Claim Missing Document
Check
Articles

Pemetaan Pola Permohonan dan Putusan dalam Pengujian Undang-Undang dengan Substansi Hukum Islam Dian Agung Wicaksono; Faiz Rahman; Khotibul Umam
Jurnal Konstitusi Vol 18, No 3 (2021)
Publisher : The Constitutional Court of the Republic of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (489.523 KB) | DOI: 10.31078/jk1832

Abstract

The existence of Islamic law substance in national law, specifically in an Act, has been indirectly placed the Constitutional Court in the position that also has a role in determining the development of Islamic law in the national law system. It can be seen in the context of judicial review of Act that has Islamic law substance or that explicitly regulates Islamic law. This research specifically answers: (a) how is the justification of the inclusion of Islamic law in Indonesian national law? (b) how are the pattern of judicial review petitions and court decisions of Acts related to Islamic law? This research is normative-juridical research, which analyses secondary data such as laws and regulations, Constitutional Court decisions, and articles related to the inclusion of Islamic law in the national law. The results show that the justification of the accommodation of Islamic law in the national law system is related to the construction of state and religion relationship. It indicates that Indonesia is not a religious state, but it is a state that has a divine principle. Furthermore, based on the analysis of judicial review decisions from 2003 to 2019, the pattern of petitions and court decisions of judicial reviews of laws related to Islamic law substance shows at least three main petitions, namely: (a) questioning state intervention in the implementation of Islamic law; (b) questioning the administration of the implementation of Islamic law; (c) petitions for the inclusion of Islamic law in the positive law.
Justifikasi Pemutusan Hubungan Kerja Karena Efisiensi Masa Pandemi Covid-19 Dan Relevansinya Dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/PUU-IX/2011 Dian Agung Wicaksono; Enny Nurbaningsih
Jurnal Konstitusi Vol 18, No 2 (2021)
Publisher : The Constitutional Court of the Republic of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (429.902 KB) | DOI: 10.31078/jk1827

Abstract

This conceptual article aims to analyze about the justification and legal aspect of employment termination because of efficiency phenomenon in covid-19 pandemic period. Article 164 paragraph 4 Manpower Act and Constitutional Court Decision Number 19/PUU-IX/2011 already stipulated that employment termination because of efficiency must be followed by company closure. But, covid-19 pandemic situation was forcing the employers to do employment termination because of efficiency without a company closure. The conclusion of this article is the employers did the termination without the company closure based on consideration that, it would prevent more damage than did it with the closure. The company closure would bring result all of workers, including the employers, loss their jobs. The employment termination because of efficiency, but without company closure could be preserved the operational of company and maintain the other workers’ jobs. This efficiency reason is not actually prohibited in Article 153 paragraph 1 Manpower Act and in ILO’s Convention and Recommendation 1982. However, this termination could not use Article 164 paragraph 4 Manpower Act and Constitutional Court Decision Number 19/PUU-IX/2011 as the legal basis. The compensation formulation model of the termination could use the formulation of termination without worker’s fault as stipulated by Manpower Act. In addition, the institutions of industrial relaton dispute resolution must supervise the termination process, in order the process would be staged fairly, coincide with the principles of legal termination, and the workers’s compensastion would be fulfilled by the employers.
Inisiasi Pemerintah Daerah dalam Mengatur Alternatif Penyelesaian Sengketa Tanah Berbasis Adat di Kabupaten Manggarai Dian Agung Wicaksono; Ananda Prima Yurista
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 18, No 2 (2018): Edisi Juni
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (336.761 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2018.V18.275-288

Abstract

Kabupaten Manggarai memiliki pengalaman panjang berhadapan dengan sengketa tanah, khususnya bila dikaitkan dengan eksistensi hukum adat yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat Manggarai. Bertolak dari pengalaman tersebut, perlu adanya inisiasi Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai untuk mewujudkan alternatif penyelesaian sengketa tanah berbasis adat dalam rangka mengejawantahkan misi pembangunan Kabupaten Manggarai yang termaktub dalam Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Nomor 7 Tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Manggarai Tahun 2016-2021. Dengan demikian, perlu dikaji lebih lanjut bagaimana kewenangan Pemerintah Daerah dalam penyelesaian sengketa? Bagaimana inisiasi Pemerintah Kabupaten Manggarai dalam mengatur alternatif penyelesaian sengketa berbasis adat? Bagaimana peluang dan tantangan terhadap inisiasi Pemerintah Kabupaten Manggarai dalam mengatur alternatif penyelesaian sengketa berbasis adat? Pertanyaan tersebut dijawab melalui penelitian hukum normatif yang dikombinasikan dengan penelitian hukum empiris untuk menggali data primer dan sekunder yang relevan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peluang dan tantangan terkait pengaturan penyelesaian sengketa tanah berbasis adat.
Researching References on Interpretation of Personal Data in the Indonesian Constitution Faiz Rahman; Dian Agung Wicaksono
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 21, No 2 (2021): June Edition
Publisher : Law and Human Rights Policy Strategy Agency, Ministry of Law and Human Rights of The Repub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (319.265 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2021.V21.187-200

