I Gede Yasa Asmara
Bagian/KSM Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Mataram/RSUD Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia

Published : 27 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 27 Documents
Search

Peran Dukungan Keluarga Pasien HIV yang Menjalani Terapi Anti Retroviral di Klinik VCT RSUD Provinsi NTB terhadap Outcome Klinis Wardoyo, Eustachius Hagni; Budyono, Catarina; Asmara, I Gede Yasa
Jurnal Kedokteran Vol 7 No 1 (2018)
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang: Jumlah kasus HIV di Provinsi NTB semakin meningkat setiap tahun. Pemberian terapi antiretroviral pada pasien HIV secara signifikan dapat memperpanjang ketahanan hidup yang tergambar secara obyektif dari gambaran klinis. Namun belum ada data yang menilai peran dukungan keluarga terhadap outcome klinis pasien HIV khususnya di klinik VCT RSUD Provinsi NTB. Oleh sebab itu dilakukan penelitian untuk mengetahui peran dukungan keluarga terhadap outcome klinis pasien HIV yang menjalani Terapi Anti Retroviral di klinik VCT RSUD Provinsi NTB Metode: Studi ini merupakan studi case-control yang terdiri atas dua tahap, yaitu 1) pendataan pasien HIV yang menjalani terapi ARV, dengan kesuksesan terapi sebagai kasus, kegagalan terapi sebagai kontrol dan 2) pendekatan dengan wawancara mendalam terhadap pasien mengenai peran dukungan keluarga. Kriteria inklusi pada penelitian ini, yaitu pasien HIV yang berusia di atas 12 tahun yang telah mengkonsumsi ARV minimal 6 bulan dengan data rekam medis lengkap dan setuju dilakukan wawancara. Hasil: Dari 230 pasien, sebanyak 70 memenuhi kriteria inklusi. Outcome klinis baik sejumlah 58 orang dan 12 sisanya memiliki outcome klinis buruk. Sebanyak 26 orang perempuan dan 44 laki-laki. Faktor risiko penularan didominasi oleh heteroseksual (67,1%) dan pendukung utama yang dianggap memberikan kontribusi paling besar adalah pasangan (45,7%). Penelitian ini membagi 4 fase yang sudah dilalui subjek penelitian yaitu sebelum terdiagnosis, saat terdiagnosis, saat mulai ARV dan saat monitoring ARV. Bentuk dukungan yang memiliki pengaruh terhadap outcome klinis baik (OR; interval) dari tiap fase: sebelum terdiagnosis: memberikan nasehat yang selalu dapat diterima (3.8 [1.01814.178]); saat terdiagnosis: memberikan nasehat yang selalu dapat diterima (5.20 [1.387-19.874]); sedangkan fase saat mulai dan monitoring ARV tidak didapatkan bentuk dukungan yang signifikan. Kesimpulan: Dukungan yang memberikan efek positif bagi outcome klinis pada pasien HIV dimulai dari keluarga. Bentuk dukungan yang diharapkan dari populasi penelitian ini adalah nasihat yang dapat diterima, terutama pada fase sebelum terdiagnosis dan saat terdiagnosis HIV.
