Claim Missing Document
Check
Articles

Induksi Haploid Ganda pada Padi Japonica (Oryza sativa L. spp. Japonica), Indica (Oryza sativa L. ssp. Indica), dan Hibrida Japonica x Indica Dian Catur Prayantini, Panjisakti Basunanda, dan Rudi Hari Murti
Jurnal Ilmu Pertanian Vol 16, No 1 (2013): Juni
Publisher : Faculty of Agriculture, Universitas Gadjah Mada jointly with PISPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (475.239 KB) | DOI: 10.22146/ipas.2523

Abstract

INTISARIKultur anter digunakan untuk mendapatkan galur homozigot secara cepat dan meningkatkan efisiensi seleksi. Japonica secara umum relatif mudah dikulturanterkan, berkebalikan dengan indica yang bersifat rekalsitran. Penelitian ditujukan untuk mendapatkan  komposisi  media  dan  praperlakuan  yang  sesuai  untuk  kultur  anter japonica  dan  indica,  mengetahui  pengaruh  latar  belakang  kelompok  genetik  padi terhadap induksi haploid, dan mengintroduksi sifat responsif terhadap kultur anter dari japonica melalui persilangan ke dalam indica yang rekalsitran. Penelitian dilakukan mulai bulan Januari 2009 sampai dengan Desember 2012 di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman PT BISI International Tbk, Kediri, Jawa Timur. Sembilan genotipe digunakan sebagai sumber anter pada penelitian yang mewakili japonica, indica dan F1 hasil japonica dengan indica.Praperlakuan malai pada suhu 40C selama 8 hari, menggunakan modifikasi N6 + NAA 2 ppm + kinetin 0,5 ppm + sukrosa 54 g/L + putrescin 0,1644 g/L + Phytagel 2,5 g/L dapat digunakan pada    hibrida hasil persilangan japonica dengan indica. Praperlakuan malai pada suhu 40C selama 9 hari menggunakan media modifikasi N6 + 2,4-D 2,5 ppm + kinetin  0,5 ppm + AgNO3 10 ppm + maltosa 40 g/L + Phytagel 2,5 g/L dan modifikasi N6+ 2,4-D 2,5 ppm + kinetin 0,5 ppm + maltosa 50 g/L + AgNO3 10 ppm + Phytagel  2,5 g/L dapat digunakan untuk meningkatkan pembentukan kalus pada japonica dan beberapa genotipe indica. Lima galur haploid ganda berhasil diperoleh dari hasil persilangan ‘Ciuhao’ dan ‘Basmati’. Persilangan antara japonica dan indica efektif untuk meningkatkan respon hibrida terhadap media kultur anter dan memiliki peluang lebih tinggi untuk mendapatkan tanaman haploid ganda dibandingkan dengan tetua indica-nya.Kata kunci : Oryza sativa L., kultur anter, haploid ganda
Uji Kebenaran Enam Kultivar Cabai Keriting (Capsicum annuum L.) Fahrudin, Panjisakti Basunanda, dan Aziz Purwantoro
Jurnal Ilmu Pertanian Vol 16, No 2 (2013): Desember
Publisher : Faculty of Agriculture, Universitas Gadjah Mada jointly with PISPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (572.473 KB) | DOI: 10.22146/ipas.2530

