Ardilasunu Wicaksono
Departemen Ilmu Penyakit Hewan Dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680

Published : 24 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 24 Documents
Search

Distribusi Skabies pada Peternakan Sapi Potong di Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan Nuriski, Meisi; Wicaksono, Ardilasunu; Basri, Chaerul
Jurnal Ilmu Peternakan dan Veteriner Tropis (Journal of Tropical Animal and Veterinary Science) Vol 10 No 2 (2020): Jurnal Ilmu Peternakan dan Veteriner Tropis (Journal of Tropical Animal and Vete
Publisher : Fakultas Peternakan Universitas Papua

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46549/jipvet.v10i2.97

Abstract

Abstract Beef cattle farms in Barru district are susceptible to various diseases, including scabies. This study aims to analyze data about the distribution of disease temporally by measuring the spreading speed, and spatially by mapping risk areas for scabies over the past three years. The data of this study was collected using the records from Dinas Peternakan and conducting interviews using structured questionnaires. This research was a descriptive study by measuring the incidence rate and describing the risk map using geographic information system (GIS). The results of this study indicate that, based on the incidence rate, the average distribution rate of scabies in beef cattle in Barru is 13 cases per 10.000 head/year. This incidence rate always increases every year. Furthermore, the highest incidence of the disease occurs in Mallusetasi with an incidence rate of 35 cases per 10 000 head/year. The three areas that are classified as high risk are Mallusetasi, Tanete Riaja, and Barru. Control measures that have been carried out were not successful to reduce the spread of the disease. Keywords : Beef cattle; Distribution; Incidence rate; Risk; Scabies Abstrak Peternakan sapi potong di Kabupaten Barru rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk skabies. Penelitian ini bertujuan menganalisis data distribusi kejadian penyakit secara temporal dengan mengukur kecepatan penyebaran, dan secara spasial dengan memetakan wilayah berisiko skabies selama tiga tahun terakhir. Data dalam penelitian ini menggunakan rekapan dari Dinas Peternakan dan wawancara mendalam menggunakan kuesioner terstruktur. Penelitian ini mengunakan metode deskriptif dengan mengukur incidence rate dan menggambarkan peta risiko menggunakan geographic information system (GIS). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan incidence rate, kecepatan rata-rata penyebaran skabies pada sapi potong di Kabupaten Barru sebesar 13 kasus per 10000 ekor—tahun. Nilai incidence rate tersebut selalu meningkat setiap tahunnya. Kejadian penyakit paling tinggi terjadi di kecamatan Mallusetasi dengan incidence rate sebesar 35 kasus per 10000 ekor—tahun. Terdapat 2 wilayah yang tergolong ke dalam risiko tinggi, yaitu Kecamatan Mallusetasi dan Kecamatan Tanete Riaja. Tindakan pengendalian yang telah dilakukan belum berhasil dalam mengurangi kecepatan penyebaran penyakit. Kata kunci: Sapi potong; Incidence rate; Penyebaran; Risiko; Skabies
Kejadian Kasus Penyakit Newcastle di Peternakan Ayam Buras di Kabupaten Barru Winni Gusri Susanti; Ardilasunu Wicaksono; Chaerul Basri
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia Vol. 26 No. 3 (2021): Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18343/jipi.26.3.379