Abstract

The discourse on personal data protection has been developed for a long time, even before the advent of internet technology. In the Indonesian context, issues relating to the personal data protection have begun to develop in recent years, responding to the increasingly rapid development of digital technology. Currently the Personal Data Protection Bill is again included in the 2021 Priority National Legislation Program in response to the importance of regulations relating to personal data protection in Indonesia. The fundamental thing that often escapes the discourse on the personal data protection in Indonesia is related to how personal data is positioned in a constitutional perspective based on the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia if personal data is considered as something that must be protected. This research specifically answered the questions: (a) how is the conceptual interpretation of personal data? (b) how is personal data positioned in the perspective of the Indonesian constitution? This research is a normative juridical research, conducted by analyzing secondary data obtained through literature review. The results of this research indicated that the conceptual interpretation of personal data is still a growing discourse. As for personal data in the perspective of the Indonesian constitution, it can be seen by looking at the legal-historical aspect in the discussion of the amendments to the 1945 Constitution, especially in Article 28G paragraph (1) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia which is hypothesized as a reference for personal data protection. 
Ratio Legis Kedudukan Hukum Pemohon dalam Pengujian Undang-Undang oleh Mahkamah Konstitusi Dian Agung Wicaksono; Andy Omara
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 20, No 4 (2020): Edisi Desember
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (773.945 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2020.V20.487-510

Abstract

Penelitian mengenai ratio legis kedudukan hukum Pemohon dalam pengujian UU merupakan penelitian fundamental yang perlu untuk dilakukan dalam rangka mengetahui aspek sejarah hukum mengenai asal usul pengaturan mengenai kedudukan hukum Pemohon dalam pengujian UU. Temuan dari penelitian ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penelitian hukum dalam studi doktoral mengenai dinamika kedudukan hukum Pemohon pada pengujian UU oleh Mahkamah Konstitusi. Penelitian ini secara spesifik menjawab pertanyaan: (a) Apa ratio legis dari pengaturan kualifikasi aktor sebagai Pemohon pada pengujian UU? (b) Apa ratio legis dari Mahkamah Konstitusi dalam merumuskan syarat kerugian konstitusional Pemohon pada pengujian UU? Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan menganalisis data sekunder berupa peraturan perundang-undangan, putusan Mahkamah Konstitusi, dan literatur yang terkait dengan doktrin kedudukan hukum dalam pengujian UU. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ratio legis dari pengaturan kualifikasi aktor sebagai Pemohon pada pengujian UU sejatinya merupakan rumusan yang dikembangkan dari PerMA 2/2002, sedangkan ratio legis dari Mahkamah Konstitusi dalam merumuskan syarat kerugian konstitusional didasarkan pada: (a) ketentuan Pasal 51 Ayat (1) UU MK secara expressis verbis; (b) doktrin the objective theory of constitutional invalidity dan doktrin a broad approach to standing; serta (c) doktrin causation dan doktrin redressability dari praktik peradilan di Amerika Serikat.
Konservasi Hutan Partisipatif Melalui REDD+ (Studi Kasus Kalimantan Tengah Sebagai Provinsi Percontohan REDD+) Dian Agung Wicaksono; Ananda Prima Yurista
Jurnal Wilayah dan Lingkungan Vol 1, No 2 (2013): August 2013
Publisher : Department of Urban and Regional Planning, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (264.998 KB) | DOI: 10.14710/jwl.1.2.189-200

Abstract

One of mitigating climate change is through REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation). REDD+ mechanism chosen as an alternative that offers a new concept of forest conservation with economic incentives on the amount of carbon that can be kept in line with a forest or peatland sustainability. Central Kalimantan province to initiate the implementation of REDD+ schemes designated as the pilot province for REDD+ implementation in Indonesia. With the implementation of REDD+ is expected to be the frontline in maintaining forest conservation. That way, the benefits instead of the forests, but also the empowerment of forest communities.
Transformasi Pengaturan Distribusi Urusan Pemerintahan dari Pemerintah Pusat Kepada Pemerintahan Daerah Dian Agung Wicaksono
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 2, No 3 (2015): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (606.723 KB)