Abstract

INTISARICabai adalah salah satu sayuran yang paling penting di Indonesia, terutama pada pemanfaatannya yang luas dan bernilai ekonomi tinggi. Permintaan untuk menanam sayuran asal Amerika Selatan ini selalu tinggi, meningkatkan pelaporan praktek-praktek pelanggaran dalam pasokan benih, dalam bentuk sengaja mengurangi atau mengubah kemurnian kultivar,  yang melanggar praktik bisnis yang baik.  Untuk  menanggulangi praktek  pelanggaran seperti  itu, kontrol rutin pada benih yang dijual di tingkat petani perlu dilakukan. Sayangnya, prosedur standar untuk kontrol tersebut belum  tersedia di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk  memberikan prosedur yang dapat dianggap sebagai awalan dan mungkin menjadi pembahasan pada perkembangan selanjutnya.Enam kultivar cabai dikumpulkan dari pasar terbuka.  'Lado',  yang  merupakan produk  populer  dari  East  West  Seed,  diperoleh  dari  pasar  di  Medan  (A1), Makassar (A2), Tangerang (A3), dan Mataram (A4). 'Princess-06', sebuah produk dari PT Benih Inti Subur Intani, diperoleh dari Lembang (B1), Sleman (B2), dan Mataram (B3). Empat kultivar berikutnya adalah produk dari P T Oriental Seed Indonesia. 'OR Charming' diperoleh dari Serang, dan 'OR Twist 22', 'OR Twist 33', dan  'OR  Twist  42'  diperoleh  dari  Magelang.  Dua  lokasi  yang  dipilih  untuk penelitian ini: Krukut, Depok, Jawa Barat, dari bulan Mei hingga Oktober tahun 2012 (+ 90  m dpl) dan Cikole,  Lembang, Jawa Barat, dari bulan Mei hingga November 2012  (+ 1.250  m dpl).  Keseragaman dalam dan di antara sumber-sumber pasar dalam satu kultivar diuji berdasarkan karakter fenotipik kualitatif dan kuantitatif. Berdasarkan karakter yang sama, kesesuaian pada deskripsi dari masing-masing kultivar juga diuji.Keseragaman dalam dan di antara sumber-sumber pasar dari kultivar yang sama terbukti sah, berdasarkan karakter kualitatif maupun kuantitatif. Hasil ini didasarkan  pada  analisis  varians  untuk  sifat  kuantitatif dan didukung dengan analisa komponen utama. Ambang batas untuk sifat kuantitatif, memperhitungkan penyimpangan maksimum 5% dari jumlah sampel.Uji kebenaran deskripsi berdasarkan pada karakter kualitatif menyimpulkan bahwa hampir semua ciri sesuai dengan deskripsi masing-masing kultivar. Beberapa perbedaan diasumsikan sebagai hasil salah tafsir. Namun, pada karakter kuantitatif menunjukkan performa lebih rendah di kedua lokasi, performa diamati untuk semua sampel pada semua variabel kuantitatif dengan hanya sejumlah kecil outlier (pencilan). Hasilnya menimbulkan dugaan bahwa uji performa untuk pendaftaran kultivar dilakukan di bawah lingkungan yang sangat berbeda dengan lingkungan pada penelitian ini, dan hasil ini menimbulkan isu ketidakstabilan.Kata kunci: uji kebenaran deskripsi, cabai, agromorfologi, uji keseragaman.
Genetic Variability of Rice Pericarp Color Parameters and Total Anthocyanine Content of Eleven Local Black Rice and Their Correlation Kristamtini, Taryono, Panjisakti Basunanda, dan Rudi Hari Murti
Jurnal Ilmu Pertanian Vol 17, No 1 (2014): Juni
Publisher : Faculty of Agriculture, Universitas Gadjah Mada jointly with PISPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (477.499 KB) | DOI: 10.22146/ipas.4975

Abstract

ABSTRACTBlack rice starts to be consumed as functional food due to high anthocyanine content which functioned as an antioxidant. The different in an existing name is predicted due to the pericarp color differences which are from light to heavy black.  It is therefore that morphological characteristics observation of pericarp color is required. This study aimed to identify genetic variability of 11 Indonesian local cultivar of black rice based on pericarp color parameters and total anthocyanine content, even their correlations. L*,  a*, b* color parameters were observed using Chroma Meter -  Konica Minolta – Minolta CM-2006, and white standard color was used for calibration, whereas total anthocyanine content was measured based on absorbent value of grinded rice grains using 535 nm wavelength of spectrophotometer. Color parameters and total anthocyanine content data were analyzed using analysis variance to estimate Genetics Variability Coefficient and cluster analysis to know the similarity among these local cultivars of black rice. The result showed that b* color variable and total anthocyanine content indicate broad genetic variability, whereas L* and a* color variables depict narrow genetic variability. There were 3 different groups of black rice based on   L*, a* and b* color parameters and total anthocyanine content. These were Cempo ireng; Banjarnegara, Banjarnegara-Wonosobo, Magelang berbulu, Magelang tak berbulu, Nusa Tenggara Timur and Pari Ireng; and Sragen, Jlitheng, Bantul and Melik groups. Positive significant correlation was observed between L*, a*, b* color parameters, and there was negative significant correlation between total anthocyanine content and L*, a*, dan b* color parameters. Key words: genetic variability, pericap colour parameters, total anthocianin content, local black rice
Tolerance of T2 Generation ‘Kitaake’ Rice (Oryza sativa L.) CRISPR/Cas9-OsGA20ox-2 Mutant Strains to Drought Condition Husni Mubarok; Panjisakti Basunanda; Tri Joko Santoso
Jurnal Ilmu Pertanian Vol 4, No 3 (2019): December
Publisher : Faculty of Agriculture, Universitas Gadjah Mada jointly with PISPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (546.859 KB) | DOI: 10.22146/ipas.37032