Abstract

Penyakit Newcastle Newcastle disease (ND) merupakan penyakit virus pada ayam yang sangat menular dengan tingkat kematian yang tinggi. Kerugian ekonomi yang disebabkan oleh ND adalah kematian ayam dan menurunnya produksi telur pada ayam petelur. Penelitian ini bertujuan menganalisis data distribusi penyakit dengan mengukur kecepatan penyebaran penyakit serta menggambarkan distribusi penyakit secara spasial melalui pemetaan risiko kejadian ND pada peternakan ayam buras di Kabupaten Barru. Data diperoleh dari catatan kasus ND milik dinas terkait dan wawancara menggunakan kuesioner terstruktur. Data dianalisis dengan menghitung tingkat insidensi dan menggambarkan peta risiko menggunakan sistem informasi geografi. Berdasarkan tingkat insidensi, kecepatan rata-rata penyebaran ND pada ayam buras di Kabupaten Barru adalah 13 kasus per 100.000 ekor-tahun. Kejadian penyakit paling tinggi terjadi di Kecamatan Soppeng Riaja dengan tingkat insidensi 14 kasus per 100.000 ekor-tahun, sedangkan tidak ada kejadian di Kecamatan Tanete Riaja. Wilayah berisiko tinggi adalah Kecamatan Soppeng Riaja sehingga langkah-langkah pengendalian perlu lebih ditekankan di wilayah tersebut. Kata kunci: penyakit Newcastle, tingkat insidensi, pemetaan risiko ayam buras, Kabupaten Barru
Seroprevalensi dan Faktor Risiko Rabies pada Anjing di Daerah Endemis Kabupaten Sukabumi Ardilasunu Wicaksono; Abdul Zahid; Etih Sudarnika; Dordia Anindita Rotinsulu; Denny Widaya Lukman; Sri Murtini; Yusuf Ridwan
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia Vol. 26 No. 3 (2021): Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18343/jipi.26.3.436

Abstract

Sukabumi District is reported to date as an endemic rabies area in West Java Province. In supporting the rabies control programs, the occurrence of rabies needs to be determined to decrease the number of cases. This research aims to determine the seroprevalence of rabies and identify the risk factors associated with rabies in the district. The research was conducted in Jampang Tengah and Cisolok sub-districts with positive rabies cases on dogs and humans. The blood samples were taken from 191 selected dogs using simple random sampling. Rabies antibody titer was measured using ELISA, and the risk factor was identified using selected dogs’ data classified into intrinsic and extrinsic characteristics. Data were analyzed using the chi-square test and the calculation of the odds ratio. The results showed that the seroprevalence of rabies was 7.9% (4.9-10.9%). The average antibody titer was 0.23 EU with a minimum value of 0.03 EU and a maximum of 0.96 EU. Thus, as high as 7.8% of the population showed rabies seropositivity from the unvaccinated dogs, while among the vaccinated dogs, only 8.0% of the population with rabies protective antibody titer. The significant risk factor of rabies seroprevalence is the typology of raising area (p = 0.003), revealing that the dogs raised in the coastal area had the odds of 5.8 (1.6-21.2) higher to get the rabies seropositivity than the dogs raised in the highland area. Keywords: antibody titre, dogs, rabies, risk factor, seroprevalence
Prevalensi Mastitis Subklinis dan Evaluasi Mikrobiologis Susu Peternakan Rakyat di Boyolali Ardilasunu Wicaksono; Mirnawati Sudarwanto
Acta VETERINARIA Indonesiana Vol. 4 No. 2 (2016): Juli 2016
Publisher : IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (158.142 KB) | DOI: 10.29244/avi.4.2.51-56

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur prevalensi mastitis subklinis dan mengevaluasi kualitas mikrobiologis susu di peternakan rakyat Kabupaten Boyolali. Metode pengukuran prevalensi dilakukan dengan memilih sebanyak 130 ekor sapi sebagai sampel individu menggunakan penarikan contoh acak sederhana, sementara evaluasi mikrobiologis susu dilakukan pada 22 peternakan model yang telah diberikan penyuluhan dan pendampingan terkait praktik higiene dan sanitasi pemerahan. Uji diagnostik mastitis subklinis dilakukan dengan reagen IPB-1 mastitis test dan perhitungan jumlah kuman dengan total plate count (TPC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi mastitis subklinis di peternakan rakyat kabupaten Boyolali masih tinggi yaitu 65% (57-74%). Dari hasil tersebut, 72 sampel (55%) positif satu (+) dan 13 sampel (10%) positif dua (++) uji mastitis subklinis. Disamping itu dari hasil evaluasi mikrobiologis setelah dilakukan penyuluhan, 95,5% sampel susu memiliki jumlah total kuman di bawah standar SNI yaitu 1,0 x 106 cfu/ml dan hanya terdapat satu peternak (4,5%) yang memiliki TPC sebesar 4,4 x 106 cfu/ml. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa prevalensi mastitis subklinis masih sangat tinggi dan perlu dilakukan penyuluhan kepada peternak sehingga dapat meningkatkan kesadaran untuk menerapkan praktik higiene dan sanitasi.
Prevalensi dan Faktor Risiko Infeksi Hookworm Zoonotik Pasca Pemberian Anthelmintik pada Anjing Ardilasunu Wicaksono; Yusuf Ridwan; Ridi Arif
Acta VETERINARIA Indonesiana Vol. 7 No. 2 (2019): Juli 2019
Publisher : IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (652.478 KB) | DOI: 10.29244/avi.7.2.26-32