Abstract

AbstrakPasca berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa terdapat beberapa hal yang harus dicermati, terlebih dalam hal pengaturan distribusi urusan pemerintahan yang menjadi alas pelaksanaan kewenangan pemerintahan daerah. Apabila dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, maka terdapat perubahan dalam distribusi urusan pemerintahan. Tulisan ini berusaha memberikan penjelasan terhadap pemahaman mengenai urusan pemerintahan dengan membandingkan dua undang-undang untuk membingkai kerangka pemikiran daerah dalam mengidentifikasi urusan pemerintahan. Pola distribusi urusan pemerintahan dalam politik hukum desentralisasi di Indonesia secara simultan melahirkan otonomi daerah, tidak sepatutnya hanya dimaknai sebagai strategi untuk mengelola hubungan kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah. Desentralisasi yang sejatinya mendistribusikan urusan harus secara jernih dikaitkan dengan kewenangan sebagai alas pelaksanaan urusan karena konsep kewenangan dalam otonomi daerah tidak bisa ditukar pengertiannya dengan urusan yang kemudian hanya sekedar dimaknai dengan hubungan keuangan sebagaimana rezim Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.The Transformation in the Regulation on Distribution of Government Affairs Between Central and Local GovernmentsAbstractAfter the enactment of Law Number 23 of 2014 Concerning Local Government and Law Number 6 of 2014 Concerning Village, there are several things to be observed, specifically regarding the regulations on the distribution of government affairs upon which the authority of local government is based. Concerning government affairs, there are several missing aspects in the Law Number 23 of 2014 Concerning Local Government and Law Number 32 of 2004 Concerning Local Government. This paper seeks to compare the two regulations to determine the distribution pattern of government affairs in Indonesia’s decentralized legal politics that simultaneously spawns local autonomy should not only be interpreted as a strategy to manage the relationship of authority between central and local governments. Decentralization, which genuinely distributes affairs, should be transparently linked with authority as the legal basis of conducting the affairs and the concept of authority regarding local autonomy should not be simplified into financial matters as regulated by the Law Number 23 of 2014 Concerning Local Government. DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v2n3.a3
Quo Vadis Diversifikasi Pendidikan Kebidanan Di Indonesia Umi Sa'adatun Nikmah; Dian Agung Wicaksono
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol 24 No 2 (2021): Buletin Penelitian Sistem Kesehatan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Humaniora dan Manajemen Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/hsr.v24i2.3876

Abstract

The enactment of Law Number 4 of 2019 concerning Midwifery (Midwifery Law) provides its euphoria for the midwifery profession in Indonesia. The purpose of establishing the Midwifery Law is to improve the quality of midwives and midwifery services, provide protection and legal certainty to midwives and clients, and improve the health status of the community. Do the provisions in the Midwifery Law support the realization of these goals? This research tries to see whether the principle of clear objectives (beginsel van duidelijke doelstelling) as a material principle in the formation of the Midwifery Law has been manifested in the formulation of norms in the Midwifery Law, or other words whether the formulation of norms in the Midwifery Law supports the realization of the objectives of the formation of the Midwifery Law. This research specifically looks at the aspects of midwifery education as a starting point and a central point in improving the quality of midwives and midwifery services in Indonesia. This research is a qualitative study using the method of reviewing regulations and literature related to the regulation of midwifery education in Indonesia. As for normative legal research, it used a statutory approach. The results of the study indicate that the norms in the Midwifery Law, particularly related to midwifery education, are counterproductive with the aim of the formation of the Midwifery Law to improve the quality of midwives and midwifery services in Indonesia. Abstrak Berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan (UU Kebidanan) memberikan euforia tersendiri bagi profesi bidan di Indonesia. Tujuan dibentuknya UU Kebidanan adalah untuk meningkatkan mutu bidan dan pelayanan kebidanan, memberikan pelindungan, dan kepastian hukum kepada bidan dan klien, serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Apakah pengaturan dalam UU Kebidanan mendukung terwujudnya tujuan tersebut? Penelitian ini mencoba untuk melihat apakah asas tujuan yang jelas (beginsel van duidelijke doelstelling) sebagai asas materiil dalam pembentukan UU Kebidanan telah diwujudkan dalam perumusan norma-norma dalam UU Kebidanan, atau dengan kata lain apakah perumusan norma dalam UU Kebidanan mendukung terwujudnya tujuan dibentuknya UU Kebidanan. Penelitian ini spesifik melihat aspek pendidikan kebidanan sebagai titik awal dan titik sentral dalam peningkatan mutu bidan dan pelayanan kebidanan di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode review peraturan serta literatur terkait pengaturan pendidikan kebidanan di Indonesia. Adapun sebagai penelitian hukum normatif, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan peraturan perundang-undangan (statutory approach). Hasil dari penelitian mengindikasikan bahwa norma dalam UU Kebidanan, khususnya terkait pendidikan kebidanan, kontraproduktif dengan tujuan dibentuknya UU Kebidanan untuk meningkatkan mutu bidan dan pelayanan kebidanan di Indonesia.
Kompatibilitas Pengaturan Pendaftaran Tanah Terhadap Kompleksitas Keadaan Hukum Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten Dian Agung Wicaksono; Ananda Prima Yurista; Almonika Cindy Fatika Sari
BHUMI: Jurnal Agraria dan Pertanahan Vol. 6 No. 2 (2020): Bhumi: Jurnal Agraria dan Pertanahan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31292/bhumi.v6i2.411