Abstract

Rice (Oryza sativa L.) is important staple crop in Indonesia. Food demand that continues to rise while inadequate land could be managed by assembling superior cultivar using CRISPR-Cas9 system method. Editing the genome by mutating the GA20ox-2 gene could improve both crop yield and ability to thrive in marginal land (drought). This experiment aims to obtain non-transgenic mutant plants (non Cas9 and hpt genes), gain information on GA20ox-2 gene expression levels, and study the tolerance levels of the CRISPR /Cas9-OsGA20ox-2 mutant lines 'Kitaake' T2 generation against drought conditions. Planting material using a mutant gene GA20ox 2 ‘Kitaake’ (K23.1, K15, K29.1, K19.1) and wild-type comparison. From 20 plants, respectively the K23.1, K15, K29.1, and K19.1 lines have 50%, 50%, 0%, and 45% of non-transgenic plants. DNA mutations in the form of deletion 44 bases (K23.1, K29.1, K19.1) and insertion of two bases (K15) are transcribed into RNA. The transcription results in a number of lower amino acids compare to its wild type (389 amino acids). The lines K23.1, K29.1, K19.1 have 373 amino acids and the K15 line has 300 amino acids (frameshift). Differences in the number of amino acids result in different phenotypic expressions. K15 mutant line has lower plant height and leaf length than the other mutant lines and wild type. The decrease does not decrease the potential of the crop. Mutations in the K15 line did not indicate better tolerant response to drought stress than other mutant lines and wild type in both vegetative and generative phase. 
Survei Polimorfisme Tetua untuk Pengembangan Panel CSSL Padi (Oryza sativa L.) dan Identifikasi Tanaman F1 Mariana Susilowati; Panjisakti Basunanda; Wening Enggraini; Ma'sumah Ma'sumah; Kurniawan R. Trijatmiko
Jurnal AgroBiogen Vol 10, No 3 (2014): Desember
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jbio.v10n3.2014.p85-92

Abstract

Raising yield potential of modernindica varieties is essential to meet the increased demand ofrice production. This is due to increased human population,threats of climate change and degradation of agriculturalresources. The use of chromosome segment substitutionlines (CSSL) is more effective for identification of genesthose are useful for improvement of yield potential. The aimsof this study were to observe the morphological traitdifferences between recipient parent (var. Ciherang) andthree candidates of donor parent (var. Fatmawati and newplant type lines, i.e. B12743 and B11143D), to identifypolymorphic SSR markers among them and to verify F1individuals. Ciherang and B11143D showed significantdifferences on flowering time, plant height, flag leaf area,tiller number, productive tiller number, panicle length,spikelet number per panicle and 1,000 grain weight. The rateof SSR marker polymorphisms between Ciherang andB11143D was the highest, where 155 of 513 markers (30.2%)were polymorphic. Marker genotyping using threepolymorphic markers showed that 26 of 27 plants resultedfrom the cross of Ciherang х B11143D were F1. These F1plants could become the basis of CSSL panel that facilitatethe mapping of genes responsible for increasing the yieldpotential.
Hubungan Antara Hasil dan Komponen Hasil Wijen (Sesamum indicum L.) pada Generasi F1 dan F2 Persilangan Sbr2, Sbr3, dan Dt36 Sri Adikadarsih; Siska Permata; . Taryono; . Suyadi; Panjisakti Basunanda
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol 7, No 1 (2015): April 2015
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (722.799 KB) | DOI: 10.21082/bultas.v7n1.2015.45-51

