Articles
PENTINGNYA PERAN PSIKIATER DAN ILMU PSIKIATRI TERHADAP LEMBAGA PEMASYARAKATAN SEBAGAI TERMINAL AKHIR DARI SISTEM PERADILAN PIDANA
Dewo Tegar Prakasa;
Iman Santoso
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 9, No 4 (2022): JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (216.925 KB)
|
DOI: 10.31604/justitia.v9i4.1676-1692
Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat terakhir dimana para pelanggar hukum di Indonesia menjalani masa hukuman pidananya setelah dilakukan vonis yang tetap terhadap orang yang berhadapan dengan hukum tersebut. Dalam Lembaga Pemasyarakatan, terdapat peranan aspek dari ilmu psikologi manusia khususnya psikiatri. Psikiatri adalah ilmu kedokteran yang berfokus pada kesehatan jiwa, sedangkan psikologi adalah ilmu non-kedokteran yang mempelajari perilaku dan perasaan seseorang. Kondisi psikologis seseorang sangat berpengaruh terhadap orang tersebut. Apalagi dalam konteks pelakasanaan hukuman di lembaga pemasyarakatan, para pelanggar hukum akan menjalani kehidupan di dalam lapas dengan tidak seperti kehidupan mereka yang sebelumnya di lingkungan masyarakat. Pokok bahasan dalam artikel ini bertujuan untuk menambah wawasan serta mengetahui bahwa peranan psikiatri dalam pelaksanaan hukuman pidana seseorang merupakan aspek yang penting diperhatikan sehingga para pelanggar hukum yang melaksanakan hukuman pidana akan senantiasa dapat kembali ke masyarakat dengan sebagaimana mestinya. Begitu pula dengan tujuan dari lembaga pemasyarakatan sendiri adalah melakukan pembinaan terhadap warga binaan dengan harapan ketika warga binaan pemasyarakatan telah menjalani masa tahanannya dapat kembali menjadi masyarakat yang layak di lingkungannya. Dengan demikian, artinya lembaga pemasyarakatan berhasil melakukan proses pembinaan sehingga menimbulkan kesan yang baik di mata masyarakat bahwa orang yang pernah menjadi narapidana pada dasarnya adalah bagian dari masyarakat.
PENTINGNYA KESEHATAN MENTAL BAGI NARAPIDANA
Rizki Kurniawan;
Iman Santoso
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha Vol. 9 No. 3 (2021): September, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.23887/jpku.v9i3.40862
Kesehatan mental merupakan permasalahan yang selalu menarik perhatian masyarakat. Berita-berita tentang peningkatan jumlah pasien rumah sakit jiwa akibat musibah bencana alam di berbagai daerah, siswa bunuh diri karena belum bisa membayar SPP, narapidana bunuh diri akibat stress, dan sebagainya. Dukungan Sosial Keluarga adalah suatu hubungan interpersonal di mana individu memberikan bantuan kepada individu lain dan batuan yang diberikan berupa partisipasi, emansipasi, motivasi, penyediaan informasi, dan penghargaan atau penilaian terhadap individu. Sarason mengemukakan bahwa dukungan sosial merupakan suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, Kesehatan Mental adalah terhindarnya orang dari gejala-gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala-gejala penyakit jiwa, kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan di mana ia hidup.
PENTINGNYA MOTIVASI KELUARGA DALAM MENANGANI ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA (ODGJ)
Theresia Panni Koresy Marbun;
Iman Santoso
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha Vol. 9 No. 3 (2021): September, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.23887/jpku.v9i3.41121
Kesehatan jiwa memiliki pengertian yaitu suatu kondisi mental sejahtera, dimana setiap individu menyadari potensi dirinya, bermanfaat dan dapat berkontribusi bagi lingkungannya. Saat ini, kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang signifikan di dunia tidak terkecuali di negara kita Indonesia. Prevalensi gangguan jiwa berat misalnya skizofrenia sudah mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1000 penduduk (Riskesdas,2018). Tingginya jumlah klien atau pasien yang menderita gangguan jiwa sementara jumlah tenaga medis yang terbatas, obat-obatan dan pengobatan umum bagi penderita penyakit gangguan jiwa menyebabkan dukungan keluarga menjadi hal yang sangat penting guna untuk optimalisasi kesebuhan Orang Dengan Gangguan Jiwa atau yang biasa disingkat dengan ODGJ. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana motivasi keluarga terhadap orang yang mengalami gangguan jiwa. Penelitian ini menyimpulkan bahwa peranan terbesar dalam upaya peningkatan kesehatan jiwa klien atau pasien adalah keluarga. Keluarga menjadi agen perubahan layanan dukungan yang memberikan kontribusi menyeluruh baik itu menggantikan peran tenaga kesehatan di Rumah Sakit maupun perawatan dan pendampingan psikologis selama berada di rumah. Jika memungkinkan, hal yang dapat dilakukan keluarga adalah mencarikan shelter untuk memberikan kecukupan fisik, selanjutnya adalah psikis. Keluarga adalah benteng pertama dan pemberi dukungan terbesar bagi ODGJ diterima.
PERAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP NARAPIDANA DENGAN GANGGUAN JIWA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN
Yourike Yasmine Layt;
Iman Santoso
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha Vol. 9 No. 3 (2021): September, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.23887/jpku.v9i3.41122
Gangguan jiwa merupakan suatu keadaan yang dialami oleh seseorang terkait dengan kehidupan, hubungan dengan orang lain, emosional, serta perilakunya. Gangguan jiwa dapat dialami oleh siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan. Narapidana yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) juga ada yang terdapat gangguan jiwa baik sebelum ia dipidana maupun setelah dipidana. Karena kehidupan yang ada di luar penjara tentunya berbeda dengan di dalam penjara, dimana ia dibatasi kemerdekaannya sehingga ia depresi, halusinasi, stres, hingga gangguan jiwa berat seperti skizofrenia. Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) sebagai tempat pembinaan bagi narapidana agar kelak mereka dapat kembali berada di tengah-tengah masyarakat menjadi pribadi yang lebih baik. Sehingga perlakuan yang diberikan kepada penderita gangguan jiwa berbeda dengan manusia normal. Dimana penderita gangguan jiwa membutuhkan pengobatan untuk memulihkan jiwanya baik melalui minum obat, terapi, dan didampingi oleh petugas media seperti psikolog maupun psikiater. Dukungan sosial dari keluarga, teman, petugas pemasyarakatan, narapidaana lainnya, dan sebagainya juga dibutuhkan untuk membantu keberlangsungan hidup mereka menjadi lebih baik dan mampu menjalani kehidupan seperti sedia kala.
DAMPAK DARI PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR
Novrianza Novrianza;
Iman Santoso
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha Vol. 10 No. 1 (2022): Februari, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.23887/jpku.v10i1.42692
Maraknya kasus pelecehan seksual pada anak di bawah umur terus mengalami peningkatan. Pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur bisa berupa dalam bentuk verbal maupun dalam bentuk non-verbal. Anak yang mengalami tindak pelecehan tersebut akan mengalami dampak dari perasaan yang terhina bagi orang lain. Pelecehan seksual merupakan perilaku atau perbuatan yang melecehkan yang di lakukan seseorang atau kelompok kepada orang lain yang berhubungan langsung dengan pihak yang di ganggungnya dan dari perbuatan tersebut dapat menurutkan harkat martabat dan harga diri seseorang yang di ganggungnya. Maka perlu adanya meingkatkan perkembangan anak, karena selain sensitif juga pada masa pertumbuhan anak membutuhkan kasih sayang dan perhatian yang lebih dari orang tua maupun keluarga sehingga dari kasih sayang dan perhatian tersebut kebutuhan dan hak anak secara mendasar terpenuhi secara optimal. Anak-anak seharusnya dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berakal , bermoral dan sehat jasmani maupun rohani. karena bagaimanapun juga anak adalah calon pemimpin penerus bangsa.
PERAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP NARAPIDANA DENGAN GANGGUAN JIWA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN
Yourike Yasmine Layt;
Iman Santoso
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha Vol. 10 No. 1 (2022): Februari, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.23887/jpku.v10i1.42696
Gangguan jiwa merupakan suatu keadaan yang dialami oleh seseorang terkait dengan kehidupan, hubungan dengan orang lain, emosional, serta perilakunya. Gangguan jiwa dapat dialami oleh siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan. Narapidana yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) juga ada yang terdapat gangguan jiwa baik sebelum ia dipidana maupun setelah dipidana. Karena kehidupan yang ada di luar penjara tentunya berbeda dengan di dalam penjara, dimana ia dibatasi kemerdekaannya sehingga ia depresi, halusinasi, stres, hingga gangguan jiwa berat seperti skizofrenia. Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) sebagai tempat pembinaan bagi narapidana agar kelak mereka dapat kembali berada di tengah-tengah masyarakat menjadi pribadi yang lebih baik. Sehingga perlakuan yang diberikan kepada penderita gangguan jiwa berbeda dengan manusia normal. Dimana penderita gangguan jiwa membutuhkan pengobatan untuk memulihkan jiwanya baik melalui minum obat, terapi, dan didampingi oleh petugas media seperti psikolog maupun psikiater. Dukungan sosial dari keluarga, teman, petugas pemasyarakatan, narapidaana lainnya, dan sebagainya juga dibutuhkan untuk membantu keberlangsungan hidup mereka menjadi lebih baik dan mampu menjalani kehidupan seperti sedia kala.
PSIKIATER DALAM RANAH HUKUM PERADILAN PIDANA
Muhammad Farhan Abdillah;
Iman Santoso
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha Vol. 10 No. 1 (2022): Februari, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.23887/jpku.v10i1.42697
Ilmu hukum pidana memberikan persyaratan untuk dikatakan seseorang melakukan suatu tindak pidana harus memenuhi unsur perbuatan yang secara sah melanggar hukum atau mempunyai sifat melawan hukum secara normatif, Psikiatri Forensik mempunyai kedudukan berarti dalam bidang hukum pidana selaku faktor pembuktian dalam pertanggungjawaban pidana. Psikiatri memastikan besar kecilnya tanggung jawab seorang dalam melanggar hukum pidana. Kerap seseorang dalam tiap hari nampak pikiranya wajar, namun dalam pengecekan psikiatri jelas mengidap kendala jiwa yang kurangi tanggung jawabnya, tetapi dia menemukan hukuman yang berat. Tujuan tulisan ini untuk mengetahui peran dan kedudukan psikiater dalam sistem peradilan pidana. Metode penelitian dalam tulisan ini menggunakan kajian pustaka (literature research), dengan menerapkan pendekatan kualitatif penelitian ini dapat di buat. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menginterpretasikan suatu gejala seperti gejala sosial yang memfokuskan pada gambaran utuh dari sebuah fenomena yang akan diteliti. Hasil pembahasan menunjukkan peran psikiater sebagai legal agent dari aparat penegak hukum dan dalam sistem peradilan pidana didudukkan sebagai ahli dalam setiap tahapan pemeriksaan dalam hukum acara pidana baik dalam tahap pemeriksaan penyidikkan, pemeriksaan tambahan pada penuntutan dan keterangan ahli pada pembuktian di persidangan.
THE ROLE OF CONSIDERATION OF THE VALUE OF RISKS, SHAME AND GUILT IN UTILITARIAN MORAL JUDGMENT ON ACADEMIC DISHONESTY BEHAVIOR
Imaduddin Hamzah;
Iman Santoso;
Nazhifah Imaduddin
Jurnal Cakrawala Pendidikan Vol 39, No 2 (2020): CAKRAWALA PENDIDIKAN, VOL. 39, NO. 2, JUNE 2020
Publisher : LPMPP Universitas Negeri Yogyakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (335.892 KB)
|
DOI: 10.21831/cp.v39i2.31259
Students generally know that cheating and plagiarism are violations of academic ethics, but some still do it. The study of academic dishonesty has been more into quantitative approaches, thus it cannot explain the dynamics of moral psychology about the decision making of cheating and plagiarism. This study explores the role of the consideration of the value of risk, shame, and guilt in utilitarian moral judgment in academic dishonesty behavior, as a solution to the views of theoretical debates about the role of emotions and cognitive morals in explaining good and bad behavior. This research used an interpretative phenomenological analysis approach to explore the meaning of the experience of conducting academic dishonesty by interviewing 66 college students. The results showed that ignorance of shame and the absence of guilt played a role in weakening the utilitarian moral judgment of students to act honestly in the face of examinations and assignments. These findings contributed to the importance of strengthening moral and ethical education for students in academic programs.