Perbedaan Hasil Pengukuran Kadar Kolesterol LDL antara Metode Direk dan Indirek dengan Menggunakan Rumus Friedewald pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Rosmala, Ahia Zakira; Asmara, I Gede Yasa; Widiastuti, Ida Ayu Eka
Jurnal Kedokteran Vol 7 No 3 (2018)
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang: Metode direk merupakan metode yang akurat dan dapat langsung digunakan untuk pemeriksaan kadar kolesterol LDL. Metode indirek dengan rumus Friedewald merupakan metode yang lebih sering digunakan karena sederhana dan harganya yang lebih murah daripada metode direk. Sering kali dalam suatu penelitian yang menggunakan tikus putih sebagai hewan uji coba. Perlu dibuktikan bahwa perhitungan rumus Friedewald dapat digunakan untuk menghitung kadar kolesterol LDL tikus putih. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara hasil pengukuran kadar kolesterol LDL antara metode direk dan indirek dengan menggunakan rumus Friedewald pada tikus putih (Rattus norvegicus). Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian belah lintang mempergunakan tikus putih. Sampel darah tikus putih diambil melalui intrakardial. Uji statistik yang digunakan adalah uji Wilcoxon untuk mengetahui perbedaan hasil pengukuran kadar kolesterol LDL dengan metode direk dan rumus Friedewald. Hasil: Nilai rerata dari hasil pengukuran kolesterol LDL dengan menggunakan metode direk adalah 19,08 ± 6,34 mg/dL dan nilai rerata dengan rumus Friedewald adalah 6,19 ± 3,95 mg/dL. Pada pemeriksaan dengan metode direk didapatkan hasil minimal 10,0 mg/dL dan maksimal 40,0 mg/dL. Adapun hasil minimal dengan rumus Friedewald adalah 1,0 mg/dL dan hasil maksimal 14,0 mg/dL. Terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil pengukuran kadar kolesterol LDL antara metode direk dan indirek dengan menggunakan rumus Friedewald (p=0,000; Uji Wilcoxon). Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil pengukuran kadar kolesterol LDL antara metode direk dan indirek dengan menggunakan rumus Friedewald pada tikus putih (Rattus norvegicus).
Uji Diabetes secara Non-Invasif Berbasis Konsentrasi DNA Saliva Prayitno, Oktavianus; Asmara, I Gede Yasa; Geriputri, Ni Nyoman
Jurnal Kedokteran Vol 6 No 2.1 (2017)
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar belakang: Diabetes melitus merupakan suatu kelainan kompleks dari multisistem yang ditandai dengan adanya insufisiensi sekresi insulin secara relatif maupun absolut. Permasalahan saat ini berada pada monitoring diabetes melitus yang secara luas masih menggunakan jarum yang terkadang menyakitkan pada saat pengambilan darah. Dalam saliva ditemukan susunan bahan yang dapat dianalisis (DNA) yang dapat digunakan sebagai biomarker untuk translasi dan aplikasi klinis. Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji kemungkinan penggunaan konsentrasi DNA saliva sebagai bahan uji non-invasif pada penderita diabetes melitus. Metode: Penelitian ini merupakan studi komparatif. Sampel yang digunakan adalah saliva yang berasal dari 20 orang dan terbagi menjadi 2 kelompok. Kelompok orang dengan diabetes (D), dan kelompok orang normal/tanpa diabetes (N). Saliva yang terkumpul disentrifugasi dan diambil peletnya, Proses isolasi DNA dilakukan dengan tahapan Cell Lysis, DNA Binding, Pencucian, dan Elusi. Setelah didapatkan isolasi DNA dilakukan proses penghitungan konsentrasi DNA saliva dengan menggunakan spectrophotometer NanoDrop. Perbedaan konsentrasi DNA saliva diuji dengan uji Independent sample t test. Hasil: Rerata konsentrasi DNA saliva pada D dan N masing-masing 30.12 ng/μl dan 11.61 ng/μl. Berdasarkan data tersebut, terlihat perbedan konsentrasi DNA saliva yang signifikan secara statistik ( p<0,05). Simpulan: Konsentrasi DNA saliva pada orang dengan diabetes mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan konsentrasi DNA saliva pada orang tanpa diabetes, hal ini menunjukkan konsentrasi DNA saliva dapat digunakan sebagai bahan uji non-invasif pada penderita diabetes melitus.
