Claim Missing Document
Check
Articles

Found 32 Documents
Search

Pengadaan Tanah Jalur Kereta Api Bandara Adi Soemarmo-Solo Balapan: Kebijakan Konservasi Vs Pembangunan Infrastruktur Tri Idawijayanti; Retno Widodo Dwi Pramono
BHUMI: Jurnal Agraria dan Pertanahan Vol. 7 No. 2 (2021): Bhumi: Jurnal Agraria dan Pertanahan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31292/bhumi.v7i2.484

Abstract

Abstract: Dilemmas and conflicts frequently arise during public policy-making. For instance, those occurring between the Policy for the Protection of Sustainable Food Agricultural Land (PLP2B) and land acquisition for development in the public interest (PTPKU). The former aims to preserve agricultural land, whereas the latter ensures absolute land provision for infrastructure and facility development in the public interest. The purpose of this study is to describe the policy conflicts that exist between the PLP2B policy and the PTPKU policy. A qualitative approach is used to conduct this research with a case study design using content analysis. Apart from documents, data triangulation is also conducted through interviews with multiple parties involved in decision-making and through observation and documentation of field conditions. Although both are in the public interest, the study's findings indicate that conservation is inferior to infrastructure development. The process of nullifying conservation implementation goes through a series of steps that emerge at each stage of land acquisition justification. Key words: Boyolali-Indonesia, LP2B, Land Acquisition, Policy Conflicts, Spatial Planning   Intisari: Dilema dan konflik sering terjadi dalam pengambilan kebijakan publik. Sebagai contoh yaitu antara kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) dan kebijakan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum (PTPKU). Kebjiakan PLP2B bertujuan untuk mempertahankan tanah pertanian, sedangkan kebijakan PTPKU menjamin penyediaan lahan secara mutlak bagi pembangunan infrastruktur atau fasilitas bagi kepentingan publik. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan konflik pada dua contoh kebijakan di atas. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan desain studi kasus menggunakan konten analisis (content analysis). Selain berdasar dokumen, dilakukan juga trianggulasi dalam penggunaan data, yaitu dengan wawancara terhadap beberapa pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan, serta observasi dan dokumentasi kondisi lapangan. Dari hasil penelitian tergambar bahwa meski sama-sama sebagai kepentingan umum, kebijakan pelestarian pertanian kalah dengan kepentingan umum pembangunan infrastruktur. Proses pembatalan ketetapan pelestarian terjadi melalui berbagai tahap yang ada pada setiap tahap justifikasi pelaksanaan pengadaan tanah. Kata Kunci: Konflik kebijakan, Tata Ruang, LP2B, Pengadaan Tanah, Boyolali-Indonesia
Peran elemen fisik kota dalam pembentukan citra sebagai kota kreatif Edy Abdurrahman Syahrir; Retno Widodo Dwi Pramono
ARTEKS : Jurnal Teknik Arsitektur Vol 6 No 3 (2021): ARTEKS : Jurnal Teknik Arsitektur | September 2021 ~ Desember 2021
Publisher : Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Katolik Widya Mandira

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30822/arteks.v6i3.876

Abstract

Several creative cities aim at becoming tourist destinations, due to the support of physical elements supported by visual identity. Furthermore, due to the low number of tourist visits, most cities have optimally embraced creativity during development, thereby making it a driving force for its citizens' welfare. Therefore, this research aims to identify the physical elements as associated with the image formation of Pekalongan City based on the assessments of residents and visitors. This is a deductive research with the quantitative and qualitative method used for analysis and data were obtained from primary and secondary sources. Primary data were collected through observation, questionnaires, and interviews, while secondary were obtained from literature studies and content searches on the internet. The results showed that the design of a city's physical element through cultural works and folk arts, create unique attributes that attract tourists. Furthermore, these results are expected to encourage city planners and designers to help city managers to understand the importance and uniqueness of visual image for branding formation in an effort to strengthen its competitiveness and attract tourists.
Potensi Klaster Industri Furniture dari Kayu di Wilayah Subosukawonosraten Rina Wulandari; Retno Widodo Dwi Pramono; Widyasari Her Nugrahandika
Region : Jurnal Pembangunan Wilayah dan Perencanaan Partisipatif Vol 13, No 1 (2018)
Publisher : Regional Development Information Center, Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/region.v13i1.15336

