Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Hak Masyarakat Adat atas Sumber Daya Alam: antara Doktrin Pembangunan dan Hukum Hak Asasi Manusia Internasional Buana, Mirza Satria
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 4, No 2 (2017): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (632.248 KB)

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk menganalisa korelasi nilai-nilai Hak Asasi Manusia dalam lingkup internasional maupun nasional dengan doktrin pembangunan kontemporer dalam konteks perlindungan hak masyarakat adat atas sumber daya alam. Apakah kedua doktrin tersebut dapat berjalan beriringan dan bagaimana produk hukum nasional merespon norma-norma Hak Asasi Manusia, lalu apa saja celah doktrinal yang dapat menghambat pemberdayaan masyarakat adat dan pemenuhan hak konstitutional mereka. Setidaknya terdapat tiga isu masyarakat adat yang dibahas dengan memakai perspektif normatif-doktrinal dari hukum Hak Asasi Manusia Internasional, yaitu: hak kepemilikan kolektif; hak untuk berpartisipasi; dan hak mengelola sumber daya alam. Ketiga isu ini juga dipakai sebagai parameter dalam menilai derajat perlindungan hak tersebut di Indonesia. Dalam ranah perundang-undangan, pemerintah perlu segera melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagai ikhtiar untuk mentransformasi nilai-nilai reformis dalam Putusan Mahkaman Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012. Diperlukan pula adanya Undang-Undang Perlindungan Hak Masyarakat Adat, yang diposisikan sebagai tandem Undang-Undang Desa dalam ranah desentralisasi, dan untuk melengkapi Undang-Undang sektoral Sumber Daya Alam. Undang-undang tersebut diharapkan dapat mengambil substansi Konvensi ILO 169 Tahun 1989 tentang Indigenous and Tribal Peoples dan juga substansi hak atas pembangunan dalam The Declaration on the Right to Development. Rights of Indigenous Peoples on Their Natural Resources: Analysis of Development Doctrine and International Human Rights Law AbstractThis paper analyzes human rights’ values both in international and national levels with a contemporary development doctrine, particularly with regard to the legal protection of indigenous peoples on their natural resources. This paper aims to answer several questions, as follows: do human rights and development doctrine compatible each other, how does national law respond to human rights’ norms, and what are doctrinal gaps that could hinder indigenous peoples to obtain their constitutional rights? This paper examines three crucial issues regarding to indigenous peoples’ rights on International human rights law: right of collective ownership, right to participate in development and right of self-determination on their natural resources. These three issues are also used as parameter to assess the protection of indigenous peoples’ rights on their natural resources in Indonesia. This paper concludes that in legislation, the government should holistically revise Law on Forestry in order to transform arguments of Constitutional Court Decision Number 35/PUU-X/2012. In regulation concerning human rights, the government should stipulate Law on the Protection of Indigenous Peoples, which aims to strengthen the implementation of Law on Village in decentralization setting. The Law should adopt several important norms on ILO Convention regarding Indigenous and Tribal Peoples in Independent Countries 1989.  Keywords: the rights of indigenous peoples, international human rights law, national human rights law, development, natural resources. DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v4n2.a7
Optimalisasi Aset Bangunan Daerah Sebagai Upaya Efisiensi Penggunaan Anggaran Sekaligus Untuk Meningkatkan Pendapatan Daerah Dewantara*, Dwian Abdi; Anwary, Ichsan; Buana, Mirza Satria
JIM: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Sejarah Vol 8, No 3 (2023): Juni, socio-economics, community law, cultural history and social issues
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jimps.v8i3.25308