Uji Diabetes Secara Non-Invasif Berbasis Kadar Asam Sialat Saliva Harlan, Muhammad Fauzan; Geriputri, Ni Nyoman; Asmara, I Gede Yasa
Jurnal Kedokteran Vol 6 No 2.1 (2017)
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang: Diabetes mellitus (DM) merupakan kelainan metabolisme karbohidrat yang mempengaruhi banyak sistem, ditandai dengan hiperglikemia dan glukosauria akibat insufisiensi sekresi insulin absolut atau relatif, atau resistensi insulin pada target jaringan. Diabetes menyebabkan mortalitas dan morbiditas terutama karena komplikasinya. Self-Monitoring of Blood Glucose (SMBG) merupakan suatu terobosan besar dalam penanganan diabetes karena pasien dapat menentukan kadar glukosa mereka selama kehidupan sehari-hari. Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji kemungkinan penggunaan kadar asam sialat saliva sebagai bahan uji non-invasif pada penderita diabetes melitus. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian komparatif. Sampel yang digunakan adalah saliva yang berasal dari 20 orang dan terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok orang dengan diabetes (D), dan kelompok orang normal/non-DM (N). Saliva yang terkumpul disentrifugasi dengan 8000 rpm. Hasil sentrifugasi berupa supernatan diambil sebanyak 50 μl dan ditambahkan 100 μl reagen Ninhydrin. Hasil campuran dipanaskan pada suhu 60°C dan dibaca dengan spektrofotometer pada 570 nm. Uji statistik dilakukan dengan menggunakan Independent Sample T-test Hasil: Rerata kadar asam sialat saliva pada kelompok D dan N masing-masing 4.579 ± 1.113 dan 1.204 ± 0.549. Berdasarkan data tersebut, secara statistik terlihat perbedan kadar asam sialat saliva yang bermakna ( p<0,05). Kesimpulan: Terjadi peningkatan kadar asam sialat saliva yang bermakna pada penderita diabetes melitus bila dibandingkan dengan kadar asam sialat saliva pada orang tanpa diabetes, hal ini menunjukan konsentrasi DNA saliva dapat digunakan sebagai bahan uji non-invasif pada penderita diabetes melitus.
Uji Diabetes Melitus secara Non-Invasif Berbasis Kadar dan Profil Protein Saliva Depamede, Brian Umbu Rezi; Asmara, I Gede Yasa; Geriputri, Ni Nyoman
Jurnal Kedokteran Vol 6 No 2.1 (2017)
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar belakang : Diabetes merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan keadaan hiperglikemia. Diperlukan pola hidup sehat dan pemeriksaan rutin gula darah. Pemeriksaan glukosa darah dilakukan dengan proses pengambilan darah. Cara ini merupakan tindakan invasif yang memprovokasi nyeri, sehingga diperlukan prosedur non-invasif lainnya seperti pemeriksaan saliva. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan kadar dan profil protein saliva pada individu sehat dan penderita diabetes. Metode : Penelitian ini merupakan studi komparatif. Sampelnya adalah saliva yang berasal dari 20 orang dan terbagi menjadi 2 kelompok. Kelompok penderita diabetes (D), dan kelompok individu normal (N). Saliva yang terkumpul disentrifugasi dan diambil supernatannya, lalu dilakukan proses pengukuran kadar protein saliva menggunakan spectrophotometer NanoDrop. Profil protein saliva dianalisis menggunakan SDS-PAGE. Uji statistik kadar protein saliva antara individu sehat dan penderita diabetes dilakukan dengan uji Independent Sample T-test. Hasil : Jumlah rata-rata kadar protein saliva pada kelompok penderita diabetes sebesar 2932±526μg/ml dan kelompok individu non-diabetes 2005±253μg/ml. Secara statistik peningkatan tersebut tidak signifikan (P>0,05). Pada profil protein saliva ditemukan 3 band peptida dengan berat molekul antara 25-35kDa pada penderita DM. Simpulan : Terdapat kecenderungan adanya peningkatan kadar protein saliva pada kelompok DM. Namun, secara statistik peningkatan tersebut tidak signifikan. Pada profil protein ditemukan adanya perbedaan band peptida saliva antara penderita DM dan individu normal.