PENTINGNYA DUKUNGAN MORAL DAN SOSIAL PADA TINGKAT DEPRESI NARAPIDANA DILEMBAGA PEMASYARAKATAN
Ovilia Yana Pradipta;
Iman Santoso
NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial Vol 8, No 5 (2021): NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31604/jips.v8i5.2021.1188-1195
Di dalam Lembaga Pemasyarakatan telah dijelaskan bahwa narapidana mengalami kehilangan kemerdekaan mereka. Narapidana sebisa mungkin harus dapat menyesuaikan dengan keadaan dengan mematuhi peraturan yang telah ditentukan. Biasanya dalam menghadapi keadaannya, terdapat beberapa narapidana yang dapat mengatasi kehidupannya didalam Lembaga Pemasyarakatan, namun ternyata juga terdapat banyak dari narapidana tersebut yang mendapatkan masalah dalam kesehatan mentalnya yang memperlihatkan sifat seperti depresi yaitu diikuti dengan gangguan kecemasan dan juga kehilangan semangat hidup. Hal ini menyebabkan pentingnya dukungan moral dan sosial yang didapatkan dari orang yang terdekat dan juga lingkungan dari narapidana itu tinggali, merupakan sesuatu yang menjadikan peran sangat penting dan dibutuhkan untuk narapidana tersebut. Dari pembahasan ini penulis menggunakan metode penelitian yuridis normative atau metode penelitian kepustakaan (library research), yang akan menggunakan dan memanfaatkan data yang dihasilkan dengan mempelajari buku, jurnal hukum dan dokumen tentang peraturan perundang-undangan. Maka dari itu jika telah terjadi dukungan dan jalinan yang terbaik, diharapkan nantinya narapidana tersebut dapat kembali kedalam lingkunganya dengan menjadi masyarakat yang baik, bertanggung jawab dan juga menjadi manusia yang berkualitas sehingga nantinya tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.
GANGGUAN KEPRIBADIAN PSIKOPAT PADA NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN
Ayu Purnama Sari;
Iman Santoso
NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial Vol 8, No 5 (2021): NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31604/jips.v8i5.2021.1210-1219
Artikel ini membahas mengenai gangguan psikopat atau antisosial yang terjadi pada narapidana. Psikopat merupakan keadaan seseorang dimana seseorang tersebut tidak dapat merasakan empati dan cenderung untuk dapat melakukan kekerasan pada manusia lain tanpa diikuti dengan perasaan bersalah dan melakukan perilaku tersebut untuk kepuasan dirinya sendiri dan mereka cenderung untuk membenarkan dirinya sendiri atas perbuatan yang dilakukannya. Dengan keadaan Lembaga Pemasyarakatan yang sedemikian rupa, tentunya narapidana yang termasuk kedalam kategori psikopat perlu mendapatkan penanganan ekstra. Tidak hanya dari pihak petugas pemasyarakatan di Lapas tersebut namun perlunya peran serta dari pihak pekerja sosial. Pekerja social diperlukan dalam konteks koreksional. Diperlukannya pemahaman serta kemampuan menelaah narapidana yang mengidap gangguan psikopat dan bagaimana mereka dapat menerima serta menjalanlan hukumannya. Maka dari itu dibutuhkannya kerjasama. Pekerja sosial dalam ranah koreksional dapat membantu kepolisian untuk dapat mengetahui apakah seseorang narapidana mempunyai gangguan psikopat atau tidak pada dirinya untuk dapat membantu mereka menentukan hukuman apa yang di terima mereka dengan dan pekerja sosial dapat bekerja sama dengan pihak medis dan juga psikologi untuk mengetahui hal tersebut. Narapidana gangguan psikopat dapat diberikan terapi yakni terapi kognitif serta analisa menyeluruh terhadap keluarga dan lingkungan dari narapidana yang sudah positif mengidap gangguan psikopat. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi obsesinya yang berlebihan untuk melakukan perbuatan atau tindakan-tindakan yang menyimpang dan juga mencegah kembali orang yang mengalami gangguan psikopat untuk melakukan tindakan criminal.