Abstract

Infeksi hookworm pada anjing menjadi masalah penting baik ditinjau dari sisi kesehatan hewan maupun sisi kesehatan masyarakat karena seluruh spesies hookworm pada anjing memiliki potensi zoonosis. Infeksi hookworm merupakan kejadian endemis di wilayah Asia Tenggara dan prevalensi kejadiannya di Provinsi Jawa Barat mencapai 92.5%. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur prevalensi infeksi hookworm pasca pemberian anthelmentik pada anjing dan untuk mengidentifikasi faktor risiko yang memengaruhi kejadiannya. Prevalensi diukur setelah 3 bulan dilakukannya pengobatan kecacingan massal pada anjing di wilayah Kabupaten Sukabumi. Penelitian ini merupakan kajian lintas seksional dengan mengambil 100 sampel feses anjing untuk mengamati keberadaan telur hookworm menggunakan metode flotasi sederhana dan melakukan wawancara kepada pemilik anjing untuk menhidentifikasi faktor risiko. Data penelitian dianalisis secara deskriptif dan analitis menggunakan Uji Chi Square dan menghitung odds ratio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi infeksi hookworm setelah pemberian anthelmentik masih sebesar 21.0% (SK 95%: 14.2– 30.0%). Infeksi pada anjing muda (12%) lebih tinggi dari anjing dewasa (9.0%), anjing berburu (14.0%) lebih tinggi dari anjing penjaga (7.0%), area pegunungan (17.0%) lebih tinggi dari pesisir pantai (4.0%), dan kontak dengan anjing liar (20.4%) lebih tinggi dari tidak ada kontak (2.0%). Faktor yang signifikan memengaruhi kejadian infeksi hookworm adalah topografi wilayah pemeliharaan (X2=4.448, p=0.035) yang mana anjing yang dipelihara di area pegunungan memiliki kemungkinan terinfeksi 3.381 (SK 95% : 1.043–10.960) kali dibandingkan area pesisir pantai. Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan anthelmentik masih belum dapat memberantas infeksi hookworm dikarenakan beberapa faktor dan faktor risiko yang paling berpengaruh adalah topografi lingkungan pemeliharaan anjing.
Seroprevalensi Rabies Pascavaksinasi pada Populasi Anjing di Kawasan Endemik Rabies di Kabupaten Sukabumi Sri Murtini; Dordia Anindita Rotinsulu; Yusuf Ridwan; Denny Widaya Lukman; Abdul Zahid; Ardilasunu Wicaksono; Usamah Afiff; Asah Hilaliah; Risqika Akla Velayati; Etih Sudarnika; Koekoeh Santoso; Agus Wijaya
Acta VETERINARIA Indonesiana Vol. 10 No. 1 (2022): Maret 2022
Publisher : IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/avi.10.1.87-95