Abstract

Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah Pasal 1 Ayat 3 berbunyi “Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah”.  Merujuk pada latar belakang dan fokus penelitian yang diambil, penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris atau penelitian hukum sosiologis yaitu penelitian hukum yang memperoleh data dari sumber data primer. Aset daerah mempunyai kontribusi yang sangat besar terhadap penyelenggaraan otonomi daerah apabila dapat dilakukan pengelolaan secara optimal. Salah satu bentuk optimalisasi pengelolaan aset daerah adalah dalam segi pemanfaatan aset sehingga akan memberikan penilaian yang besar terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk menunjang penyelenggaraan otonomi daerah. Kendala yang timbul dalam pengelolaan aset daerah antara lain adalah ketidak tertiban dalam pengelolaan data aset sehingga berimplikasi pada kurangnya optimalisasi pemanfaatan dan pengelolaan aset karena tidak diperolehnya nilai kemanfaatan yang seimbang dengan nilai intrinsik potensi yang terkandung dalam aset itu sendiri. Oleh karena itu diperlukan sistem manajemen aset dari mulai perencanaan, pemanfaatan, evaluasi dan monitoring terhadap aset daerah. Dari hasil wawancara memang ada beberapa Kendala pada pengelolaan aset gedung dan/atau bangunan serta aset-aset pada Dinas Pemuda Dan Olahraga Kabupaten Kotawaringin Timur, serta pemerintah dan dinas terkait sudah dan sedang berupaya untuk mengoptimalkan aset-aset tersebut walaupun masih banyak mengalami kesulitan-kesulitan yang dihadapi, dan juga pemerintahan sekarang juga sudah mengikuti perkembangan zaman yaitu dengan cara membuat aplikasi informasi SIPORAKOTIM, agar lebih mudah kedepannya.
Harga Jual Beli dalam Akta Jual Beli (Ajb) Dikaitkan dengan Pajak Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) Fitriady, Erwan; Effendy, Mohammad; Buana, Mirza Satria
Notary Law Journal Vol. 2 No. 3 (2023): July-September
Publisher : Program Studi Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32801/nolaj.v2i3.44

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara mendalam mengenai keabsahan dari verifikasi harga jual beli tanah oleh pemerintah daerah, dimana pemerintah daerah membuat suatu verifikasi atas harga jual beli yang menyimpangi ketentuan dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, antara lain tentang kewenangan yang diberikan oleh undang-undang bagi pemerintah daerah, serta dampak verifikasi tersebut terhadap berbagai hal. Hal ini kemudian cukup menarik untuk diteliti dan dianalisis lebih jauh. Penelitian ini sendiri merupakan penelitian normatif, dan dilakukan melalui pendekatan undang-undang serta pendekatan konseptual. Penelitian ini bersifat preskriptif analitis, dan data penelitian berupa data primer dan sekunder, sehingga metode pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi dokumen, sedangkan analisisnya dilakukan dengan logika deduktif dan kemudian dibuat suatu interpretasi terhadap aturan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian tersebut kemmudian ditarik sebuah kesimpulan, yang pertma, bahwa jual beli tanah dengan harga dibawah NJOP adalah tetap sah berdasarkan undang-undang, serta tidak bertentangan dengan asas konsensualisme dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Kedua, terkait dengan wewenang yang diberikan oleh Undang-undang kepada pemerintah daerah terkait dengan pajak dan retribusi daerah, tidak ditemukan aturan manapun yang menjadi dasa bagi pemerintah daerah dalam menerapkan maupun menjalankan verifikasi terhadap harga jual tersebut.
Menggagas Pengawasan Badan Perwakilan dalam Kabinet Presidensial: Perspektif Perbandingan Hukum Buana, Mirza Satria
Undang: Jurnal Hukum Vol. 6 No. 2 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/ujh.6.2.385-413

Abstract

This article analyses the controlling function of external institution toward government cabinet, under the light of checks and balances principles. This article believes that a professional controlling mechanism conducted by the DPR and DPD would create a more responsible government cabinet. The effectiveness of cabinet is determined by both internal and external control mechanism. This article uses ius constituendum approach to consider the possibility to selectively transplant the Westminster’s government accountability mechanism. The discourse is whether or not it can be adopted within Presidential system. This article also considers an ideal design for the DPR and DPD to control government cabinet. In order to analyses these issues, this article uses legal method in accompanying with comparative approach. This article concludes that, theoretically, presidential system of government also aims to a responsible government. Therefore, control to government cabinet is democratically acceptable. In the perspective of ius constituendum, this essay offers a selective-legal transplant in constructing a shadow cabinet aiming to critically control and question government cabinet (ministers), especially regarding their policies and internal regulations. Specifically on internal regulations, shadow cabinet could potentially initiate a progressive mechanism, namely Post-Legislative Scrutiny (PLS) to review ministerial regulations. Abstrak Artikel ini menganalisa fungsi pengawasan kinerja kabinet oleh organ eksternal dalam bingkai checks and balances. Dengan hadir dan efektifnya relasi pengawasan yang profesional-konstruktif oleh DPR dan DPD, kerja kabinet menjadi lebih akuntabel dan efektif. Efektivitas kabinet presidensial ditentukan oleh baik atau tidaknya sistem pengawasan internal maupun eksternal dalam sistem pemerintahan. Artikel ini mengedepankan pendekatan ius constituendum dengan mencermati praktik baik (good practice) sistem akuntabilitas pemerintahan Westminster. Diskursus yang diketengahkan adalah: apakah sistem akuntabilitas Westminster dapat ditransplatasi secara selektif dengan sistem Presidensial di Indonesia? Kemudian artikel ini menimbang desain relasi pengawasan DPR dan DPD terhadap kabinet pemerintahan. Guna menganalisa secara komprehensif, artikel ini menggunakan metode hukum normatif dengan pendekatan perbandingan hukum. Artikel ini berkesimpulan bahwa secara teoretis, sistem pemerintahan presidensial berorientasi pada tujuan pemerintahan yang bertanggung-jawab (responsible government), sehingga pengawasan menteri-menteri kabinet oleh lembaga legislatif adalah sebuah mekanisme yang demokratis. Dalam perspektif ius constituendum, artikel ini menawarkan transplantasi-selektif terhadap mekanisme kabinet bayangan atau shadow cabinet, dengan fokus pengawasan terhadap tindakan dan kebijakan eksekutorial menteri-menteri. Lebih spesifik terkait produk perundang-undangan kementerian, ‘kabinet bayangan’ dapat berperan konstruktif dengan melakukan post-legislative scrutiny (PLS) terhadap produk-produk perundang-undangan.
Pemberdayaan Perempuan dalam Restorasi Keadilan Melalui Pelatihan Mediasi di Wadah Babaikan, Kecamatan Rantau Badauh: Women's Empowerment in Justice Restoration Through Mediation Training at Wadah Babaikan, Rantau Badauh District Utami, Suci; Hanifah, Lena; Erlina, Erlina; Erniyati, Tiya; Buana, Mirza Satria; Firdaus, Muhammad Ananta; Ristiawati, Risni; Tajmila, Tajmila; Hildayanti, Hana
PengabdianMu: Jurnal Ilmiah Pengabdian kepada Masyarakat Vol. 10 No. 4 (2025): PengabdianMu: Jurnal Ilmiah Pengabdian kepada Masyarakat
Publisher : Institute for Research and Community Services Universitas Muhammadiyah Palangkaraya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33084/pengabdianmu.v10i4.9054

Abstract

The gender role gap in the justice restoration process is an urgent issue that needs attention, especially in the framework of women's empowerment. Restorative justice centers on repairing relationships and restoring social balance after violations or injustices. However, in practice, especially in the Restorative Justice House of Wadah Babaikan, Rantau Badauh District, Barito Kuala Regency, South Kalimantan, women often face significant obstacles that hinder their full participation in this process. These obstacles include the low knowledge of human resources about Restorative Justice/Mediation as an alternative to dispute resolution, which impacts women's confidence and institutions in increasing the role of women in resolving legal cases peacefully, so intervention is needed to improve competence. The method used in this activity is a workshop on mediation, law, and techniques in conflict reconciliation. This workshop had a significant impact on improving the competence of resolving legal issues in their respective villages in the administrative area, as seen in the results of the post-test that knowledge and understanding related to the resolution of legal problems through mediation increased and built the confidence and competence/ability of village women in Rantau Badauh District to behave and behave in involvement during the justice restoration process in their respective areas.
The Ius Constituendum of an Equitable Dispute Resolution Mechanism for Constitutional Complaints Kristian, Kristian; Mujhad, M. Hadin; Murhaini, Suriansyah; Buana, Mirza Satria
Journal of Progressive Law and Legal Studies Том 3 № 02 (2025): Journal of Progressive Law and Legal Studies
Publisher : PT. Riset Press International

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59653/jplls.v3i02.1658

Abstract

The settlement of constitutional complaint disputes represents a legal mechanism that may be undertaken by a branch of judicial power, such as the Constitutional Court (Mahkamah Konstitusi). This mechanism is intended to ensure the upholding of the law and the protection of citizens' constitutional rights. This mechanism has long been implemented in several countries—such as South Korea, Germany, and Thailand. However, in Indonesia, no legal framework currently governs constitutional complaints. The absence of such regulation has resulted in the lack of a legal mechanism for resolving cases involving violations of constitutional rights. This article examines two key aspects: first, the theory and practice of constitutional complaint dispute resolution, and second, the ius constituendum regarding constitutional complaint resolution in Indonesia. The study highlights the necessity of comprehensive regulation to ensure legal certainty and justice within the Indonesian legal system. The research adopts a normative juridical method, using statutory, case-based, conceptual, and comparative approaches.