandingkan dengan uji Kruskal–Wallis (α = 0,05). Morfologi SADT waktu fiksasi 3 menit didapatkan hasil sel eritrosit sebagian besar baik dengan 15 preparat (83,3%), leukosit sebagian besar baik dengan 12 preparat (66,7%), serta trombosit didapatkan hasil cukup baik dengan 8 preparat (44,4%). Waktu fiksasi 4 menit morfologi sel eritrosit sebagian besar baik dengan 15 preparat (83,3), leukosit 13 preparat (72,2%) memiliki hasil yang baik, serta trombosit 10 preparat (55,6%) memiliki hasil baik. Data tidak terdistribusi normal karena nilai sig. < 0,05 dan uji Kruskal‑Wallis diatas nilai signifiksai yaitu p > 0,05. Fiksasi dengan methanol absolute selama 3 menit dan 4 menit tidak memberikan pengaruh terhadap hasil morfologi sel eritrosit, leukosit, dan trombosit pada SADT dengan pewarnaan Giemsa. Waktu fiksasi 3 menit sudah cukup optimal untuk melihat morfologi sel darah pada SADT.
EVALUASI WESTGARD RULE JUMLAH ERITROSIT DAN LEUKOSIT DI LABORATORIUM KESEHATAN KOTA X Suhri, Yuyun Afida; Ratih, Woro Ummi; Anggraeni, Rosmita
Jurnal Kesehatan Tambusai Vol. 6 No. 3 (2025): SEPTEMBER 2025
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jkt.v6i3.47828

Abstract

Pemeriksaan hematologi adalah komponen penting dalam diagnostik dan pengelolaan penyakit. Pemeriksaan eritrosit dan leukosit merupakan bagian dari pemeriksaan hematologi yang berguna membantu menegakkan diagnosis anemia dan infeksi. Untuk memastikan ketepatan hasil pemeriksaan kedua parameter tersebut, diperlukan penerapan Quality Control (QC) dengan pemeriksaan bahan kontrol harian. Evaluasi QC hematologi umumnya hanya berdasarkan plotting pada grafik Levey-Jenning sehingga sulit diketahui adanya kesalahan acak maupun sistematik, maka dari itu diperlukan implementasi Westgard Rules. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi hasil QC pemeriksaan eritrosit dan leukosit menggunakan Westgard Rules di Laboratorium Kesehatan Kota X. Metode penelitian ini dengan desain deskriptif kuantitatif dari data sekunder hasil Quality Control pemeriksaan eritrosit dan leukosit dengan bahan kontrol low level dan normal level dari pihak ketiga alat Hematology Analyzer Sysmex XN 450 bulan November - Januari 2025. Hasil penelitian menunjukkan bias pemeriksaan eritrosit -0,20% (low level) dan 0,06% (level normal), sedangkan leukosit -0,09% dan 0,00%. Nilai CV eritrosit 2,67% dan 0,98% sedangkan leukosit 3,08% dan 2,2%. Hasil evaluasi grafik Levey Jennings dengan Westgard Rule memperoleh aturan 41s pada pemeriksaan eritrosit sedangkan pemeriksaan leukosit memperoleh aturan 12s (low level), 22s, 41s, dan 10x (level normal). Kesimpulan dari penelitian ini hasil QC pada pemeriksaan leukosit dan eritrosit memiliki akurasi dan presisi yang baik, kecuali presisi eritrosit low level yang melebihi batas maksimum. Evaluasi Westgard Rule mendeteksi kesalahan acak pada kontrol leukosit low level dan normal, serta kesalahan sistematik ditemukan pada kontrol eritrosit gabungan low level dengan level normal dan leukosit pada level normal.
PENGARUH KEBIASAAN KONSUMSI KOPI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA MAHASISWA D4 TLM UNISA YOGYAKARTA MENGGUNAKAN HEMATOLOGI ANALYZER Abdillah, Muhammad Yusuf; Hadi, Wahid Syamsul; Anggraeni, Rosmita
Jurnal Kesehatan Tambusai Vol. 6 No. 3 (2025): SEPTEMBER 2025
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jkt.v6i3.48942

Abstract

Seiring dengan perkembangan gaya hidup modern, konsumsi kopi menjadi semakin populer, terutama di kalangan anak muda dan dewasa. Meskipun menjadi bagian dari gaya hidup sosial, konsumsi kopi diketahui dapat memengaruhi penyerapan zat besi, terutama zat besi non-heme yang banyak terdapat dalam makanan nabati. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh kebiasaan konsumsi kopi terhadap kadar hemoglobin pada mahasiswa D4 Teknologi Laboratorium Medis Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta angkatan 2023. Penelitian ini menggunakan desain observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Pengukuran kadar hemoglobin dilakukan menggunakan alat Hematology Analyzer untuk mendapatkan hasil yang akurat dan terstandardisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata kadar hemoglobin tertinggi terdapat pada kelompok yang sering mengonsumsi kopi sebesar 13,2 g/dl, sementara rerata kadar terendah terdapat pada kelompok yang kadang- kadang mengonsumsi kopi sebesar 12,4 g/dl, dan kelompok yang jarang mengonsumsi kopi memiliki rerata kadar hemoglobin sebesar 13,1 g/dl. Meskipun terdapat variasi antar kelompok, tidak ditemukan penurunan kadar hemoglobin yang signifikan secara klinis maupun statistik pada kelompok yang sering mengonsumsi kopi. Hasil ini menunjukkan bahwa kebiasaan konsumsi kopi dalam kehidupan sehari-hari tidak memiliki dampak signifikan terhadap kadar hemoglobin pada mahasiswa .