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi hasil vaksinasi rabies dan membandingkan kenaikan titer antibodi yang terbentuk di Kecamatan Cisolok dan Jampang Tengah sebagai Kawasan endemik rabies Kabupaten Sukabumi dan mengasosiasikan titer antibodi yang terbentuk dengan umur, jenis kelamin, dan cara pemeliharaan anjing yang diperiksa . Sebanyak 211 anjing diamati pada studi ini. Sampel serum prevaksinasi dan pascavaksinasi diambil dan selanjutnya diuji dengan uji ELISA tidak langsung untuk mengetahui titer antibodinya. Data titer antibodi dari masing-masing sampel dianalisis secara deskriptif, sedangkan asosiasi umur, jenis kelamin, dan cara pemeliharaan dengan titer antibodi yang terbentuk pascavaksinasi dihitung menggunakan uji chi-square. Hasil pengujian menunjukkan seroprevalensi rabies di Kecamatan Cisolok dan Jampang Tengah sebelum vaksinasi adalah 17,3% dan 2,6% dengan titer 0,58 EU/mL dan 0,55 EU/mL, sedangkan seroprevalensi setelah vaksinasi menjadi 62,5% dan 93% dengan titer 1,29 EU/mL dan 1,33 EU/mL. Variabel umur, jenis kelamin, dan cara pemeliharaan tidak berasosiasi nyata dengan peningkatan titer antibodi rabies setelah vaksinasi. Hasil studi menyimpulkan bahwa seroprevalensi rabies di kawasan endemik rabies di Kabupaten Sukabumi meningkat setelah dilakukan vaksinasi dari sebelumnya 11% menjadi 75,8%, dengan nilai peningkatan titer (Δ titer) sebesar 1,09 EU/mL.
Perlakuan Celup Puting setelah Pemerahan terhadap Keberadaan Bakteri Patogen, Staphylococcus aureus, Streptococcus agalactiae, dan E. coli pada Sapi Perah Penderita Mastitis Subklinis di Peternakan KUNAK Bogor Herwin Pisestyani; Etih Sudarnika; Rachmi Ramadhanita; Abdul Zahid Ilyas; Chaerul Basri; Ardilasunu Wicaksono; Arifin Budiman Nugraha; Mirnawati B Sudarwanto1
Jurnal Sain Veteriner Vol 35, No 1 (2017): Juni
Publisher : Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan PB PDHI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (900.728 KB) | DOI: 10.22146/jsv.29293

Abstract

Mastitis is udder inflammation that can be caused by the entry of pathogenic bacteria through the teat. One of the treatments that can prevent bacteria infection is teat dipping. This research was aimed to identify the effectof teat dipping after milking to the presence of pathogenic bacteria that cause subclinical mastitis (Staphylococcus aureus, Streptococcus agalactiae, and Escherichia coli) and the presence of pathogenic bacteria that cause subclinicalmastitis by quarter of udder. Milk samples were taken from normal lactation period of dairy cows, clinically healthy, and positive subclinical mastitis status when the intervention was applied. Sixty seven samples of quarters from 18dairy cows were identified to the presence of pathogenic bacteria that cause subclinical mastitis before teat dipping and at 1st, 2nd, and 3rd months after teat dipping. Identification of the presence of pathogenic bacteria was done byculturing samples on selective agar media. The presence of common pathogenic bacteria, Staphylococcus aureus, and Escherichia coli decreased significantly after teat dipping, while Streptococcus agalactiae and other pathogenicbacteria did not decrease significantly. The presence of pathogenic bacteria based on the quarter of udder did not show the significance difference. Application of teat dipping after milking was able to decrease the presence ofpathogenic bacteria that cause subclinical mastitis.
Kondisi Biosekuriti Tempat Penjualan Burung Terkait Avian Influenza di Wilayah Jakarta Ardilasunu Wicaksono; Etih Sudarnika; Chaerul Basri
Jurnal Sain Veteriner Vol 35, No 2 (2017): Desember
Publisher : Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan PB PDHI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7757.027 KB) | DOI: 10.22146/jsv.34701

Abstract

The aims of this study were to identify biosecurity condition and to analyse the relation of bird vendors characteristics toward biosecurity practices and biosecurity condition related to Avian influenza in Jakarta bird markets.  Data were collected from four bird markets in Jakarta using randomly interview method of 75 respondents and observe the biosecurity practices in bird markets. Data were analysed using chi-square test and gamma test to analyse the relation between bird vendors’ characteristics and biosecurity condition. The result showed that 69,3% of bird vendors did the biosecurity practice in moderate level and only 10,7% did it well, meanwhile, most of bird kiosks (53,5%)  in Jakarta got the poor category of biosecurity level. Beside that, bird vendors’ characteristics which has the significant relation (p<0,05) were age (p=0,003), education level (p=0,007), training (p=0,047), knowledge (p=0,000) and attitude (p=0,000) toward biosecurity condition related to Avian influenza in Jakarta bird markets. 
Role of Teat Dipping After Milking for Subclinical Mastitis Control and Improving Production of Dairy Cow Ardilasunu Wicaksono; Etih Sudarnika; Herwin Pisestyani; Mirnawati Sudarwanto; Abdul Zahid; Arifin Budiman Nugraha; Muhammad Pauzi Lubis; Iccha Pradipta Patsiwi
Buletin Peternakan Vol 43, No 2 (2019): BULETIN PETERNAKAN VOL. 43 (2) MAY 2019
Publisher : Faculty of Animal Science, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21059/buletinpeternak.v43i2.30380

Abstract

This study was aimed to compare somatic cell count and milk production on dairy cattle after teat dipping post milking application. Samples collected from total of 121 quarters of dairy cattle in normal lactation period and identified as infected by subclinical mastitis. Subclinical mastitis examination was done by IPB Test Mastitis Test, somatic cell count calculation was done by Breed Method, and observation of milk production was done by calculating milk volume per quarter. Observations were performed during normal lactation periods of 12 weeks. Data were analyzed statistically using Mann-Whitney Test and unpaired t-test. The results showed that the number of somatic cells count in the treatment group with post milking teat dipping application was lower than in the control group and significantly different at week 11 (p = 0.039). Furthermore, the volume of milk production in the treatment group was higher than in the control group and significantly different in almost all weeks of observation (p<0.05). It was showed that post milking teat dipping application can prevent subclinical mastitis infection effectively, seen from low somatic cell count (below 400.000 cells/ml) and can maintain optimum milk production. So that, this application can increase the economic benefits for dairy farmers.
Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Pemilik Anjing Terkait Rabies di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (KNOWLEDGE, ATTITUDE, AND PRACTICE STUDY OF DOG OWNERS RELATED TO RABIES IN SUKABUMI DISTRIC, WEST JAVA) Ardilasunu Wicaksono; Abdul Zahid Ilyas; Etih Sudarnika; Denny Widaya Lukman; Yusuf Ridwan
Jurnal Veteriner Vol 19 No 2 (2018)
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University and Published in collaboration with the Indonesia Veterinarian Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (107.73 KB) | DOI: 10.19087/jveteriner.2018.19.2.230

Abstract

Sukabumi District is one of the districts in West Java Province that has not been rabies-free since there are still reported rabies dog bites and rabies-positive cases in humans. The aim of the study was to measure the knowledge, attitude and practice of dog’s owner towards rabies which will then be useful for designing the appropriate rabies control programs. A total of 141 dog owners were selected as samples/ respondents. Respondents were taken from two sub-districts in Sukabumi District, which were 66 people from Jampang Tengah Sub-district and 75 people from Cisolok Sub-district. The data were taken using structured questionnaire. The result showed that most of respondent’s level of knowledge (51.1%) was in moderate category, meanwhile the respondent’s level of attitude related to rabies control program mostly (69.5%) was in positive category. But the positive attitude was not reflected with their practice towards rabies control program which many of them (63.1%) was in bad category of rabies control practices. From analytical result showed that only one characteristic variablewhich was the information access about rabies that had significant correlation (c2=9.959, p=0.006) towards respondent’s level of knowledge. Furthermore, another result showed that there was a significant relationship between knowledge variable with respondent’s attitude level (p= 0.000, r= 0.275).