Abstract

After the enactment of Law Number 13 of 2012 concerning Privileges of Special Region of Yogyakarta (Yogyakarta Act), there is an institutional strengthening of Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat and Kadipaten Pakualaman, one of which is in the form of privileges in the field of land. The Kasultanan and the Kadipaten in the Yogyakarta Act are declared as legal entities that are the subject of ownership rights to the land of the Kasultanan and Kadipaten with orders to register the ownership rights in the land agency and registration is carried out in accordance with statutory provisions. This research will focus on examining the compatibility of land registration provisions in registering ownership rights over the land of the Kasultanan and Kadipaten, with research questions: (1) How is the legal status of the land of the Kasultanan and Kadipaten? (2) How is the compatibility of land registration provisions in registering the land of the Kasultanan and Kadipaten? The research used juridical normative and explored the regulations and literature related to the specialty of Yogyakarta land and law of land in Indonesia. The results show the mapping of the legal status of the land of the Kasultanan and Kadipaten, accompanied by an analysis of the weakness compatibility of land registration provisions in carrying out the registration of the land of the Kasultanan and Kadipaten.Keywords: land registration, legal status, land of Kasultanan, land of KadipatenIntisari: Pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (UU KDIY), terdapat penguatan kelembagaan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman, salah satunya berupa urusan keistimewaan di bidang pertanahan. Kasultanan dan Kadipaten dalam UU KDIY dinyatakan sebagai badan hukum yang merupakan subjek hak yang mempunyai hak milik atas tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten dengan perintah untuk mendaftarkan hak milik tersebut pada lembaga pertanahan dan pendaftaran dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penulisan ini hanya akan berfokus pada meneliti kompatibilitas pengaturan pendaftaran tanah dalam melakukan pendaftaran hak milik atas tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten, dengan rumusan masalah: (1) Bagaimana keadaan hukum Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten pada hari ini? (2) Bagaimana kompatibilitas pengaturan pendaftaran tanah dalam melakukan pendaftaran Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten? Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan menggali data sekunder berupa peraturan perundang-undangan dan pustaka yang terkait dengan keistimewaan pertanahan Yogyakarta dan hukum pertanahan di Indonesia. Hasil dari penulisan ini menunjukkan bahwa pemetaan keadaan hukum Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten, disertai analisis lemahnya kompatibilitas pengaturan pendaftaran tanah dalam melakukan pendaftaran tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten.Kata Kunci: pendaftaran tanah, keadaan hukum, tanah kasultanan, tanah kadipaten
PENGATURAN HUKUM CAMBUK SEBAGAI BENTUK PIDANA DALAM QANUN JINAYAT Dian Agung Wicaksono; Ola Anisa Ayutama
Majalah Hukum Nasional Vol. 48 No. 1 (2018): Majalah Hukum Nasional Nomor 1 Tahun 2018
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/mhn.v48i1.111

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaturan hukum cambuk sebagai bentuk pidana dan menganalisis implikasi pengaturan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif namun dilengkapi dengan data primer berupa in depth interview. Kesimpulan dari penelitian ini pertama, pengaturan hukum cambuk sebagai bentuk pidana merupakan salah satu bentuk pembaharuan hukum pidana dengan mengadopsi khazanah hukum Islam ke dalam hukum positif di Indonesia. Konteks Indonesia, pengaturan mengenai cambuk sebagai ‘uqubat hudud dan ‘uqubat ta’zir tercantum dalam Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat yang di dalamnya memuat secara detail subjek hukum yang dapat dikenakan ‘uqubat cambuk dan tata cara pelaksanaan hukuman cambuk. Kedua, pengaturan hukum cambuk dalam Qanun Jinayat bukan semata membawa pembaharuan dalam konteks bentuk pidana, namun lebih jauh Pengaturan hukum cambuk juga membawa implikasi terhadap politik hukum pidana, hak asasi manusia, dan legislasi daerah.