Korelasi Kadar Gula Darah Puasa dengan Nilai Tekanan Intra Okular pada Pasien Diabetes Mellitus di RSUD Provinsi NTB Natsir, Rizka Naniek; Andari, Marie Yuni; Asmara, I Gede Yasa
Jurnal Kedokteran Vol 6 No 2.1 (2017)
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar belakang : Angka mortalitas dan morbiditas karena diabetes mellitus semakin meningkat. Peningkatan tekanan intraokular dapat menyebabkan terjadinya kebutaan. Diabetes mellitus merupakan salah satu faktor resiko yang dapat meningkatkan tekanan intraokular. Tujuan : Untuk mengetahui korelasi antara kadar gula darah puasa dengan nilai tekanan intraokular pada pasien DM. Metode : Metode penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Adapun jumlah sampel yang diperoleh adalah 34 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive sampling. Semua pasien berusia lebih dari 18 tahun dan tidak mengalami glaukoma. Pengambilan data dilakukan secara langsung dengan mengukur tekanan intraokular. Data kadar gula darah puasa dicatat. Analisis statistik yang digunakan adalah analisis bivariat menggunakan korelasi Spearman. Hasil : Hasil analisis bivariat dengan mengunakan uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara kadar gula darah puasa dengan nilai tekanan intraokular (p=0,037, r=0,036) pada pasien diabetes mellitus di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB. Kesimpulan : Terdapat korelasi antara kadar gula darah puasa dengan nilai tekanan intraokular pada pasien DM di RSUD provinsi NTB.
Perbedaan Hasil Pengukuran Kadar Kolesterol LDL antara Metode Direk dan Indirek dengan Menggunakan Perhitungan Rumus Friedewald pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Rosmala, Ahia Zakira; Asmara, I Gede Yasa; Widiastuti, Ida Ayu Eka
Jurnal Kedokteran Vol 6 No 3.1 (2017)
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang: Metode direk merupakan metode yang akurat dan dapat langsung digunakan untuk pemeriksaan kadar kolesterol LDL. Metode indirek dengan rumus Friedewald merupakan metode yang lebih sering digunakan karena sederhana dan harganya yang lebih murah daripada metode direk. Sering kali dalam suatu penelitian yang menggunakan tikus putih sebagai hewan uji coba, perhitungan rumus Friedewald dilakukan tanpa mengetahui apakah rumus tersebut dapat digunakan atau tidak pada tikus putih. Tujuan: Mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara hasil pengukuran kadar kolesterol LDL antara metode direk dan indirek dengan menggunakan rumus Friedewald pada tikus putih (Rattus norvegicus) Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian potong lintang atau cross sectional. Rancangan penelitian ini adalah penelitian yang pengukuran dan pengamatannya dilakukan secara simultan dalam satu waktu (pada waktu yang bersamaan). Sampel yang digunakan diambil melalui intrakardial. Uji statistik yang digunakan adalah uji Wilcoxon untuk mengetahui perbedaan hasil pengukuran dengan metode direk dan rumus Friedewald. Hasil: Nilai rerata dari hasil pengukuran kolesterol LDL dengan menggunakan metode direk adalah 19.08 ± 6.34 mg/dl dan nilai rerata dengan rumus Friedewald adalah 6.19 ± 3.95 mg/dl. Pada pemeriksaan dengan metode direk didapatkan hasil minimal 10,0 mg/dl dan maksimal 40,0 mg/dl. Adapun hasil minimal dengan rumus Friedewald adalah 1,0 mg/dl dan hasil maksimal 14,0 mg/dl. Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil pengukuran kadar kolesterol LDL antara metode direk dan indirek dengan menggunakan rumus Friedewald pada tikus putih (Rattus norvegicus).