Abstract

Dalam program pemuliaan tanaman wijen, informasi keragaman genetik dan hubungan antarsifat sangat penting untuk menentukan keberhasilan seleksi. Penelitian yang bertujuan untuk mempelajari keragaman genetik dan hubungan antara komponen hasil dan hasil wijen pada generasi F1 dan F2 persilangan Sbr 2, Sbr 3, dan Dt 36 telah dilaksanakan dari bulan November 2012 sampai dengan Februari 2013 di Padangan, Sitimulyo, Piyungan, Bantul, Yogyakarta. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga ulangan. Bahan tanam yang digunakan adalah benih tetua, F1, dan F2 hasil persilangan antara Sbr 3 x Sbr 2, Sbr 3 x Dt 36, Sbr 2 x Dt 36, dan resiproknya. Benih bulk hasil persilangan ditanam secara rapat dalam baris pada petak-petak yang berukuran 4 x 1 m. Pengamatan dilakukan pada parameter tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah polong, berat polong, berat biji, jumlah ruas, panjang ruas, umur berbunga, umur panen, dan berat 1.000 biji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen hasil yang memiliki keragaman genetik besar adalah berat biji per tanaman (68,437%), berat polong (40,532%), jumlah cabang (33,251%), jumlah polong (30,269%), dan tinggi tanaman (21,256%). Nilai heritabilitas yang tinggi terdapat pada tinggi tanaman (65,52%) dan umur panen (55%). Komponen hasil yang memiliki korelasi nyata terhadap hasiladalah jumlah cabang, jumlah polong, berat polong, dan umur berbunga, sedangkan yang berpengaruh langsung terhadap hasil wijen adalah jumlah cabang dan berat polong. In sesame breeding program, information about genetic variations and relationships ammongs characters is very important to determine the success of line selection. Studies about correlation between yield and yieldcomponents of F1 and F2 from crosses of Sbr 2, Sbr 3, and Dt 36 was conducted on November 2012 to February 2013 in Padangan, Sitimulyo, Piyungan, Bantul, Yogyakarta. The treatments were arranged in completerandom design (CRD) with three replications. Planting materials used were the seed of parents, F1, and F2 from crossing between Sbr 3 x Sbr 2, Sbr 3 x Dt 36, Sbr 2 x Dt 36, and their reciprocals. Bulk breeding seeds planted in rows in high density to reach maximum populations as the genetic resource in the plots according to its genotypes. The observation was made on plant height, number of branches, number of pods, weight of pods, number of nodes, nodes length, day of flowering, plant maturing age, and 1,000seed weight. The results showed that, components which showed high genetic variation were weight of seeds per plant (68.437%), weight of pods (40.532%), the number of branches (33.251%), number of pods(30.269%), and plant height (21.256%). High heritability values was shown in parameters of plant height (65.52%) and plant maturing age (55%). Yield components which have significant correlation with the yield were number of branches, number of pods, pod weight, and days to flowering, while those have a direct effect on the yield of sesame are the number of branches and pods weight.
Induksi Haploid Ganda pada Padi Japonica (Oryza sativa L. spp. Japonica), Indica (Oryza sativa L. ssp. Indica), dan Hibrida Japonica x Indica Dian Catur Prayantini, Panjisakti Basunanda, dan Rudi Hari Murti
Jurnal Ilmu Pertanian Vol 16, No 1 (2013): Juni
Publisher : Faculty of Agriculture, Universitas Gadjah Mada jointly with PISPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/ipas.2523