Abstract

Industrial cluster concept has become a policy reference for regional economic development in various countries. Industrial clusters are defined as the geographic proximity of firms that are interconnected with each other with related institutions in a particular field, linked by commonalities and complementarities. Reflecting on the success of several developed and developing countries successfully developing industrial clusters, the Government of Indonesia sets an industry cluster approach to enhance competitiveness and accelerate economic development as set forth in Peta Panduan Pengembangan Klaster Industri Prioritas Tahun 2010-2014. Nevertheless, industrial cluster concept is a multidimensional and complex. In many discussions, industrial cluster concepts assessed without regard to the scientific components contained therein, leading to the failure of implementation this concept. Empirically, in Indonesia, the industry is dominated by SMEs naturally agglomerate, while theoretically, industrial agglomeration is an embryo of an industrial cluster. Therefore, researcher is interested to identify the potential clusters of the case of wooden furniture industry in Subosukawonosraten based on the spatial distribution of the industry. The method in this study using case study method which consist Average Nearest Neighbor analysis to identify industrial agglomeration and continued with descriptive qualitative analysis techniques. Industrial agglomeration through several phase to be ideal industrial cluster. There are four agglomeration of wooden furniture industry which potentially develop into cluster in Subosukawonosraten. Agglomeration of wooden furniture industry in Sragen, Boyolali, and Karanganyar is the most potential to develop into cluster compared to others. That is industrial agglomeration which is in phase closest to ideal industrial cluster seen based on agglomeration size, type of actor, collaboration between actors, and market area.
Faktor Dominan yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan Minapolitan di Desa Gondosuli Arumingtyas Septi Ristiana; Retno Widodo Dwi Pramono
REKA RUANG Vol 3 No 2 (2020): Reka Ruang
Publisher : Institut Teknologi Nasional Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33579/rkr.v3i2.2122

Abstract

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan perdesaan salah satunya dapat diimplemantasikan dalam pengembangan kawasan minapolitan. Kawasan minapolitan di Desa Gondosuli tergolong kawasan yang memiliki potensi besar di bidang perikanan budidaya. Keberhasilan program minapolitan di Desa Gondosuli tentunya tidak bisa terlepas dari partisipasi masyarakat. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat yaitu faktor internal dan eksternal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor dominan yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan minapolitan di Desa Gondosuli. Metode yang digunakan adalah menggunakan deduktif dengan analisis deskriptif kuantitatif guna untuk mengetahui hubungan antar setiap faktor terhadap tingkat partisipasi masyarakat. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dan observasi lapangan. Hasil akhir penelitian menyatakan bahwa derajat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan minapolitan masuk dalam katagori kekuasaan warga. Hal ini berarti bahwa masyarakat memiliki peran yang lebih besar dibandingkan dengan pemerintah. Sedangkan untuk faktor dominan yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam penyuluhan yaitu keterkaitan organisasi luar, faktor dominan yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan kawasan minapolitan yaitu usia, lama tinggal dan keterkaitan dengan oraganisasi luar dan faktor dominan yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan kawasan minapolitan yaitu jenis kelamin dan keterkaitan dengan organisasi luar.
Evaluasi Ketimpangan Wilayah di Kabupaten Berau dengan Pendekatan Kapabilitas Dwi Fitrianingsih; Retno Widodo Dwi Pramono
JSHP : Jurnal Sosial Humaniora dan Pendidikan Vol 5, No 2 (2021): JSHP (Jurnal Sosial Humaniora dan Pendidikan)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Politeknik Negeri Balikpapan.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32487/jshp.v5i2.1169