Hubungan Antara Infeksi Kecacingan Dengan Status Gizi Pada Murid Sekolah Dasar Negeri 27 Mataram Miratunisa, Neneng; Asmara, I Gede yasa; Prihatina, Lale Maulin
Jurnal Kedokteran Vol 6 No 3.1 (2017)
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang : Infeksi kecacingan merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang masih menjadi masalah kesehatan dan kurang mendapat perhatian (neclected disease). Penyakit kecacingan yang termasuk ke dalam neclected disease salah satunya adalah jenis penyakit dari kelompok Soil Transmitted Helminths (STH) yaitu cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura), dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus). Di Indonesia, tingkat infeksi STH masih tinggi, termasuk di Lombok. Anak prasekolah dan usia sekolah adalah kelompok risiko tinggi terhadap infeksi STH. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara infeksi kecacingan dengan status gizi pada murid SD Negeri 27 Mataram. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan di SD Negeri 27 Mataram. Terdapat 86 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Data kecacingan diperoleh dengan pemeriksaan langsung di laboratorium dan data status gizi di peroleh dari pengukuran antropometri. Teknik analisis statistik yang digunakan adalah uji Fisher dengan taraf signifikansi p<0.05. Hasil : Dari 86 sampel yang dilakukan pemeriksaan feses, didapatkan sebanyak 7 murid positif terinfeksi cacing dan 79 murid tidak terinfeksi. Status gizi dari 7 murid yang positif terinfeksi cacing adalah normal, sedangkan status gizi dari 79 murid yang tidak terinfeksi adalah 8 murid kurus, 53 murid normal, 9 murid gemuk dan 9 murid obesitas. Oleh karena itu, tidak ada hubungan yang bermakna antara infeksi kecacingan dengan status gizi pada murid sekolah dasar (p=1.000). Kesimpulan : Tidak ada hubungan antara infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) dengan status gizi pada murid SD Negeri 27 Mataram.
Hipersensitivitas Terhadap Vaksin Asmara, I Gede Yasa
Jurnal Kedokteran Vol 5 No 3 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Vaksin mirip dengan obat yaitu dapat berpotensi menimbulkan reaksi hipersensitivitas baik ringan maupun berat. Proses pembuatan vaksin harus memperhatikan keseimbangan antara aspek imunogenisitas dan reaktigenisitas. Hampir semua komponen vaksin berpotensi menimbulkan reaksi hipersensitivitas namun mekanisme alergi hanya sebagian kecil dari seluruh efek samping vaksin. Reaksi hipersensitivitas terhadap vaksin ada dua jenis yaitu reaksi segera maupun reaksi lambat. Penegakan diagnosis reaksi hipersensitivitas terhadap vaksin mengutamakan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan tes alergi belum terstandar dan tervalidasi. Penanganan reaksi hipersensitivitas terhadap vaksin hampir sama dengan penanganan reaksi alergi secara umum. Keputusan pemberian re-vaksinasi sangat individual tergantung kondisi masing-masing pasien.
Penanda Biologis Limfoma Maligna Asmara, I Gede Yasa
Jurnal Kedokteran Vol 7 No 4 (2018)
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penanda biologis kanker adalah molekul yang mudah diukur dan mudah dievaluasi sebagai indikator proses biologis, proses patogenesis dari suatu penyakit atau proses farmakologis dari suatu terapi dari kanker. Limfoma maligna adalah kanker yang berasal dari sel limfosit abnormal. Penanda biologis pada limfoma maligna dapat digunakan sebagai faktor risiko klinis atau faktor prognosis. Prognosis dari seorang pasien kanker dipengaruhi oleh interaksi antara sel tumor dan penjamu. Faktor-faktor tersebut meliputi jumlah dari sel tumor, kemampuan dari penjamu untuk mengeliminasi sel tumor (imunokompeten) dan toleransi pasien terhadap regimen terapi. Limfoma maligna dapat dibedakan menjadi LNH dan LH. LNH dibedakan lagi menjadi Difusse Large B-Cell Lymphoma, Folicular Lymphoma, Mantle Cell Lymphoma dan Burkitt Lymphoma. Masing-masing jenis limfomatersebut memiliki penanda biologis yang berbeda-beda dan saling berkaitan serta tumpang tindih. Sebagian besar penanda biologis memiliki nilai prognosis tetapi ada juga yang berhubungan dengan terapi. Identifikasi dan aplikasi penanda biologis prognosis yang baik nantinya dapat membantu menentukan pengobatan yang tepat dan evaluasi luaran pasien dengan akurat.