Abstract

INTISARIKultur anter digunakan untuk mendapatkan galur homozigot secara cepat dan meningkatkan efisiensi seleksi. Japonica secara umum relatif mudah dikulturanterkan, berkebalikan dengan indica yang bersifat rekalsitran. Penelitian ditujukan untuk mendapatkan  komposisi  media  dan  praperlakuan  yang  sesuai  untuk  kultur  anter japonica  dan  indica,  mengetahui  pengaruh  latar  belakang  kelompok  genetik  padi terhadap induksi haploid, dan mengintroduksi sifat responsif terhadap kultur anter dari japonica melalui persilangan ke dalam indica yang rekalsitran. Penelitian dilakukan mulai bulan Januari 2009 sampai dengan Desember 2012 di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman PT BISI International Tbk, Kediri, Jawa Timur. Sembilan genotipe digunakan sebagai sumber anter pada penelitian yang mewakili japonica, indica dan F1 hasil japonica dengan indica.Praperlakuan malai pada suhu 40C selama 8 hari, menggunakan modifikasi N6 + NAA 2 ppm + kinetin 0,5 ppm + sukrosa 54 g/L + putrescin 0,1644 g/L + Phytagel 2,5 g/L dapat digunakan pada    hibrida hasil persilangan japonica dengan indica. Praperlakuan malai pada suhu 40C selama 9 hari menggunakan media modifikasi N6 + 2,4-D 2,5 ppm + kinetin  0,5 ppm + AgNO3 10 ppm + maltosa 40 g/L + Phytagel 2,5 g/L dan modifikasi N6+ 2,4-D 2,5 ppm + kinetin 0,5 ppm + maltosa 50 g/L + AgNO3 10 ppm + Phytagel  2,5 g/L dapat digunakan untuk meningkatkan pembentukan kalus pada japonica dan beberapa genotipe indica. Lima galur haploid ganda berhasil diperoleh dari hasil persilangan ‘Ciuhao’ dan ‘Basmati’. Persilangan antara japonica dan indica efektif untuk meningkatkan respon hibrida terhadap media kultur anter dan memiliki peluang lebih tinggi untuk mendapatkan tanaman haploid ganda dibandingkan dengan tetua indica-nya.Kata kunci : Oryza sativa L., kultur anter, haploid ganda
Uji Kebenaran Enam Kultivar Cabai Keriting (Capsicum annuum L.) Fahrudin, Panjisakti Basunanda, dan Aziz Purwantoro
Jurnal Ilmu Pertanian Vol 16, No 2 (2013): Desember
Publisher : Faculty of Agriculture, Universitas Gadjah Mada jointly with PISPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/ipas.2530

Abstract

INTISARICabai adalah salah satu sayuran yang paling penting di Indonesia, terutama pada pemanfaatannya yang luas dan bernilai ekonomi tinggi. Permintaan untuk menanam sayuran asal Amerika Selatan ini selalu tinggi, meningkatkan pelaporan praktek-praktek pelanggaran dalam pasokan benih, dalam bentuk sengaja mengurangi atau mengubah kemurnian kultivar,  yang melanggar praktik bisnis yang baik.  Untuk  menanggulangi praktek  pelanggaran seperti  itu, kontrol rutin pada benih yang dijual di tingkat petani perlu dilakukan. Sayangnya, prosedur standar untuk kontrol tersebut belum  tersedia di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk  memberikan prosedur yang dapat dianggap sebagai awalan dan mungkin menjadi pembahasan pada perkembangan selanjutnya.Enam kultivar cabai dikumpulkan dari pasar terbuka.  'Lado',  yang  merupakan produk  populer  dari  East  West  Seed,  diperoleh  dari  pasar  di  Medan  (A1), Makassar (A2), Tangerang (A3), dan Mataram (A4). 'Princess-06', sebuah produk dari PT Benih Inti Subur Intani, diperoleh dari Lembang (B1), Sleman (B2), dan Mataram (B3). Empat kultivar berikutnya adalah produk dari P T Oriental Seed Indonesia. 'OR Charming' diperoleh dari Serang, dan 'OR Twist 22', 'OR Twist 33', dan  'OR  Twist  42'  diperoleh  dari  Magelang.  Dua  lokasi  yang  dipilih  untuk penelitian ini: Krukut, Depok, Jawa Barat, dari bulan Mei hingga Oktober tahun 2012 (+ 90  m dpl) dan Cikole,  Lembang, Jawa Barat, dari bulan Mei hingga November 2012  (+ 1.250  m dpl).  Keseragaman dalam dan di antara sumber-sumber pasar dalam satu kultivar diuji berdasarkan karakter fenotipik kualitatif dan kuantitatif. Berdasarkan karakter yang sama, kesesuaian pada deskripsi dari masing-masing kultivar juga diuji.Keseragaman dalam dan di antara sumber-sumber pasar dari kultivar yang sama terbukti sah, berdasarkan karakter kualitatif maupun kuantitatif. Hasil ini didasarkan  pada  analisis  varians  untuk  sifat  kuantitatif dan didukung dengan analisa komponen utama. Ambang batas untuk sifat kuantitatif, memperhitungkan penyimpangan maksimum 5% dari jumlah sampel.Uji kebenaran deskripsi berdasarkan pada karakter kualitatif menyimpulkan bahwa hampir semua ciri sesuai dengan deskripsi masing-masing kultivar. Beberapa perbedaan diasumsikan sebagai hasil salah tafsir. Namun, pada karakter kuantitatif menunjukkan performa lebih rendah di kedua lokasi, performa diamati untuk semua sampel pada semua variabel kuantitatif dengan hanya sejumlah kecil outlier (pencilan). Hasilnya menimbulkan dugaan bahwa uji performa untuk pendaftaran kultivar dilakukan di bawah lingkungan yang sangat berbeda dengan lingkungan pada penelitian ini, dan hasil ini menimbulkan isu ketidakstabilan.Kata kunci: uji kebenaran deskripsi, cabai, agromorfologi, uji keseragaman.
Genetic Variability of Rice Pericarp Color Parameters and Total Anthocyanine Content of Eleven Local Black Rice and Their Correlation Kristamtini, Taryono, Panjisakti Basunanda, dan Rudi Hari Murti
Jurnal Ilmu Pertanian Vol 17, No 1 (2014): Juni
Publisher : Faculty of Agriculture, Universitas Gadjah Mada jointly with PISPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/ipas.4975

Abstract

ABSTRACTBlack rice starts to be consumed as functional food due to high anthocyanine content which functioned as an antioxidant. The different in an existing name is predicted due to the pericarp color differences which are from light to heavy black.  It is therefore that morphological characteristics observation of pericarp color is required. This study aimed to identify genetic variability of 11 Indonesian local cultivar of black rice based on pericarp color parameters and total anthocyanine content, even their correlations. L*,  a*, b* color parameters were observed using Chroma Meter -  Konica Minolta – Minolta CM-2006, and white standard color was used for calibration, whereas total anthocyanine content was measured based on absorbent value of grinded rice grains using 535 nm wavelength of spectrophotometer. Color parameters and total anthocyanine content data were analyzed using analysis variance to estimate Genetics Variability Coefficient and cluster analysis to know the similarity among these local cultivars of black rice. The result showed that b* color variable and total anthocyanine content indicate broad genetic variability, whereas L* and a* color variables depict narrow genetic variability. There were 3 different groups of black rice based on   L*, a* and b* color parameters and total anthocyanine content. These were Cempo ireng; Banjarnegara, Banjarnegara-Wonosobo, Magelang berbulu, Magelang tak berbulu, Nusa Tenggara Timur and Pari Ireng; and Sragen, Jlitheng, Bantul and Melik groups. Positive significant correlation was observed between L*, a*, b* color parameters, and there was negative significant correlation between total anthocyanine content and L*, a*, dan b* color parameters. Key words: genetic variability, pericap colour parameters, total anthocianin content, local black rice
Tolerance of T2 Generation ‘Kitaake’ Rice (Oryza sativa L.) CRISPR/Cas9-OsGA20ox-2 Mutant Strains to Drought Condition Husni Mubarok; Panjisakti Basunanda; Tri Joko Santoso
Jurnal Ilmu Pertanian Vol 4, No 3 (2019): December
Publisher : Faculty of Agriculture, Universitas Gadjah Mada jointly with PISPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/ipas.37032

Abstract

Rice (Oryza sativa L.) is important staple crop in Indonesia. Food demand that continues to rise while inadequate land could be managed by assembling superior cultivar using CRISPR-Cas9 system method. Editing the genome by mutating the GA20ox-2 gene could improve both crop yield and ability to thrive in marginal land (drought). This experiment aims to obtain non-transgenic mutant plants (non Cas9 and hpt genes), gain information on GA20ox-2 gene expression levels, and study the tolerance levels of the CRISPR /Cas9-OsGA20ox-2 mutant lines 'Kitaake' T2 generation against drought conditions. Planting material using a mutant gene GA20ox 2 ‘Kitaake’ (K23.1, K15, K29.1, K19.1) and wild-type comparison. From 20 plants, respectively the K23.1, K15, K29.1, and K19.1 lines have 50%, 50%, 0%, and 45% of non-transgenic plants. DNA mutations in the form of deletion 44 bases (K23.1, K29.1, K19.1) and insertion of two bases (K15) are transcribed into RNA. The transcription results in a number of lower amino acids compare to its wild type (389 amino acids). The lines K23.1, K29.1, K19.1 have 373 amino acids and the K15 line has 300 amino acids (frameshift). Differences in the number of amino acids result in different phenotypic expressions. K15 mutant line has lower plant height and leaf length than the other mutant lines and wild type. The decrease does not decrease the potential of the crop. Mutations in the K15 line did not indicate better tolerant response to drought stress than other mutant lines and wild type in both vegetative and generative phase.