Abstract

Development in Indonesia is carried out as an effort to improve the welfare of the community in rural areas and urban areas. But in reality, there are still disparities between rural and urban areas. In the framework of livelihood capital, the inequality between rural and urban areas is not only assessed as a condition of the wide gap between the economic conditions of people in rural areas and people in urban areas, but also seen from the state of not optimal community capability in improving welfare and supporting a decent living for all levels of society . For this reason, a study was conducted that aims to identify the capabilities of the people in rural and urban areas. This study uses descriptive statistical analysis method, with the results showing that the asset components that need to be prioritized for development are assets that form the factors of Economic Institutional Assets (EIA) and Public Tangible Assets (PTA).Keywords: Urban, Rural, Inequality, CapabilitiesABSTRAKPembangunan di Indonesia diwarnai permasalahan ketimpangan antar wilayah, baik ketimpangan antara perkotaan dengan perdesaan, antarprovinsi, antarkabupaten, serta antara bagian wilayah dalam satu kabupaten/kota.  Pengukuran ketimpangan sering dilakukan untuk mengevaluasi kinerja pembangunan. Di Indonesia ketimpangan antarwilayah sering diartikan sebagai kondisi perbedaan pendapatan antarwilayah, maka dalam pengukuran ketimpangan sering menggunakan data Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Namun, penggunaan pendekatan PDRB dalam mengevaluasi ketimpangan memiliki kekurangan, pertama karena tidak tersedianya data PDRB kecamatan dan kelurahan di sebagian besar wilayah. Kedua, perhitungan ketimpangan menggunakan PDRB hanya memperhatikan dimensi ekonomi suatu wilayah, belum memperhatikan aspek geografis, sumberdaya alam, infrastruktur dan sumber daya alam. Untuk itu, dilakukan penelitian yang bertujuan mengevaluasi ketimpangan antar bagian wilayah menggunakan pendekatan kapabilitas. Penelitian ini menggunakan metode analisa statistikdeskriptif, dengan hasil menunjukkan bahwa indeks ketimpangan di Kabupaten Berau adalah sebesar 0,91, artinya terdapat ketimpangan yang tinggi antar bagian wilayah di Kabupaten Berau. Adapun faktor kapabilitas yang memiliki perbedaan signifikan antara bagian wilayah perdesaan dan bagian wilayah adalah faktor Economic Institutional Assets (EIA) dan Public Tangible Assets (PTA).Kata kunci:  Perkotaan, Perdesaan, Ketimpangan, Kapabilitas
PENGGUNAAN DISKRESI OLEH KEPALA DAERAH UNTUK KONSISTENSI PENATAAN RUANG Erma Ekawati Purnama; Retno Widodo Dwi Pramono
Mimbar Hukum Vol 33 No 1 (2021): Mimbar Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (389.422 KB) | DOI: 10.22146/mh.v33i1.1942

Abstract

Abstract This paper explores the benefits for using discretion on local spatial planning when there is a gap on a system of rules, that must be filled immediately for the local government permit process as an instrument of spatial control for investment. According to Law No. 30 year 2014 on government administration, regional heads can use the discretion. By using empirical legal research, it concludes that the use of the discretion could be possible, and prospectives for improved spatial planning order through establishing urban laws to achieves orderly spatial planning. Intisari Penelitian ini menggali manfaat penggunaan diskresi oleh kepala daerah dalam penataan ruang karena ketiadaan RDTR. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan memberikan peluang penggunaan diskresi. Melalui metode penelitian empiris, disimpulkan bahwa penggunaan diskresi dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan akibat ketiadaan RDTR, sepanjang lingkup dan tujuan diskresi memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014, dan bermanfaat dalam hal perbaikan kinerja melalui urban law. Pembahasan praktik diskresi di daerah menggunakan contoh penerbitan Peraturan Bupati Sleman Nomor 63 Tahun 2015 tentang Penghentian Sementara Penerbitan Izin Hotel, Apartemen, dan Kondotel.
Program Pembangunan Kawasan Perdesaan: Strategi Pengembangan Desa Berbasis Keterkaitan Desa-Kota Firda Diartika; Retno Widodo Dwi Pramono
Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota Vol 17, No 4 (2021): JPWK Volume 17 No. 4 December 2021
Publisher : Universitas Diponegoro, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/pwk.v17i4.34503

Abstract

Desa merupakan wilayah yang berdaulat yang diperkuat sejak hadirnya UU Desa. Pembangunan perdesaan sejak dahulu diupayakan melalui berbagai bentuk kebijakan dan program yang memiliki tujuan untuk mendayagunakan seluruh potensi sumber daya secara optimal sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Salah satu pendekatan pembangunan yang terdapat dalam UU. 6/2014 Tentang Desa adalah pembangunan perdesaan terintegrasi yang dapat disebut Program Pembangunan Kawasan Perdesaan (PKP). Perbedaan karakteristik wilayah pembangunan, model pendekatan dan beberapa karakteristik lainnya pada program ini menambah khasanah praktik pembangunan perdesaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik program PKP atau program pembangunan kawasan perdesaan. Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan deduktif dan metode penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui survei instansional dan pengamatan lapangan. Analisis data menggunakan analisis konten dan diperkuat dengan teknik triangulasi data. Hasil pengelitian menunjukkan bahwa program PKP masuk pada strategi pengembangan wilayah keterkaitan desa-kota dengan karakteristik desa sasaran program merupakan desa berkembang dengan aksesibilitas baik ke kota, ketersediaan sarana prasarana memadai, terdapat kegiatan industri kecil dan menengah yang bergantung pada produk pertanian lokal serta terdapat jaringan produksi-distribusi dan pertukaran ekonomi dari tingkat desa hingga kota. Karakteristik penyampaian program PKP bersifat gabungan antara bottom up dan top down dengan sistem kelembagaan dan pendanaan bersifat multi pihak serta kelembagaan lokal sebagai pelaksana utama.
How Different Geographical Areas React to Covid19 Shock : Regional Resilience and Structural Transformation Siti Maftukhah; Retno Widodo Dwi Pramono
The Journal of Indonesia Sustainable Development Planning Vol 3 No 3 (2022): December 2022
Publisher : Pusbindiklatren Bappenas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46456/jisdep.v3i3.343

Abstract

In the last 10 years, Covid19 has emerged as an important recent shock that has had an effect on the globaleconomy. Regional resilience may have an effect on how different regions are affected. This study intends tolook at how regional resilience is affected by structural change both before and after Covid19. We identify twodifferent situations (prior to and during the Covid19 shock) that affect whether structural reform increasesregional resilience. The findings show that Covid19 has a number of negative effects on regional resilience.Additionally, raising a sector's productivity has a significant positive effect on resilience under typical conditions(prior to Covid19). A sector's increased productivity and contemporaneous workforce transfer to other sectorswith higher productivity during the COVID19 shock, however, have a significant beneficial effect on regionalresilience. Therefore, when the circumstance is stable, productivity becomes more crucial. However, amid ashock, the industry and its employees' flexibility and agility are more crucial.
The Dilemma of Establishing a Land Bank Institution: Social Equality or Economic Growth? Afwan Anantya Prianggoro; Retno Widodo Dwi Pramono
TEMALI : Jurnal Pembangunan Sosial Vol 6, No 1 (2023): TEMALI Vol. 6 No. 1 Tahun 2023
Publisher : Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/jt.v6i1.23479

Abstract

Indonesia's main land management agenda is agrarian reform, consolidating and distributing land for equity and social justice. In addition to strengthening existing institutions, Indonesia established a land bank whose main task is to provide land for investment and economic purposes. For some people, the goals of land banks interfere with land management practices in Indonesia because they are at odds with the goals of agrarian reform. So the research question that needs to be answered is what are the advantages and disadvantages of land bank practices in Indonesia? This research aims to identify the advantages and disadvantages of land bank practices in Indonesia. By identifying the advantages and disadvantages of land bank practices, the output of this study is expected to provide recommendations to improve the quality of land bank policies. This is a case study research with a qualitative approach using descriptive analysis. The data source comes from the secondary data. The study results show that establishing a land bank has one of the advantages in solving land, environmental, and spatial planning problems. Meanwhile, the weakness of the practice of land banks in Indonesia is the potential for being unconstitutional and over-authorized. Thus, from the findings of weaknesses in the practice of land banks, recommendations are made for the government to clarify the functions and objectives of land banks to improve the social and economic welfare of the Indonesian people.
Dilemma Pembentukan Institusi Bank Tanah: Pemerataan Sosial atau Pertumbuhan Ekonomi? Afwan Anantya Prianggoro; Retno Widodo Dwi Pramono
MATRAPOLIS: Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol 4 No 1 (2023)
Publisher : Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/matrapolis.v4i1.37226

Abstract

Agenda utama manajemen pertanahan Indonesia adalah reforma agraria yang mengkonsolidasikan dan mendistribusikan tanah untuk pemerataan dan keadilan sosial. Selain memperkuat institusi kelembagaan yang ada, Indonesia membentuk bank tanah yang salah satu tugas utamanya ialah menyediakan tanah untuk kepentingan investasi dan ekonomi. Bagi sebagian orang, tujuan bank tanah mengganggu praktik manajemen pertanahan di Indonesia karena berseberangan dengan tujuan reforma agraria. Sehingga pertanyaan penelitian yang perlu dijawab ialah apa saja kelebihan dan kelemahan praktek bank tanah di Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan besar tersebut, tujuan penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi keuntingan dan kelemahan praktek bank tanah di Indonesia. Dengan mengidentifikasi keuntungan dan kelemahan praktek bank tanah, maka keluaran penelitian ini diharapkan memberikan rekomendasi sebagai upaya peningkatan kualitas kebijaakan bank tanah. Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif menggunakan analisis deskriptif. Sumber data berasal dari sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dibentuknya bank tanah salah satu keuntungannya adalah menyelesaikan permasalahan lahan, lingkungan dan tata ruang. Sedangkan kelamahan praktek bank tanah di Indonesia adalah berpotensi inkonstitutional dan over kewenangan. Sehingga, dari temuan kelemahan praktek bank tanah, maka rekomendasi bagi pemerintah agar memperjelas fungsi dan tujuan bank tanah sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia.